Anda di halaman 1dari 26

Makalah

TOKSIKOLOGI HASIL PERIKANAN

OLEH
NAMA : MUHAMMAD ABDUL AZZIS
NIM : Q1B117054
ANGKATAN : 2017

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019

1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT , atas berkah dan
rahmat serta hidayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah toksikologi hasil perikanan ini.
Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan,kemudahan serta
keselamatan kepada semua yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Penulis
ingin bereterima kasih kepada rekan yang membantu dalam pembuatan makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
pengerjaan makalah ini. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dan untuk kemajuan pengetahuan terutama untuk dalam hal pelajaran
biokimia hasil perikanan, sehingga diharapkan dapat memberikan pedoman untuk
mempebelajaran serta dapat memberikan petunjuk penulisan yang teratur dan
tersusun rapi tanpa ada unsur kesengajaan yang sama dari pihak lainnya.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya agar dapat memperluas
pengetahuan kita semua.

kendari, 22 Oktober 2019

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Toksikologi adalah studi mengenai efek yang tidak diinginkan dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup. Jadi kalau di lihat dari definisi tersebut tidak
perlu lagi kata kima di tuliskan sesudah toksikologi seperti yang di tulis dalam
judul kegiatan ini, meskipun sumber zat toksik bisa juga berasal dari tumbuhan
dan binatang.
Gabungan antara berbagai efek potensial yang merugikan serta terdapatnya
keanekaragaman bahan kimia di lingkungan membuat toksikologi sangat luas
cakupannya. Toksikologi meliputi penelitian toksisitas bahan-bahan kimia yang di
gunakann misalnya: (1) di bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik,
pencegahan, dan terapeutik, (2) di bidang industri makanan sebagai zat tambahan
langsung maupun tidak langsung, (3) di bidang pertanian sebagai peptisida, zat
pengatur pertumbuhan, penyerbuk buatan, dan (4) di bidang industri kimia
sebagai pelarut, reagen dan sebagainya.
Pencegahan keracunan memerlukan perhitungan terhadap toxicity
(toksisitas), hazard (bahay), risk (resiko), dan safety (keamanan). Hazard suatu zat
kimia berarti: "kemungkinan zat kimia tersebut untuk menimbulkan cedera",
sedangkan dalam bahas Indonesia Hazard diterjemahkan sebagai "bahaya".
Hazard berbeda pengertiannya dengan toksisitas, yang berarti "deskripsi dan
kuantifikasi sifat-sifat toksis suatu zat kimia". Hazard dapat berbeda tergantung
cara pemaparan zat kimia tersebut. Zat X dalam bentuk cair misalnya akan lebih
berbahaya (hazardous) dari pada bentuk butiran karena lebih mudah menempel di
kulit dan di serap. Suatu zat kimia dalam bentuk gas akan menimbulkan hazard
lebih besar dari pada bentuk cair, karena dapa menyebar luas di udara dan
mengenai banyak orang sekaligus. Namun bila gas di simpan dalam tangki dengan
baik atau dalam ruangan sejuk maka hazard akan menjadi lebih kecil.
Risk didefinisikan sebagai "besarnya kemungkinan suatu zat kimia untuk
menimbulkan keracunan". Hal ini terutama tergantung dari besarnya dosis yang
masuk ke dalam tubuh. Peningkatan dosis di tentukan oleh tingginya konsentrasi,

3
lama dan seringnya pemaparan serta cara masuknya zat tersebut ke dalam tubuh.
Semakin besar pemaparan terhadap zat kimia semakin besar pula resiko
keracunan.
Keamanan suatu xenobiotik perhitungan sukar di pahami. Hal ini
disebabkan perlu memperhitungkan keamanan dengan menerapkan "faktor
keamanan", yang kadang kala merupakan etimasi yang sering berlebihan.
Manusia tidak dapat di pakai sebagai "hewan" pecobaan untuk menilai xenobiotik
seperti biasanya di lakukan terhadap obat karena etis. Oleh karena itu terpaksa
perhitungan harus didasarkan etimasi toksisitas dan bahaya terhadap suatu zat
kimia melalui data yang di peroleh dari hewan percobaan. Karena ada perbedaan
antara sifat manusia dengan hewan percobaan maka harus di perhitungkan faktor
keamanan yang menurut konsensus ilmish sebesar 100. Hal ini menyebabkan di
terimanya standar pemaparan seperti: acceptable Daily Intake (ADI), Tolerable
Weekly Intake (TWI), Maximal Allowable Concentration, Tolerance Level, dan
sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan toksikologi?
2. Bagaimana klasifikasi dan sumber bahan toksik?
3. Bagaimana karakteristik pemaparan toksikologi?
4. Dimanakah jalur masuk dan tempat pemaparan toksikologi?
5. Bagaimana jalur waktu dan frekuensi pemaparan toksikologi?
6. Bagaimana interaksi bahan kimia dalam toksikologi?
7. Bagaimana absorbsi, distribusi, dan ekskresi toksikologi?
8. Bagaimana biotransformasi toksikologi?
9. Apa efek dari toksikologi?

C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini sesuai dengan rumusan masalah yaitu :
1. Untuk memahami penertian dari toksikologi.
2. Untuk memahami klasifikasi dan sumber bahan toksik.

4
3. Untuk mengetahui karakteristik pemaparan toksikologi.
4. Untuk mengetahui jalur masuk dan tempat pemaparan toksikologi.
5. Untuk memahami jalur waktu dan frekuensi pemaparan toksikologi.
6. Untuk mengetahui bagaimana interaksi bahan kimia dalam toksikologi.
7. Untuk memahami absorbsi, distribusi, dan ekskresi toksikologi.
8. Untuk memahami bitransformasi toksikologi.
9. Untuk mengetahui efek dari toksikologi.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TOKSIKOLOGI
Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia
(Casarett and Doulls, 1995). Selain itu toksikologi juga mempelajari
jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan, tumbuhan, manusia) yang
diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi, mempelajari racun, tidak saja
efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek tersebut pada organisme dan
mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap organisme. Banyak sekali
peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila dikaitkan dengan
lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan ekotoksikologi.
Dua kata toksikologi lingkungan dengan ekotoksikologi yang hampir sama
maknanya ini sering sekali menjadi perdebatan. Toksikologi lingkungan adalah
ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang dihasilkan dari suatu kegiatan
dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Cassaret, 2000) dan Ekotoksikologi
adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup,
khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya
agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Dengan demikian
ekotoksikologi merupakan bagian dari toksikologi lingkungan.
Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia
yang merugikan bagi organisme hidup. Dari definisi di atas, jelas terlihat bahwa
dalam toksikologi terdapat unsur-unsur yang saling berinteraksi dengan suatu
cara-cara tertentu untuk menimbulkan respon pada sistem biologi yang dapat
menimbulkan kerusakan pada sistem biologi tersebut. Salah satu unsur toksikologi
adalah agen-agen kimia atau fisika yang mampu menimbulkan respon pada sistem
biologi. Selanjutnya cara-cara pemaparan merupakan unsur lain yang turut
menentukan timbulnya efek-efek yang tidak diinginkan ini.
Toksikologi oleh Loomis didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari aksi
berbahaya zat kimia atas sistem biologi. Pakar lainnya, yaitu Doull dan Bruce
mendefenisikan toksikologi sebagai ilmu yang mempelajari pengaruh zat kimia

6
yang merugikan atas sistem biologi. Timrel, mendefinisikan toksikologi sebagai
ilmu yang mempelajari interaksi antar zat kimia dan sistem bilogi.
Toksisitas merupakan istilah dalam toksikologi yang diartikan  sebagai
kapasitas suatu zat kimia/beracun yang dapat menimbulkan efek toksik tertentu
pada makhluk hidup. Istilah toksisitas merupakan istilah kualitatif, terjadi atau
tidak terjadinya kerusakan tergantung pada jumlah unsur kimia yang terabsopsi.
Sedangkan istilah bahaya (hazard) adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada
suatu situasi atau tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan
menjadi pertimbangan utama. Risiko didefinisikan sebagai kekerapan kejadian
yang diprediksi dari suatu efek yang tidak diinginkan akibat paparan berbagai
bahan kimia atau fisik.
Istilah toksikokinetik merujuk pada absopsi, distribusi, ekskresi dan
metabolisme toksin, dosis toksin dari bahan terapeutik dan berbagai metabolitnya.
Sedangkan istilah toksikodinamik digunakan untuk merujuk berbagai efek
kerusakan unsur tersebut pada fungsi fital.
Paracelcus yang dianggap sebagai bapak toksikologi tidak membedakan
anatara obat dengan zat beracun berdasarkan toksisitasnya. Paracelcus
berpendapat bahwa yang membedakan antara obat dengan racun atau zat yang
bukan racun dengan racun adalah dosisnya.
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari zat-
zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang
penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta
efek yang di timbulkannya.
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan
dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk
biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi
dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama
yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan
(pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh,
jangka waktu dan frekuensi pemaparan.

7
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi
dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia
pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan
pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-
industri kimia.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari
dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan
suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik.
Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk
hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.

B. KLASIFIKASI DAN SUMBER BAHAN TOKSIK


Bahan-bahan toksik dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung
dari minat dan tujuan pengelompokkannya. Kombinasi dari berbagai sistem
klasifikasi atau berdasarkan faktor-faktor lainyanya mungkin diperlukan untuk
memberikan sistem peringkat terbaik untuk maksud tertentu.  Meskipun
klasifikasi yang mempertimbangkan komposisi kimiawi dan biologis dari bahan
serta karekteristik pemaparan akan lebih bermanfaat untuk tujuan pengendalian
dan pengaturan dari pemakaian zat-zat toksik (Rukaesih Achmad, 2004: 156-157).
Bahan-bahan toksik dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung
dari minat dan tujuan pengelompokannya. Sebagai contoh pengklasifikasikan
berdasarkan:
1. Organ targetnya: hati, ginjal, sistem hematopotik, dan lain-lain;
2. Penggunaanya: peptisida, pelarut, aditif makanan, dan lain-lain;
3. Sumbernya: toksik tumbuhan dan binatang
4. Efeknya: kanker, mutasi, kerusakan hati, dan sebagainya;
5. Fisiknya: gas, debu, cair;
6. Sifatnya: mudah meledak;
7. Kandungan kimianya: amina aromatik, hidrokarbon halogen, dan lain-lain.
Tidak ada satupun klasifikasi yang sesuai untuk seluruh spektrum dari bahan
toksik. Kombinasi dari berbagai sistem klasifikasi atau berdasarkan faktor-faktor
lainnya mungkin di perlukan untuk memberikan sistem peringkat terbaik untuk

8
maksud tertentu. Meskipun klasifikasi yang mempertimbangkan komposisi
kimiawi dan biologis dari bahan serta karakteristik pemaparan akan lebih
bermanfaat untuk tujuan pengendalian dan pengaturan dari pemakaian zat-zat
toksik.
Dari penelitian yang dilakukan terdapat 9 kelompok besar sumber bahan
toksik dari industri penghasil limbah B3 di Indonesia, yaitu:
1. Industri tekstil dan kulit
Sumber utama bahan toksik pada industri tekstil ialah penggunaan zat warna,
sedangkan pada industri batik penggunaan senyawa naftol yang sangat berbahaya.
Selain itu juga digunakan hidrogen peroksida yang sangat reaktif dan HClO yang
toksik. Pada proses penyamakan dan pengolahan kulit digunakan asam sulfat dan
zat warna yang mengandung krom.
2. Pabrik kertas dan percetakan
Dalam proses produksi kertas, dihasilkan residu yang toksik. Setelah
dilakukan pengolahan limbah, dari residu tersebut dihasilkan konsentrat lumpur
yang lebih toksik. Sedangkan dari proses pencetakan, dihasilkan limbah cair
sebagai hasil samping pada pencucian rol film, pemrosesan film, dan pembersihan
mesin. Setelah limbah diolah, akan dihasilkan konsentrat lumpur sebanyak 1-4 %
dari volume limbah cair.
3. Industri kimia dasar
Dalam kelompok ini termasuk pabrik pembuat mesin, pengawet kayu, cat,
tinta, pestisida, pigmen, sabun dan pabrik gas. Setelah limbah diolah, pabrik
mesin akan menghasilkan konsentrat lumpur yang toksik sebanyak 1-5 % dari
volume limbah cairnya. Pembuatan cat akan menghasilkan lumpur yang toksik,
baik dari bahan yang terlarut dalam air maupun dalam pelarut lainnya. Demikian
juga pabrik tinta, akan menghasilkan limbah cair maupun lumpur yang pekat.
Sedangkan limbah beracun dari pabrik pestisida akan tergantung pada
kegiatannya, yaitu memproduksi pestisida atau hanya kegiatan proses formulasi.
4. Industri farmasi
Kelompok industri farmasi meliputi pembuatan bahan baku obat formulasi
dan pengemasan obat. Di Indonesia, industri farmasi umumnya merupakan
kegiatan formulasi dan pengemasan obat, hanya beberapa pabrik yang melakukan

9
kegiatan proses pembuatan bahan baku. Limbah industri farmasi berasal dari obat-
obat yang tidak terjual dan/atau kadaluarsa serta pencucian peralatan produksi.
Limbah pabrik farmasi yang memproses obat golongan antibiotika memiliki
toksisitas yang tinggi.
5. Industri logam dasar
Limbah industri logam dasar non-besi, setelah diolah akan menghasilkan
konsentrat lumpur sebanyak 3 % dari limbah abut dihasilkan konsentrat lumpur
yang lebih toksik. Sedangkan dari proses pencetakan, dihasilkan limbah cair yang
merupakan hasil samping proses pengecoran, pencetakan dan pelapisan. Selain itu
juga menghasilkan limbah cair yang toksik dari proses pembersihan bahan baku
dan peralatan produksi.
6. Industri perakitan kendaraan bermotor
Kegiatan industri perakitan kendaraan bermotor menghasilkan limbah B3 dari
kegiatan proses penyiapan logam dan pengecatan yang mengandung logam berat
Zn dan Cr.
7. Industri perakitan listrik dan elektronika
Hasil limbah yang paling dominan dalam kelompok industri ini ialah limbah
padat yang dapat didaur ulang. Sedangkan limbah cair merupakan hasil samping
proses pelapisan dan pengecatan termasuk juga ke dalam golongan limbah B3.
Lumpur konsentrat hasil pengolahan limbah cair sangat toksik. limbah dari proses
elektroplating sangat toksik dan bersifat asam, sering mengandung Cr, Zn, Cu, Ni,
Sn dan Cd. Industri elektronika terbagi atas kegiatan asembling dengan limbah
yang tidak banyak dan kegiatan produksi dari bahan baku menjadi barang jadi
dengan limbah cair yang sangat toksik, meskipun tidak banyak.
8. Industri baterai kering dan Aki
Dari industri baterai kering akan dihasilkan limbah padat berbahaya dari
proses filtrasi dan limbah cair dari proses penyegelan. Sedangkan dari industri aki
akan dihasilkan limbah cair beracun karena menggunakan asam sulfat sebagai
cairan elektrolit.
9. Rumah sakit
Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah padat dan cair, tapi juga
limbah gas, bakteri, dan virus. Limbah padat yang berbahaya berupa sisa obat-

10
obatan, bekas pembalut, pembungkus obat dan bahan kimia. Sedangkan limbah
cair berasal dari pencucian peralatan dan perlengkapan, sisa obat-obatan, dan
bahan kimia laboratorium.

C. KARAKTERISTIK PEMAPARAN TOKSIKOLOGI


Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis, tidak akan
di hasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk
biotransformasinya mencapai tempat sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan
lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Terjadi tidaknya
respon toksik tergantung pada sifat kimia dan fisik dari bahan tersebut, situasi
pemaparan, dan kerentanan sistem biologis dari subjek. Oleh karena itu untuk
dapat mengetahui karakteristik lengkap bahaya potensial dan toksisitas dari suatu
bahan kimia tertentu perlu di ketahui tidak hanya tipe efek tersebut, tetapi juga
informasi mengenai sifat bahan kimianya sendiri, pemaparannya, dan subjek.
Faktor utama yang memperngaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi
pemaparan terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh,
jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Perbandingan dosis letal suatu bahan polutan dan perbedaan jalan masuk dari
paparan sangat bermanfaat berkaitan dengan absorbsinya. Suatu bahan polutan
dapat diberikan dalam dosis yang sama tetapi cara masuknya berbeda. Misalnya
bahan polutan pertama melalui intravena, sedangkan bahan lainnya melalui oral,
maka dapat diperkirakan bahwa bahan polutan yang masuk melalui intravena,
memberi reaksi cepat dan segera. Sebaliknya bila dosis yang diberikan berbeda
maka dapat diperkirakan absorbsinya berbeda pula, misalnya suatu bahan masuk
melalui kulit dengan dosis lebih tinggi sedangkan lainnya melalui mulut dengan
dosis yang lebih rendah, maka dapat diperkirakan kulit lebih tahan terhadap racun
sehingga suatu bahan polutan untuk dapat diserap melalui kulit diperlukan dosis
yang tinggi.

D. JALUR MASUK DAN TEMPAT PEMAPARAN TOKSIKOLOGI


Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah
melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti, paru-paru

11
(inhalasi), kulit (topikal), dan jalur palentar lainnya (selain saluran
usus/intestinal). Bahan toksik umumnya menyebabkan respon yang paling cepat
bila di berikan melalui jalur intravena. Perkiran efektivitas melalui jalur lainnya
secara menurun adalah:
Inhalasi » Intraperitoneal » Subkutan » Intramuskular » intradermal » Oral »
Topikal
Di samping itu, jalur masuk dapat mempengaruhi toksisitas dari bahan kimia.
Sebagai contoh, suatu bahan kimia yang didetoksifikasi di hati di harapkan akan
menjadi kurang toksik bila di berikan melalui sirkulasi portal (oral) di bandingkan
bila di berikan melalui sirkulasi sistematik (inhalasi). Pemaparan bahan-bahan
toksik di lingkungan industri seringkali sebagai hasil dari pemaparan melalui
inhalasi dan topikal, sedangkan keracunan akibat kecelakaan atau bunuh diri
seringkali terjadi ingesti oral.

E. JALUR WAKTU DAN FREKUENSI PEMAPARAN TOKSIKOLOGI


Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang biasanya di bagi dalam 4
(empat) kategori yaitu: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Pemaparan akut
adalah pemaparan terhadap suatu kimia selama kurang dari 24 jam. Biasanya
pemaparan akut terjadi pada waktu adanya kecelakaan misalnya pecahnya saluran
gas di suatu perusahaan sehingga para karyawan langsung menghirup gas beracun
dalam konsentrasi yang cakup tinggi (kasus pabrik Union-Carbide di Bhophal
India) atau memang sengaja bunuh diri misalnya seseorang meminum satu gelas
racun serangga (misalnya Baygon) yang kalu tidak cepat ketahuan bisa membawa
kematian. Pemaparan akut biasanya berhubungan dengan pemberian tunggal
sedangkat subakut, subkronik dan kronik merupakan pemaparan yang berulang.
Contoh, sebuah percobaan akut telah dilakukan terhadap hewan percobaan tikus
putih dengan jalan memberikan ekstrak ethanol dari bahan alam (tapak dara)
secara oral untuk melihat efek ekstrak tersebut terhadap penemuan kadar glukosa
darah yang di lakukan di Pusat Penyakit Tidak Menular DEPKES Salemba
Jakarta.
Pemaparan subakut adalah pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia
untuk jangka waktu satu bulan atau kurang, pemaparan subkronik untuk satu

12
sampai tiga bulan, dan pemaparan kronik untuk lebih dari tiga bulan. Ketiga jenis
pemaparan tersebut dapat terjadi melalui jalur masuk apapun, namun yang paling
sering malalui jalur oral dengan bahan kimia di tambahkan langsung dalam
makanan.
Untuk kebanyakan bahan kimia, efek toksik setelah pemaparan tunggal sangat
berbeda di bandingkan dengan efek yang di hasilkan oleh pemaparan berulang.
Sebagai contoh, manifestasi toksik setelah pemaparan berulang. Sebagai contoh,
manifestasi toksik akut utama dari benzena adalah depresi susunan saraf pusat,
tetapi pemaparan berulang dapat menyebabkan leukemia. Pemaparan akut
terhadap bahan kimia yang cepat di serap cenderung untuk menghasilkan toksik
yang segera, namun pemaparan akut dapat pula menghasilkan beberapa efek akut
setelah setiap pemberian, di samping efek jangka panjang, ambang rendah, dan
efek kronik dari bahan tersebut.
Faktor penting lain yang berhubungan dengan waktu dalam menjelaskan
karakteristik pemaparab adalah frekuensi pemberian. Secara umum dosis yang
terbagi-bagi akan mengurang efek yang di timbulkannya. Suatu dosis tunggal dari
suatu zat yang menghasilkan efek berat secara cepat mungkin akan menghasilkan
efek yang kurang dari setengahnya bila di berikan dalam dua dosis terpisah, dan
tidak menimbulkan efek apa-apa di berikan secara berkala dalam 10 kali untuk
beberapa jama atau hari.
Efek toksis kronik terjadi bila bahan kimia terakumulasi di dalam sistem
biologis (absorpsi melebihi biotrasformasi eksresi), atau bila menghasilkan efek
toksik yang tidak pulih kembali, atau bila tidak cukup dari sistem biologis untuk
melakukan pemulihan dari kerusakan dalam interval frekuensi pemaparan. Bila
tingkat eliminasi lebih kecil dari pada tingkat absorpsi, bahan toksik biasanya
tidak terakumulasi secara tetap, namun mencapai suatu keadaan keseimbangan
bila tingkat eliminasi sama dengan tingkat pemberian.

F. INTERAKSI BAHAN KIMIA DALAM TOKSIKOLOGI


Interaksi bajan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme seperti
perubahan dalam absorpsi, pengikatan protein, dan biotransformasi atau ekskresi
dari satu atau dua zat toksik yang berinteraksi. Efek dari dua bahan kimia yang di
berikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respon yang mungkin hanya
sekedar aditif dari respon individual masig-masing atau mungkin lebih besar atau

13
lebih kecil dari yang di harapkan. Beberapa terminologi telah di gunakan untuk
menjelaskan interaksi farmakonologi dan toksikologi tersebut.
Efek aditif. Adalah situasi di mana efek gabungan dari dua bahan kimia
dengan jumlah efek dari masing-masing bahan bila di berikan sendiri-sendiri
(misalnya: 2+3=5). Sebagai contoh: bila dua insektisida organofosfat di berikan
secara bersamaan, hambatan terhadap cholinesterase biasanya aditif.
Efek sinergistik adalah situasi di mana efek gabungan dari bahan kimia jauh
melampauhi penjumlahan dari tiap-tiap bahan kimia bila di berikan secara sendiri-
sendiri (misalnya: 2+3=20). Sebagai contoh: CCl4 (karbon tetrakhlorida) dan
C2H5OH (etanol) yang keduanya adalah senyawa hepatotosik bila secara
bersamaan di berikan akan menghasilka. n kerusakan hati yang jauh lebih hebat
dari pada jumlah masing-masing efek secara individual.
Potensiasi adalah keadaan dimana suatu senyawa kimia tidak mempunyai efek
toksik terhadap sistem atau organ tertentu, tapi bila di tambahkan ke bahan kimia
lain akan membuat bahan tersebut menjadi jauh lebih toksik (misalnya: 0+2=10).
Sebagai contoh: Iso propanol tidak bersifat heaptotoksik, tetapi bila zat tersebut
diberikan di samping pemberian karbon tetrakhlorida, efek hepatotoksik dari
karbon tetrakhlorida akan menjadi jauh lebih besar di bandingkan bila hanya di
berikan secara sendiri.
Antagonistis adalah situasi dimana dua bahan kimia bila di berikan secara
bersamaan efeknya saling mempengaruhi dalam arti saling meniadakan efek
toksik, (misalnya: 4+6=8 atau 4+0=1). Efek diagnotis dari bahan-bahan kimia
sering kali merupakan efek yang di kehendaki dalam toksikkologi dan merupakan
dasar dari berbagai antidote.
Efek sinergistik adalah situasi dimana efek gabungan dari dua baha kimia jauh
melampaui penjumlahan dari tiap-tiap bahan kimia bila di berikan secara sendiri-
sendiri (misalnya: 2+3=20). Sebagai contoh: CCl4 (karbon tetrakhlorida) dan
C2H5OH (etanol) yang keduanya adalah senyawa hepatotosik bila secara
bersamaan di berikan akan menghasilkan kerusakan hati yang jauh lebih hebat
dari pada jumlah masing-masing efek secara individual.
Potensiasi adalah keadaan dimana suatu senyawa kimia tidak mempunyai efek
toksik terhadap sistem organ tertentu, tapi bila di tambahkan ke bahan kimia lain

14
akan membuat bahan tersebut menjadi jauh lebih toksik (misalnya: 0+2=10).
Sebagai contoh: Iso propanol tidak bersifat heaptotoksik, tetapi bila zat tersebut di
berikan di samping pemberian karbon tetrakhlorida, efek hepatotoksik dari
karbon tetrakhlorida akan menjadi jauh lebih besar di bandingkan dalam hanya di
berikan sendiri.
Antagonistis adalah situasi dimana dua bahan kimia bila di berikan secara
bersamaan efeknya saling mempengaruhi dalam arti saling meniadakan efek
toksik, (misalnya: 4+6=8 atau 4+0=1). Efek antagonistis dari bahan-bahan kimia
yang sering kali merupakan efek yang dikehendaki dalam toksikkologi dan
merupakan dasar dari berbagai antidote.

G. ABSORBSI, DISTRIBUSI, DAN EKSKRESI TOKSIKOLOGI


Suatu toksikan selain menyebabkan efek local di tempat kontak juga akan
menyebabkan kerusakan bila di serap oleh organism. Absorpsi penyerapan dapat
terjadi lewat kulit,saluran pencernaan, paru-paru dan beberapa jalur lain. Selain
itu, sifat dan hebatnya efek zat kmia terhadap organisme tergantunga dari
kadarnya pada organ sasaran. Kadar ini tidak hanya bergantung pada dosis yang di
berikan tapi juga pada faktor lain seperti: derajat absorpsi, distribusi, pengikatan,
dan ekskresi.
Agar dapat di serap, didistribusikan, dan akhirnya diekskresikan, suatu
toksinkan harus melewati sejumlah beberapa membrane sel. Suatu toksikan
melewati membrane sel melalui empat mekanisme; yang terpenting di antaranya
adalah difusi pasif lewat membrane.
Sebagian besar toksikan melewati membrane sel secara difusi pasif sedrhana.
Laju difusi berhubungan langsung dengan perbedaan kadar yang di batasi oleh
membrane itu dan daya larutnya dalam lipid.misalnya, manitol hampir tidak
diserap (< 2%), asam asetil salsilat di serap cukup baik (21%) dan thiopental lebih
muda lagi di serap (67%).
Banyak toksikan bersifat mampu mengion. Bentuk ion sering tidak dapat
menembus membrane sel karena daya lipidnya yang rendah. Sebaliknya bentuk
ion-ion cukup larut daam lipid sehingga dapat menembus membrane dengan laju
menetrasi yang bergantung pada daya larut lipidnya. Tingkat ionisasi asam dan

15
basah organic lemah bergantng pada pH medium. Jadi, untuk asam organic lemah
seperti asam benzoate, difusi akan mudah bila lingkungan bersifat asam karena zat
ini terutama berada pada dalam bentuk ion-ion, untuk basa organic lemah, seperti
aniline, difusi mudah terjadi daam lingkungan basah.
1) Absorbsi
Jalur utama bagi penyerapan toksinkan adalah saluran cerna, paru-paru dan
kulit. Namun dalam penelitian tksikilogi, sering di gunakan jalur khusus seperti
intraperitoneal, intramuskuler, dan subkutan
1. Saluran cerna
Banyak toksinkan dapat masuk ke saluran cerna bersama makanan dan air
minum, atau sendiri sebagai obat atau zat kimia, kecuali zat yang kaustik atau
amat merangsang mukolsa. Sebagian besar toksikan tidak menimbulkan efek
toksik kecuali kalau diserap (diabsorpsi)
Lambung merupakan tempat penyerapan yang penting, terutama untuk
asam-asam lemak yang akan berada dalam bentuk ion-ion yang larut lipid dan
mudah berdifusi. Sebaliknya basah-basah lemah akan sangat mengion dalam
getah lambung yang bersifatasam dan karenanya tidak mudah di serap.
Perbedaan dalam absorpsi ini di perbesar lagi oleh adanya plasma yang
beredar. Asam-asam lemah terutamaakan berada dalam bentuk in yang terlarut
dalam plasma yang beredar. Asam-asam lemah terutama akan berada dalam
bentuk ion yang terlarut dalam plasma dan di angkut, sementara basa lemah
akan beada dalam bentuk non ion dan dapat berdifusi kembali ke lambung.
Contoh asam benzoate dan aniline seperti telah di jelaskan sebelumnya.
Dalam usus, asam lemah terutama akan berada dalam bentukion dan
karenanya tidak mudahdi serap. Namun, sampai di darah asam lemah mengion
sehingga tidak mudah berdifusi kembali. Sebaliknya basa lemah terutama
akan berada dalam bentuk non-ion sehingga mdah di serap. Perlu di catat
bahwa absorpsi usus akan lebih tinggi lagi dengan lebih lamanya waktu
kontak dan luasnya daerah permukaan vili dan mikrovili usus.
Dalam usus, terdapat transport carrier untuk absorpsi zat makanan seperti
monosakarida, asam amino, dan unsure lain seperti besi, kalslim dan natrium.
Tetapi beberapa toksikan seperti 5-flourourasil, talium, dan timbale dapat di

16
serap dari usus dengan system transport aktif. Selain itu, partikel-partikel
seperti bagan pewarna azo dan lateks polisterina dapat memasuki sel usus
lewat pinositosis.
2. Saluran napas
Tempat utama bagi absorpsi di saluran napas adalah alveoli pori-ppori.
Hal ini terutama berlaku ntuk gas, misalnya karbon monoksida, oksida
nitrogen dan belerang dioksida; ini berlaku juga untuk uap cairan misalnya
benzene dan karbon tetraklorida. Kemudaha absorpsi ini berkaitan dengan
luasna permukaan alveoli.
Laju absorpsi bergantung di pada daya larut gas dalam ara, semakin
mudah lart semakin cepat absorpsinya. Namun demiian, keseimbangan antara
udara dan darah ini lebih lambat tercapai untk zat kimia yang mudah larut,
misalnya kloroform, di bandingkan dengan zat kimia yang kurang larut
misalnya etilin. Hal ini terjadi karena suatu zat kimia yang mudah laut dalam
air akan mudah larut dalam darah. Oleh karena dara alveolar hanya dapat
membawa zat kimia dalam jumlah terbatas, maka di perlukan lebih banyak
pernapasn dan waktu lebih lama untuk mencapai keseimbangan. Bahkan akan
di perlukann wakt lebih lama lagi kalau zat kimia itu juga diendapkan dalam
jaringan lemak.
3. Kulit
Pada umumnya, kulit relative impermeable dan karenanya merupakan
barrier (penghalang) yang baik untuk mmemisahkan organism itudari
lingkungan. Tetapi beberapa zat kimia dapat di serap lewat kulit dalam
jumlah cukup banyak sehingga menimbullkan efek sistemik.
Suatu zat kimia dapat si serap lewat folikel rambut atau lewat sel-sel
kelenjar keringat. Akan tetapi penyerapan lewat jalur ini kecil sekali sebab
struktur ini hanya merupakan bagian kecil dari permukaan kulit. Meskipun
demikian kita harus hati-hati bila menggunakan bahan-bahan kosmetik yang
pada dasarnya terdiri dari zat-zat kimia, seperti cat rambut, deodorant dan
sejenisnya.
2) Distribusi

17
Setelah suatu zat kmia memasuki darah, zat kimia tersebut didistribusikan
dengan cepat ke seluruh tubuh. Laju distribusi ke tiap-tiap organ tubuh berhungan
dengan aliran darah di alat tersebut, mudah tidaknya zat kimia itu melewati
dinding kapiler dan membrane sel, serta afinitas komponen alat tubuh terhadap
zat kimia itu.
1. Barrier
Barrier darah otak terletak di dinding kapiler. Di sana sel-sel endothelial
kapiler bartaut rapat sehingga hanya sedikit atau tidak ada pori-pori di antara
sel-sel itu snediri. Tiadanya vesikel dalam sel-sel ini menyebabkan
kemampuan transpornya lebih rendah lagi. Akhirnya kadar protein cairan
interstisial otak rendah. Berbeda dengan kadarnya dalam alat-alat tubuh lain,
oleh karena itu mekanisme transfer toksikan dari darah ke otak bukan melalui
pengikatan protein. Dengan demikian penetrasi toksikan ke dalam otak
bergantung pada daya larut lipidnya. Contoh, metal merkuri yang mudah
memasuki otak dengan toksikan utama pada system saraf pusat. Sebalikn ya,
senyawa merkuri anorganik tidak larut dalam lipid, sehingga tidak mudah
masuk keotak dan toksistas utamanya bukan di dalam otak, tetapi di ginjal
kerena air seni ( urine ) mudah melarutkan merkuri anorganik.
Secara anatomic barrier plasenta berbeda di antara berbagai spesies
hewan. Pada beberapa spesies, terdapat enam lapis sel antara janin dengan
darah ibu, sementara spesies lain hanya ada satu lapis. Selain itu jumlah
lapisan itu mungkin berubah bersamaan dengan bertambahnya umur
kehamilan, meskipun hungan antara jumlah lapisan plasenta dengan
permeabilitasnya perlu di pastikan, barrier plasenta ternyata dapat
menghalangi transfer toksikan ke janin sehingga sampai batas tertentu dapat
melindungi si janin. Tetapi, kadar suatu toksikan misalnya metal merkuri
mungkin lebih tinggi dalam alat tubuh tertentu pada janin, misalnya otak
karena kurang efektifnya barrier darah- otak janin. Sebaliknya kadar pewarna
makanan (amaranth ) pada janin hanya 0,03 – 0,06 dari kadar ibunya.
2. Pengikatan dan penyimpanan
Seperti telah di kemukakan di atas, pengikatan suatu zat kimia dalam
jaringan dapat menyebabkan lebih tingginya kadar dalam jaingan itu. Ada

18
dua jenis utama ikatan. Pertama, ikatan jenis kovalen bersifat tidak reversible.
Dan pada umumnya berhungan dengan efek toksik yang penting. Kedua
ikatan non kovalen ( ion ) biasanya merupakan yang terbanyak yang bersifat
reversible. Karena itu, proses ini berperan penting dalam distribusi toksikan ke
berbagai organ tubuh dan jaringan. Ada beberapa jenis ikatan non kovalen
yang ter bentuk, di antaranya:
Protein plasma dapat mengikat komponen fisiologik normal dalam
senyawa tubuh di samping banyak senyawa asing lainnya. Sebagian senyawa
asing ini terikat pada albumin dank arena itu tidak dengan segera tersedia utuk
didistribuskan ke ruang ekstravaskuler. Tetapi, karena pengikat ini reversible,
senyawa kimia yang terikat itu dapat lpas dai protein sehingga kadar bahan
kimia yang bebas meningkat, dan kemudian mungkin melewati kapiler
endothelium.
Hal ini dan ginjal memilii kapasitas yang lebih tinggi untuk mengikat zat-
zat kimia. Hal ini mungkin berhubungan dengan fungsi metabolic dan
ekskretorik hati dan ginjal. Dalam organ-organ tubuh telah di kenal sebagai
macam protein yang memiliki sifat mengikat cadmium dalam hati ke ginjal.
Pengikat suat zat dengan cepat menaikkan kadar dalam organ tubuh.
Misalnya, 30 ment setelah pemberian dosis tunggal timbale, kadarnya dalam
hati 50 kali lebih tinggi dari pada kadarnya dalam plasma.
Jaringan lemak merupakan depot penyimpanan yang pentng bagi zat yang
larut dalam lipis misalnya DDT, dielderin, dan poliklorobifenil (PCB). Zat-zat
ini di simpan dalam jaringan lemak dengan pelarutan sederhana dalam lemak
netral. Konyugasi asam lemak dengan toksikan, misalnya DDt, dapat juga
merupakan suatu mekanisme penimbuhan zat kimia dalam jaringan yang
mengandung lipid dan dalam sel-sel badan.
Tulang merupakan tempat penimbuhan utama untuk toksikan florida,
timbale, dan stronsium. Penimbuhan utaa untuktoksikuan dalam cairan
intertstital dan Kristal hidroksiapatit dalam minral tulang. Karena ukuran dan
muatan yang sama, F- dengan mudah di gantkan OH- dan kalsium dari tulang
di gantikan d timbale atau strosium. Zat-zat yang di timbun ini akan di

19
elpaslan lewat pertukaran ion dengan pelaruan Kristal tulang lewat aktivitas
osteoklastik.
3) Ekskresi
Setelah absorpsi dan distribusi dalam tubuh, toksikan dapat di keluarkan
denga cepat atau perlahan. Toksikan di keluarkan dalam bntuk asal, sebagai
metabolit, dan atau sebagai konjugat. Jalur utama ekresi adalah urine, tetapi hati
dan paru-paru juga merupakan alat ekskresi penting untuk zat kimia jenis tertentu.
1. Ekresi urine
Ginjal membuang toksikan dari tubuh dengan mekanisme yang serupa
dengan mekanisme yang di gunakan untuk membuang hasil akhir metabolism
faali, yaitu yaitu dengan filtrasi glomerulus, difusi tubuler, dan sekresi tubuler.
Kapiler glomelurus memiliki pori-pori besar (70 nm); karena itu, sebagian
tksikan akan leat di glomelurus, kecuali toksikan yang sangat besar (lebih
besar dari BM 60.000 ) atau yang terikat erat pada protein plasma. Toksikan
dalam filtrate glomelurus akan mengalami absorpsi pasif di sel-sel tubuler bila
koefisien partisi lipid/airnya tinggi, taau tetap dalam lumen tebuler dan di
keluarkan bila merupakan senyawa yang polar.
2. Ekskresi pedu
Hati juga merupakan alat tubuh yang penting untuk ekskresi toksikan,
terutama untuk senyawa yang polaritasnya tinggi (anion dan kation),
kongjngat yang terikat pada protein plasma, dan senyawa yang BM-nya lebih
besar dari 300. Pada umumnya begitu senyawa ini berada dalam empedu,
senyawa ini tidak akan di serap kembali ke dalam darah dan di keluarkan
lewat fases. Tetapi ada kekecualian, misalnya kongjungat glukuronoid yang
dapat dihidrolisis oleh flora usus menjadi toksikan bebas yang di serap
kembali.
Pentingya jalur empedu untuk ekskresi beberapa zat kimia telah di
perlihatkan dengan jelas dalam percobaan yang menunjukkan bertambahnya
toksisktas akut beberapa kali lipat pada hewan yang saluran empedunya di
ikat. Contoh zat kimia semacam itu adalah di goksin, indosinoin hijau dan
yang paling berbahaya adalah diestilbestrol (DES). Toksisitas DES meningkat
130 kali pada tiks percobaan yang saluran empedu di ikat.

20
3. Paru-paru
Zat yang berbentuk gas pada suhu badan teruta,ma di ekskresikan lewat
paru-paru. Cairan yang mudah larut misalnya kloroform dan halotan mungkin
diekskresikan sangat lambat karena di timbun dalam jaringan lemak dank
arena terbatasnya volume ventilasi. Ekskresi toksikan melalui paru-paru
terjadi karena difusi sederhana lewat membrane sel.
4. Jalur lain
Saluran cerna bukan jalur utama untk ekskresi tolsikan. Oleh karena
lambung dan usus masing-masing mesekresi kurang lebih 3 liter cairan setiap
hari, maka beberapa tksikan di keluarkan bersama cairan tersebut. Hal ini
terjadi terutama lewat difusi sehingga lajunya bergantung pada pKaa toksikan
dan pH lambung dan usus.
Ekskresi toksikan lewat air susu ibu (ASI), di tinjau dari sudut toksikologi
amat penting karena lewat air susu ibu ini acun terbawa dari ibu kepada
bayinya. Ekskresi ini terjadi melalui difusi sedrhana. Oleh karena itu seorang
ibu yang sedang mempunyai bayi haruberhati-hati dalam hal
makananterutama kalu minum obat. Karena air susu bersifat asam senyawa
basa akan mencapai kadar lebih tinggi dalam air susu di bandingkan dalam
plasma, dan sebaliknya untuk bersifat asam. Senyawa lipofilik seperti DDT
dan PCB juga mencapai kadar yang lebih tinggi dalam air susu karena dalam
kandungan lemaknya yang lebih tingggi. Dengan demikian para peternak
sapai perah ahrus menjaga agar rumput untk makanan ternaknya tidak
terkontaminasi oleh pestisida yang dapat menghasilkan air susu yang
mengandung toksikan/tercemar yang pada akhirnya akan sampai kepada
manusia.
Umumnya, kadar bahan kimia di dalam organ sasaran merupakan fungsi
kadar darah. Pengikatan toksikan dalam jaringan akan menambah kadarnya,
sementara barrier jaringan cenderung mengurangi kadarnya. Oleh karena itu
kadar dalam darah lebih mudah di ukur, terutama pada jangka waktu tertentu.
Hal ini sering di jadikan parameter dalam penelitian toksikokinetik. Selama
penyerapan, kadar toksikan dalam darah meningkat. Sementara itu laju

21
ekskresi, biotransformasi dan distribusinya kea lat-alat tubuh dan jaringan
lain juga bertambah.

H. BIOTRANSFORMASI TOKSIKOLOGI
Seperti telah diuraikan sebelumnya suatu toksikan dapat di serap melalui
berbagai jalur. Setelah diapsorbsi, toksikan terdistribusi ke berbagai bagian tubuh
termasuk organ eksresi sehingga siap di keluarkan dari tubuh. Banyak zat kimia
yang menjalani biotrasformasi atau trasformasi metabolit di dalam tubuh. Tempat
yang terpenting untuk proses ini adalah: hati; meskipun proses ini juga terjadi di
paru-paru, lambung, usus, kulit, dan ginjal.
Crobsy (1998) membagi mekanisme biotrasformasi toksikan ke dalam dua
jenis utama yaitu:
1. Reaksi fase I, yang melibatkan reaksi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis
2. Reaksi fase II, merupakan produksi suatu senyawa melalui konjugasi
toksikan atau metabolitnya dengan suatu metabolit endogen.
Karea itu, biotransformasi adalah suatu proses yang umumnya mengubah
senyawa asal menjadi metabolit, kemudian membentuk konyugat. Tetapi,
mungkin yang terjadi haya salah satu reaksi saja. Misalnya benzene mengalami
oksidasi pada reaksi fase I menjadi fenol, kemudian berkonyugasi dengan asam
sulfat pada reaksi fase II. Akan tetapi bla zat kimia yang bereaksi adalah fenol,
maka hanya akan terjadi konyugasi dengan asam sulfat tanpa reaksi fase I.
metabolit dan konyugat biasanya lebih larut dalam air dan lebih polar, karenanya
lebih mudah di ekskresi.
Oleh karena itu biotranformasi dapat di anggap sebagai mekanisme
detoksifikasi organism “pejamu”. Tetapi perlu di ingat bahwa dalam kasus
tertentu metabolit dapat lebih toksik dari pada senyawa asalnya. Reaksi semacam
ini di kenal dengan bioaktivasi.
Senyawa tertentu yang stabil secara kimia dapat di ubah menjadi metabolit
reaktif secara kimia. Reaksi ini biasanya di katalasis oleh system-sistem
monooksigenese yang bergantung pada sitikrom P-450, tetapi enzim-enzim lan
termasuk enzim dari flora usus, juga berperan dalam kasus tertentu. Metabolit
reaktif seperti epoksid dapat terikat secara kovalen pada makromolekul sel dan

22
menyebabkan nekrosis dan atau kanker. Metabolit lain, misalnya radikal bebas
dapat menyebabkan peroksidasi lipid dan mengakibatkan kerusakan jaringan.
Misalnya, karbon tetraklorda membentuk radikal triklorometil yang menyebabkan
perioksidasi lem ak tak jenuh dan terikat secara kovalen pada protein dan lemak
tak jenuh.

I. EFEK TOKSIKOLOGI
Penggunaan bahan kimia oleh manusia terutama bagi bahan kimia baku di
dalam industry semakin hari semakin meningkat. Walaupun zat kimia yang sangat
toksis sudah di larang dan di batasi pemakaiannya, seperti pemakaian tetra-etil
timbale (TEL) pada bensin, tetapi pemaparan terhadap zat kimia yang dapat
membahayakan tidak dapat di letakkan.
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap manusia bias bersifat kronik dan akut.
Pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau di sengaja ( pada
kasus bunuh diri atau di bunuh ), dan pemaparan kronik biasanya di alami para
pekerja terutama di lingkungan industry-indrusti kimia.
Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ
sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan
cidera pada tempat yang kena bahan tersebut (efek local), bias juga efek sistemik
setelah bahan kimia di serap dan tersebar ke bagian organ lainnya. Efek toksik ini
dapat bersifat reversible artinya dapat hilang dengan sendirinya atau irreversible
yaitu akan menetap atau bertambah parah setelah pajanan toksikan di hentikan.
Efek irreversible ( efek Nirpulih ) di antaranya karsinoma, mutasi, kerusakan
syaraf, dan sirosis hati. Efek toksikan reversible (berpulih) bila tbuh terpajam
dengan kadar yang rendah atau untuk waktu yang singkat, sedangkan efek
nirpulih terjadi bila pajanan dengan kadar yang lebih tinggi dan waktu yang lama.

23
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia
yang merugikan bagi organisme hidup. Dari definisi di atas, jelas terlihat bahwa
dalam toksikologi terdapat unsur-unsur yang saling berinteraksi dengan suatu
cara-cara tertentu untuk menimbulkan respon pada sistem biologi yang dapat
menimbulkan kerusakan pada sistem biologi tersebut.
Bahan-bahan toksik dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, tergantung
dari minat dan tujuan pengelompokannya. Sebagai contoh pengklasifikasikan
berdasarkan:
1. Organ targetnya: hati, ginjal, sistem hematopotik, dan lain-lain;
2. Penggunaanya: peptisida, pelarut, aditif makanan, dan lain-lain;
3. Sumbernya: toksik tumbuhan dan binatang
4. Efeknya: kanker, mutasi, kerusakan hati, dan sebagainya;
5. Fisiknya: gas, debu, cair;
6. Sifatnya: mudah meledak;
7. Kandungan kimianya: amina aromatik, hidrokarbon halogen, dan lain-lain.
Untuk dapat mengetahui karakteristik lengkap bahaya potensial dan toksisitas
dari suatu bahan kimia tertentu perlu di ketahui tidak hanya tipe efek tersebut,
tetapi juga informasi mengenai sifat bahan kimianya sendiri, pemaparannya, dan
subjek. Faktor utama yang memperngaruhi toksisitas yang berhubungan dengan
situasi pemaparan terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam
tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.
Jalur utama bahan toksik untuk dapat masuk ke dalam tubuh manusia adalah
melalui saluran pencernaan atau gastro intestinal (menelan/ingesti, paru-paru
(inhalasi), kulit (topikal), dan jalur palentar lainnya (selain saluran
usus/intestinal).
Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang biasanya di bagi dalam 4
(empat) kategori yaitu: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Pemaparan akut
adalah pemaparan terhadap suatu kimia selama kurang dari 24 jam. Biasanya
pemaparan akut terjadi pada waktu adanya kecelakaan misalnya pecahnya saluran

24
gas di suatu perusahaan sehingga para karyawan langsung menghirup gas beracun
dalam konsentrasi yang cakup tinggi (kasus pabrik Union-Carbide di Bhophal
India) atau memang sengaja bunuh diri misalnya seseorang meminum satu gelas
racun serangga (misalnya Baygon) yang kalu tidak cepat ketahuan bisa membawa
kematian.
Absorpsi penyerapan dapat terjadi lewat kulit,saluran pencernaan, paru-paru
dan beberapa jalur lain. Selain itu, sifat dan hebatnya efek zat kmia terhadap
organisme tergantunga dari kadarnya pada organ sasaran. Kadar ini tidak hanya
bergantung pada dosis yang di berikan tapi juga pada faktor lain seperti: derajat
absorpsi, distribusi, pengikatan, dan ekskresi.
Biotransformasi adalah suatu proses yang umumnya mengubah senyawa
asal menjadi metabolit, kemudian membentuk konyugat. Tetapi, mungkin yang
terjadi haya salah satu reaksi saja.
Efek toksik dari bahan-bahan kimia sangat bervariasi dalam sifat, organ
sasaran, maupun mekanisme kerjanya. Beberapa bahan kimia dapat menyebabkan
cidera pada tempat yang kena bahan tersebut (efek local), bias juga efek sistemik
setelah bahan kimia di serap dan tersebar ke bagian organ lainnya.

B. SARAN
Untuk instansi terkait hendaknya memberikan informasi kepada masyarakat
luas tentang bahan kimia atau zat tambahan yang boleh dan tidak boleh digunakan
dalam makanan dan minuman yang mengganggu kesehatan.
Untuk Dinas kesehatan, Pengawasan makanan dan minuman hendaknya
sebelum mengeluarkan nomor registrasi mengetahui kandungan zat yang ada
didalamnya terutama yang membahayakan kesehatan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Alsuhendra dan Ridawati. 2013. Bahan Toksik dalam Makanan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Darmono. 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta: Universitas


Indonesia.

Frank C. Lu., 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

J. H. Koeman., 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Terjemahan oleh R.H.


Yudono Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Manahan, Stanley E., 1994. Enviromental Chemistry. Boston: Lewis Publisher.

26

Anda mungkin juga menyukai