Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TOKSIKOLOGI

“METODE UJI TOKSISITAS”

Oleh kelompok 3:

Agresia Kagansa 19330103073 Maria M.Soriton 19330103057


Deiss L.Mendome 19330103040 Nanci F.Maweikere 19330103048
Findi Buaya 19330103061 Oliviana Amanga 19330103013
Koriah M.D Rahmawati Oktavianus G.Sadirun
19330103003 19330103035
Mega Iraratu 19330103008 Tesalonika F.Lobot 19330103018
Milka T.Limbe 19330103016 Vira S.Umasugi 19330103023
Moh. A. Paputungan 19330103055 Veronica N.Sembel 19330103037

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS TRINITA
MANADO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan judul “Metode Uji Toksisitas”.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas matakuliah toksikologi. Selain itu, kami juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang apa itu
toksikologi serta hal-hal terkait.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu yang sudah
membimbing. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
terkait bidang yang kami ditekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Manado, Juni 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................................... ii
BAB I...................................................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN..................................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................................................................1
1.3 Tujuan.......................................................................................................................................................................... 1
BAB II.................................................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN....................................................................................................................................................................2
2.1 Dasar Pengujian..........................................................................................................................................................2
2.2 Penggolongan Uji Toksisitas.......................................................................................................................................2
1. Uji toksisitas akut........................................................................................................................................................2
2. Uji Toksisitas Sub Akut..............................................................................................................................................5
3. Uji Toksisitas Kronis...................................................................................................................................................5
4. Uji Potensiasi.............................................................................................................................................................6
5. Uji Teratologi.............................................................................................................................................................6
6. Uji Mutagenesis.........................................................................................................................................................6
7. Uji Karsinogenesis.....................................................................................................................................................7
8. Uji Toksisitas terhadap Kulit dan Mata..................................................................................................................7
9. Uji Perilaku................................................................................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi, dan
untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji. Data yang diperoleh dapat
digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya sediaan uji tersebut bila terjadi
pemaparan pada manusia, sehingga dapat ditentukan dosis penggunaannya demi keamanan
manusia. Bahaya akibat pemaparan suatu zat pada manusia dapat diketahui dengan
mempelajari efek kumulatif, dosis yang dapat menimbulkan efek toksik pada manusia, efek
karsinogenik, teratogenik, dan mutagenik. Pada umumnya informasi tersebut dapat diperoleh
dari percobaan menggunakan hewan uji sebagai model yang dirancang pada serangkaian uji
toksisitas nonklinik secara in vivo meliputi uji toksisitas akut oral, toksisitas subkronis oral,
toksisitas kronis oral, teratogenisitas, sensitisasi kulit, iritasi mata, iritasi akut dermal, iritasi
mukosa vagina, toksisitas akut dermal, dan toksisitas subkronis dermal. Pemilihan uji
tersebut tergantung dari tujuan penggunaan zat tersebut. Apabila penggunaannya ditujukan
untuk pemakaian secara topikal/dermal, dilakukan uji toksisitas dermal untuk mengetahui
kemungkinan terjadinya risiko akibat pemaparan pada manusia. Uji toksisitas dermal
berdasarkan waktu jenisnya bervariasi yaitu uji toksisitas akut dermal, uji toksisitas
subkronik dermal,uji toksisitas kronik dermal, dan uji iritasi. Uji toksisitas akut dermal
merupakan pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat (24
jam selama 14 hari) setelah pemaparan suatu sediaan uji dalam sekali pemberian melalui rute
dermal (BPOM, 2014). Pengujian ini perlu dilakukan untuk bahan / sediaan yang digunakan
untuk pemakaian topikal pada kulit, baik yang berupa obat sintesis maupun dengan
Bahan baku herbal dan penelitian menggunakan hewan uji dengan jenis kelamin betina
karena kulit betina lebih sensitif dibandingkan jantan (BPOM, 2014). Herbal yang
digunakan untuk terapi apabila mau dikembangkan menjadi obat fitofarmaka harus melewati
uji prekilinik untuk mengetahui keamanan melalui uji toksisitas. Apabila tidak toksik dan
tidak menimbulkan efek samping dilanjutkan uji farmakodinamik untuk mengetahui khasiat
obat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu uji toksisitas?
2. Apa saja jenis-jenis uji toksisitas?
3. Bagaimana dasar pengujian uji toksisitas
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu uji toksisitas
2. Mengetahui apa saja jenis-jenis uji toksisitas
1
3. Mengetahui bagaimana dasar pengujiannya

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Pengujian


Toksikologi merupakan pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh
sedangkan toksisitas adalah efek berbahaya dari suatu obat pada organ target. Tahap dalam
pengujian toksisitas obat meliputi :
a. Uji farmakokinetik, diperoleh melalui nasib obat dalam tubuh yang menyangkut
absorpsi, distribusi, deristribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat.
b. Uji farmakodinamik, yaitu efek yang terjadi terhadap semua organ dalam tubuh
yangsehat.
c. Menilai keamanan zat, ditetapkan suatu batas keamanan yang disebut Acceptable Daily
Intake yang dinyatakan dalam mg/kgBB/hari.
Setiap zat kimia pada dasarnya racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh regimen
dosis. Uji toksisitas tidak hanya untuk mengetahui terpaparnya suatu objek yang diteliti,
tetapi lebih dari itu untuk mengetahui batas keamanan suatu obat .

2.2 Penggolongan Uji Toksisitas


1. Uji toksisitas akut
Uji toksisitas akut adalah suatu pengujian untuk menetapkan potensi toksisitas akut
LD50, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik, dan mekanisme kematian
(Depkes, 2000). Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk mendeteksi adanya toksisitas suatu
zat, menentukan organ sasaran dan kepekaannya, memperoleh data bahayanya setelah
pemberian suatu senyawa secara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat
digunakan untuk menetapkan tingkat dosis yang diperlukan untuk uji toksisitas selanjutnya
(Soeksmanto, dkk. 2010).
Uji toksisitas akut merupakan bagian dari uji pataklinik yang dirancang untuk mengukur
efek toksik suatu senyawa. Toksisitas akut ,mengacu pada efek toksik yang terjadi setelah
pemeberian oral dosis tunggal dalam selang waktu 24 jam. Uji toksisitas akut merupakan
prasyarat formal keamanan calon fitofarmaka (obat) untuk pemakaian pada manusia. Secara
ideal uji toksisitas akut dilakukan pada beberapa jenis hewan, sekurangkurangnya jenis
hewan pengerat dan satu jenis hewan bukan pengerat. Dari uji toksisitas didapatkan beberapa
informasi seperti spektrum toksisitas akut sistem biologik yang paling peka terhadap calon
Fitofarmaka, cara kematian (mode of death) serta nilai dosis lethal median( LD50)

2
Uji toksisitas akut diramcang untuk menentukan atau menunjukan secara kasar MEDIAN
LETHAL DOSE (LD50) dari toksikan. LD50 ditetapkan sebagai tanda statik pada
pemberian suatu bahan sebagai dosis tunggal yang dapat menyebabkan kematian 50% hewan
uji ( Frank, 1996). Pada khasus tertentu pengamatan bisa selama 7-14 hari. Hal ini dilakukan
untuk melihat kemungkinan efek toksik yang tertunda (reversibilitas). Tujuan dari uji
toksisitas aku adalah untuk mendeteksi adanyatindakan toksisitas suatu zat, menentukan
organ sasaran dan kepekaannya, memeperoleh data bahayanya suatu senyawasetelah
pemberian dan untuk memperioleh informasi awal yang dapat digunakan untuk menetapkan
tingkat dosis yang diperlukan untuk uji toksisitas selanjutnya (Anonim, 2005).
Penentuan LD50 merupakan awal untuk mengetahui keamanan bahan yang digunakan
manusia dengan menentukan besarnya dosis yang menyebabkan kematian 50%pada hewan
uji setelah pemberian dosis tunggal. Nilai LD50 bahan obat mutlak harus ditentukan karena
nilai ini digunakan dalam penilaian rasio manfaat (khasiat) dan daya racun yang dinyatakan
sebagai indeks terapi obat (LD50). Makin besar indeks terapi, makin aman obat obat tersebut
jika digunakan. Pada metode konversional, penenuan nilai toksisitas akut untuk obat, obat
tradisional, bahan lain menggunakan klasifikasi dalam bentuk ( luar biasa toksik, sangat
toksik, cukup toksik, sedikit toksik, praktis tokisik dan relatif kurang berbahaya).
Pengamatan dilakukan selama 24 jam pertama dengan intensif, selanjutnya jika tidak
terjadi kematian dilanjutkan dengan pengamatan 48 jam dan diteruskan sekurang-kurannya
14 hari dengan pengamatan berkala terhadap sistem pernafasan, pencernaan kardiovaskular,
somatomotor, kulit dan bulu, serta diare, letargi, lemar, tidur dan koma. Pengamatan diamati
saat muncul dan hilangnya gejala toksik, hewan uji ditimbang sedikitnya 1-2 kali 1 minggu.
Metode OECD (Organization for Economic Coorporation and Development) 425 adalah
metode terbaru dan telah digunakan oleh BPOM dalam pengujian ketoksikan akut. Metode
ini merupakan salah satu pedoman uji toksisitas terhadap bahan kimia dengan menggunakan
prosedur naik-turun (UDP) untuk memperkirakan nilai LD50. Pedoman ini bermanfaat dalam
meminimalkan penggunaan jumlah hewan uji dengan estimasi nilai LD50 dan interval
kepercayaan, serta memungkinkan pengamatan tanda ketoksikan. Pada metode OECD 425,
terdapat 2 tes yang perlu dilakukan dalam uji ketoksikan akut yaitu limit test dan main test.
Limit test adalah tes berurutan yang menggunakan maksimal 5 hewan dengan dosis uji 2000
mg/kgBB atau maksimal 5000 mg/kgBB. Sedangkan main test adalah pengujian lanjutan jika
hewan uji mengalami kematian pada limit test, dosis tunggal dinaikkan atau diturunkan lalu
pemberian pada hewan uji diurutkan untuk diberikan dosis satu per satu pada interval
minimum 48 jam (OECD, 2008). Pengujian akan berhenti jika salah satu kriteria terpenuhi,
yaitu: (a) 3 hewan uji berturut-turut hidup pada batas atas (5000 mg/kgBB); (b) sejumlah 5
pengulangan terjadi pada pengujian 6 hewan uji. Dimulai dari dosis terendah saat ditemukan
hewan uji yang hidup lalu dilakukan pengujian pada konsentrasi diatas dosis terendah,
dengan pengujian sebanyak 2x pada 2 pengujian tersebut; (c) penghentian dilakukan ketika
terdapat 3 hewan uji mengalami kematian pada 4 konsentrasi yang sama (OECD, 2008).

 Organ Sasaran Pengujian Ketoksikan


 Organ Hati
3
Hati merupakan organ untuk reaksi metabolisme. Seluruh zat yang masuk melalui
gastrointestinal akan diserap menuju pembuluh darah. Zat yang bersifat lebih toksik akan
dibawa ke hati melalui vena portal hati untuk di metabolisme menjadi zat yang kurang toksik
oleh banyak enzim pemetabolisme, salah satunya adalah sitokrom P450 (Burcham, 2014).
Ketika hati rusak atau berbagai mekanisme yang dapat merusak hati, maka akan semakin
sulit untuk memetabolisme suatu zat. Zat toksik dapat mempengaruhi sel-sel hati hingga
mengakibatkan berbagai jenis kerusakan hati (Burcham, 2014). Pada pemeriksaan histologi,
toksisitas dapat ditandai dengan terjadinya degenerasi sel secara bersama-sama dengan
pembentukkan vakuola besar, penimbunan lemak, dan nekrosis (Wirasuta and Niruri, 2006).
Gangguan pada hati dapat bersifat reversible dan irreversible (Chandrasoma and Taylor,
2005). Contoh kerusakan hati yang bersifat reversible adalah pembengkakan sel dan
perlemakan hati.
a. Pembengkakan Sel
Pembengkakan sel merupakan akibat dari masuknya air ekstraseluler ke dalam sel,
yang dikarenakan adanya gangguan pengaturan ion dan volume karena kehilangan ATP
(Chandrasoma and Taylor, 2005). Apabila air tertimbul di dalam sel, maka hepatosit
mengalami pembengkakan dan akan membentuk vakuola-vakuola kecil jernih pada
sitoplasma. Hal tersebut karena adanya pelebaran retikulum endoplasma dan menonjol
keluar atau segmennya pecah (Robbins et al, 2007).
b. Perlemakan Hati
Perlemakan hati merupakan akumulasi trigliserida dalam sel-sel parenkim hati.
Akumulasi trigliserida salah satunya dikarenakan peningkatan mobilisasi lemak di
jaringan yang menyebabkan peningkatan jumlah asam lemak di hati, lalu kecepatan
konversi asam lemak menjadi trigliserida di dalam hati karena aktivitas enzim yang
terlibat meningkat (Chandrasoma and Taylor, 2005). Sedangkan kerusakan hati yang
bersifat irreversible adalah nekrosis, fibrosis dan sirosis. Kerusakan yang terjadi pada hati
ini bersifat terus-menerus dan tidak dapat kembali seperti keaadan semula.
- Nekrosis merupakan kematian sel yang terjadi secara acak pada satu atau sekelompok
kecil sel pada seluruh daerah lobulus-lobulus hati (Chandrasoma and Taylor, 2005).
- Fibrosis merupakan akumulasi matriks ekstraseluler yang dikarenakan respon dari
cedera akut atau kronik pada hati. Ketika proses penyembuhan pada hepatosit akan
menyebabkan pelepasan sitokin dan faktor solubel lainnya, kemudian akan
mengaktivasi sel stelat yang mensintesis matriks ekstraseluler dalam jumlah besar
(Robbins et al, 2007)
- Sirosis merupakan lanjutan dari proses fibrosis. Cedera pada parenkim menyebabkan
hati terbagi menjadi nodus hepatosit, kemudian mengalami regenerasi dan dikelilingi
oleh jaringan parut yang disebut sirosis (Robbins et al, 2007).

 Organ Ginjal
Ginjal merupakan organ untuk reaksi ekskresi dan menjadi sasaran utama efek toksik
dikarenakan seluruh senyawa yang masuk ke dalam tubuh sebagian besar diekskresi melalui
4
ginjal (Burcham, 2014). Proses ekskresi ginjal meliputi filtrasi glumerula, sekresi aktif
tubular, dan resorpsi pasif tubular. Pada filtrasi glumerula memerlukan ukuran dan berat
lebih kecil. Pada resorpsi pasif tubular ditentukan oleh gradien konsentrasi xenobiotika
antara urin dan plasma di dalam pembuluh tubuli. Sedangkan pada sekresi aktif tubular
melibatkan proses transpor aktif. Pada pemeriksaan histologi, toksisitas dapat ditandai
dengan terjadinya degenerasi sel secara bersama-sama dengan pembentukkan vakuola besar,
penimbunan lemak, dan nekrosis (Wirasuta and Niruri, 2006).
Seluruh proses metabolisme di dalam tubuh akan berakhir pada proses ekskresi di
ginjal, zat-zat hasil metabolisme akan mengalami filtrasi di glomerulus dan reabsorpsi di
tubulus proksimal, ansa henle dan tubulus distal yang kemudian berlanjut ke tubulus
collectivus untuk dikeluarkan sebagai urin. Tubulus proksimal merupakan bagian dari ginjal
yang paling banyak dan paling mudah mengalami kerusakan pada kasus nefrotoksis (Suhita
et al., 2013).
Berbagai Metode Penentuan Nilai LD50 pada Uji Toksisitas Akut
- Metode Trevan
- Metode Perhitungan Grafik Miller dan Tainte
- Metode Aritmatik Reed dan Muench
- Metode Karber
- Metode Perhitungan Grafik Litchfield dan Wilcoxon
- Metode Thomson dan Weil.

2. Uji Toksisitas Sub Akut


Uji toksisitas sub akut merupakan salah satu uji yang digunakan untuk mengetahui
keamanan suatu obat yang akan dijadikan produk. Uji toksisitas sub akut adalah uji yang
digunakan untuk mengetahui toksisitas suatu senyawa yang dilakukan pada hewan coba
dengan sedikitnya 3 tingkat dosis, umumnya dalam jangka waktu 28 hari (EOCD test
guidaline 407 : 2008). Tujuan utama dari uji ini adalah untuk menentukan No – observate-
adverse –avvect level (NOAEL) dan mengetahui lebih jauh karakteristik pengaruh toksik
spesifik dari senyawa kimia pada organ seperti hati dan ginjal. Hati merupakan organ yang
sangat penting dan memiliki aneka fungsi dalam proses metabolisme sehingga organ ini
sering terpapar zat kimia. Zat kimia tersebut akan mengalami detoksikasi dan inaktivasi
sehingga menjadi tidak berbahaya bagi tubuh. Kerusakan hati karena obat dapat terjadi jika
cadangan daya tahan hati dan kemampuan regenerasi sel hati berkurang, dan selanjutnya
akan mengalami kerusakan permanen. Organ terbesar tubuh ini merupakan tempat untuk
metabolisme xenobiotik dan menjadi organ target pertama hepatoksikan (brick, 2004). Ginjal
berperan dalam mengatur kesimbangan tubuh, mempetahankan cairan tubuh dan mengatur
pembuangan sisa metabolisme dan zat-zat yang bersifat toksik seperti urea, asam urat,

5
amonia, kreatinin, garam anorganik, dan juga senyawa obat-obatan yang tidak diperlukan
oleh tubuh (cheville 2006).

3. Uji Toksisitas Kronis


Uji toksisitas jangka panjang umumnya dilakukan dalam pengujian suatu zat kimia yang
memiliki potensi menimbulkan penyakit yang akumulatif dan kronis. Seringkali dilakukan
dalam penelitian karsinogenesis. Suatu zat tersebut dipajankan ke hewan uji selama sebagian
besar masa hidupnya. Pada tikus biasanya diperlukan pajanan selama 2 tahun, monyet dan
anjing selama 7 tahun atau lebih dalam pengujiannya. Tujuan dari uji toksisitas kronis atau
jangka panjang adalah menentukan sifat zat kimia dan menetapkan NOEL (No – observate –
avvect level) nya. Apabila telah ditemukan nilai NOEL nya, maka acceptable daily intake
dapat diekstrapolasikan dari data hewan yang diperlukan untuk memperhitungkan faktor
pengamanan mengingat perbedaan tingkat kepekaan antara spesies hewan dan manusia
(Frank, C, Lu 2006).

2.3Tipe Uji Toksisitas Spesifik


1. Uji Potensiasi
Uji potensiasi adalah uji ketoksikan akut yang melibatkan dua atau lebih senyawa uji,
dengan tolok ukur kuantitatifnya yaitu harga LD50 gabungan senyawa relatif terhadap LD50
masing-masing senyawa tunggalnya (Loomis, 1978). Maksud dari uji potensiasi ini adalah
untuk menentukan efek suatu senyawa dengan adanya senyawa lain, yang kemungkinannya
akan meningkatkan ketoksikan salah satu senyawa tersebut. Jadi dengan uji potensiasi, dapat
diperoleh informasi tentang adanya kemungkinan peningkatan efek toksik suatu senyawa
karena adanya senyawa lain (Donatus, 2001).

2. Uji Teratologi
Teratologi merupakan cabang dari ilmu embriologi yang khuus mempelajari mengenai
akibat, mekanisme, dan manifestasi embrionik yang cacat (abnormal). Cacat embrio
ditentukan oleh jenis senyawa, dosis dan waktu penggunaannya selama kehamilan. Selain
senyawa kimia, faktor lain yang menimbulkan tratogen adalah kekurangan gizi, radiasi
kimia, infeksi virus, hiper vitamin dan keturunan (Harbinson, 2001).
Prinsip uji teratologi adalah pemberian senyawa uji pada hewan percobaan pada masa
kehamilan dan melihat pengaruhnya terhadap perkembangan fetus sehingga diketahui
kemampuan atau potensi toksisitas senyawa terhadap sel janin yang sedang berkembang (Lu,
1995 : Harbinson, 2001).

6
3. Uji Mutagenesis
Uji mutagenesis/mutagenik merupakan uji skrining primer yang dilakukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya senyawa yang bersifat mutagen (dapat menyebabkan
mutasi). Metode yang digunakan untuk mendeteksi efek mutagenik adalah metode Ames,
berdadsarkan sistem mutasi balik. Dari beberapa penelitian, zat yang bersifat mutagenik
kemungkinan dapat bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan pertumbuhan sel kanker).
Uji mutagenesis dilakukan dengan sistem mutasi balik menggunakan lima galur bakteri
uji yang telah dimutasikan berdasarkan pergeseran kerangka prubahan pasangan basa DNA,
untuk mendeteksi kemungkinan adanya efek mutagenik.

4. Uji Karsinogenesis
Karsinogenesis adalah suatu proses yang memberikan hasil suatu transformasi sel normal
menjadi sel neoplastik yang disebabkan oleh perubahan genetik yang menetap (mutasi).
Secara singkat, karsinogenesis dapat diartikan sebagai proses terjadinya kanker. Untuk
mengamati terjadinya karsinogenesis akibat dari satu senyawa atau obat, maka dilakukan uji
karsinogenesis.
Uji karsinogenisitas dilakukan dengan metode New born Mice. Metode ini memberikan
harapan yang besar untuk terjadinya kanker pada hewan percobaan. Metode ini dipilih karena
memiliki sensitivitas yang tinggi, dimana hewan uji yang digunakan adalah anak mencit
yang baru lahir. Pada periode 4 bulan post induksi, yaitu ketika mencit berumur 5 bulan,
mencit betina dikorbankan dengan cara dislokasi leher. Mencit yang sudah mati dilakukan
pembedahan kemudian diamati organ parunuya untuk melihat adanya nodul tumor secara
makroskopis. Pengamatan juga dilakukan pada organ lain seperti lambung, hati, limpa, ginjal
dan usus. Pengamatan secara makroskopis akan lebih jelas jika dilakukan selama 24 jam
setelah organ diawetkan dalam larutan formalin 10%.

5. Uji Toksisitas terhadap Kulit dan Mata


Merupakan uji toksisitas efek lokal untuk menentukan bilamana suatu zat digunakan secara
langsung pada kulit dan mata.
 Uji Sensitisasi Kulit
Uji sensitisasi kulit adalah suatu pengujian untuk mengidentifikasi suatu zat yang
berpotensi menyebabkan sensitisasi kulit. Prinsip uji sensitisasi kulit adalah hewan uji
diinduksi dengan dan tanpa Freund’s Complete Adjuvant (FCA) secara injeksi
intradermal dan topikal untuk membentuk respon imun, kemudian dilakukan uji tantang
(challenge test). Tingkat dan derajat reaksi kulit dinilai berdasarkan skala Magnussin
dan Kligman (BPOM, 2014).
7
 Uji Iritasi Mata
Uji iritasi mata adalah suatu uji pada hewan uji (kelinci albino) untuk mendeteksi efek
toksik yang muncul setelah pemaparan sediaan uji pada mata. Prinsip uji iritasi mata
adalah sediaan uji dalam dosis tunggal dipaparkan ke dalam salah satu mata pada
beberapa hewan uji dan mata yang tidak diberi perlakuan digunakan sebagai kontrol.
Derajat iritasi dievaluasi dengan pemberian skor terhadap cedera pada konjungtiva,
kornea, dan iris pada interval tertentu. Tujuan uji iritasi mata adalah untuk memperoleh
informasi adanya kemungkinan bahaya yang timbul pada saat sediaan uji terpapar pada
mata dan membran mukosa mata (BPOM, 2014).

6. Uji Perilaku
Merupakan uji toksisitas untuk menentukan efek suatu zat atas berbagai macam pola
tingkah laku hewan

Anda mungkin juga menyukai