Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

TOKSIKOLOGI

“PERKEMBANGAN MUTAHIR TOKSIKOLOGI”

OLEH
CICI ANGGRAINI A.
918311906201.010

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

KENDARI

2019
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Manfaat ........................................................................................................ 6

BAB II KAJIAN TEORI......................................................................................... 7

A. Toksikologi ................................................. Error! Bookmark not defined.

1.1 Pengertian Toksikologi ......................... Error! Bookmark not defined.

1.2 Cakupan dan Subdisiplin Toksikologi .. Error! Bookmark not defined.

1.3 Perkembangan Awal Toksikologi dalam Kehidupan Manusia ..... Error!

Bookmark not defined.

1.4 Perkembangan Mutakhir Toksikologi dalam Kehidupan Manusia

Error! Bookmark not defined.

C. Jenis-jenis toksikologi ................................................................................ 11

D. Model masuk dan daya keracunan .............. Error! Bookmark not defined.

E. Sasaran organ yang diserang ....................... Error! Bookmark not defined.

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 34

A. Kesimpulan ................................................................................................ 34

B. Saran ............................................................ Error! Bookmark not defined.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk

terbesar di dunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik menunjukkan

Indonesia memliki lebih dari 255 juta jiwa penduduk pada tahun 2015,

dengan luas wilayah negara 1.890.754 km2. Padatnya penduduk Indonesia

juga diikuti dengan munculnya berbagai penyakit. Penyakit yang timbul

disebabkan oleh berbagai hal salah satunya yaitu senyawa toksik yang

mencemari lingkungan hingga bahan pangan. Oleh karena itu, untuk

meminimalisir efek berbagai penyakit tersebut diperlukan ilmu yang

mempelajari penyebab dan penyebaran suatu penyakit.

Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan

kimia (Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari

jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang

diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak

saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada

organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap

organisme. Sedangkan Epidemiologi merupakan suatu cabang ilmu

kesehatan untuk menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah

kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab


timbulnya masalah serta gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan

pencegahan maupun penanggulangannya.

Saat ini indonesia memiliki tantangan utama untuk menyelesaikan

berbagai masalah kesehatan yang terjadi. Berbagai masalah kesehatan

tersebut memberi dampak negatif bagi kehidupan masyarakat Indonesia.

Data menunjukkan bahwa pada tahun 2015 angka kematian terbesar

penduduk Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular misalnya

seperti penyakit kanker, diabetes, maupun jantung (...). Seperti yang telah

diketahui kanker salah satunya disebabkan karena adanya akumulasi

senyawa toksik dalam tubuh, sedangkan jantung juga disebabkan oleh

kebiaasaan mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat kimia.

Demikianlah karena pentingnya mengenai permasalahan penyakit yang

ada, maka perlu dipahami dengan baik hal-hal yang berkaitan dengan

penyakit tersebut. Kepentingan dalam epidemiologi diperlukan untuk

mengenal ada atau tidaknya suatu penyakit di masyarakat sehingga ketika

dilakukan pengukuran tidak ada yang sampai luput atau tercampur dengan

penyakit lainnya yang berbeda.

Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan

kimia (Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari

jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang

diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja

efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan

mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali

peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan


lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi. Dua

kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama

maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan.

Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia

dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran

lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang

mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup, khususnya populasi

dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan

interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian ekotoksikologi

merupakan bagian dari toksikologi lingkungan. Kebutuhan akan toksikologi

lingkungan meningkat ditinjau dari : Proses Modernisasi yang akan menaikan

konsumsi sehingga produksi juga harus meningkat, dengan demikian

industrialisasi dan penggunaan energi akan meningkat yang tentunya akan

meningkatkan resiko toksikologis. Proses industrialisasi akan memanfaatkan

bahan baku kimia, fisika, biologi yang akan menghasilkan buangan dalam

bentuk gas, cair, dan padat yang meningkat. Buangan ini tentunya akan

menimbulkan perubahan kualitas lingkungan yang mengakibatkan resiko

pencemaran, sehingga resiko toksikologi juga akan meningkat.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan awal toksikologi dalam kehidupan manusia?

2. Apa jenis-jenis toksikologi?

3. Bagaimana model masuk dan daya keracunan pada toksikologi?

4. Sasaran organ apa yang diserang dalam keracunan?


C. Manfaat

1. Mengetahui perkembangan awal toksikologi dalam kehidupan manusia

2. Mengetahui jenis-jenis toksikologi.

3. Mengetahui model masuk dan daya keracunan pada toksikologi.

4. Mengetahui sasaran organ yang diserang dalam keracunan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. TOKSIKOLOGI

1.1 Pengertian Toksikologi

Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup

berbagai disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi,

Biokimia, Forensik Medicine dan lain-lain. Disamping itu ilmu ini terus

berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu lainnya, dan ini semua

pada gilirannya akan menyulitkan kita dalam membuat definisi yang

singkat dan tepat mengenai toksikologi. Sebagai contoh, menurut Ahli

Kimia, toksikologi adalah ilmu yang bersangkutan paut dengan efek dan

mekanisme kerja yang merugikan dari agen kimia terhadap binatang dan

manusia. Sedangkan dari para Ahli Farmakologi mengartikan toksikologi

sebagai cabang farmakologi yang berhubungan dengan efek samping zat

kimia di dalam sistem biologis (Masyur, 2002).

Toksikologi juga dapat diartikan sebagai suatu cabang ilmu

pengetahuan yang membahas tentang racun dan racun dapat didefinisikan

sebagai suatu substansi yang memiliki efek berbahaya ketika digunakan

baik secara sengaja maupun tidak terhadap organisme hidup. Secara

sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian

tentang hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai

bahan kimia terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya

(Hodgson, 2004).
Menurut Lu (1995), toksikologi didefinisikan sebagai kajian

tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan terhadap

makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Ia juga membahas penilaian

kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek ini sehubungan dengan

terpenjannya makhluk tadi.

Penilaian akan bahaya bahan kimia industri, pencemar lingkungan,

dan bahan lainnya bagi kesehatan merupakan unsur penting dalam

perlindungan kesehatan pekerja dan anggota masyarakat. Penelitian

mendalam tentang efek toksikan dan mekanismenya itu sangat berguna

untuk menemukan penawar khusus dan upaya penanggulangan lainnya.

Bersama dengan ilmu lain, toksikologi memberi sumbangan bagi

pengembangan bahan kimia yang lebih aman untuk digunakan sebagai

obat, zat tambahan makanan, pestisida, dan bahan kimia yang digunakan

dalam industri. Bahkan efek toksik itu sendiri telah dimanfaatkan untuk

mencari insektisida yang efektif. Anthelmintic, antimikroba, dan zat-zat

yang digunakan dalam perang kimia (Lu, 1995).

Apabila zat kimia dikatakan beracun atau toksik, maka kebanyakan

diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan efek berbahaya

terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme. Sifat toksik

dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor

“tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem

bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang

ditimbulkan. Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas,

maka perlu untuk mengidentifikasi mekanisme biologi dimana efek


berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas merupakan sifat relatif dari

suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek berbahaya atau

penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme (Wirasuta dan

Niruri, 2007).

1.2 Cakupan dan Subdisiplin

Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multi

displin ilmu, ia dengan dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu

dasar,guna mempelajari interaksi antara tokson dan mekanisme biologi

yang ditimbulkan (lihat gambar 1.1). Ilmu toksikologi ditunjang oleh

berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika, matematika. Kimia

analisis dibutuhkan untuk mengetahui jumlah tokson yang melakukan

ikatan dengan reseptor sehingga dapat memberikan efek toksik (Wirasuta

dan Niruri, 2007).

Gambar 1.1: Hubungan Ilmu Dasar dan Terapan dengan Cabang Ilmu Toksikologi

(Sumber: Loomis, 1978)

Toksikologi sangat luas cakupannya. Ia menangani

penilitian toksisitas bahan-bahan kimia yang digunakan (1) di bidang


kedokteran untuk tujuan diagnostic, pencegahan, dan terapeutik, (2) dalam

industri makanan sebagai zat tambahan langsung maupun tak langsung, (3)

dalam pertanian sebagai pestisida, zat pengatur pertumbuhan, penyerbuk

buatan dan zat tambahan makanan hewan dan (4) dalam industri kimia

sebagai pelarut, komponen, dan bahan antara bagi plastic serta banyak jenis

bahan kimia lainnya. Di sini juga dipelajari pengaruh logam (misalnya

dalam pertambangan dan tempat peleburan), produk inyak bumi, kertas dan

pulpa, tumbuhan beracun, dan racun hewan terhadap kesehatan (Lu, 1995).

Karena bidangnya yang luas, dan agar berbagai sasaran terpenuhi,

toksikologi terbagai atas sejumlah subdisiplin. Misalnya seseorang mungkin

terpajan secara sengaja maupun tidak sengaja, pada sejumlah besar toksikan,

dan mengalami keracunan hebat. Kalua identitas toksikan ini tidak dikenali,

toksikologi analitik dibutuhkan untuk mengenalinya lewat analisis cairan

tubuh, isi lambung, tempat makanan yang dicurigai, dll. Para praktisi

toksikologi klinik akan memberikan antidotumnya bila ada, untuk mengatasi

toksisitas khusus, dan mengupayakan tindakan untuk menghilangkan gejala

dan mengeluarkan racun secepatnya dari tubuh. Masalah hokum dalam

kasus ini merupakan tugas toksikologi forensik (Lu, 1995).

Keracunan mungkin terjadi akibat pejanan zat beracun di tempat

kerja. Ini mungkin mengakibatkan efek buruk yang akut maupun kronik.

Keduanya merupakan masalah di bidang toksikologi kerja. Masyarakat

umum terpajan berbagai jenis toksikan lewat udara dan air di samping lewat

makanan yaitu berupa zat tambahan makanan, pestisida dan pencemar.

Pajanan ini sering sedemikian ringan sehingga secara akut tidak


membahayakan tetapi dapat memberi efek buruk pada jangka panjang.

Sumber bahan-bahan ini, transpornya, degradasi dan biokonsentrasinya di

lingkungan, serta pengaruhnya terhadap manusia dibahas dalam toksikologi

lingkungan. Toksikologi hokum mencoba melindungi masyarakat dengan

membuat undang-undang, peraturan, dan standar yang membatasi dan

melarang penggunaan zat kimia yang sangat beracun, juga dengan

menentukan syarat penggunaan zat kimia lainnya (Lu, 1995).

Gambaran lengkap tentang efek toksik sangat penting untuk

menetapkan peraturan dan standar yang baik. Profil semacam itu hanya

dapat ditentukan lewat berbagai jenis penelitian toksikologi yang relevan,

dan ini mebentuk dasar bagi toksikologi hokum. Bagian mendasar dari

kajian semacam itu disebut toksikologi konvensional. Di samping itu,

pengetahuan tentang cara kerja, yang dicangkup oleh toksikologi

mekanistik, memperkuat evaluasi toksikologi dan memberikan dasar bagi

cabang-cabang toksikologi lainnya (Lu, 1995).

1.3 Perkembangan Awal Toksikologi dalam Kehidupan Manusia

Sejak perkembangan peradaban manusia dalam mencari makanan,

tentu telah mencoba beragam bahan baik botani, nabati, maupun dari

mineral. Melalui pengalamannya, manusia mengenali makanan yang aman

dan berbaya. Dalam kontek ini kata makanan dikonotasikan ke dalam bahan

yang aman bagi tubuhnya jika disantap, bermanfaat serta diperlukan oleh

tubuh agar dapat hidup atau menjalankan fungsinya. Sedangkan kata racun

merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengambarkan


berbagai bahan ”zat kimia” yang dengan jelas berbahaya bagi badan

(Hudgson, 2004).

Kata racun ”toxic” adalah bersaral dari Bahasa Yunani, yaitu dari

akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah

pada saat itu digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada

anak panahnya terdapat racun. Di dalam kitab mesir kuno dimuat informasi

lengkap tentang pengobatan dan obat. Di kitab ini juga memuat ramuan

untuk racun, seperti antimon (Sb), tembaga, timbal, hiosiamus, opium,

terpentine, dan verdigris (kerak hijau pada permukaan tembaga). Sedangkan

di India (500 - 600 B.C.) di dalam Charaka Samhita disebutkan, bahwa

tembaga, besi, emas, timbal, perak, seng, bersifat sebagai racun, dan di

dalam Susrata Samhita banyak menulis racun dari makanan, tananaman,

hewan, dan penangkal racun gigitan ular (Wirasuta dan Niruri, 2007).

Hippocrates (460-370 B.C.), dikenal sebagai bapak kedokteran,

disamping itu dia juga dikenal sebagai toksikolog dijamannya. Dia banyak

menulis racun bisa ular dan di dalam bukunya juga menggambarkan, bahwa

orang Mesir kuno telah memiliki pengetahuan penangkal racun, yaitu

dengan menghambat laju penyerapan racun dari saluran’ pencernaan.

Disamping banyak lagi nama besar toksikolog pada jaman ini, terdapat satu

nama yang perlu mendapat catatan disini, yaitu besar pada jaman Mesir dan

Romawi kuno adalah Pendacious Dioscorides (A.D. 50), dikenal sebagai

bapak Materia Medika, adalah seorang dokter tentara. Di dalam bukunya dia

mengelompokkan racun dari tanaman, hewan, dan mineral (Wirasuta dan

Niruri, 2007).
Hal ini membuktikan, bahwa efek berbahaya (toksik) yang

ditimbulkan oleh zat racun (tokson) telah dikenal oleh manusia sejak awal

perkembangan beradaban manusia. Oleh manusia efek toksik ini banyak

dimanfaatkan untuk tujuan seperti membunuh atau bunuh diri. Untuk

mencegah keracunan, orang senantiasa berusaha menemukan dan

mengembangkan upaya pencegahan atau menawarkan racun. Usaha ini

seiring dengan perkembangan toksikologi itu sendiri. Namun, evaluasi yang

lebih kritis terhadap usaha ini baru dimulai oleh Maimonides (1135 - 1204)

dalam bukunya yang terkenal “Racun dan Andotumnya”(Wirasuta dan

Niruri, 2007).

Sumbangan yang lebih penting bagi kemajuan toksikologi terjadi

dalam abad ke-16 dan sesudahnya. Paracelcius adalah nama samara dari

Philippus Aureolus Theophratus Bombast von Hohenheim (1493-1541),

toksikolog besar yang pertama kali meletakkan konsep dasar dasar dari

toksikologi. Dalam postulatnya menyatakan bahwa Semua zat adalah racun

dan tidak ada zat yang tidak beracun, hanya dosis yang membuatnya

menjadi tidak beracun. Pernyataan ini menjadi dasar bagi konsep hubungan

dosis reseptor dan indeks terapi yang berkembang dikemudian hari

(Wirasuta dan Niruri, 2007).

Matthieu Joseph Bonaventura Orfila dikenal sebagai bapak

toksikologi modern. Ia adalah orang Spayol yang terlahir di pulau Minorca,

yang hidup antara tahun 1787 sampai tahun 1853. Pada awak karirnya ia

mempelajari kimia dan matematika, dan selanjutnya mempelajari ilmu

kedokteran di Paris. Dia adalah orang pertama, yang menjelaskan nilai


pentingnya analisis kimia guna membuktikan bahwa simtomatologi yang

ada berkaitan dengan adanya zat kimia tertentu di dalam badan. Orfila juga

merancang berbagai metode untuk mendeteksi racun dan menunjukkan

pentingnya analisis kimia sebagai bukti Hukum pada kasus kematian akibat

keracunan. Orfila bekerja sebagai ahli medicolegal di Sorbonne di Paris.

Orfila memainkan peranan penting pada kasus La Farge (kasus

pembunuhan dengan arsen) di paris, dengan metode analisis arsen, ia

membuktikan kematian diakibatkan oleh keracunan arsen. M.J.B. Orfila

dikenal sebagai bapak toksikologi modern karena minatnya terpusat pada

efek tokson, selain itu karena ia memperkenalkan metodologi kuantitatif ke

dalam studi aksi tokson pada hewan, pendekatan ini melahirkan suatu

bidang toksikologi modern, yaitu toksikologi forensik. Dalam bukunya

Traite des poison, terbit pada tahun 1814, dia membagi racun menjadi enam

kelompok yaitu: corrosives, astringents, acrids, stupefying atau narcotic,

narcoticacid, dan septica atau putreficants (Wirasuta dan Niruri, 2007).

1.4 Perkembangan Mutakhir Toksikologi dalam Kehidupan Manusia

Dalam perkembangan beradaban modern, masyarakat menuntut

perbaikan kondisi kesehatan dan kehidupan, diantaranya makanan bergizi,

mutu kesehatan yang tinggi, pakaian, dan sportasi. Untuk memenuhi tujuan

ini, berbagai jenis bahan kimia harus diproduksi dan digunakan, banyak

diantaranya dalam jumlah besar. Diperkirakan berribu-ribu bahan kimia

telah diproduksi secara komersial baik di negaranegara industry maupun di


negara berkembang. Melalui berbagai cara bahan kimia ini kontak dengan

penduduk, dari terlibatnya manusia pada proses produksi, distribusi ke

konsumen, hingga terakhir pada tingkat pemakai (Lu, 1995).

Meningkatnya jumlah penduduk dunia menuntut, salah satunya

meningkatnya jumlah produksi pangan. Dalam hal ini diperlukan bahan

kimia, seperti pupuk, pestisida, dan rebisida. Tidak jarang pemakaian

pestisida yang tidak sesuai dengan atuaran, atau berlebih justru memberi

beban pencemaran terhadap lingkungan, perubahan ekosistem, karena

pembasmian pada salah satu insteksida akan berefek pada rantai makanan

dari organisme tersebut, sehingga dapat juga mengakibatkan berkurangnya

atau bahkan musnahnya predator insek tersebut. Pemakaian pestisida, telah

ditengarai mengakibatkan mutasi genetika dari insektisida tersebut,

sehingga pada akhirnya melahirkan mutan insek yang justru resisten

terhadap pestisida jenis tertentu. Pemakaian pestisida yang tidak benar juga

merupakan salah satu penginduksi toksisitas kronik (menahun). Petani

berkeinginan mendapatkan keuntungan yang tinggi dari hasil pertaniannya,

tidak jarang penyemprotan pestisida berlebih justru dilakukan pada produk

pertanian satu-dua hari sebelum panen, dengan tujuan buah atau daun

sayuran tidak termakan insek sebelum panen, dengan jalan demikian akan

diperoleh buah atau sayuran yang ranun, tidak termakan oleh insek. Namun

tindakan ini justru membahayakan konsumen, karena pestisida

kemungkinan dapat terakumulasi secara perlahan di dalam tubuh konsumen,

melalui konsumsi buah atau sayuran yang sebelumnya diberikan pestisida

sebelum panen (Wrasuta dan Niruri, 2007).


Banyaknya kasus keracunan masif akut dan keracunan kronis, yang

diakibatkan oleh pencemaran lingkungan akibat proses produksi. Seperti

pada tahun 1930 di Detroit, Mich. kontaminasi ginger jake oleh Tri-o-kresil,

mengakibatkan neurotoksis, telah mengakibatkan keracunan syaraf pada 16

ribu penduduk (Wrasuta dan Niruri, 2007).

Di London, pada tahun 1952, terjadi peningkatan jumlah kematian

penduduk akibat penyakit jantung dan paru-paru. Hal ini disebabkan oleh

kontaminasi udara oleh belerang dioksida dan partikel tersuspensi, yang

merupakan limbah buangan pabrik di Ingris pada saat itu (McDermott et al.

2013).

Penyakit Minamata di Jepang pada tahun 1950an diakibatkan

karena pembuangan limbah industri yang mengandung metil merkuri ke

teluk Minamata, yang mengakibatkan ikan di teluk tersebut terkontaminasi

oleh metil merkuri. Ikan terkontaminasi ini dikonsumsi oleh penduduk

disekitar teluk, mengakibatkan deposisi (pengendapan) metil merkuri di

dalam tubuh. Metil merkuri adalah senyawa toksik yang mengakibatkan

penyakit neurologik berat, salah satunya mengakibatkan kebutaan (Wrasuta

dan Niruri, 2007).

Pada akhir 1950-an sampai awal tahun 1960-an, di Eropa Barat

terjadi kasus keracunan yang dikenal dengan kasus Talidomid. Talidomid

adalah senyawa kimia yang pertama disintesa untuk obat menekan rasa

mual dan muntah. Karena efeknya tersebut pada waktu itu banyak

diresepkan pada ibu-ibu hamil, dengan tujuan menekan mual-mutah yang

sering muncul masa trimester pertama pada kehamilan. Efek samping yang
muncul dari pemakaian ini adalah terlahir janin dengan pertumbuhan organ

tubuh yang tidak lengkap, belakangan diketahui bahwa salah satu dari

bentuk rasemat Talidomid ini memberikan efek menghambat tertumbuhan

organ tubuh pada janin di masa kandungan (Wrasuta dan Niruri, 2007).

Salah satu contoh, kasus pencemaran lingkungan di Indonesia akibat

proses produksi adalah kasus teluk Buyat. Sampai saat ini masih

kontropersial didiskusikan (Wrasuta dan Niruri, 2007).

Kejadian-kejadian di atas dan peristiwa tragis keracunan masif

lainnya telah menghasilkan program pengujian yang lebih intensif, yang

telah mengungkapkan beragamnya sifat dan sasaran efek toksik. Pada

gilirannya ini menuntut lebih banyak penelitian pada hewan, lebih banyak

indikator toksisitas, persyaratan yang lebih ketat sebelum suatu bahan kimia

baru dapat dilepas pemakaiannya ke masyarakat, serta melakukan evaluasi

dan pemantauan efek toksik senyawa kimia yang telah beredar dan

dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk

mempermudah tugas penilaian toksikologik atas begitu banyak bahan kimia,

dimana prosedur pengujian toksisitasnya menjadi semakin komplek. Untuk

memenuhi kebutuhan ini, beberapa kreteria telah diajukan dan dipakai untuk

memilih menurut prioritasnya bahan kimia yang akan diuji. Disamping itu,

”sistem penilaian berlapis” memungkinkan keputusan dibuat pada berbagai

tahap pengujian toksikologik, sehingga dapat dihindarkan penelitian yang

tidak perlu. Prosedur ini sangat berguna dalam pengujian karsinogenisitas,

mutagenisitas, dan imunotoksisitas karena besarnya biaya yang terlibat dan

banyaknya sistem uji yang tersedia (Lu, 1995).


Karena banyaknya orang yang terpejan dengan bahan-bahan kimia

ini, maka kita harus berupaya mencari pengendalian yang tepat sebelum

terjadi kerusakan yang hebat. Karena itu, bila mungkin, ahli toksikologi

modern harus mencoba mengidentifikasikan berbagai indikator pejanan dan

tanda efeknya terhadap kesehatan yang dini dan reversibel. Hal ini penting

untuk menentukan ketentuan keputusan, pada saat yang tepat untuk

melindungi kesehatan masyarakat baik sebagai individu yang bekerja

maupun masyasakat yang terpejan. Pencapaian di bidang ini telah terbukti

dapat membantu para mengambil keputusan (pemerintah) yang

bertanggungjawab dalam menjalankan surveilan medik yang sesuai pada

pekerja atau masyarakat yang terpejan. Contoh yang menonjol adalah

penggunaan penghambat kolinesterase sebagai indikator pejanan pestisida

organofosfat dan berbagai parameter biokimia untuk memantau pejanan

timbal. Menggunakan indikator biologi seperti jenis ikan tertentu untuk

memantau tingkat cemaran limbah cair insdustri sebelum dinyatakan aman

untuk dilepaskan ke lingkungan. ”Petanda biologik” semacam itu

dimaksudkan untuk mengukur pejanan terhadap tokson atau efeknya di

samping untuk mendeteksi kelompok masyarakat yang retan (Lu, 1995).

Kemajuan yang dicapai dalam bidang biokimia dan toksikokinetik,

toksikologi genetika, imunotoksikologi, morfologik pada tingkat subsel,

serta perkembangan ilmu biologimolekular berperan dalam memberikan

pengertian yang lebih baik tentang sifat, tempat, dan cara kerja berbagai

tokson. Misalnya perkembangan bidang ilmu tersebut dapat memberikan

berbagai metode uji toksikologi secara invitro, dimana target uji langsung
pada tingkat sel, seperti uji senyawa yang mengakibatkan kerusakan sel hati

”hepatotoksik” dapat dilakukan langsung pada kultur sel hati secara invitro,

atau uji tokson yang mempunyai sifat sebagai karsinogen juga dapat

dilakukan pada kultur sel normal, disini dilihat tingkat pertumbuhan sel dan

perubahan DNA ”asam dioksiribonukleat” yang dialamai oleh sel akibat

pejanan tokson uji. Banyak lagi metode uji invitro yang sangat bermanfaat

dalam menunjang perkembangan ilmu toksikologi itu sendiri (Lu, 1995).

Salah satu wujud perlindungan kesehatan masyarakat, ahli

toksikologi akan selalu terlibat dalam menentukan batas pejanan yang aman

atau penilaian resiko dari pejanan. Batas pejanan yang aman mencangkup

”asupan (intake) harian yang diperbolehkan, dan ”nilai ambang batas” dari

tokson yang masih dapat ditolerir, sedangkan penilaian resiko digunakan

dalam hubungan dengan efek bahan yang diketahui tidak berrabang batas

atau ambang batasnya tak dapat ditentukan. Penentuan ini merupakan

penelitian menyeluruh tentang sifat toksik, pembuktian dosis yang aman,

penentuan hubungan dosis-efek dan dosis-respon, serta penelitian

toksokinetik, dan biotransformasi (Lu, 1995).

Meluasnya bidang cakupan dan makin banyaknya subdisiplin

toksikologi seperti digambarkan di atas memberikan gambaran tersendiri

tentang kemajuan akhir dalam toksikologi (Lu, 1995).

B. JENIS-JENIS TOKSIKOLOGI

Toksikologi Deskriptif Melakukan uji toksisitas untuk mendapat

informasi yang digunakan untuk mengevaluasi resiko yang timbul oleh

bahan kimia terhadap manusia dan lingkungan Toksikologi Mekanistik


Menentukan bagaimana zat kimia menimbulkan efek yang merugikan

pada organisme hidup Toksikologi Regulatif Menentukan apakah suatu

obat mempunyai resiko yang rendah untuk dipakai sebagai tujuan terapi

Toksikologi Forensik Mempelajari aspek hukum kedokteran akibat

penggunaan bahan kimia berbahaya dan membantu menegakkan diagnosa

pada pemeriksaan postmortem Toksikologi Klinik Mempelajari gangguan

yang disebabkan substansi toksik, merawat penderita yang keracunan dan

menemukan cara baru dalam penanggulangannya Toksikologi Kerja

Mempelajari bahan kimia pada tempat kerja yang membahayakan pekerja

dalam proses pembuatan, transportasi, penyimpanan maupun

penggunaannya Toksikologi Lingkungan Mempelajari dampak zat kimia

yang berpotensi merugikan sebagai polutan lingkungan Ekotoksikologi

Mempelajari efek toksik zat kimia terhadap populasi masyarakat

Toksikologi Ekperimental : Pemakaian obat secara kronik (anti hipertensi,

obat TBC, kontrasepsi), harus disertai data karsinogenik dan teratogenik

dari obat tersebut Pemakaian obat dalam waktu pendek (obat cacing),

harus memenuhi sarat toksisitas akut.

C. MODEL MASUK DAN DAYA KERACUNAN

Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi,

menempel pada kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang

relative kecil dapat mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya rekasi

kimia (Brunner & Suddarth, 2001). Arti lain dari racun adalah suatu bahan

dimana ketika diserap oleh tubuh organisme makhluk hidup akan

menyebabkan kematian atau perlukaan (Muriel, 1995). Racun dapat


diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute

lainnya. Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat, atau

secara kumulatif. Keracunan dapat diartikan sebagai setiap keadaan yang

menunjukkan kelainan multisystem dengan keadaan yang tidak jelas (Arif

Mansjor, 1999).

Keracunan melalui inhalasi (pengobatan dengan cara memberikan

obat dalam bentuk uap kepada si sakit langsung melalui alat

pernapasannya (hidung ke paru-paru)) dan menelan materi toksik, baik

kecelakaan dank arena kesengajaan merupakan kondisi bahaya kesehatan.

Jenis-jenis keracunan (FK-UI, 1995) dapat dibagi berdasarkan:

1. Cara terjadinya, terdiri dari:

a. Self poisoning

Pada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang

berlebih tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tak

membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuh diri tetapi

hanya untuk mencari perhatian saja.

b. Attempted Suicide

Pada keadaan ini pasien bermaksud untuk bunuh diri, bisa

berakhir dengan kematian atau pasien dapat sembuh bila salah

tafsir dengan dosis yang dipakai.

c. Accidental poisoning

Keracunan yang merupakan kecelakaan, tanpa adanya factor

kesengajaan
d. Homicidal poisoning

Keracunan akibat tindakan kriminal yaitu seseorang dengan

sengaja meracuni orang lain.

2. Mulai waktu terjadi

a. Keracunan kronik

Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah

pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setalah pemajanan

berkali-kali dalam dosis relative kecil ciri khasnya adalah zat

penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama dan waktu paruh

lebih panjang sehingga terjadi akumulasi. Keracunan ini

diakibatkan oleh keracunan bahan-bahan kimia dalam dosis

kecil tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat dirasakan

dalam jangka panjang (minggu, bulan, atau tahun). Misalnya,

menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon terkklorinasi

(spt. Kloroform, karbon tetraklorida) dalam kadar rendah tetapi

terus menerus akan menimbulkan penyakit hati (lever) setelah

beberapa tahun. Uap timbal akan menimbulkan kerusakan

dalam darah.

b. Keracunan akut

Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering

mengenai banyak orang (pada keracunan dapat mengenai

seluruh keluarga atau penduduk sekampung ) gejalanya seperti

sindrom penyakit muntah, diare, konvulsi dan koma.

Keracunan ini juga karena pengaruh sejumlah dosis tertentu


yang akibatnya dapat dilihat atau dirasakan dalam waktu

pendek. Contoh, keracunan fenol menyebabkan diare dan gas

CO dapat menyebabkan hilang kesdaran atau kematian dalam

waktu singkat.

3. Menurut alat tubuh yang terkena

Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan organ

yang terkena, contohnya racun hati, racun ginjal, racun SSP, racun

jantung.

4. Menurut jenis bahan kimia

Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat

toksik yang sama, misalnya golongan alcohol, fenol, logam berat,

organoklorin dan sebagainya. Keracunan juga dapat disebabkan

oleh kontaminasi kulit (luka bakar kimiawi), melalui tusukan yang

terdiri dari sengatan serangga (tawon, kalajengking, dan labalaba)

dan gigitan ular, melalui makanan yaitu keracunan yang

disebabkan oleh perubahan kimia (fermentasi) dan pembusukan

karena kerja bakteri (daging busuk) pada bahan makanan, misalnya

ubi ketela (singkong) yang mengandung asam sianida (HCn),

jengkol, tempe bongkrek, dan racun pada udang maupun kepiting,

dan keracunan juga dapat disebabkan karena penyalahgunaan zat

yang terdiri dari penyalahgunaan obat stimultan (Amphetamine),

depresan (Barbiturate), atau halusinogen (morfin), dan

penyalahgunaan alcohol. Racun yang sering menyebabkan

keracunan dan simptomatisnya: Asam kuat (nitrit, hidroklorid,


sulfat) Terbakar sekitar mulut, bibir, dan hidung Anilin (hipnotik,

notrobenzen) Kebiruan *gelap* pada kulit wajah dan leher Asenik

(metal arsenic, mercuri, tembaga, dll) Umumnya seperti diare

Atropine (belladonna), Skopolamin Dilatasi pupil Basa kuat

(potassium, hidroksida) Terbakar sekitar mulut, bibir, dan hidung

Asam karbolik (atau fenol) Bau seperti disinfektan Karbon

monoksida Kulit merah cerry terang Sianida Kematian yang cepat,

kulit merah, dan bau yang sedap Keracunan makanan Muntah,

nyeri perut Nikotin Kejang-kejang *konvulsi* Opiat Kontraksi

pupil Asam oksalik (fosfor-oksalik) Bau seperti bawang putih

Natrium Florida Kejang-kejang “konvulsi” Striknin Kejang

“konvulsi”, muka dan leher kebiruan “gelap” Jika kita sehari – hari

bekerja, atau kontak dengan zat kimia, kita sadar dan tahu bahkan

menyadari bahwa setiap zat kimia adalah beracun, sedangkan

untuk bahaya pada kesehatan sangat tergantung pada jumlah zat

kimia yang masuk kedalam tubuh. Seperti garam dapur, garam

dapur merupakan bahan kimia yang setiap hari kita konsumsi

namun tidak menimbulkan gangguan kesehatan.

Namun, jika kita terlalu banyak mengkonsumsinya, maka

akan membahayakan kesehatan kita. Demikian juga obat yang

lainnya, akan menjadi sangat bermanfaat pada dosis tertentu,

jangan terlalu banyak ataupun sedikit lebih baik berdasarkan resep

dokter. Bahan-bahan kimia atau zat racun dapat masuk ke dalam

tubuh melewati tiga saluran, yakni:


a. Melalui mulut atau tertelan bisa disebut juga per-oral atau

ingesti. Hal ini sangat jarang terjadi kecuali kita memipet

bahan-bahan kimia langsung menggunakan mulut atau makan

dan minum di laboratorium.

b. Melalui kulit. Bahan kimia yang dapat dengan mudah terserap

kulit ialah aniline, nitrobenzene, dan asam sianida.

c. Melalui pernapasan (inhalasi). Gas, debu dan uap mudah

terserap lewat pernapasan dan saluran ini merupakan sebagian

besar dari kasus keracunan yang terjadi. SO2 (sulfur dioksida)

dan Cl2 (klor) memberikan efek setempat pada jalan

pernapasan. Sedangkan HCN, CO, H2S, uap Pb dan Zn akan

segera masuk ke dalam darah dan terdistribusi ke seluruh

organ-organ tubuh.

d. Melalui suntikan (parenteral, injeksi)

e. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris,

1985) a) Daya Keracunan Meliputi Sangat-Sangat Toksik,

Sedikit Toksik Dan Lain-Lain.

 Super Toksik : Struchnine, Brodifacoum, Timbal,

Arsenikum, Risin, Agen Oranye, Batrachotoxin, Asam

Flourida, Hidrogen Sianida.

 Sangat Toksik :Aldrin, Dieldrin, Endosulfan, Endrin,

Organofosfat

 Cukup Toksik :Chlordane, DDT, Lindane, Dicofol,

Heptachlor
 Kurang Toksik :Benzene hexachloride (BHC) Dalam obat-

obatan, penggolongan daya racun yaitu: No. Kriteria

Toksik Dosis 1. Super Toksik > 15 G/KG BB 2. Toksik

Ekstrim 5 – 15 G/KG BB 3. Sangat Toksik 0,5 – 5 G/KG

BB 4. Toksisitas Sedang 50 – 500 MG/KG BB 5. Sedikit

Toksik 5 – 50 MG/KG BB 6. Praktis Non Toksik < 5

MG/KG BB.

D. SASARAN ORGAN YANG DISERANG

Untuk mengerahkan efek toksik, agen harus dapat mencapai

jaringan rentan, organ, sel, atau kompartemen selular sub atau struktur

dalam konsentrasi yang cukup pada waktu yang memadai pula. Artinya,

suatu paparan atau dosis yang tepat diperlukan. Dosis kecil alkohol tidak

akan ada pengaruhnya, tetapi dosis besar selama waktu yang lama dapat

mempengaruhi organ rentan seperti hati dan akhirnya menyebabkan

sirosis. Dosis optimal dari parasetamol akan menghilangkan rasa sakit,

tetapi dosis yang melebihi jumlah ini dapat menyebabkan kerusakan hati.

Di sisi lain, jumlah yang jauh lebih rendah daripada dosis yang optimal

tidak akan memberikan berpengaruh sama sekali. Gangguan toksik

(keracunan) dari bahan kimia terhadap tubuh berbeda-beda. Misalnya

CCL4 dan benzene dapat menimbulkan kerusakan pada hati ; metal

isosianat dapat menyebabkan kebutaan dan kematian ; senyawa merkuri

dapat menimbulkan kelainan genetic atau keturunan ; dan banyak senyawa

organic yang mengandung cincin benzene, senyawa nikel dan krom dapat
bersifat karsinogenik atau penyebab kanker. Gangguan-gangguan tersebut

diatas sangat tergantung pada kondisi kesehatan orang yang terpaparnya.

Kondisi badan yang sehat dan makan yang bergizi akan mudah mengganti

kerusakan sel-sel akibat keracunan.

Sebaliknya kondisi badan yang kurang gizi akan sangat rawan

terhadap keracunan.  Dalam sebuah buku forensik medis yang ditulis

oleh JL Casper, racun diklasifikasikan menjadi 5 golongan, yaitu:

a. Racun iritan, yaitu racun yang menimbulkan iritasi dan radang.

Contohnya asam mineral, fungi beracun, dan preparasi arsenik.

b. Racun penyebab hiperemia, racun narkotik, yang terbukti dapat

berakibat fatal pada otak, paru-paru, dan jantung. Contohnya

opium, tembakau, konium, dogitalis, dll.

c. Racun yang melumpuhkan saraf, dengan meracuni darah, organ

pusat saraf dapat lumpuh dan menimbulkan akibat yang fatal

seperti kematian tiba-tiba. Contohnya asam hidrosianat, sianida

seng, dan kloroform.

d. Racun yang menyebabkan marasmus, biasanya bersifat kronis dan

dapat berakibat fatal bagi kesehatan secara perlahan. Contohnya

bismut putih, asap timbal, merkuri, dan arsenic. Marasmus adalah

salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering

ditemui pada balita penyebabnya antara lain karena masukan

makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir,

prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan

lingkungan. Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0 - 2


tahun dengan gambaran sbb: berat badan kurang dari 60% berat

badan sesuai dengan usianya, suhu tubuh bisa rendah karena

lapisan penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan

kulitnya melonggar hingga hanya tampak bagai tulang terbungkus

kulit, tulang rusuk tampak lebih jelas atau tulang rusuk terlihat

menonjol, anak menjadi berwajah lonjong dan tampak lebih tua

(old man face)), Otot-otot melemah, atropi, bentuk kulit berkeriput

bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan, perut cekung sering

disertai diare kronik (terus menerus) atau susah buang air kecil.

e. Racun yang menyebabkan infeksi (racun septik), dapat berupa

racun makanan yang pada keadaan tertentu menimbulkan sakit

Pyaemia (atau pyemia) dan tipus pada hewan ternak. Racun dapat

dikelompokkan atas dasar organ yang diserangnya. Klasifikasi ini

digunakan oleh para ahli superspesialis organ target tersebut.

Dalam klasifikasi ini, racun dinyatakan sebagai racun yang, -

Hepatotoksik atau beracun bagi hepar/hati - Nefrotoksik atau

beracun bagi nefron/ginjal - Neurotoksik atau beracun bagi

neuron/saraf - Hermatotoksik atau beracun bagi darah/sistem

pembentukan sel darah - Pneumotoksik atau beracun bagi

pneumon/paru-paru Klasifikasi atas dasar organ target ini sering

digunakan karena sifat kimia-fisika racun yang berbeda dengan

racun biologis ataupun kuman patogen.  Racun pada Sistem

Saraf Pusat (neurotoksik) Beberapa substansi dapat mengganggu

respirasi sel, dapat menyebabkan gangguan ventilasi paru-paru


atau sirkulasi otak yang dapat menjadikan kerusakan irreversible

dari saraf pusat. Substansi itu antara lain : Etanol, antihistamin,

bromide, kodein.  Racun Jantung (kardiotoksik) Beberapa obat

dapat menyebabkan kelainan ritme jantung sehingga dapat terjadi

payah jantungatau henti jantung.  Racun Hati Hepatotoksik

menyebabkan manifestasi nekrosis lokal ataupun sistemik. Dengan

hilangnya sebagian sel hati, menyebabkan tubuh lebih rentan

terhadap aksi biologi senyawa lain. Kelainan hati lain yang sering

ditemui adalah hepatitis kholestatik.

 PENGGOLONGAN AGEN-AGEN TOKSIK

zat-zat toksis digolongkan dengan cara-cara yang

bermacam-macam tergantung pada minat dan kebutuhan dari

yang menggolongkannya. Sebagai contoh, zat-zat toksis

dibicarakan dalam kaitannya dengan organ-organ sasaran dan

dikenal sebagai racun liver, racun ginjal penggunaannya dikenal

sebagai pestisida, pelarut, bahan additif pada makanan dan lain-

lain dan kalau dihubungkan ke sumbernya dikenal sebagai toksin

binatang dan tumbuhan kalau dikaitkan dengan efek-efek mereka

dikenali sebagai karsinogen, mutagen dan seterusnya. Agent-

agent toksis bisa juga digolongkan berdasarkan:

 Sifat fisik : gas, debu, logam-logam, radiasi, panas, debu,

getaran dan suara.


 Kebutuhan pelabelan : mudah meledak, mudah terbakar,

pengoksidir

 Kimia : turunan-turunan anilin, Hidrokarbon dihalogenasi dan

seterusnya

 Daya racunnya : sangat-sangat toksik, sedikit toksik dan lain-

lain. Penggolongan agent-agent toksik atas dasar mekanisme

kerja biokimianya (inhibitorinhibitor sulfhidril, penghasil met

Hb) biasanya lebih memberi penjelasan dibanding

penggolongan oleh istilah-istilah umum seperti iritasi dan

korosif, tetapi penggolonganpenggolongan yang lebih umum

seperti pencemar udara, agen yang berhubungan dengan

tempat kerja, dan racun akut dan kronis dapat menyediakan

satu sentral yang berguna atas satu masalah khusus.

Agen kimia dapat berupa alami atau sintetik. Bahan

kimia sintetik dikategorikan ke dalam beberapa kelas-biasanya

terkait dengan kegiatan atau termasuk paparan zat farmasi,

bahan tambahan makanan, pestisida, bahan kimia industri, dan

bahan kimia dalam negeri. Bahan kimia alami meliputi

berbagai zat yang biasanya ditemukan di lingkungan, seperti

arsenik, timbal dan biologi berasal dari tumbuhan, hewan atau

racun mikrobiologi . Contoh racun tanaman alkaloid

pyrrolizidine dihasilkan dari berbagai spesies seperti komprei,

glikosida jantung pada oleander dan morfin dalam tanaman

opium. Contoh racun hewan adalah racun-racun yang


dihasilkan oleh berbagai spesies hewan darat dan laut, seperti

platypuses, ular, laba-laba, lebah dan ikan batu. Botulinum

toksin dan enterotoksin stafilokokal adalah contoh dari racun

mikroba, sedangkan aflatoksin adalah contoh dari racun jamur.

Pra-Kondisi Untuk Efek Toksik Untuk mengerahkan efek

toksik, agen harus dapat mencapai jaringan rentan, organ, sel,

atau kompartemen selular sub atau struktur dalam konsentrasi

yang cukup pada waktu yang memadai pula. Artinya, suatu

paparan atau dosis yang tepat diperlukan. Dosis kecil alkohol

tidak akan ada pengaruhnya, tetapi dosis besar selama waktu

yang lama dapat mempengaruhi organ rentan seperti hati dan

akhirnya menyebabkan sirosis. Dosis optimal dari parasetamol

akan menghilangkan rasa sakit, tetapi dosis yang melebihi

jumlah ini dapat menyebabkan kerusakan hati. Di sisi lain,

jumlah yang jauh lebih rendah daripada dosis yang optimal

tidak akan memberikan berpengaruh sama sekali.

 SASARAN ORGAN

 Kepekaan Organ Neuron dan otot jantung sangat

bergantung pada adenosis trifosfat (ATP), yang dihasilkan

oleh oksidasi mitokondria; kapasitasnya dalam metabolisme

anaerobik juga kecil, dan ion bergerak dengan cepat melalui

membran sel. Maka jaringan itu sangat peka terhadap

kekurangan oksigen yang timbul karena gangguan sistem

pembuluh darah atau hemoglobin (misalnya, keracunan


CO). Sel-sel yang membelah cepat, seperti sel-sel di

sumsum tulang dan mukosa usus, sangat peka terhadap

racun yang mempengaruhi pembelahan sel.

 Penyebaran Saluran napas dan kulit merupakan organ

sasaran bagi toksikan yang berasal dari industri dan

lingkungan karena di sinilah terjadi penyerapan.

Berdasarkan satuan berat, volume darah di hati dan ginjal

paling tinggi. Akibatnya mereka paling banyak terpajan

toksikan. Lagi pula, fungsi metabolisme dan ekskresi pada

kedua organ ini lebih besar, sehingga keduanya lebih peka

terhadap toksikan.

 Ambilan Selektif Beberapa sel tertentu mempunyai afinitas

yang tinggi terhadap zat kimia tertentu. Contohnya, pada

saluran napas, sel-sel epitel alveolus tipe I dan II yang

mempunyai sistem ambilan aktif untuk poliamin endogen,

akan menyerap parakuat, yang struktur kimianya mirip.

Proses ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan alveoli

walaupun parakuat masuk secara oral.

 Biotransformasi Akibat bioaktivasi, terbentuk metabolit

yang reaktif. Proses ini biasanya membuat selsel di

dekatnya menjadi lebih rentan. Karena merupakan tempat

utama biotransformasi, hati rentan terhadap pengaruh

bermacam-macam toksikan. Untuk beberapa toksikan,

bioaktivasi pada tempat-tempat tertentu mempengaruhi


efeknya. Contohnya, berbagai insektisida organofosfat,

seperti paration. Mereka terutama mengalami bioaktivasi di

hati, namun banyaknya enzim detoksikasi di tempat itu serta

banyaknya tempat pengikatan yang reaktif, mencegah

munculnya tanda-tanda keracunan yang nyata. Di sisi lain,

jaringan otak memiliki enzim-enzim bioaktivasi yang jauh

lebih sedikit, akan tetapi karena bioaktivasi tersebut terjadi

di dekat tempat sasaran yang kritis, yakni sinaps,

manifestasi toksik yang paling menonjol dalam kelompok

toksikan ini tampak pada sistem saraf.

 Mekanisme pemulihan Suatu toksikan dapat mempengaruhi

organ tertentu akibat tidak adanya mekanisme pemulihan.

Contohnya MNU menyebabkan berbagai tumor pada tikus

terutama di otak, kadang-kadang di ginjal, tetapi tidak di

hati.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Toksikologi merupakan suatu ilmu penting yang mempelajari

tentang senyawa toksikan, mulai dari efek toksikan terhadap kesehatan

manusia dan cara menangani efek tersebut. Toksikologi memiliki cakupan

yang sangat luas. Untuk mencapai sasaran, toksikologi terbagi menjadi

beberapa subdisiplin, diantaranya toksikologi analitik, toksikologi klinik,

toksikologi forensic, toksikologi kerja, toksikologi lingkungan, toksikologi

hokum, toksikologi konvensional dan toksikologi mekanistik. Selama

perkembangannya toksikologi kini menjadi suatu bidang ilmu yang

penting dalam kesehatan manusia dan memberikan solusi mutakhir dalam

berbagai masalah kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Hodgson, Ernest. 2004. A Textbook of Modern Toxicology Third Edition.

Kanada: John Wiley & Sons, Inc.

Lu, F. C. 1995. Toksikoogi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian

Resiko Edisi Kedua. Edi Nugroho (Terj). Jakarta: UI-Press

Mansyur. 2002. Toksikologi: Keamanan, Unsur-unsur dan Bidang-bidang

Toksikologi. Medan: USU Digital Library

Wirasuta, I.M.A.G dan Nirusi, R. 2007. Buku Ajar Toksikologi Umum. Bali:

Universitas Udayana Press

Anda mungkin juga menyukai