Anda di halaman 1dari 18

TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

OLEH:

APRIL SABRI NASUTION 177014036


MAULIANA 177014038
NERLY JULI SIMANJUNTAK 177014044
NOVI ERVIANA HARAHAP 177014047

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

0
DAFTAR ISI
Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2 Tujuan ..................................................................................... 2

BAB II TUNJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3

2.1 Defenisi Toksikologi Lingkungan ........................................ 3

2.2 Ekotoksikologi ...................................................................... 4

2.3 Sifat Alaminya Lingkungan .................................................. 5

2.4 Persistensi Zat Kimia di Lingkungan ................................... 6

2.5 Defenisi Racun...................................................................... 6

2.6 Pencemaran Lingkungan ....................................................... 7

2.6.1 Pencemaran Udara ....................................................... 8

2.6.2 Pestisida ....................................................................... 9

2.6.3 Pertambangan emas menggunakan Merkuri ............... 10

BAB III KASUS POLUSI ASAP ASIA TENGGARA 2015 ............... 11

BAB IV KESIMPULAN ......................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 16

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia
terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian secara kuantitatif
tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di timbulkannya (Darmono,
2009).
Manusia dan makhluk hidup lainnya sering terpapar/terpajan (exposed) banyak jenis
bahan alami maupun bahan buatan manusia. Jenis bahan tersebut ada yang bersifat racun
ataupun aman. Keracunan berarti keadaan dimana tubuh seseorang sedang mengalami
gangguan diakibatkan suatu zat atau bahan kimia yang tentunya bersifat racun atau tidak
aman. Bahan atau zat yang beracun ini disebut toksik (Casarett dan Doulls, 1996).
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan
oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai
tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk
menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang
berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah
jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan (Darmono, 2009).
Dan racun dapat didefinisikan sebagai zat yang dapat menyebabkan efek yang
berbahaya bagi makhluk hidup; racun merupakan zat yang bekerja di dalam tubuh secara
kimiawi dan fisiologis yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian. Sifat bahan kimia dari racun apabila masuk ke jaringan tubuh
manusia akan mampu merusak sel darah merah dan sistem saraf. Mengikuti postulat
Paracelsus, suatu zat dikatakan beracun atau tidak bergantung pada seberapa banyak bahan
atau zat tersebut.Toksikologi juga mencakup studi mengenai efek-efek berbahaya yang
disebabkan oleh fenomena fisik (Hodgson, 2004).
Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan
dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi. Toksikologi
lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama maknanya ini sering sekali menjadi
perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik
yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Casarett dan
Doulls, 1996)dan Ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada
mahluk hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan

1
masuknya agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian
ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.

1.2 Tujuan
Tujuan makalah Ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang toksikologi lingkungan.
2. Untuk mengetahui pencemaran lingkungan berupa pencemaran udara oleh kabut dan
asap yang terjadi akibat kebakaran hutan di beberapa provinsi Indonesia pada tahun
2015, dimana dampak kabut asap di rasakan sampai Kalimatan, Singapura, dan
Malaysia yang menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Toksikologi Lingkungan


Toksikologi lingkungan adalah suatu studi yang mempelajari efek dari bahan polutan
terhadap kehidupan dan pengaruhnya terhadap ekosistem yang digunakan untuk
mengevaluasi kaitan antara manusia dengan polutan yang ada di lingkungan.Toksikologi
lingkungan merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari senyawa kimia yang bersifat
toksik hingga merugikan terhadap organisme hidup dan merugikan terhadap kesehatan
manusia. Tujuan mempelajari toksokilogi lingkungan adalah untuk mengetahui jenis-jenis zat
toksin (toksikan) mekanisme toksikan menyerang tubuh organisme, mengetahui gejala
keracunan, dan menanggulangi bahaya yang diakibatkan zat toksik di lingkungan (Darmono,
2009)
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang
hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk
hidup dan system biologik lainnya.Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang
tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup.Toksikologi juga membahas
tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta
efek yang di timbulkannya.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua
atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons
yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan
membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal
dengan hubungan dosis-respons (Wirasutu dan Rasmaya, 2007).
Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat
yang berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada
suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di
reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme,
paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan.
Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk
mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul.Sedangkan toksisitas
merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya menimbulkan efek
berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu organisme.

3
Telah dipostulatkan oleh Paracelcius, bahwa sifat toksik suatu tokson sangat
ditentukan oleh dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya).Artinya kehadiran suatu zat yang
berpotensial toksik di dalam suatu organisme belum tentu menghasilkan juga keracunan.
Misal insektisida rumah tangga (DDT) dalam dosis tertentu tidak akan menimbulkan efek
yang berbahaya bagi manusia, namun pada dosis tersebut memberikan efek yang mematikan
bagi serangga. Hal ini disebabkan karena konsentrasi tersebut berada jauh dibawah
konsentrasi minimal efek pada manusia. Namun sebaliknya apabila kita terpejan oleh DDT
dalam waktu yang relatif lama, dimana telah diketahui bahwa sifat DDT yang sangat sukar
terurai dilingkungan dan sangat lipofil, akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke
dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena sifat fisiko 3 kimia dari DDT, mengakibatkan
DDT akan terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang lama di jaringan lemak. Sehingga
apabila batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah akan muncul efek toksik. Efek atau
kerja toksik seperti ini lebih dikenal dengan efek toksik yang bersifat kronis.

2.2 Ekotoksikologi
Ekotoksikologi merupakan ilmu yang mempelajari efek dari senyawa-senyawakimia
terhadap populasi dan ekosistemnya, baik secara langsung maupun tidak langsung(DFG,
1983Dalam Rudolph, 1991). Lebih lanjut dijelaskan oleh Nagel (1988), Rudolph& Boje
(1986) dalam Rudolph (1991) bahwa penelitian mengenai ekotoksikologimenitikberatkan
pada peribahan struktur dan fungsi ekosistem oleh senyawa kimialingkungan, yang
mengakibatkan efek yang berbahaya bagi organisme.
Bidang toksikologi lingkungan, khususnya yang terkait dengan area ekotoksikologi,
merupakan salah satu disiplin ilmu lingkungan yang terus berkembang secara
cepat.Ekotoksikologi terdefinisidengan sangat baik sebagai bidang studi yang mencakup
nasib akhir/deposisi dan dampak dari bahan kimia toksik pada ekosistem yang didasarkan
pada hasil kajian ilmiah, baik dari hasil pengamatan di lapangan maupun dengan penerapan
metode-metode uji toksisitas di laboratorium.Ekotoksikologi yang terkait erat dengan
toksikologi lingkungan, jelas membutuhkan pemahaman terhadap prinsip dan teori ekologi
seperti halnya dengan pengetahuan tentang cara-cara bahan kimia berdampakpada individu
spesies, populasi, komunitas dan ekosistem.Pengukuran dampak biologis dapat dilakukan
baik dengan melihat respon spesifik spesies terhadap toksikan, atau dampak toksikan pada
tingkatan organisasi yang lebih tinggi seperti populasi, komunitas, dstnya.Ekotoksikologi
dibangun berdasarkan prinsip keilmuan dan metode uji toksikologi, dengan penekanan pada
tingkatan populasi, komunitas dan ekosistem.Kemampuan untuk mengukur transportasi dan

4
deposisi bahan kimia dan pemaparan organisme dalam uji ekotoksikologi merupakan hal
penting yang menentukan arah pengembangan teknik pendugaan lingkungan (Suter, 1993;
Maughan, 1993).

2.3 Sifat Alaminya Lingkungan


Secara alami terdapat berbagai macam senyawa kimia di alam yang berpotensial
mempunyai efek toksik.Keberadaan dari masing-masing senyawa kimia tersebut umumnya
tidak menimbulkan resiko berbahaya bagi organisme hidup, namun interaksi dari zat kimia
tersebut terkadang menimbulkan resiko, seperti kabut fotokimia (Wirasutu dan Rasmaya,
2007).
Kabut fotokimia umumnya terbentuk di daerah kota dengan iklim panas dan kering
penuh dengan polusi udara gas buang mesin-mesin industri dan kendaraan bermotor. Pada
temperatur normal gas nitrogen (N2) dan oksigen (O2) yang mengisi sebagian besar udara
atmosfer tidak bereaksi satu sama lain. Pada temperatur tinggi di dalam mesin kendaraan
bermotor, mereka saling bereaksi membentuk nitrogen oksida (NO), yang kemudian terlepas
sebagai gas buang dan masuk ke dalam atmorfer.Segera setelah berada diatmorfer, nitrogen
oksida bereaksi dengan oksigen untuk membentuk nitrogen dioksida (NO2), suatu gas
berwarna coklat kekuningan dengan bau tidak enak dan menyesakkan.Gas nitrogen dioksida
ini yang menyebabkan terjadinya kabut kecoklatan yang menyelimuti udara
perkotaan.Biasaya gas NO2 tetap berada di udara atmorfer sekitar selama tiga hari.Sejumlah
kecil dari NO2 dapat bereaksi dengan uap air membentuk asam nitrat, yang kemudian dapat
mengalami presipitasi dan tersapu dari udara atmorfir melalui hujan. Seperti halnya gas NO2,
sulfur dioksida juga dapat beraksi dengan uap air membentuk asam sulfat, dimana kedua
asam ini yang bertanggung jawab terhadap hujan asam diperkotaan. Asam nitrat di atmorfir
dapat juga bereaksi dengan amonia di udara membentuk partikel dari amonium nitrat, yang
secara berkala juga jatuh ke permukaan bumi atau tersapu dari atmorfir oleh hujan (Wirasutu
dan Rasmaya, 2007).
Selain itu kondisi iklim lingkungan memberi efek yang besar terhadap resiko dari
toksisitas toksikan di lingkungan.Seperti telah disebutkan sebelumnya pada kabut fotokimia,
dimana iklim dan radiasi sinar UV dari cahaya matahari merupakan faktor penentu.Namun
dilain sisi radiasi sinar UV diperlukan untuk mempercepat reaksi degradasi senyawa organik
di alam dan juga sinar UV diperlukan untuk membunuh mikrobakteri fatogen dan virus di
alam bebas. Tentunya sinar UV telah terbukti dapat mengakibatkan radikal bebas di dalam
tubuh yang mengakibatkan penyimpangan pada proses replikasi DNA, dan menyebabkan

5
kanker kulit. Meningkatnya intensitas sinar UV di permukaan bumi disebabkan berkurangnya
lapisan ozon di stratosfer, yang diakibatkan oleh polutan udara di stratosfer (Wirasutu dan
Rasmaya, 2007).

2.4 Persistensi Zat Kimia di Lingkungan


Terdapat berbagai proses abiotik dan biotik di alam ini yang berfungsi menguraikan
zat kimia di lingkungan. Banyak zat kimia yang pada awalnya berbahaya bagi lingkungan,
namun melalui proses biotik dan abiotik ini terjadi penurunan resiko ”toksisitas”-nya di
lingkungan, karena melalui proses ini waktu paruh toksikan di lungkungan yang relatif
singkat.
a. Degradasi abiotik, proses degradasi kimia secara abiotik umumnya terjadi dengan
melibatkan faktor pengaruh cahaya ”fotolisis” dan air ”hidrolisis”.Proses fotolisis
pada dasarnya cahaya ”sinar ultraviolet” sangat berpotensial melakukan
pemutusan ikatan kimia, sehiga secara signifikan dapat membantu dalam proses
degrasi senyawa kimia di lingkungan. Fotolisis umumnya terjadi di atmorfer atau
permukaan air, dimana kedua tempat tersebut mendapatkan intensitas penyinaran
yang terbesar.
b. Degradasi biotik adalah penguraian zat kimia di lingkungan secara biokimia,
umumnya proses ini berlangsung sangat lambat dan degradasi ini dapat
berlangsung lebih cepat apabila dibantu oleh proses enzimatis dari
mikroorganisme (bakteri, jamur, protozoa, dan ganggang). Jadi degradasi biotik
melibatkan proses enzimatis dari berbagai organisme dan proses ini umumnya
berlangsung lebih cepat dari proses abiotik. Proses penguraian xenobiotika secara
biokimia di dalam tubuh organisme dikenal dengan reaksi biotransformasi. Proses
degradasi biotik dapat menguraikan melekul menjadi carbon dioksida, air dan
kompodenen anorganik dasar. Proses biotik umumnya melibatkan proses reaksi
biokimia dalam tubuh organisme (Wirasutu dan Rasmaya, 2007).

2.5 Definisi Racun


Racun atau bahan kimia yang beracun adalah bahan kimia yang dalam jumlah kecil
menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk hidup lainnya atau bahan kimia yang
dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia atau menyebabkan kematian apabila
terserap ke dalam tubuh karena tertelan, lewat pernafasan atau kontak lewat kulit. Dan
keracunan didefinisikan sebagai keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun.Bahan racun

6
yang masuk ke dalam tubuh dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu, seperti paru-
paru, hati, ginjal dan lainnya. Tetapi zat tersebut dapat pula terakumulasi dalam organ tubuh,
tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan
efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang. Pada umumnya zat toksik masuk lewat
pernafasan atau kulit dan kemudian beredar keseluruh tubuh atau menuju organ-organ tubuh
tertentu.Zat-zat tersebut dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh tertentu seperti hati,
paru-paru, dan lain-lain.Tetapi dapat juga zat-zat tersebut berakumulasi dalam tulang, darah,
hati, atau cairan limpa dan menghasilkan efek kesehatan pada jangka panjang. Pengeluaran
zat-zat beracun dari dalam tubuh dapat melewati urine, saluran
pencernaan, sel efitel dan keringat (Notoadmojo, S, 2010)
Racun dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui beberapa cara:
1. Melalui mulut (peroral / ingesti).
2. Melalui saluran pernafasan (inhalasi)
3. Melalui suntikan (parenteral, injeksi)
4. Melalui kulit yang sehat / intak atau kulit yang sakit.
5. Melalui dubur atau vagina (perektal atau pervaginal) (Idris, 1985)

2.6 Pencemaran Lingkungan


Dalam bahasa sehari-hari pencemaran lingkungan dipahami sebagai suatu kejadian
lingkungan yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan gangguan atau kerusakan
lingkungan yang mungkin dapat gangguan kesehatan lingkungan bahkan kematian organisme
dalam ekosistem (wirasutu dan Rasmaya, 2007).
Pencemaran terjadi pada saat senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kegiatan
manusia dilepas kelingkungan, menyebabkan perubahan yang buruk terhadap kekhasan fisik,
kimia, biologis, dan estetis.Selain manusia, tentu saja makhluk hidup lainnya juga
melepaskan limbah ke lingkungan, umumnya dianggap sebagai bagian dari sistem alamiah,
apakah limbah tersebut memberi pengaruh buruk atau tidak.Sehingga pencemaran biasanya
dianggap terjadi sebagai hasil dari tindakan manusia.Dengan demikian prosesproses alamiah
dapat terjadi dalam lingkungan alamiah yang sangat mirip dengan proses-proses
pencemaran(wirasutu dan Rasmaya).
Menurut Undang-Undang no 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup adalah: masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan

7
manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Keberadaan pencemaran di lingkungan memerlukan suatu sistem penilaian yang
disesuaikan dengan peruntukan lingkungannya, perlu diingat disini kadang diperlukan suatu
penilaian subjektif, terhadap pengaruh buruk atau baik dari pencemaran tersebut.Sebagai
contoh pada saat pelepasan unsur hara makanan tumbuhan dilepas ke jalur perairan,
menyebabkan pertambahan jumlah tumbuhan yang ada dan seringkali diikuti dengan
peningkatan jumlah ikan. Jadi, nelayan akan menganggap tindakan ini menguntungkan dan
dengan demikian bukanlah pencemaran. Sebaliknya, pengelola pasokan air minum
pengingkatan jumlah tanaman air dan ikan, memerlukan peningkatan biaya dan prosedur
pengolahan air minum, sehingga pihak pengelola air minum menganggap bahwa pencemaran
telah terjadi.Dalam hal ini diperlukan pengembangan pengembangan sistem penilaian
pencemaran, yang disesuaikan dengan peruntukan dari lingkungannya(Wirasutu dan
Rasmaya, 2007).
Beberapa factor yang mengakibatkan pencemaran lingkungan, antara lain :
2.6.1 Pencemar Udara
Pencemaran udara umumnya dapat diartikan sebagai udara yang mengandung satu
atau lebih bahan kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk dapat menyebabkan
gangguan atau bahaya terhadap manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan harta
benda.Polutan udara dapat dikelompokkan ke dalam kelompok, yaitu: polutan udara primer
dan polutan udara sekunder. Yang dimaksud dengan polutan udara primer adalah suatu bahan
kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang menyebabkan konsentrasinya meningkat
dan membahayakan.Pencemaran udara primer dapat berupa komponen udara alamiah, seperti
karbondioksida, yang meningkat jumlahnya sampai di atas konsentrasi normalnya, atau
sesuatu yang tidak biasanya terapat di udara seperti senyawa timbal “Pb”.Polutan udara
sekunder adalah senyawa kimia berbahaya yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi kimia
diantaranya berbagai komponen di udara.Contoh pencemaran sekunder adalah kabut
fotokimia.
Meningkatnya urbanisasi, pertumbuhan penduduk, industrialisasi, dan penggunaan
kendaraan bermotor sebagai faktor penyebab peningkatan pencemaran udara, namun
disamping itu dapat dijamin bahwa setiap individu mendapatkan udara “14 kilogram” udara
bersih yang diperlukan setiap hari untuk bernafas. Sudah diakui secara luas bahwa polusi
udara dapat menimbulkan masalah kesehatan. Sumber terbesar dari masalah polusi udara
yang berbahaya adalah asap rokok. Disamping itu polusi udara di dalam rumah sering kali

8
lebih buruk dibandingkan dengan polusi udara luar, karena sebagian besar waktu dalam
kegiatan sehari-hari dihabiskan di dalam ruangan.
Polusi udara dapat memberi gangguan pada kesehatan dari iritasi mata dan sakit
kepala sampai asthma, bronkitis, emphysema, dan kanker paru-paru. Efek polusi udara dapat
dibagi menjadi empat kelompok,yaitu:
 Efek jangka pendek atau akut terhadap saluran pernafasan,
 Efek jangka panjang atau kronik terhadap saluran pernafasan,
 Kanker paru-paru,
 Efek terhadap bukan saluran pernafasan. Yang termasuk efek saluran pernafasan akut
adalah: serangan asthmatis, saluran nafas yang hiperreaktif, infeksi saluran
pernafasan, dan perubahan fungsi paru yang reversible. Sedangkan efek kronik terjadi
akibat pemaparan jangka panjang terhadap polusi udara, yaitu seperti kanker paru-
paru, penyakit paru obstruktif kronis, perubahan dalam perkembangan dan proses
penuaan paru-paru. Zat pencemar di udara yang bersifat karsinogen, dapat
menyebabkan kanker paru-paru seperti: hasil samping pembakaran “benzo-a-pirenes”
dan dioxin, seratserat (asbestos), logam (arsenitk dan cadmium).
2.6.2 Pestisida
Pestisida sangat banyak digunakan secara global dalam produksi makanan, serat dan
kayu, dalam pengelolaan tanah masyarakat, dan dalam pengendalian serangga-serangga
pembawa penyakit dan hama-hama rumah tangga dan kebun.Masyarakat belekangan ini
semakin tergantung pada penggunaan bahan-bahan kimia dalam pengendalian serangga yang
tidak dikehendaki, gulma, jamur dan binatang penggangu lainnya.Penggunaan pestisida yang
tidak rasional telah terbukti ikut menimbulkan masalah terhadap ekosistem(Wirasutu dan
Rasmaya, 2007).
Pestisida adalah bahan-bahan kimia yang digunakan untuk membasmi serangga
“insetisida”, tumbuh-tumbuhan “herbisida”, jamur dan lumut “fungisida”, tikus besar dan
kecil “rodentisida”, kutu “akarisida”, bakteri “bakterisida”, burung “avisida”, cacing gelang
“nematisida”, atau bahan lain yang digunakan untuk membunuh binatang yang tidak
dikehendaki, yang sengaja ditambahkan kelingkungan. Penggunaan pestisida telah diakui
memberi keuntungan bagi manusia, namun mengingat bahaya yang ditimbulkan perlu
pertimbangan suatu penggunaan pestisida yang rasional(Wirasutu dan Rasmaya, 2007).
Contoh masalah penggunaan pestisida, yaitu sampai tahun 1955 sekitar 100 juta
manusia di seluruh dunia terinfeksi oleh malaria, penggunaan insektisida DDT dalam

9
pengendalian nyamuk sebagai vektor penyakit ini, jauh bermanfaat dan mampu menekan
angka kematian sampai 6 juta pada 1936 dan sekitar 2,5 juta pada tahun 1970. Belakangan
diketahui bahwa, DDT sangat persisten di alam, sehingga dikawatirkan muncul jenis nyamuk
dengan daya tahan alami yang lebih tinggi terhadap insektisida DDT (Wirasutu dan Rasmaya,
2007).
2.6.3 Pertambangan emas menggunakan Merkuri
Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang berbahaya bagi
manusia.Salah satu contoh logam berat adalah merkuri, yang merupakan unsur renik yang
terdapat dalam kerak bumi.Merkuri berasal dari bahasa Latin Hydragium yang berarti cairan
perak, nomor atom 80, berat molekul 200.61, merupakan satu-satunya logam yang berbentuk
cair pada temperatur kamar (Redjeki S, 2007).
Aktivitas kegiatan yang menggunakan merkuri sebagai bahan produksi adalah
pertambangan emas rakyat skala kecil. Bentuk kerusakan yang ditimbulkan akibat
pertambangan emas adalah hasil dari proses pengolahan emas secara amalgamasi. Pada
proses amalgamasi emas yang dilakukan oleh rakyat secara tradisional, merkuri dapat
terlepas ke lingkungan pada tahap pencucian dan penggarangan, sehingga limbah yang
umumnya masih mengandung merkuri dibuang langsung ke air (Widiyatna, 2016).
Proses masuknya merkuri ke dalam tubuh manusia dapat terjadi dengan cara
kontak langsung dengan kulit, menghirup uap merkuri, atau memakan ikan yang telah
tercemar merkuri. Keracunan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya
bersifat permanen. Sampai sekarang belum diketahui cara efektif untuk memperbaiki
kerusakan fungsi-fungsi itu. Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan sistem
saraf, yang memang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri. Gejala yang dirasakan oleh
si penderita yaitu gangguan tidur, perubahan mood (perasaan), kesemutan mulai dari
daerah sekitar mulut hingga hingga jari dan tangan, pengurangan pendengaran atau
penglihatan dan pengurangan daya ingat. Kerusakan pada jaringan otak kecil (serebellum),
penderita menunjukkan gejala klinis tremor, gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan,
jalan sempoyongan (ataxia) yang menyebabkan orang takut berjalan (Widyawati, 2008).

10
BAB III
KASUS POLUSI ASAP ASIA TENGGARA 2015

Polusi asap Asia Tenggara 2015 adalah pencemaran udara oleh kabut dan asap yang
terjadi akibat kebakaran hutan di provinsi Riau, Jambi dan Sumatra Selatan di Pulau
Sumatradan juga Pulau Kalimantan, Indonesia. Masalah kebarakan hutan merupakan masalah
yang selalu terjadi di Indonesia sejak tahun 1980-an. Terus berulang ketika memasuki musim
kemarau.
Pada 14 September 2015, keadaan darurat ditetapkan di provinsi Riau dikarenakan
tingkat pencemaran yang melebihi batas berbahaya. Dilaporkan ribuan warga terpaksa keluar
dari ibu kotaPekanbaru, terutama anak-anak dan ibu hamil.Selain di Pulau Sumatra, kabut
asap juga dirasakan di Kalimantan,Singapura,dan Malaysia.
Ilmuwan NASA, Robert Field mengatakan ,“Kondisi di Singapura dan tenggara
Sumatera serupa dengan 1997”, dimana situasi tahun ini tercatat sebagai bencana kabut asap
paling parah dalam sejarah.

a. Penyebab
Kombinasi kebakaran hutan dan musim kemarau menyebabkan polusi asap terjadi
hampir setiap tahun di Indonesia, terutama di provinsi-provinsi yang pembakaran lahan ilegal
dilakukan secara rutin untuk melakukan peladangan.Pembakaran adalah cara murah dan
mudah bagi petani kecil dan perusahaan besar untuk membersihkan lahan untuk pertanian
salah satunya seperti sawit. Secara tradisional, petani lokal menggunakan teknik tebang-dan-

11
bakar untuk membuka petak kecil hutan untuk tanaman dan ternak (Hendra Gunawan, dkk,
2015).
b. Kualitas udara
Pada tanggal 14 September 2015, Indeks Standar Pencemaran Udara di Kota
Pekanbaru, Riau mencapai 984 psi yang jauh berada diatas batas kualitas udara sehat yang
seharusnya lebih kecil dari 50 psi (Kompas, 2015). Pada tanggal 15 September Indeks
Pencemaran Udara di Kuala Selangor, Malaysiamencapai angka 200.

Kabut di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 3 Oktober 2015

c. Dampak

 Pendidikan
Sekolah-sekolah di Kota Pekanbaru, Riau terpaksa meliburkan siswa untuk
menghindari bahaya kesehatan untuk siswa (Riau Pos, 2015).Pada 15 September 2015,
pemerintah di Malaysia memerintahkan penutupan sekolah-sekolah di Kuala Lumpur,
Selangor, Melaka dan Negeri Sembilan.

 Penerbangan
Pada tanggal 14 September 2015, 70 penerbangan di Bandar Udara Internasional
Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru, Riau dibatalkan karena kabut asap. Walaupun demikian
otoritas bandar udara belum menutup seluruh aktivitas bandar udara.Polusi asap
menyebabkan penundaan dan pembatalan penerbangan "setiap hari" di Bandar Udara Sultan
Aji Muhammad Sulaiman, Balikpapan, Kalimantan Timur (Kompas, 2015).

12
 Penyakit Yang Disebabkan Kabut Asap

a. Infeksi Saluran Pernafasan Atas


Ribuan orang dilaporkan terkena infeksi saluran pernafasan (ISPA) atas sejak
kabut asap menggelayut di langit Sumatera. ISPA sejatinya disebabkan oleh infeksi
virus, bukan oleh kabut asap. Tapi polusi udara yang parah, ditambah dengan
melemahnya sistem kekebalan tubuh bisa mengakibatkan gangguan pernafasan.

b. Asma
Selain genetik, penyakit Asma juga disebabkan oleh buruknya kualitas udara.
Kabut asap yang saat ini merajalela membawa partikel berukuran kecil yang masuk
melalui saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan layaknya asap rokok.
Penduduk yang mengidap Asma, terutama anak-anak, adalah kelompok masyarakat
yang paling rentan terhadap ancaman kabut asap.

c. Penyakit Paru Obstruktif Kronik


PPOK menggabungkan berbagai penyakit pernafasan semisal Bronkitis.
Menurut Yayasan Paru-paru Kanada, kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan
bisa berakibat fatal pada penderita PPOK, karena mengurangi kinerja paru-paru.
Semakin lama pasien terpapar kabut asap, semakin besar juga risiko kematian
akibatnya.

d. Iritasi
Dalam bentuk yang paling ringan, paparan kabut asap bisa menyebabkan
iritasi pada mata, tenggorokan, hidung serta menyebabkan sakit kepala atau alergi.
Asosiasi Paru-paru Kanada mengingatkan, masker wajah tidak melindungi tubuh dari
partikel ekstra kecil yang dibawa kabut asap.

3 Pencegahan
Tindakan pencegahan dalam Persetujuan ASEAN Agreement Transboundary Haze
Pollution (AATHP)mencakupi:
a. Mengembangkan dan melaksanakan peraturan, program, dan strategi kebijakan
pembukaan lahan tanpa bakar (zero burning atau controlled burning);
b. Mengembangkan kebijakan untuk menghambat aktivitas yang dapat mengakibatkan
kebakaran lahan dan/atau hutan;
c. Mengidentifikasi daerah rawan kebakaran;

13
d. Memperkuat pengelolaan dan kapasitas pemadaman kebakaran di tingkat lokal;
e. Meningkatkan kesadaran, pendidikan, dan peran serta masyarakat;
f. Meningkatkan dan memanfaatkan kearifan tradisional;
g. Menjamin adanya tindakan hukum, administratif, dan tindakan lainnya.
(UU No. 26, 2014).

14
BAB IV

KESIMPULAN

1. Toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang
dihasilkan dari suatu kegiatan dan menimbulkan pencemaran lingkungan
2. Polusi asap Asia Tenggara 2015 adalah pencemaran udara oleh kabut dan asap yang terjadi
akibat kebakaran hutan di provinsi Riau, Jambi dan Sumatra Selatan di Pulau Sumatradan
juga Pulau Kalimantan, Indonesia, dimana pembakaran lahan ilegal dilakukan secara rutin
untuk melakukan peladangan. Sehingga kondisi asap menimbulkan gangguan kesehatan
seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), asma, bronchitis, radang paru, serta iritasi
mata dan kulit. Salah satu Tindakan pencegahan dalam Persetujuan ASEAN Agreement
Transboundary Haze Pollution (AATHP) yaitu melakukan zero burning atau controlled
burning.

15
DAFTAR PUSTAKA

Casarett, J. Louis and Doull John, (1975), Toxicology, The Basic Science of Poison.
Macmillan Publishing Co., Inc, New York
Darmono .2009 .Farmasi Forensik dan Toksikologi .Jakarta : UI-Press
Peranan Ekotoksikologi Dalam Penilaian Dampak ekologis. Diakses 13 Maret 2018
(http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10985/Bagian%203.pdf?seq
uence=3)
Hendra Gunawan Agus Triyono; Noverius Laoli (14 September 2015). "Asap bikin ekonomi
ikut menguap". Kontan.co.id. Diakses tanggal 15 September 2015.

Hodgson, E and P.E. Levi, (2000), “A Textbook of Modern Toxicology”, 2scEd., Mc Graw
Hill Co, Singapore, p. 389-430
Hodgson, Ernest, “Introduction to Toxicology”, in Hodgson, Ernest (ed.). 2004. A Textbook
of Modern Toxicology (third edition). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., Hoboken.
p. 1-8
Kompas.com"Asap Kiriman Ganggu Belasan Jadwal Penerbangan di Balikpapan Setiap
Hari".2015-09-12.
Redjeki S. Pemisahan logam merkuri dengan cara elektrodialisis. Jawa Timur : Jurusan
Teknik Kimia UPN Veteran;2007.
Riau Pos. "Sekolah Kembali Diliburkan, Sampai Kondisi Membaik". 2015-09-14.
Widiyatna, “Pendataan penyebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas di Daerah
Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Subdit Konservasi. Kondisi Lingkungan Daerah
Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG)”.2016. Diunduh dari
http://www.dim.esdm.go.id.
Widyawati.Efek toksik logam, pencegahan dan penangulangan pencemaran.
Yogyakarta;2008.
Wirasutu dan Rasmaya. (2007). Buku Ajar Toksikologi Umum

16

Anda mungkin juga menyukai