Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TOKSIKOLOGI OBAT

DISUSUN OLEH KELOMPOK 10 :

CINDY SAGITA : 2214201131

WAHYUNI ADELA PUTRI : 2214201177

SALSABILLA AURIGA ANOKI: 2214201162

RITISCIA HANDINI OKTAVIA : 2214201161

MEYSA PUTRI : 2214201143

FEBBY RAHMADANTI: 2214201136

S1 KEPERAWATAN LOKAL II C

DOSEN PEMBIMBING :

Ns.CONNY OKTIZULVIA,M.KEP

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt., karena berkat rahmat dan karunia-
Nya makalah "TOKSIKOLOGI OBAT”dapat diselesaikan tepat pada waktu. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan dan tujuan makalah ini dapat tercapai.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Padang,11 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………..2
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………….2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Toksikologi Obat……………..…………………………………………..4


B. Model Masuk Dan Daya Keracunan………………………..……………………..4

BAB III PEMBAHASAN


a.Jenis-jenis keracunan yaitu………………………………………………………….6
1.Cara terjadinya terdiri dari…………………………………………..…………….6
2.Mulai waktu terjadi…………………………………….……………………….…6
3.Menurut alat tubuh yang terkena………………………………………………….7
4.Menurut Jenis bahan kimia………………………………………………………..7
5.Klasifikasi Daya Keracunan………………………………………………………8
6.Keracunan Obat Spesifik………………………………………………………….8
7.Penatalaksanaan Keracunan dan Overdosis………………………………………14

b.Perawatan suportif………………………………………………………………..16
a.Penatalaksanaan problemrespirasi………………………………………………..16
b.Terapi kardiovaskuler…………………………………………………………….17
c.pencengahan absorpsi racun………………………………………………………18
d.percepatan eliminasi racun………………………………………………………..18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………….19
B. Saran……………………………………………………………………………..19

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit
yang fatal. Sebagian kematian disebabkan oleh bunuh diri dengan mengkonsumsi obat secara
overdosis oleh remaja maupun orang dewasa. Kematian pada anak akibat mengkonsumsi obat
atau produk rumah tangga yang toksik telah berkurang secara nyata dalam 20 tahun terakhir,
sebagai hasil dari kemasan yang aman dan pendidikan yang efektif untuk pencegahan keracunan.

Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang efek merugikan dari
bahan kimia terhadap organisme hidup. Bahan-bahan yang terkandung pada jenis obat-obatan,
baik obat modern maupun obat tradisional. Sebagian dari masyarakat Indonesia lebih cenderung
mengkonsumsi obat-obatan tanpa mengetahui ada dan tidaknya efek toksik dari obat yang
dikonsumsi. hal ini dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat umum tentang
adanya efek toksik yang dapat ditimbulkan dari mengkonsumsi obat selain itu juga dikarenakan
minimnya jenis obat-obatan yang telah diteliti dan diketahui kadar toksisitasnya.Uji toksisitas
sangatlah diperlukan untuk menilai keamanan suatu obat. hal ini dilakukan untuk menghindari
adanya efek negatif yang timbul bagi kesehatan, baik efek secara langsung maupun di masa
depan. Salah satu organ pada tubuh manusia yang sangat penting adalah hepar, hepar memiliki
fungsi untuk memetabolisme semua jenis bahan obat serta bahan-bahan asing yang masuk ke
tubuh manusia, sehingga apabila terjadi proses sekresi melalui empedu, maka akan terjadi efek
toksik di dalam hepar yang disebabkan penumpukan xenobiotik di dalam hepar.

Dal hal ini terapi antidote merupakan tatacara yang secara khusus ditujukan untuk
membatasi intensitas (kekuatan) efek toksik zat kimia atau menyembuhkan efek toksik zat kimia
atau menyembuhkan efek toksik yang ditimbulkannya, sehingga bermanfaat. dalam mencegah
timbulnya bahaya lebih lanjut. Berarti, sasaran terapi antidot adalah pengurangan intensitas efek
toksik (Donatus, 1997). Perlu dicatat, strategi terapi antidot mana yang akan diambil, sepenuhnya
bergantung pada pengetahuan atau informasi tentang rentang waktu antara saat pemejanan bahan
berbahaya, saat timbulnya gejala- gejala toksik dan saat penderita siap menjalankan terapi.
Karena pengetahuan ini diperlukan untuk memprakirakan dominasi tahapan nasib bahan
berbahaya di dalam tubuh. Misal bahan berbahaya diprakirakan sudah terabsorpsi sempurna,
maka tindakan penghambatan absorpsi sudah tidak diperlukan. Dalam hal ini, mungkin yang
diperlukan penghambatan distribusi atau peningkatan eliminasinya. Misalnya sekarang,
bagaimana tatacara pelaksanaannya masing masing strategi tersebut (Donatus, 1997).
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apa definisi dari toksikologi obat?

b. Bagaimana mekanisme model masuk dan daya keracunan obat?

c. Apa saja klasifikasi daya keracunan?

d. Apa saja yang termasuk keracunan obat spesifik? e. Bagaimana penatalaksanaan keracunan
dan overdosis

1.3. Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui definisi dari toksikologi obat

b. Mengetahui model masuk dan daya keracunan obat

c. Mengetahui klasifikasi daya keracunan

d. Mengetahui apa saja ekracunan obat spesifik

e. Mengetahui penatalaksanaan keracunan dan overdosis


BAB II

TINJAUAN TEORI

a. Definisi Toksikologi Obat

Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang
hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk
hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat
dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi.

Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam memperbandingkan


satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan bahwa satu zat kimia lebih toksik
daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang informatif, kecuali jika pernyataan tersebut
melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam
kondisi bagaimana zat kimia tersebut berbahaya. Oleh sebab itu, pendekatan toksikologi
seharusnya dari sudut telaah tentang berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan
penekanan pada mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek
berbahaya itu terjadi.

Racun adalah suatu zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit,
atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil dapat mengakibatkan cedera dari
tubuh dengan adanya reaksi kimia. Racun merupakan zat yang bekerja pada tubuh secara
kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian. Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau
melalui rute lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat atau secara
kumulatif. Sedangkan definisi keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang
mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi,
persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan repon psikofisiologis. Sumber lain menyebutkan bahwa
keracunan dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam tubuh yang dapat menyebabkan
ketidak normalan mekanisme dalam tubuh bahkan sampai dapat menyebabkan kematian.

Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang di maksudkan untuk di gunakan
dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan
termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia (Anief, 1991).
Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang
menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat
sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat sebagai obat apabila
tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi,
apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang berlebih maka akan
menimbulkan keracunan.

b.Model Masuk Dan Daya Keracunan

Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil dapat mengakibatkan cederadari
tubuh dengan adanya rekasi kimia (Brunner & Suddarth, 2001). Arti lain dari racun adalah suatu
bahan dimana ketika diserap oleh tubuh organisme makhluk hidup akan menyebabkan kematian
atau perlukaan (Muriel, 1995). Racun dapat diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena,
kulit, atau melalui rute lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat, atau
secara kumulatif. Keracunan dapat diartikan sebagaisetiap keadaan yang menunjukkan kelainan
multisystem dengan keadaan yang tidak jelas (Arif Mansjor, 1999). Keracunan melalui inhalasi
(pengobatan dengan cara memberikanobat dalam bentuk uap kepada si sakit langsung melalui
alat pernapasannya (hidung ke paru-paru)) dan menelan materi toksik, baik kecelakaan dank
arena kesengajaanmerupakan kondisi bahaya kesehatan.
BAB III

PEMBAHASAN

a. Jenis-jenis keracunan yaitu :

1. Cara terjadinya terdiri dari:

a. Self poisoning

Pada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang berlebih tetapi dengan
pengetahuan bahwa dosis ini tak membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuhdiri tetapi
hanya untuk mencari perhatian saja.

b. Attempted Suicide

Pada keadaan ini pasien bermaksud untuk bunuh diri, bisa berakhir dengankematian
atau pasien dapat sembuh bila salah tafsir dengan dosis yang dipakai.

c. Accidental poisoning

Keracunan yang merupakan kecelakaan, tanpa adanya factor kesengajaan.

d. Homicidal poisoning

Keracunan akibat tindakan kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang lain.

2. Mulai waktu terjadi

a. Keracunan kronik

Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah pajanan. Gejala dapat timbul
secara akut setalah pemajanan berkali-kali dalam dosis relative kecil ciri khasnya adalah zat
penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama dan waktu paruh lebih panjang sehingga terjadi
akumulasi. Keracunan ini diakibatkan oleh keracunan bahan- bahan kimia dalam dosis kecil
tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat dirasakan dalam jangka panjang (minggu,
bulan, atau tahun). Misalnya, menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon
terkklorinasi (spt. Kloroform, karbon tetraklorida) dalam kadar rendah tetapi terus menerus
akan menimbulkan penyakit hati (lever) setelah beberapa tahun. Uap timbal akan
menimbulkan kerusakan dalam darah.
b.Keracunan akut

Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak orang (pada
keracunan dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk sekampung) gejalanya seperti
sindrom penyakit muntah, diare, konvulsi dan koma. Keracunan ini juga karena pengaruh
sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu pendek. Contoh,
keracunan fenol menyebabkan diare dan gas CO dapat menyebabkan hilang kesdaran atau
kematian dalam waktu singkat.

3. Menurut alat tubuh yang terkena Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan organ
yang terkena, contohnya racun hati, racun ginjal, racun SSP, racun jantung.

4. Menurut jenis bahan kimia Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat
toksik yang sama,misalnya golongan alcohol, fenol, logam berat, organoklorin dan sebagainya.
Keracunan juga dapat disebabkan oleh kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi), melalui
tusukan yang terdiri dari sengatan serangga (tawon, kalajengking, dan laba-laba) dan gigitan
ular, melalui makanan yaitu keracunan yang disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi)
dan pembusukan karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya ubi
ketela (singkong) yang mengandung asam sianida (HCn), jengkol, tempe bongkrek, dan racun
pada udang maupun kepiting, dan keracunan juga dapat disebabkan karena penyalahgunaan
zat yang terdiri dari penyalahgunaan obat stimultan (Amphetamine), depresan (Barbiturate),
atau halusinogen (morfin), dan penyalahgunaan alcohol.

5. Klasifikasi Daya Keracunan

Klasifikasi daya keracuan meliputi sangat-sangat toksik, sedikit toksik dan lain-lain.

a. Super Toksik: Struchnine, Brodifacoum, Timbal, Arsenikum, Risin, Agen


Oranye,Batrachotoxin, Asam Flourida, Hidrogen Sianida.

b. Sangat Toksik :Aldrin, Dieldrin, Endosulfan, Endrin, Organofosfat

c. Cukup Toksik :Chlordane, DDT, Lindane. Dicofol, Heptachlor

d. Kurang Toksik :Benzene hexachloride (BHC)


6. Keracunan Obat Spesifik

1. Asetaminofen

Efek toksik :

a. Keracunan akut

-Bia terjadi dalam 2-4 jam setelah paparan: mual muntah. Diaphoresis, pucat, depresi
SSP

-Bila sudah 24-48 jam: tanda-tanda hepatotoksis (nyeri abdomen RUQ.hematomegali


ringan)

-Prothrombine time mamanjang Bilirubin serum meningkat

-Aktivitas transaminase meningkat

-Gangguan fungsi ginjal

b. Keracunan berat : terjadi gagal hati dan ensefalopati.

- Prothrombine time mamanjang > 2x

-Bilirubin serum > 4 mg/dl - pH <7,3

-Kreatinin serum > 3,3

-Keracunan kronik: sama seperti keracunan akut, namun pada penderita alkoholik,
dapat sekaligus terjadi insufiensi hati & ginjal yang berat, disertai dehidrasi,icterus,
koaguloathi, hipoglikemi, dan ATN.

Terapi:

a. Bila keracunan terjadi dalam 4 jam setelah overdosis: diberi karbon aktif

b. Keracunan dalam 8-10 jam setelah minum obat tersebut berikan: Antidote: N-
acetylcysteine p.o yang dilarutkan dalam cairan (bukan alcohol, bukan susu) dengan
perbandinagn 3:1 Loading dose: 140 mg/kgBB. Maintenance dose 70 mg/kgBB tiap 4 jam (dapat
diulang sampai 17x). efek samping: mual, muntah,epigastric discomfort.

c. Antiemetic (metoclopramide, domperidone, atau ondansetron)

d. Harus dilakukan monitoring fungsi hati dan ginjal.

e. Pada keracunan berat sekali: dilakukan transplantasi hati


f. Obat Anti Kolinergik Keracunan akut terjadi dalam 1 jam setelah overdosis. Keracunan
kronik dalam 1- 3 hari setelah pemberian terapi dimulai.

Efek Toksik :

a. Manifestasi SSP: agitasi, ataksia, konfusi, delirium, halusinasi, gangguan pergerakan


(choreo-athetoid dan gerakan memetik)

b. Letargi

c. Depresi nafas

d. Koma

e. Manifestasi di saraf perifer: menurun/hilangnya bising usus, dilatasi pupil,

kulit & mukosa menjadi kering, retensi urine, menimgkatnya nadi, tensi, respirasi, dan

suhu.

f. Hiperaktivitas neuromuskuler, yang dapat mengarah ke terjadinyarhabdomiolisis dan


hipertermi

g. Overdosis AHI (difenhidramin): kardiotoksik dan kejang h. Overdosis AH2 (astemizol


dan terfenadin): pemanjangan interval DT dengan takiaritmia ventrikel, khususnya
torsade de pointes.

Terapi :

a. Korban aktif

b. Koma intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik

c. Agitasi diberikan preparat benzodiazepine. Agitasi yang tidak terkontrol dan delirium,
antidote: physostigmine(inhibitorasetilkolin-esterase). Dosis: 1-2mg i.v. dalam 2-5 menit
(dosis dapat diulang) d. Kontraindikasi physostigmine: penderita dengan kejang, koma,
gangguan konduksi jantung, atau aritmia ventrikel.
2. Benzodiazepine Efek Toksik

a. Eksitasi paradoksal

b. Depresi SSP: (mulai tampak dalam 30 menit setelah overdosis) c. Koma dan depresi
nafas (padaultra-short acting benzodiazepin dan kombinasi benzodiazepine-depresan SSP
lainnya)

Terapi over dosis benzodiazepine

a. Karbon aktif

b. Respiratory support bila perlu c. Flumazenil (antagonis kompetitif reseptor


benzodiazepine).Dosis: 0,1 mg i.v. dengan interval 1 menit sampai dicapai efek yang
diinginkan atau mencapai dosis kumulatif (3 mg), bila terjadi replase, dapat diulang
dengan interval 20 menit, dengan dosis maksimum 3 mg/jam.Efek samping kejang (pada
penderita dengan stimulan dan trisiklik antidepresan, atau penderita ketergantungan
benzodiazepine.Kontraindikasi : kardiotoksisitas dengan anti depresan trisiklik.

3. b-Blocker

Efek toksik:

Terjadi dalam jam setelah overdosis dan memuncak dalam 2 jam.

a. Mual, muntah, bradikardi, hipotensi, depresi SSP

b. b-blocker dengan ISA (+): hipertensi, takikardi

4. Calcium Channel Blocker (CCB)

5. Karbon Monoksida

Efek toksik :

a. Hipoksia jaringan, dengan metabolisme anaerob, asidosis laktat, peroksidasi lemak,

dan pembentukan radikal bebas.

b. Nafas pendek, dispnea, takipnea.

c. Sakit kepala, emosi labil, konfusi, gangguan dalam mengambil keputusan, Kekakuan.
dan pingsan.mual, muntah, diare
6. Glikosida Jantung

Dicurigai keracunan bila pada penderita yang mendapatkan digoksin denyut jantung yang
sebelumnya cepat/normal menjadi melambat atau terdapat irama jantung yang ireguler dengan k
onsisten.

Efek toksik:

a. Menurunnya otomatisitas SA node dan konduksi AV node b. Tonus simpatis: otomatisi


tas otot, AV node, dan sel-sel konduksi; meningkatnya after depolarization

c. EKG: bradidisritmia, triggeredtakidisritmia, sinus aritmia, sinus bradikardi, berbagai d


erajat AV block, kontraksi ventrikel premature, bigemini, VT, VF

d. Kombinasi dari takiaritmia supraventrikel dan AV block (mis.: PAT dengan AV block
derajat 2: AF dengan AV block derajat 3) atau adanya bi-directional VT)sangat sugestif untuk m
enilai adanya keracunan glikosida jantung.

7. Obat-obatan golongan NSAID

Efek toksik :

a. Mual, muntah, nyeri perut b. Mengantuk, sakit kepala

c. Glikosuri, hematuri, proteinuria

d. Jarang gagal ginjal akut, hepatitis

Terapi :

a. Karbon aktif dosis berulang

b. Pada gagal hati/ginjal dan pada keracunan berat, hemoperfusi dapat


berguna.SALISILAT (termasuk aspirin)keracuna salisilat diidentifikasi dari test urine ferri
chloride (+) berwarna ungu.

7. Penatalaksanaan Keracunan dan Overdosis

a. Prinsip umum.

Tujuan terapi keracunan dan overdosis adalah mengawasi tanda-tanda vital, mencegah
absorpsi racun lebih lanjut, mempercepat eliminasi racun, pemberian antidot spesifik, dan
mencegah paparan ulang. Terapi spesifik tergantung dari identifikasi racun, jalan masuk,
banyaknya racun, selang waktu timbulnya gejala, dan beratnya derajat keracunan.
Selama fase toksik, yaitu waktu antara onset keracunan sampai dengan terjadinya efek puncak,
penatalaksanaan berdasarkan pada penemuan klinis dan laboratorium. Setelah overdosis, akan
segera timbul efek-efeknya lebih awal, yang kemudian memuncak, dan tetap bertahan lebih lama
dibandingkan bila obat tersebut diberikan pada dosis terapi. Prioritas pertama untuk dilakukan
adalah resusitasi dan stabilisasi. Terhadap semua pasien yang simtomatis harus dilakukan
pemasangan i.v. line, penentuan saturasi oksigen, monitoring jantung, dan observasi kontinu.
Pemeriksaan laboratorium dasar, EKG, dan x-ray dapat berguna.Pada penderita dengan
perubahan status mental, khususnya pada kasus koma maupun kejang, harus dipertimbangkan
pemberian glukosa i.v. (kecuali bila kadarnya normal), naloxone, dan thiamine. Dekontaminasi
dapat berguna juga.Harus dipikirkan manfaat dan resikonya bila dilakukan upaya percepatan
eliminasi racun. Syaratnya adalah diagnosis pasti dengan konfirmasi laboratoris. Dialisis
intestinal dengan pemberian karbon aktif berulang biasanya aman dan dapat mempercepat
eliminasi. Terapi diuresis dan khelasi hanya mempercepat eliminasi sejumlah kecil racun, serta
memiliki potensi komplikasi. Metode ekstrakorporeal efektif untuk mengeluarkan banyak racun,
tetapi biaya dan resikonya juga besar, sehingga penggunaanya terbatas pada keracunan berat.
Selama fase resolusi, perawatan suportif dan monitoring harus kontinu dilakukan sampai
abnormalitas klinis, laboratoris, maupun EKG membaik. Karena bahan-bahan kimia dalam darah
lebih dulu dieliminasi dibandingkan yang dari jaringan, maka kadarnya dalam darah selalu lebih
rendah dari kadarnya di jaringan sehingga tidak berkorelasi dengan toksisitasnya.. Hal ini
menjadi dasar prosedur ekstrakorporeal.

b. Perawatan suportif

Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan homeostasis fisiologis s
ampai terjadi detoksifikasi lengkap, dan untuk mencegah serta mengobati komplikasi sekunder s
eperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak & paru, pneumonia, rhabdomiolisis, gagak ginjal, se
psis, penyakit thromboembolik, dan disfungsi organ menyeluruh akibat hipoksia atau syok berke
panjangan. Indikasi untuk perawatan di ICU adalah sebagai berikut:

1.Penderita keracunan berat (koma, depresi nafas, hipotensi, abnormalitas konduksi


jantung, aritmia jantung, hipo/hipertermi, kejang)

2. Penderita yang perlu monitoring ketat, antidot, maupun terapi percepatan eliminasi
racun

3. Penderita dengan kemunduran klinis progresif

4. Penderita dengan penyakit dasar yang signifikan Penderita keracunan ringan sampai se
dang dapat dikelola pada pelayanan kesehatan umum, intermediate care unit, diobservasi di UGD,
tergantung dari lamanya kejadian keracunan dan monitoring yang diperlukan (observasi klinis in
termiten vs kontinu, monitoring jantung dan pernafasan).
a. Penatalaksanaan problem respirasi

Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi isi lambung amat penting untuk dilakukan
pada penderita : depresi SSP atau kejang, karena komplikasi ini dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Karena penilaian klinis fungsi respirasi sering tidak akurat, perlunya oksigenasi d
an ventilasi paling baik ditentukan dari pemeriksaan oksimetri atau analisa gas darah. Reflek mu
ntah bukanlah indikator yang dapat dipercaya untuk menilai perlunya intubasi. Paling baik dilaku
kan intubasi profilaksis pada penderita yang tidak mampu berespon terhadap suara, maupun yang
tidak mampu duduk atau minum tanpa dibantu. Ventilasi mekanik diperlukan pada penderita dep
resi nafas, hipoksia, dan untuk memfasilitasi sedasi terapeutik atau paralysis untuk mencegah hip
ertermia, asidosis, dan rhabdomiolisis yang berhubungan dengan hiperaktivitas neuromuskuler.

b. Terapi kardiovaskuler

Mempertahankan perfusi normal jaringan amat penting untuk pemulihan tuntas ketika rac
un sudah dieliminasi. Bila terjadi hipotensi yang tidak responsif dengan ekspasi volume, dapat di
berikan norepinefrin, epinefrin atau dopamine dosis tinggi.Pada gagal jantung berat yang reversi
bel, dapat dilakukukan tindakanintraaortic balloon pump counterpulsation, dan tehnik perfusi ven
oarterial atau kardiopulmoner. Pada keracunan b-blocker dan calcium channel blocker,efektif dib
erikan glukagon dan kalsium. Terapi antibodi antidigoxin dan pemberian Mg diindikasikan untuk
kasus keracunan glikosida jantung yang berat.SVT yang berkaitan dengan hipertensi dan eksitasi
SSP hampir selalu disebabkan karena agen yang mengakibatkan eksitasi fisiologik secara menyel
uruh. Kebanyakan kasusnya berupa keracunan ringan atau sedang dan hanya memerlukan observ
asi atau sedasi nonspesifik dengan benzodiazepin. Sedangkan SVT tanpa hipertensi pada umumn
ya merupakan akibat sekunder dari vasodilatasi atau hipovolemia, dan berespon dengan pemberi
an cairan. Terapi spesifik diindikasikan untuk kasus berat atau yang berhubungan dengan instabil
itas hemodinamik, nyeri dada, atau pada EKG dijumpai iskemia. Untuk penderita dengan hiperak
tivitas simpatik, terapi dengan kombinasi a dan b blocker (labetalol), calcium channel blocker (v
erapamil atau diltiazem), atau kombinasi b blocker - vasodilator (esmolol dan nitroprusside) mer
upakan terapi terpilih. Untuk penderita keracunan antikolinergik, terapi terpilihnya adalah pembe
rian physostigmine.

c. Pencegahan Absorpsi Racun

1. Dekontaminasi Gastrointestinal

Perlu tidaknya dilakukan dekontaminasi gastrointestinal dan prosedur mana yang akan
dipakai, tergantung dari : waktu sejak racun tertelan, toksisitas bahan yang telah & akan terjadi
kemudian, availabilitas, efikasi, dan kontraindikasi dari prosedur; serta beratnya keracunan dan
resiko komplikasi.

Studi pada binatang dan sukarelawan menunjukkan bahwa efektivitas dari karbon aktif,
lavase lambung, dan sirup ipecac menurun sesuai jangka waktu keracunan. Tidak cukup data
untuk menunjang/mengekslusi manfaat penggunaan hal-hal tsb. pada keracuan yang sudah lebih
dari 1 jam. Rata-rata waktu terapi dekontaminasi gastrointestinal yang disarankan adalah lebih
dari 1 jam setelah keracunan pada anak dan lebih dari 3 jam pada dewasa dari sejak racun
tertelan sampai timbul gejala/tanda keracunan.

2. Dekontaminasi pada tempat-tempat lain

Bilasan segera dan berulang-ulang dengan air, saline, atau cairan jernih lainnya yang
dapat diminum merupakan terapi inisial untuk eksposur topikal (kecuali logam alkali, kalsium
oksida, fosfor). Untuk irigasi mata dipilih salin sedangkan untuk dekontaminasi kulit paling baik
dilakukan triple wash (air-sabun-air). Paparan racun melalui inhalasi harus diobati dengan udara
segar atau oksigen.

d. Percepatan eliminasi racun

Keputusan untuk tindakan ini harus berdasarkan pada toksisitas yang nyata atau yang
diperkirakan dan didasarkan juga pada efektivitas, biaya, dan resiko terapi.

a. Karbon aktif dosis multipel

Dosis oral karbon aktif yang berulang dapat mempercepat eliminasi substansi yang
sebelumnya diabsorpsi dengan cara mengikatnya dalam usus lalu diekskresikan melalui empedu,
disekresikan oleh sel-sel gastrointestinal, atau difusi pasif kedalam lumen usus (absorpsi balik
atau exsorpsi enterokapiler). Dosis yang direkomendasikan 0,5-1 gram/kgBB tiap 2-4 jam,
diberikan untuk mencegah regurgitasi pada pasien dengan motilitas gastrointestinal yang
berkurang. Secara eksperimen terapi ini mempercepat eliminasi hampir semua substansi.
Efektifitas farmakokinetiknya mendekati seperti hemodialisis untuk beberapa agen (misalnya
fenobarbital, teofilin). Terapi dosis multipel ini tidak efektif dalam mempercepat eliminasi dari
klorpropamid, tobramisin, atau bahan yang tidak bisa diserap oleh karbon. Komplikasinya
berupa obstruksi usus, pseudoobstruksi, dan infark usus nonoklusif pada penderita-penderita
dengan motilitas usus yang rendah.

b.Diuresis paksa dan perubahan pH urin

Diuresis dan iontrapping melalui perubahan pH urin dapat mencegah reabsorpsi renal
dari racun yang mengalami ekskresi oleh filtrasi glomerulus dan sekresi aktif tubuler. Karena
membran lebih permeable terhadap molekul yang tidak terion dibandingkan yang dapat terion,
racun-racun yang asam (pKa rendah) akan diionisasi dan terkumpul dalam urin yang basa.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Toksisitas atau keracunan obat adalah reaksi yang terjadi karena dosis berlebih atau
penumpukkan zat dalam darah akibat dari gangguan metabolisme atau ekskresi.Jenis-jenis
keracunan menurut (FK-UI, 1995) yaitu:

1. Cara terjadinya terdiri dari:

a. Self poisoning

b. Attempted Suicide

c. Accidental poisoning

d. Homicidal poisoning

2.Mulai waktu terjadi

1. Keracunan kronik

2. Keracunan akut

3.Menurut alat tubuh yang terkena

4. Menurut jenis bahan kimia

Klasifikasi daya racun. Dalam obat obatan, penggolongan daya racun yaitu:

No. Kriteria Toksik Dosis

1. Super Toksik> 15 G/KG BB

2. Toksik Ekstrim 5 - 15 G/KG BB

3. Sangat Toksik 0,5-5 G/KG BB

4. Toksisitas Sedang 50-500 MG/KG BB

5. Sedikit Toksik - 50 MG/KG BB

Keracunan obat spesifik diantaranya: Asetaminofen, Obat Anti Kolinergik,


Benzodiazepine, b-Blocker, Calcium Channel Blocker (CCB), Karbon Monoksida, Glikosida
Jantung, Obat-obatan golongan NSAID.
Tujuan terapi keracunan dan overdosis adalah mengawasi tanda-tanda vital, mencegah
absorpsi racun lebih lanjut, mempercepat eliminasi racun, pemberian antidot spesifik, dan
mencegah paparan ulang.

B. SARAN

Penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kebaikan kedepannya agar
penyusun dapat menyajikan karya tulis yang lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (1991). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press

Donatus Imono A. 2005. Toksikologi Dasar. Jakarta: Depkes RI.

Donatus, I. A., 1997. Toksikologi Pangan, Edisi Pertama, ToksikologiJurusan Kimia

Farmasi. Yokyakarta: Fakultas Farmasi UGM

Linden, C.H., Burns, M.G., 2005. Poisoning and Drug Overdosage in Harrison's
Principles of Internal Medicine Vol.2, 16thedition, International Edition, McGraw Hill.

Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.). Semarang: IKIP Semarang
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.

Muriel, Skeet. 1995. Buku Tindakan Paramedis Terhadap Kegawatan dan Pertolongan
Pertama.Edisi 2. Jakatra:EGC

Press B, Immaduddin. 2008. Bahan Kimia Beracun atau Toksik.


(http://imadanalyzeartikelkesehatan.blogspot.com/2008/07/bahan-kimia-beracun-atau
toksik.html).

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai