Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5 :
1. Findy buaya 19330103061
2. Grasella A Uboro 19330103071
3. Maria Meisi Soriton 19330103057
4. Alfionita D Ponamon 19330103070
5. Elena S Loway 19330103059
6. Nansy maweikere 19330103048
7. Sabrianto Uli 19330103046

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS TRINITA MANADO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatNya sehingga
kami dari kelompok 5 dapat menyelesaikan meyelesaikan makalah yang berjudul
“penggunaan obat rasional” dengan tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
farmasi social, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
“penggunaan obat rasional” bagi pembaca.
Akhir kata, kami dari kelompok 5 menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun.
Mohon maaf apabila terjadi kesalahan dalam makalah ini.

Manado, 8 juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PEGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB II ISI
2.1 Penggunaan Obat Rasional (POR)
2.2 Pedoman Obat Rasional
2.3 Prinsip-prinsip POR
2.4 Penggunaan Obat Tak Rasional
2.5 Rancangan dan Pedoman Uji Stabilitas
2.6 Jenis dan Teknik Uji Stabilitas
2.7 Spesifikasi dan Penafsiran Data Hasil Uji
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang efektifitasnya
terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu dengan harga yang
paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau. Untuk menjamin efektifitas dan
keamanan, pemberian obat harus di lakukan secara rasional, yang berarti perlu dilakukan
diagnosis yang akurat, memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut dengan dosis,
cara, interval serta lama pemberian yang tepat.
Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan indikasi yang
manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (evidence based therapy). Manfaat tersebut dinilai
dengan menimbang semua bukti tertulis hasil uji klinik untuk dimuat dalam kepustakaan
yang dilakukan melalui evaluasi yang sangat bijaksana.

1.2 Tujuan
Untuk memahami tentang cara pemberian obat yang tepat sesuai dengan obat dan rute
pemberian yang benar.
BAB II
ISI
2.1 Penggunaan Obat Rasional (POR)
Penggunaan obat secara rasional di masyarakat merupakan salah satu hal penting untuk
membangun pelayanan kesehatan. Pelaksanaan pengobatan yang tidak rasional selama ini
telah memberikan dampak negatif berupa pemborosan dana, efek samping dari penggunaan
obat yang kurang tepat akan menyebabkan terjadinya resistensi, interaksi obat yang
berbahaya, dapat menurunkan mutu pengobatan dan mutu pelayanan kesehatan. Untuk
meningkatkan kerasionalan obat pada masyarakat hingga mutu pelayanan kesehatan yang
optimal maka perlu dilakukan pengelolaan obat secara rasional dan sistematis (Yuliastuti
dkk., 2013).
Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang efektifitasnya
terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu dengan harga yang
paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau. Untuk menjamin efektifitas dan
keamanan, pemberian obat harus dilakukan secara rasional, yang berarti perlu dilakukan
diagnosis yang akurat,memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut dengan dosis,
cara, interval serta lama pemberian yang tepat.
Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan indikasi yang
manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (evidence based therapy) . Manfaat tersebut dinilai
dengan menimbang semua bukti tertulis hasil uji klinik yang dimuat dalam kepustakaan yang
dilakukan melalui evaluasi yang sangat bijaksana. Menimbang manfaat dan resiko tidak
selalu mudah dilakukan, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menentukannya yaitu derajat
keparahan penyakit yang akan diobati, efektivitas obat yang akan digunakan, keparahan dan
frekuensi efek samping yang mungkin timbul, serta efektivitas dan keamanan obat lain yang
bisa dipakai sebagai pengganti. Semakin parah suatu penyakit, semakin berani mengambil
resiko efek samping, namun bila efek samping mengganggu dan relatif lebih berat dari
penyakitnya sendiri mungkin pengobatan tersebut perlu diurungkan. Semakin remeh suatu
penyakit, semakin perlu bersikap tidak menerima efek samping.
Kemampuan untuk melakukan telaah terhadap berbagai hasil uji klinik yang disajikan
menjadi amat penting dalam masalah ini. Biasanya dalam pedoman pengobatan, pilihan obat
yang ada telah melalui proses tersebut, dan dicantumkan sebagai obat pilihan utama (drug of
choice), pilihan kedua, dan seterusnya.
2.2 Pedoman Obat Rasional
Menurut WHO 1987 pengobatan yang sesuai indikasi, diagnosis, tepat dosis obat, cara dan
waktu pemberian, tersedia setiap saat dan harga terjangkau.
Secara Umum Pengobatan Rasional Pengobatan rasional merupakan suatu proses yang
kompleks dan dinamis, dimana terkait beberapa komponen, mulai dari diagnosis, pemilihan
dan penentuan dosis obat, penyediaan dan pelayanan obat, petunjuk pemakaian obat, bentuk
sediaan yang tepat, cara pengemasan, pemberian label dan kepatuhan penggunaan obat oleh
penderita. Penggunaan obat di sarana pelayanan kesehatan umumnya belum rasional.
Penggunaan obat yang tidak tepat ini dapat berupa penggunaan berlebihan, penggunaan yang
kurang dari seharusnya, kesalahan dalam penggunaan resep atau tanpa resep, polifarmasi, dan
swamedikasi yang tidak tepat (WHO, 2010). Secara praktis, menurut Kementrian RI, (2011)
penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria :
1) . Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan dengan diagnosis yang tepat. Jika diagnosis
tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis
yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi
yang seharusnya.
2) Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. Antibiotik, misalnya di indikasikan
untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya di anjurkan untuk pasien
yang member gejala adanya infeksi bakteri.
3) Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi di ambil setelah diagnosis ditegakkan dengan
benar.Dengan demikian obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan
spektrum penyakit.
4) Tepat Dosis
Dosis, cara dan lama pemberian obat sangan berpengaruh terhadap efek terapi obat.
Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang
sempitakan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak
akan menjamin tercapinya kadar terapi yang di harapkan.
a. Tepat Cara Pemberian
Obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh
dicapur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat
diabsorpsi dan menurunkan efektivitasnya.
b. Tepat Waktu Interval Pemberian
Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah di
taati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari),
semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus
diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.
c. Tepat Lama Pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing –masing . Untuk tuberkolosis
dan kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol
pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama
dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.
5) Waspada Terhadap Efek Samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek. tidak diinginkan yang
timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah pemberian
atropine bukan alergi, tetapiefek samping sehubugan vasodilatasi pembuluh darah di wajah.
Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena
menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh.
6) Tepat Penilaian Kondisi Pasien
Respon individu terhadap efek obat sangat beragam.Hal ini lebih jelas terlihat pada
beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida.
7) Tepat Informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang
keberhasilan terapi.
8) Tepat Tindak Lanjut (Follow-up)
Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut
yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping.
9) Tepat Penyerahan Obat (Dispensing)
Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien
sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di
Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada lembar
resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus
dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam
menyerahkan obat juga petugas juga harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.
10) Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan,
ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan beikut :
a. Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak
b. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering
c. Jenis sediaan obat terlalu beragam
d. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi
e. Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara
minum/menggunakan obat.
f. Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikatan
(urin menjadi merah karena minum rifamfisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih
dahulu.

2.3 Prinsip-prinsip POR


Pada dasarnya obat akan diresepkan bila memang diperlukan dan dalam setiap kasus,
pemberian obat harus dipertimbangkan berdasarkan manfaat dan resikonya. Kebiasaan
peresepan obat yang tidak rasional akan berdampak buruk bagi pasien seperti kurangnya
efektivitas obat, kurang aman, biaya pengobatan tinggi dan sebagainya. Dalam buku guide to
good prescribing yang diterbitkan oleh
WHO tahun 1994 telah dibuat pedoman penggunaan obat secara rasional. Langkah-langkah
pengobatan rasional tersebut disusun sebagai berikut :
 Langkah 1 : Tetapkan masalah pasien.
Sedapat mungkin diupayakan menegakkan diagnosis secara akurat berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik yang seksama, pemeriksaan penunjang yang tepat.
Diagnosis yang akurat serta identifikasi masalah yang jelas akan memudahkan
rencana penanganan.
 Langkah 2 : Tentukan tujuan terapi.
Tujuan terapi disesuaikan untuk setiap masalah ataudiagnosis yang telah dibangun
berdasarkan patofisiologi penyakit yang mendasarinya.
 Langkah 3 : Strategi pemilihan obat.
Setiap pemilihan jenis penanganan ataupun pemilihan obat harus sepengetahuan dan
kesepatan dengan pasien. Pilihan penanganan dapat berupa penanganan non
farmakologik maupun farmakologik. Pertimbangan biaya pengobatan pun harus
dibicarakan bersama-sama dengan pasien ataupun keluarga pasien.

a) Penanganan non farmarkpasien


Perlu dihayati bahwa tidak semua pasien membutuhkan penanganan berupa obat.
Sering pasien hanya membutuhkan nasehat berupa perubahan gaya hidup, diet
tertentu, sekedar fisioterapi atau psikoterapi. Semua instruksi tersebut perlu
dijelaskan secara rinci dan dengan dokumen tertulis.
b) Penanganan farmakologik
Berdasarkan pemahaman patofisiologi penyakit serta farmakodinamik obat dilakukan
pemilihan jenis obat dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan, kenyamanan
dan harga obat.
 Langkah 4 : Penulisan resep obat
Sebuah resep obat berisi perintah dari penulisnya kepada apoteker sebagai pihak yang
menyerahkan obat kepada pasien. Resep harus ditulis dengan jelas, mudah dibaca dan
memuat informasi nama dan alamat penulis resep, tanggal peresepan, nama dan
kekuatan obat, dengan singkatan dan satuan yang baku, bentuk sediaan dan
jumlahnya, cara pemakaian dan peringatan. Nama, umur pasien serta alamat juga
dicantumkan, kemudian dibubuhi paraf atau tanda tangan dokter.
 Langkah 5 : Penjelasan tentang aturan pakai dan kewaspadaan.
Pasien memerlukan informasi, instruksi dan peringatan ang akan memberinya
pemahaman sehingga ia mau menerima dan mematuhi pengobatan dan mempelajari
cara minum obat yang benar. Insformasi yang jelas akan meningkatkan kepatuhan
pasien.
 Langkah 6 : Pemantauan pengobatan
Pemantauan bertujuan untuk menilai hasil pengobatan dan sekaligus menilai apakah
diperlukan tambahan upaya lain. Pemantauan dapat dilakukan secara pasif maupun
aktif. Pemantauan pasif artinya dokter menjelaskan kepada pasien tentang apa yang
harus dilakukan bila pengobatan tidak manjur. Pemantauan aktif berarti pasien
diminta dating kembali pada waktu yang ditentukan untuk dinilai hasil pengobatan
terhadap penyakitnya.

2.4 Penggunaan Obat Tidak Rasional


Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, tanpa indikasi yang jelas, penentuan dosis, cara
dan lama pemberian yang keliru serta harga yang mahal (ketidakrasionalan peresepan). Tidak
rasional memberi dampak negatif yang diterima oleh pasien baik dari manfaatnya. Dampak
negatif (efek samping dan resistensi kuman) dampak ekonomi (biaya tidak terjangkau)
dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat).
Penggunaan obat yang tidak rasional dikategorikan (ciri-ciri) :
1. Peresepan berlebih (over prescribing) Yaitu memberikan obat yang
sebenarnya tidak diperlukanuntuk penyakit yang bersangkutan. Contoh :
Pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia (umumnya disebabkan oleh
virus).
2. Pemberian obat dengan dosis lebih dari yang dianjurkan.
3. Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan
penyakit tersebut.
4. Peresepan kurang (under prescribing) Yaitu jika pemberian obat kurang dari
yang seharusnya diperlukan, baik dosis, jumlah maupun lama pemberian.
(Pemberian antibiotika obat selama 3 hari untuk ISPA Pneumonia atau Tidak
memberikan oralit pada anak yg jelas menderita diare)
5. . Peresepan majemuk (multiple prescribing) Yaitu jika memberikan beberapa
obat untuk suatu indikasipenyakit yang sama, pemberian lebih dari satu obat
untuk penyakityang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
Contoh : pemberian puyer pada anak dengan batuk pilek, berisi : Amoksisilin,
Parasetamol, GG, dexametazon, CTM dan Luminal
6. . Peresepan salah (incorrect prescribing) Yaitu Pemberian obat untuk indikasi
yang keliru dengan resiko efek samping misalnya Pemberian antibiotic
golongan kuinolon (mis: Siprofloksasin dan ofloksasin) untuk wanita hamil,
atau Meresepkan Asam Mefenamat untuk demam pada anak < 2 tahun Akibat
penggunaan obat tidak rasional
1. Pemborosan biaya dan anggaran masyarakat
2. Resiko efek samping dan resistensi
3. Mutu ketesediaan obat kurang terjamin.
4. Mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan buruk .
5. Memberikan persepsi yang keliru tentang pengobatan padamasyarakat

2.5 Rancangan dan pedoman Uji Stabilitas


Stabilitas merupakan factor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran produk obat.
Sebuah produk obat yang tidak cukup stabil dapat mengakibatkan:
1. Perubahan sifat fisik (seperti kekerasan, kecepatan disintegrasi- disolusi,
pemisahan fase, endapan dll)
2. Perubahan karakteristik kimia (dekomposisi bahan aktif dan pembentukan zat
cemaran yang memungkinkan beresiko tinggi).
3. Ketidakstabilan mikrobiologis (missal dari suatu produk obat steril bias
berbahaya).
2.6 Jenis dan Teknik Uji Stabilitas
Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien menerima dosis obat
yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek terapi aktif. farmasi diproduksi
bertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk yang stabil yang dipasarkan
dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa. Apoteker komunitas memerlukan pengetahuan
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-
obatan, pemilihan wadah yang tepat untuk mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi
interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan menginformasikan kepada
pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah obat telah diberikan (Parrot, 1978).
Dalam mempertimbangkan stabilitas kimia farmasi yaitu untuk mengetahui urutan reaksi,
yang diperoleh secara eksperimental dengan mengukur laju reaksi sebagai fungsi dari
konsentrasi obat merendahkan. urutan keseluruhan reaksi adalah jumlah dari eksponen istilah
konsentrasi tingkat ekspresi. Urutan sehubungan dengan tiap reaktan itu eksponen dari istilah
konsentrasi individu dalam tingkat ekspresi (Parrot, 1978).
Stabilitas obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang
berkhasiat. Batas kadar obat yang masih tersisa 90 % tidak dapat lagi atau disebut sebagai sub
standar waktu diperlukan hingga tinggal 90 % disebut umur obat. Orde reaksi dapat
ditentukan dengan beberapa metode, diantaranya (Martin, 1983) :
a. . Metode substitusi
Data yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi
disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi.
jika persamaan itu menghasilkan harga K yang tetap konstan dalam batas-
batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde
tersebut.
b. Metode grafik plot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk
mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi di plot terhadap dan didapat
io garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log
(a-x) terhadap t menghasilkan garis lurus. Suatu reaksi orde kedua akan
memberikan garis lurus bila 1/(a-x) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-
mula sama). Jika plot 1/(a x)² terhadap t menghasilkan garis lurus dengan
seluruh reaktan sama konsentrasimula-mulanya,reaksi adalah orde ketiga.
c. Metode waktu paruh
Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal, a.
Waktu paruh reaksi orde pertama tidak bergantung pada a; waktu paruh untuk
reaksi orde kedua, dimana a= b sebanding dengan 1/a dari dalam reaksi orde
ketiga, dimana a= b = c, sebanding dengan 1/a². Umumnya berhubungan antar
hasil di atas memperlihatkan waktu paruh suatu reaksi dengan konsentrasi
seluruh reaktan sama.

 Uji stabilitas dipercepat


Uji yang dirancang untuk meningkatkan kecepatan penguraian kimia atau fisika obat, yaitu
dengan membuat suatu kondisi penyimpanan yang dilebihkan bertujuan untuk me mantau
reaksi penguraian dan memperkirakan masa edar pada kondisi penyimpanan normal. Pada uji
stabilitas dipercepat, obat disimpan pada kondisi ekstrim di suatu lemari uji yang disebut
climatic chamber, obat dalam kemasan aslinya dipaparkan pada suhu 40 ±2 oC dan
kelembaban 75 ± 5%.
Metode uji stabilitas dipercepat untuk produk-produk farmasi yang didasarkan pada prinsip-
prinsip kinetika kimia ditunjukkan oleh Garret dan Carper. Menurut teknik ini, nilai k untuk
penguraian obat dalam larutan pada berbagai temperatur yang dinaikkan diperoleh dengan
memplot beberapa fungsi konsentrasi terhadap waktu.
 Uji stabilitas jangka panjang
Percobaan yang dilakukan terhadap karakteristik fisika, kimia, biologi,biofarmasi, dan
mikrobiologi suatu obat, selama masa edar dan periode penyimpananyang diharapkan atau
inilebih, pada kondisi penyimpanan sesuai dengan kondisi penyimpanan obat sebenarnya di
pasaran. Hasil yang diperoleh digunakan untuk menetapkan masa edar, membuktikan hasil
proyeksi masa edar, dan untuk menentukan kondisi penyimpanan yang dianjurkan. Pada uji
stabilitas jangka panjang, obat dipaparkan pada suhu 25±20oC dan kelembaban 60±5%. Pada
bulan-bulan tertentu, obat yang disimpan dalam lemari climatic chamber (pada uji stabilitas
dipercepat) maupun pada uji stabilitas jangka panjang, akan diuji kualitas fisika, kimia
maupun mikrobiologinya. Data hasil pengujian tersebut akan diolah secara statistika, sampai
akhirnya kita menemukan tanggal kadaluarsa (masa edar) secara kuantitatif, dan tanggal
tersebutlah yang akan dijadikan patokan kadaluarsa obat yang nantinya harus dicantumkan
dalam kemasan obat.
2.7 Spesifikasi & penafsiran Data Hasil Uji
Uji stabilitas Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan meliputi pengujian fisika, kimia
dan mikrobiologi, yang dapat mengalami perubahan selama penyimpanan serta cenderung
mempengaruhi mutu produk. Spesifikasi meliputi daftar pengujian, referensi prosedur
analitik dan kriteria penerimaan termasuk kriteria untuk release dan spesifikasi masa simpan.
Kriteria masa simpan diperoleh berdasarkan semua data stabilitas yang ada.
Spesifikasi/parameter pengujian terdiri dari:
 Parameter fisik meliputi :
- Organoleptik
- Kekerasan (hardness)/kerapuhan (friability)
- Waktu disintegrasi
- Viskositas
- pH
- Ukuran partikel/granul
- Resuspendibilitas
- Adhesivitas (kekuatan rekat)
 Parameter kimia:
- Penetapan kadar
Kadar air
 Parameter mikrobiologi cemaran mikroba
Parameter uji dilakukan sesuai dengan bentuk sediaan produk jadi yang dapat dilihat
pada tabel 1 dan tabel 2. Untuk produk yang mengandung bahan yang tidak diketahui
merkernya, parameter fisik dapat digunakan sebagai indikator pengganti, dengan
syarat parameter tersebut dapat dijustifikasi. Parameter fisik dari produk jadi dapat
diperiksa dengan sekurang kuranya salah satu dari metode pengujian berikut:

 Analisa (gross) organoleptik; yaitu melakukan pemeriksaan fisik secara umum; atau
 Kriteria ilmiah lain yang valid.
Produk yang mengandung kombinasi beberapa komponen bahan aktif, meskipun
tidak perlu dilakukan pengujian terhadap semua bahan tersebut, harus dilakukan
pengujian terhadap salah satu bahan aktif. Pada beberapa kasus, pengujian dapat
dilakukan pada lebih dari satu bahan aktif atau marker pengganti, yang diketahui
rentan/peka terhadap perubahan selama penyimpanan, dan memiliki potensi
mempengaruhi kualitas produk kombinasi serta harus diberikan justifikasi yang valid.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu terapi obat terpenting terhadap
pasien. Obat merupakan alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati pasien
yang memiliki masalah kesehatan. Walaupun obat menguntungkan pasien dalam banyak hal,
beberapa obat yang menimbulkan efek yang berbahaya akibat efek samping yang
ditimbulkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon dan membantu pasien
menggunakannya dengan benar dan berdasarkan pengetahuan akan dapat meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

https://kupdf.net/download/pedoman-pengobatan-rasional-di-
puskesmas_58cac974dc0d608146339027_pdf
https://dokumen.tips/download/link/makalah-penggunaan-obat-rasional-fix
http://repository.wima.ac.id/12715/2/BAB%201.pdf
http://farmalkes.kemkes.go.id/?
wpdmact=process&did=MTcwLmhvdGxpbms=
http://repository.ump.ac.id/5275/3/PEGY%20BAB%20II.pdf
https://slideplayer.info/slide/3071196/
https://dokumen.tips/download/link/kelompok-6-kelas-a-uji-stabilitas-
produk-farmasi
https://docplayer.info/72954719-Metode-pengujian-stabilitas-stabilitas-
didefinisikan-sebagai-kemampuan-zat-obat-atau-produk-obat-untuk-
tetap-di-dalam-spesifikasi-yang-dibentuk-untuk.html
https://www.academia.edu/15750369/laporan_stabilitas_obat

Anda mungkin juga menyukai