Pendahuluan
Di berbagai media massa belakangan ini semakin marak kita dengar kasus-kasus
keracunan. Dari berbagai kasus tersebut, dapat kita ketahui bahwa banyak zat yang dapat
menyebabkan seseorang mengalami keracunan hingga kematian. Zat-zat yang bekerja pada tubuh
secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis tertentu (toksik) selalu menyebabkan gangguan
fungsi tubuh yang dapat berakhir dengan penyakit atau kematian, disebut dengan racun.1
Sianida (CN) merupakan zat beracun yang sangat toksik. Sianida telah digunakan sejak
ribuan tahun yang lalu, bahkan banyak digunakan saat perang dunia pertama. Efeknya sangat
cepat dimana dapat mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa menit. Sianida dalam dosis
rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang biasa kita makan atau gunakan.
Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan ganggang. Sianida ditemukan pada rokok, asap
kendaraan bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong.
Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan garam seperti natrium,
kalium atau kalsium sianida.1
Sesuai dengan kepaniteraan yang sedang kami jalani, yaitu bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal dalam referat ini akan di titikberatkan pembahasan mengenai zat
beracun dari macam, gejala yang ditimbulkan, hingga pemeriksaan forensic pada korban mati.
1
- Mengetahui epidemiologi, toksikokinetik, serta tanda dan gejala pada keracunan
sianida
- Mengidentifikasi korban mati akibat keracunan sianida
- Mengenal aspek medikolegal mengenai keracunan yang disengaja maupun tidak
disengaja
1.4. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bekal dalam menjalani profesi sebagai seorang dokter muda, ataupun saat
telah menjadi dokter.
2. Bagi Institusi Pendidikan
- Sebagai materi tinjauan pustaka yang diharapkan dapat melengkapi database
tinjauan ilmiah yang sudah ada
- Sebagai bentuk kontribusi pemikiran kepada masyarakat, terutama terkait kasus-
kasus bidang Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang berkembang di
masyarakat.
3. Bagi Polisi dan Masyarakat
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan tentang keracunan sianida dan efeknya terhadap
tubuh.
Bab II
2
Tinjauan Pustaka
2.1. Toksikologi
2.1.1. Definisi Toksikologi
Ilmu toksikologi adalah ilmu yang menelaah tentang kerja dan efek berbahaya zat kimia
atau racun terhadap mekanisme biologis suatu organisme. Definisi lainnya dari toksikologi
forensik yaitu ilmu yang mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang mempunyai efek
membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk membantu mencari/menjelaskan
penyebab kematian pada penyelidikan kasus pembunuhan. 1,2
3
Toksikologi lingkungan: mempelajari efek dari bahan polutan terhadap kehidupan dan
pengaruhnnya pada ekosistem, yang digunakan untuk mengevaluasi kaitan antara manusia
dengan polutan yang ada di lingkungan.
Toksikologi forensik: mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang mempunyai
efek membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk membantu
mencari/menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan seperti kasus pembunuhan.
Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan minimal),
yang jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi
(efek kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian. Menurut Gradwohl
racun adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila mengenai tubuh seorang (atau
masuk), akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian. Sehingga jika
dua definisi di atas digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil,
tetapi dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi hanya
dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan
sakit, bahkan kematian.3
4
mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang
sehat.
Keadaan tubuh
a) Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila dibandingkan
dengan orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti barbiturate dan belladonna, justru
anak-anak akan lebih tahan.
b) Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya akan lebih
mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun yang masuk ke dalam
tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti karena pada orang-orang
tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan dengan baik, demikian halnya dengan ekskresinya.
Pada mereka yang menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada
saluran pencernaan, maka penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada penderita
tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian
seseorang karena penyakit tanpa penelitian yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe
gastrointestinal) dimana disini gejala keracunannya mirip dengan gejala gastrointeritis yang
lumrah dijumpai.
c) Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-
gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa
toleransi itu tidak selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering terjadi misalnya pada
pecandu narkotik, yang dalam beberapa waktu tidak menggunakan narkotik lagi. Menurunnya
toleransi inilah yang dapat menerangkan mengapa pada para pecandu tersebut bisa terjadi
kematian, walaupun dosis yang digunakan sama besarnya.
5
Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat yang
mengandung yodium menyebabkan kematian, karena si korban sangat rentan terhadap preparat-
preparat tersebut. Dari segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak boleh dilupakan, kita harus
menentukan apakah kematian korban memang benar disebabkan oleh karena hipersinsitif dan
harus ditentukan pula apakah pemberian preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya
indikasi pemberi preparat tersebut dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan
dikenakan pada pemberi preparat tersebut.
Racunnya sendiri
a) Dosis
Besar kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan.
Dalam hal ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan intoleransi individual. Pada
toleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam tubuh belum
mencapai level toksik. Keadaan intoleransi tersebut dapat bersifat bawaan/kongenital atau
toleransi yang didapat setelah seseorang menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada
organ yang berfungsi melakukan detoksifikasi dan ekskresi.
b) Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat korosif,
konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut berbeda dengan
racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan dalam
menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut.
c) Bentuk dan kombinasi fisik
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila
dibandingkan dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam keadaan
lambung kosong tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan
racun dalam keadaan lambungnya berisi makanan.
6
harus dicari kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan racun
yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban disebabkan karena
anafilaksi yang fatal atau karena adanya toleransi.
e) Susunan kimia
Ada beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan
menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang sebaliknya.
f) Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu macam racun, tetapi
tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut saling menetralisir satu sama
lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin
dan kaloxone yang dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang
terjadi pada keracunan akut obat-obatan golongan narkotik.
2.2. Sianida
2.2.1. Sejarah dan Penggunaan Sianida
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (C≡N) yang terdiri dari sebuah
karbon atom yang terikat ganda tiga dengan sebuah atom nitrogen. Sianida secara spesifik adalah
anion CN-. Sianida dapat berbentuk gas, cair, atau padat dan berbentuk molekul, ion, atau
polimer. Singkatnya semua bahan yang dapat melepaskan ion sianida (CN -) sangat toksik.
Substansi dengan kandungan sianida sebenarnya telah digunakan sebagai racun sejak berabad-
abad yang lalu akan tetapi sianida yang sesungguhnya baru dikenal pada tahun 1782. Sianida
pertama kali diidentifikasi oleh ahli kimia yang berasal dari Swedia, bernama Scheele, yang
kemudian meninggal akibat keracunan sianida di dalam laboratoriumnya.3
Penggunaan sianida sebagai senjata pada peperangan dimulai berabad-abad tahun yang
lalu oleh tentara kerajaan Romawi. Napoleón III menggunakan sianida pada bayonet tentaranya.
Selama perang dunia pertama Francis, dan Austria telah menggunakan sianida dalam berbagai
bentuknya seperti gas asam hidrosianik, Cyanogen chlorida. Nazi, Jerman bahkan menggunakan
sianida dalam bentuk sianogen bromida yang terkenal dengan nama Zyklon B untuk membunuh
ribuan rakyat sipil dan tentara musuh.4
7
Dewasa ini, sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi. Ratusan bahkan
ribuan ton sianida dibentuk oleh dunia tiap harinya. Sianida banyak digunakan untuk bidang
kimia, pembuatan plastik, penyaringan emas dan perak, metalurgi, anti jamur dan racun tikus.
Beberapa bentuk-bentuk sianida yaitu :
a. Hidrogen Sianida (HCN) adalah cairan atau gas yang tidak berwarna atau biru pucat
dengan bau seperti almond. Nama lainnya adalah asam hidrosianik dan asam
prussik. HCN dipakai sebagai stabilizer untuk mencegah pembusukan.
b. Sodium Sianida adalah bubuk kristal putih dengan bau seperti almond. Nama
lainnya adalah asam hidrosianik,sodium. Bentuk cair dari bahan ini sangat alkalis
dan cepat berubah menjadi hidrogen sianida jika kontak dengan asam atau garam
dari asam.
c. Potasium Sianida (KCN) adalah bahan padat berwarna putih dengan bau sianida
yang khas. Nama lainnya adalah asam hidrosianik, garam potasium. Bentuk cair
dari bahan ini sangat alkalis dan cepat berubah menjadi hidrogen sianida jika kontak
dengan asam atau garam dari asam.
d. Kalsium Sianida (Ca(CN)2) dikenal juga dengan nama calsid atau calsyan adalah
bahan padat kristal berwarna putih. Dalam bentuk cairnya secara bertahap
membentuk hidrogen sianida. Keempat bahan diatas membentuk ikatan yang kuat
dengan metal.
e. Sianogen adalah gas beracun yang tidak berwarna dengan bau seperti almond.
Nama lainnya adalah karbon nitril, disianogen, etane dinitril, dan asam oksalat
dinitril. Bahan ini secara perlahan terhidrolisis pada bentuk cair menjadi asam
oksalat dan amonia.
f. Sianogen Klorida adalah gas tidak berwarna. Nama lainya adalah klorin sianida
(nama dagang Caswell no. 267). Bahan ini melepaskan hidrogen sianida saat
terhidrolisis.
g. Glikosida Sianogenik diproduksi secara natural oleh berbagai jenis tumbuhan. Saat
terhidrolisis membentuk hidrogen sianida.5
8
Sianida selalu ada dalam konsentrasi kecil (trace) pada banyak macam tumbuh-
tumbuhan. Pada rumput, kacang-kacangan, umbi-umbian dan biji tertentu ditemukan sianida
dalam kadar yang relatif tinggi seperti singkong (pada daun dan akar), ubi jalar,"yam"
(dyoscoreaceae) pada umbinya, butir jagung, butir cantel, rempah rempah, tebu, kacang-
kacangan (peas & beans), terutama koro krupuk, & almonds. Pada buah sianida ditemukan pada
jeruk, apel, pear, cherry, apricot, prune, plum. Dari berbagai tanaman yang mengandung sianida
ini, keracunan sianida paling banyak dilaporkan setelah memakan singkong dan kacang. Hal ini
mungkin disebabkan karena singkong pada beberapa negara yang baru berkembang masih
menjadi makanan utama.4
9
3. Tertelan bentuk garam sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah terserap
masuk ke dalam saluran pencernaan. Penyerapan sianida melalui mukosa saluran cerna
dipengaruhi oleh pH usus. Lingkungan usus yang asam dapat meningkatkan
penyerapan sianida. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah,
karena sianida sangat cepat berdifusi ke jaringan. Berat ringanya gejala sangat
tergantung dari jumlah zat yang masuk dan kemampuan detoksifikasi tubuh.4,5
- Distribusi
Setelah terabsorpsi, inhalasi dan percutaneus sianida secara cepat akan terdistribusi di
sirkulasi darah sebagai CN bebas dan tidak berikatan dengan hemoglobin, kecuali dalam
bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. Sementara peroral sodium dan
potasium sianida akan melewati detoksifikasi hati terlebih dahulu. Distribusi sianida sangat
cepat dan merata di seluruh jaringan akan tetapi pada beberapa tempat konsentrasinya tinggi
seperti pada hati, paru, darah, otak. Pada orang yang meninggal karena inhalasi sianida,
kadar sianida dalam jaringan paru, darah, otak masing-masing 0,75; 0,41; 0,32mg/100g.
Dalam darah sianida akan terkonsentrasi pada sel darah merah dan sedikit di plasma maka
dari itu konsentrasi sianida plasma menggambarkan konsentrasi sianida jaringan.6
10
Gambar 1. Metabolisme Sianida Dalam Tubuh7
- Metabolisme
Dalam tubuh sianida akan cepat bereaksi membentuk hidrogen sianida yang
mempunyai afinitas kuat terhadap gugus Fe heme dari sitokrom a3 atau yang lebih dikenal
dengan sitokrom c oksidase. Pembentukan ikatan sitokrom c oksidase – CN yang stabil pada
mitokondria akan menghambat transfer oksigen dan menghentikan respirasi selular yang
menyebabkan hipoksia sitotoksik, walaupun terdapat HbO2 dalam jumlah yang cukup. Hal in
merupakan keadaan yang paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi dalam
darahnya kaya akan oksigen. Anoksia jaringan yang diinduksi oleh inaktivasi dari sitokrom
oksidase mengakibatkan perubahan pada metabolisme sel, dari aerobik menjadi anareobik.
Hal ini nantinya akan menyebabkan berkurangnya glikogen, fosfoceratin , dan ADP seiring
dengan akumulasi dari laktat dan penurunan pH darah. Kombinasi dari hipoksia sitotoksik
dengan asidosis laktat akan menekan CNS, area paling sensitif terhadap anoksia, yang
menyebabkan henti nafas dan kematian. 6
11
Pada kasus keracunan sianida peroral, efek racun menjadi lebih kronis dan ringan karena
pada jalur ini, sianida terlebih dahulu melewati detoksifikasi hati. Akan tetapi paparan sianida
yang terus menerus dapat mengakibatkan berkurangnya dopamine yang diasosiasikan dengan
timbulnya parkinson yang progresif. Intoksikasi sub letal dari sianida juga dapat menimbulkan
distonia. Detoksifikasi sianida oleh hati melibatkan enzim mitokondria rhodanese yang
mengkatalisasi transfer gugus sulfur dari thiosulfate menjadi thiosianat yang merupakan rate
limiting step. Sebanyak 80% metabolisme sianida melaui jalur ini. Jalur lain, sianida
didetoksifikasi melalui penggabungan gugus sian (C≡N) dengan hidroksikobalamin menjadi
cyanocobalamin (vitamin B12). Thiosianat nantinya akan dibuang melalui urine sementara
cyanocobalamin akan dipakai sebagai kofaktor berbagai reaksi lain di tubuh. Walaupun sebagian
besar HCN telah dibuang dalam bentuk tiosianat ke urine, bentuk bebasnya masi terdapat di paru,
air liur dan keringat. 6
- Eliminasi
Hasil metabolism sianida yang berupa thiosianat dieskresikan terutama melalui urin dan
dieliminasi dalam jumlah yang kecil melalui paru. 6
12
sistem organ, seperti pada tekanan darah, penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin,
sistem otonom dan sistem metabolisme. Penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata
karena iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Hal yang
khusus yang dapat diperhatikan pada penderita dengan keracunan sianida adalah adanya warna
merah terang pada arteri dan vena retinal pada pemeriksaaan dengan funduskopi. 4
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit kemudian,
sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidote. Tanda awal dari keracunan sianida
adalah hiperpnea sementara, nyeri kepala, dispnea, kecemasan, perubahan perilaku seperti agitasi
dan gelisah, berkeringat banyak, warna kulit kemerahan atau cherry red karena darah vena
banyak mengandung oksigen, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul. 4
Pada paparan sianida dengan konsentrasi tinggi, hanya dalam jangka waktu 15 detik tubuh
akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu seseorang akan kehilangan kesadarannya. 3
menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan
aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian. Tanda akhir
sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia,
kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi
gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan
apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida. 4
14
Terdapat beberapa antidote yang dapat dipergunakan pada kasus keracunan
sianida.Masing-masing antidote bekerja pada bagian tertentu pada proses reaksi sianida dan
menghambat reaksi tersebut. Beberapa agent tersebut adalah
1. Agent yang menginduksi pembentukan MetHb. Contoh ini adalah nitril yang dapat
merubah ion ferous (Fe2+) dari hemoglobin menjadi ion ferric (Fe3+). MetHb yang
dihasilkan berikatan kuat dengan sianida menjadi cyanmetHb. Preparat yang tersedia
adalah sodium nitrit (i.v), amil nitrit (inhale) dan dimetil aminofenol (i.v atau i.m)
2. Agent yang berikatan secara langsung seperti cobalt yang langsung memotong dan
berikatan dengan ion sianida. Dicobalt edetate (Kelocyanor) dan hydroxocobalamin
(Cyanokit) keduanya dalam sediaan i.v.
3. Agent yang bekerja sebagai pendonor sulfur. Jalur detoksifikasi sianida normalnya
melalui konversi sianida menjadi tiosianat, dengan gugus sulfur yang diberikan oleh
glutatione. Maka dari itu sodium tiosulfat akan berkontribusi terhadap reaksi ini dengan
memberikan gugus sulfur. Agent ini diberikan dalam bentuk i.v.
Pada beberapa negara terjadi prosedur penenganan terhadap keracunan sianida
mempergunakan antidote yang berbeda-beda karena perbedaan pendapat tentang keefektifan dari
masing-masing antidote.
1. Di USA. Sodium nitrit adalah obat pilihan karena mempunyai range dosis terapeutik yang
lebar. Akan tetapi diperlukan monitoring metHb jika diberikan dalam jumlah yang besar.
2. UK lebih memilih dicobalt edetate karena efeknya yang cepat, walaupun bahan ini
mempunyai toksisitas yang cukup signifikant. Maka dari itu penegakan diagnosis pasti
keracunan sianida sangat diperlukan.
3. Dimetil aminofenol direkomendasikan di Jerman. Obat ini menginduksi pembentukan
metHb dengan cepat. Monitoring metHb sangat diperlukan dan perlu dipertimbangkan
reversal dengan metilen blue. Preparat ini diberikan i.m maka dari itu dapat diberikan oleh
paramedis akan tetapi pada tempat injeksi akan terjadi nekrosis. Kelemahan lain adalah
obat ini adalah penyerapannya yang buruk terutama dalam keadaan toksikasi akut/kolaps.
Prancis telah merekomendasikan antidote terbaru sianida yaitu hydroxicobalamin.
Preparat ini adalah prekursor dari vitamin B12 yang mempunyai toksisitas minimal.
Hydroxicobalamin merupakan molekul yang besar dan hanya akan berikatan dengan sianida pada
molar yang sama. Preparate yang tersedia harus diencerkan terlebih dahulu sebelum diberikan.
15
Satu-satunya kelemahan dari obat ini hanyalah kesulitan dalam pemberiannya dan harganya yang
masih mahal. 4
Pada pemeriksaan korban mati, pada pemeriksaan bagian luar jenazah, dapat tercium bau
amandel yang patognomonig untuk keracunan CN, dapat tercium dengan cara menekan dada
mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan hidung. Bau tersebut harus cepat dapat ditentukan
karena indra pencium kita cepat teradaptasi sehingga tidak dapat membaui bau khas tersebut.
Harus dingat bahwa tidak semua orang dapat mencium bau sianida karena kemampuan untuk
mencium bau khas tersebut bersifat genatik sex-linked trait. Secara genetic 40% populasi tidak
dapat mencium bau tersebut.1
Sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam mayat berwarna terang,
karena darah vena kaya akan oksi-Hb. Tetapi ada pula yang mengatakan karena terdapat
Cyanmet-Hb. Akan tetapi jika lebih dari 24 jam maka tanda ini akan dikacaukan oleh perubahan
postmortal. Tanda lain adalah adanya perdarahan berbintik pada selaput biji mata dan kelopak
mata.2
Pada pemeriksaan bedah jenazah dapat tercium bau amandel yang khas pada waktu
membuka rongga dada, perut dan otak serta lambung (bila racun melalui mulut) darah, otot dan
penampang tubuh dapat berwarna merah terang. Selanjutnya hanya ditemukan tanda-tanda
asfiksia pada organ tubuh.1
16
Pada korban yang menelan garam alkalisianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa
lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada
perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat
terjadi antemortal atau posmortal. 1
17
3. Mobilisasi dan proliferasi dari makrofag alveolar dengan pembentukan sel raksasa
polinuklear (hanya terjadi pada paru-paru yang sehat)
4. Presipitasi droplet hialin pada epitel hati
5. Perdarahan pada paru-paru dan otak
6. Degenarasi sel ganglion dan hilangnya substansi Nissl terutama pada girus
hippocampus
7. Emfisema akut pada jaringan interstistial dan alveolar paru.
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah sianida yang
masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan kematiannya. Yang mana akhir-
akhir ini biasanya diukur dalam menit, atau pada kasus dengan dosis rendah dan sempat diterapi,
korban dapat bertahan hidup dalam jam bahkan hari. Sianida yang ditemukan dalam jumlah
cukup adalah bukti bahwa sianida telah masuk dalam tubuh yang mana hal itu sendiri tidak
normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti dari terjadinya keracunan. Akan tetapi, Karhunen
et al telah melaporkan kasus dimana seorang tersangka pembunuhan terbakar dan pada post
mortemnya menunjukkan tingkat sianida dalam darah 10 mg/l, yang diperkirakan sesuai dengan
difusi pasif dari sianida melalui seluruh cavitas tubuh yang terbuka saat terjadinya kebakaran.
Maka dari itu sangat penting untuk mengidentifikasi sumber pasti sianida pada kasus- kasus
keracunan dan rute masuknya zat ke dalam tubuh sehingga dapat diketahui penyebab
kematiannya. 3
18
Hati berguna untuk kasus keracunan yang kompleks. Biasanya diambil 100 gram pada
dari lobus kanan karena tidak terkontaminasi dengan empedu.
3. Darah
Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai pembuluh darah perifer.
Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial kasus yang fatal antara 1-53 mg/l,
dengan rata-rata 12 mg/L. Kadar sianida normal dalam darah sebesar 0,016-
0,014mg/L. Selain pemeriksaan kadar sianida dapat juga dilakukan pemeriksaan pH
darah yang akan menjadi lebih asam karena peningkatan asam laktat.
4. Otak
Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui, dianjurkan untuk mengambil
sampel otak kurang lebih 20 gram dari bagian dalam untuk mengkorfirmasi keberadaan
sianida.
5. Paru-paru
Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-paru harus
dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil
klorida).
6. Limpa
Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling tinggi, diperkirakan
karena limpa banyak mengandung sel darah merah, dalam 1 serial seperti diatas,
tingkat sianida limpa berkisar antara 0,5-398 mg/l, dengan rata-rata 44 mg/l. Dalam
serial lain, tingkat sianida darah rata-rata 37 mg/l.
7. Urine
Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah satunya adalah tiosianat.
Pada orang yang tidak merokok konsentrasi tiosianat berkisar antara 1-4mg/L
sementara pada perokok konsentrasinya hingga 3-12mg/L.
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin (dalam beberapa hari)
untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam sampel darah yang telah
disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada penundaan,
sampel darah dan jaringan sebaiknya disimpan pada suhu 4 derajat celcius dan harus dianalisa
19
sesegera mungkin. Akan tetapi kualitas sampel telah menurun walaupun dengan adanya
pendingin. Lebih dari 70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan
komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad. Sebaliknya, sampel postmortem yang
terlalu lama disimpan dapat menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri. Pencegahan terhadap
hal ini dengan mempergunakan kontainer yang berisi 2% sodium flourida.6
20
FeSO4 10% dan 3 tetes FeCl 5%. Panaskan hingga hampir mendidih lau dinginkan dan
tambahkan HCl pekat hingga terbentuk endapan Fe(OH)3. teruskan hingga endapan
larut kembali dan terbentuk warna biru berlin.
d. Gettler-Goldbaum
Mempergunakan 2 flange atau piringan yang diantaranya diselipkan kertas saring
wathon no 50 yang digunting sebesar flange. Kertas saring lalu dicelupkan kedalam
larutan FeSO4 10% selama 5 menit keringkan lalu dicelupkan ke dalam larutan NaOH
20% selama beberapa detik. Letakkan dan jepit kertas saring diantara kedua flange.
Panskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk hingga melewati kertas saring jika
berubah menjadi biru maka hasil dinyatakan positif.
Analisa Sianida pada darah dapat mempergunakan metode calorimetrik. Metode ini yang
mempergunakan reagent pyrazolone merupakan teknik konvensional untuk kuantifikasi sianida
pada darah dan jaringan. Kelemahan utama dari teknik ini adalah pengerjaannya yang rumit dan
memakan waktu. Cara yang lebih simpel, cepat dan tetap dapat dipercaya untuk kuantifikasi dari
sianida dalam darah adalah dengan mempergunakan Gas Cromatography Nitrogen Phosporus
Detection (GC-NPD). Metode ini jika dibandingkan dengan metode standar calorimetric
mempunyai hasil yang serupa sehingga dapat dipergunakan untuk mendeteksi dan kuantifikasi
sianida pada sampel darah postmortem.9
Cara lain penentuan kasus keracunan sianida dikemukakan oleh Varnell pada
penelitiannya yang memperlihatkan bahwa gambaran CT Scan kranial setelah 3 hari kematian
terlihat berbeda dengan kasus dengan hipoksia dan iskemia serebral. Terlihat pembengkakan
cerebral dengan hilangnya batas antara substantia alba dan subtansia nigra dengan onset yang
cepat menjadi petunjuk dari diagnosis keracunan sianida akut. Kebanyakan kasus dengan
gangguan serebral seperti hipoksia dan iskemia tidak memperlihatkan perubahan ini pada waktu
yang sama cepatnya.9
Kata ”Racun” pada hukum mempunyai definisi yang tidak jelas akan tetapi dewasa ini
definisi yang sering digunakan adalah ”racun merupakan suatu zat yang bekerja pada tubuh
secara kimiawi maupun faali yang dalam dosis toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi
21
tubuh, hal mana dapat berakhir dengan penyakit bahkan kematian”. Keterlibatan racun dalam
suatu peristiwa secara spesifik harus dibuktikan keberadaan racun tersebut dalam tubuh dan
efeknya pada tubuh Untuk itu diperlukan seorang ahli yang dapat mengidentifikasi jenis racun
dan perkiraan cara masuknya ke dalam tubuh. Pada KUHAP pasal 131 diatur bahwa ”dalam hal
penyidikan untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka keracunan ataupun
mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”.1
a. Keracunan
Keracunan sianida dapat terjadi karena kecelakaan misalnya pada kasus orang tidak
sengaja makan makanan yang mengandung sianida tinggi (cyanide glicoside) atau
terpapar sianida kerena pekerjaannya. Yang kedua ini lebih sering terjadi pada pusat-
pusat industri yang mempergunakan sianida sebagai salah satu bahannya. Sianida dapat
pula dipakai sebagai sarana bunuh diri (meracuni diri sendiri). Dalam hal peristiwa
bunuh diri ini melibatkan orang lain maka orang tersebut dapat dikenai sanksi hukum
sesuai dengan pasal 345 yang menyatakan bahwa “barang siapa sengaja mendorong
orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana
kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau
orang itu jadi bunuh diri”.10
b. Peracunan
Racun juga dapat dipakai sebagai alat untuk membunuh (meracuni orang lain). Pada
kondisi-kondisi dimana terdapat unsur pidana, unsur kesengajaan haruslah dibuktikan
terlebih dahulu. Hal ini berkaitan dengan pasal 340 yang menegaskan bahwa
”barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa
orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Dalam hal peristiwa keracunan ini melibatkan orang banyak dan sumber racun terdapat
pada sarana umum maka haruslah dibuktikan unsur kesengajaannya sehingga pasal 202
bisa diterapkan (barang siapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur pompa,
sumber atau ke dalam perlengkapan (inrichting) air minum untuk umum atau untuk
dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain, padahal diketahui bahwa karenanya
22
air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana paling
lama 15 tahun).10
KUHP11
1. Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan barang yang berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan orang, dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya
oleh orang yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
2. Jika pembuatan itu mengakibatkan orang mati, mala yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun.
3. Barang itu dapat disita
“ Barang siapa karena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan orang lain mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”
1. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan orang lain mendapat luka
berat berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau atau pidana
kurungan paling lama satu tahun
2. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan orang lain luka sedemikian
rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatan atau
pekerjaanya sementara, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau
pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima
ratus rupiah.
23
“ Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
dancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama 20 tahun.”
KUHAP12
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya.
Jadi apabila ada suatu peristiwa orang yang meninggal yang diduga tindak pidana dengan
cara diracun atau keracunan, maka penyidik berwenag mengajukan permintaan mengajukan
permintaan visum et repertum kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya.
Aspek Legal
Menteri perdagangan Repunlik Indonesia
Peraturan menteri perdagangan Repunlik Indonesia13.
Nomor 75/M-DAG/10/2014
Undang-undangan nomor 9 tahun 2008 tentang penggunaan bahan kimian dan larangan
penggunaan bahan kimia sebagai senjata kimia (lembaran Negara Republik Indonesia tahun2008
nomor 49, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia 4834).
24
Peraturan pemerintah tahun 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (lembaran
Negara Republik Indonesia tahu 2001 nomor 138, tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia nomor 4153).
Bahan berbahaya yang selanjutnya disingkat B2 adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam
bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup
secra langsung atau tidak langsung, yang mempunyai sifat racun (toksisitas), karsinogenik,
teratogenic, mutagenic, korosif dan iritasi.
Produsen bahan berbahaya yang selanjutnya disingkat p-B2 adalah perusahaan yang
memproduksi B2 dalam negeri dan mempunyai izin usaha industry dan instasi yang berwenang.
Surat izin usaha perdagangan bahan berbahayayang selanjutnya disingkat SIUP-B2 adalah surat
izin untuk dapat melaksanakan kegiatan usaha perdagangan khusus B2.
25
Bab III
Analisa Kasus
Kasus:
secangkir kopi Vietnam di salah satu restoran di wilayah Jakarta. Awalnya korban mengeluh rasa
yang tidak biasa pada kopi yang diminumnya, kemudian korban mengeluh ada rasa terbakar di
tenggorokan. Tak lama korban mengalami kejang-kejang dan setelah itu korban di bawa ke
rumah sakit oleh teman-teman. Setelah dilakukan otopsi ternyata diketemukan adanya zat sianida
pada lambung korban. Pada pemeriksaan lebih lanjut ternyata zat sianida yang ada di tubuh
26
korban sebanyak 15 gram. Dari hasil pemeriksaan inilah didapatkan kesimpulan sementara
bahwa korban tewas akibat keracunan setelah mengkonsumis bahan makanan yang mengandung
zat sianida.
Analisa:
Pada kronologi dikatakan bahwa korban mengalami keluhan seperti rasa terbakar dan juga
kejang setelah meminum kopi yang telah dipesan oleh temannya. Korban hanya meminum satu
teguk kopi karena kopi yang diminumnya memiliki rasa yang tidak sewajarnya. Tidak lama
kemudian korban mulai mengibas-ngibaskan bagian hidung dan mulut serta mengeluh adanya
rasa terbakar pada tenggrokan. Kemudian korban bersandar di kursi dengan kepala yang
menengadah keatas. Setelah itu didapatkan korban mengalami kejang-kejang dan disertai dengan
keluarnya busa dari mulut korban. Gejala-gejala yang telah disebutkan diatas dapat dikategorikan
sebagai tanda dari suatu keracunan (intoksikasi). Kemudian korban langsung dibawa ke klinik
untuk mendapat pertolongan segera, tetapi karena reaksi yang dihasilkan sangat cepat, nyawa
korban tidak tertolong. Kemudian pihak keluarga diminta untuk melakukan otopsi terhadap
korban. Otopsi dilakukan selama kurang lebih satu jam. Dari hasil pemeriksaan dalam
diketemukan adanya zat korosif yang bersifat asam pada hati dan lambung korban yang diduga
Setelah masuk kedalam tubuh, sianida cepat diabsorbsi melalui saluran pencernaan.
Setelah diabsorbsi sianida masuk kedalam sirkulasi darah sebagai CN bebas yang tidak berikatan
dengan hemoglobin. Sianida sendiri dalam tubuh akan menginaktifkan beberapa enzim oksidatif
seluruh jaringan. Selain itu sianida juga dapat merangsang pernapasan dengan bekerja pada ujung
saraf sensorik sinus (kemoreseptor). Hal inilah yang menyebabkan korban takipneu. Karena sifat
dari sianida yang dapat merusak jaringan makan oksigen tidak dapat mencapai jaringan sehingga
Kejang yang didapatkan pada korban dikarenakan adanya penurunan oksigen pada
jaringan otak. Sehingga otak menjadi udem. Kareana timbulnya stimulus parasimpatis pada otak
menyebabkan peningkatan sekresi lender dan penurunan kesadaran yang drastis disertai
gangguan elektrolit yang dapat menyebabkan kejang. Hingga akhirnya korban meninggal secara
Bab IV
Penutup
4.1. Kesimpulan
Pemeriksaan forensik pada kasus keracunan bertujuan untuk mencari penyebab kematian
dan untuk mengetahui seberapa jauh racun mempengaruhi terjadinya suatu kejadian. Terdapat
berbagai jenis racun yang masuk ketubuh melalui berbgai macam cara dan memberikan efek
yang bervariasi pada masing-masing orang. Toksikologi adalah salah satu cabang ilmu forensik
yang mempelajari sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan
serta kelainan yang didapatkan pada korban meninggal.
Sianida adalah bahan kimia yang mengandung gugus cyan (C≡N). Sianida yang
dipergunakan dalam berbagai industri, adalah salah satu zat racun yang memberikan efek baik
sistemik maupun lokal dan bersifat sangat toksik bahkan lethal. Terdapat berbagai bentuk sianida
28
di alam baik yang bersal dari sumber natural maupun sintetis. Beberapa Bentuk-bentuk sianida
yaitu Hidrogen Sianida (HCN), Sodium Sianida, Potasium Sianida (KCN), Kalsium Sianida
(Ca(CN)2), Sianogen, Sianogen Klorida, Glikosida Sianogenik. Akan tetapi dalam tubuh bentuk-
bentuk ini akan berubah menjadi hidrogen sianida yang melepaskan ion sianida bebas yang akan
berekasi dan memberikan efek. Terdapat beberapa cara masuknya sianida ke dalam tubuh yaitu
inhalasi, kontak langsung dan peroral. Setelah terabsorpsi, sianida secara cepat akan terdistribusi
di sirkulasi. Konsentrasi sianida tertinggi terdapat pada hati, paru, darah, otak.
Sianida akan meninaktifkan sitokrom c oksidase pada mitokondria yang akan
menghambat transfer oksigen dan menghentikan respirasi selular. Anoksia jaringan yang
diinduksi oleh reaksi ini perubahan pada metabolisme sel. Kombinasi dari hipoksia sitotoksik
dengan asidosis laktat akibat perubahan metabolisme akan menekan CNS yang mengakibatkan
henti nafas dan kematian. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari dosis
sianida, banyaknya paparan, jenis paparan, dan bentuk dari sianida. Tanda awal dari keracunan
sianida adalah hiperpnea, nyeri kepala, dispnea, kecemasan, gelisah, berkeringat banyak, warna
kulit kemerahan atau cherry red, tubuh terasa lemah dan vertigo. Tanda akhir sebagai ciri adanya
penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma
penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak
spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila
penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida. Takaran toksik peroral untuk HCN adalah
60-90 mg sementara untuk KCN atau NaCN adalah 200 mg. Pada inhalasi sianida dalam
menimbulkan efek dalam 1jam pada konsentrasi 100 ppm. Prinsip pertama dari terapi keracunan
sianida adalah mengeliminasi sumber-sumber yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida.
Tindakan kedua adalah segera cari udara segar. Segera berikan antidote seperti sodium nitrit,
dicobalt edetate, dimetil aminofenol, hydroxicobalamin.
Pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida cukup beresiko karena
pemeriksa akan menghirup sianida dalam waktu yang cukup lama. Tanda-tanda asfiksia dapat
dilihat pada korban ini seperti sianosis pada bibir dan ujung jari-jari, kongesti organ dalam dan
dilatasi jantung kanan. Beberapa tanda yang dapat dilihat adalah lebam mayat berwarna merah
bata, muntahan hitam disekitar bibir, bau sianida seperti bau almond, jaringan pada organ dalam
mungkin juga menjadi berwarna merah muda terang, striae lambung berwarna merah gelap,
oesuphagus sepertiga distal mengalami kerusakan. Adanya sianida dapat secara objektif
29
dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium. Sampel dapat diambil dari lambung baik isi
maupun jaringannya, jaringan hati, darah, otak, paru-paru, limpa, urine.
Beberapa metode yang dipergunakan untuk pemeriksaan ini adalah uji kertas saring,
reaksi Schonbein-Pagentecher (reaksi guacajol), reaksi prussian blue, gettler-goldbaum. Analisa
sianida pada darah dapat juga mempergunakan metode calorimetrik dan Gas Cromatography
dengan Nitrogen Phosporus Detection (GC-NPD). Cara lain penentuan kasus keracunan sianida
adalah dengan CT Scan kranial setelah 3 hari kematian. Terlihat pembengkakan cerebral dengan
hilangnya batas antara substantia alba dan subtansia nigra yang menjadi petunjuk adanya
keracunan sianida akut.
Pada kasus keracunan pembuktian adanya racun dan peranan racun dalam kejadian
tersebut sangat diperlukan. Untuk itu pasal 131 KUHP mengatur tentang kesaksian ahli dari ahli
racun dalam hal ini adalah dokter forensik. Selain itu jika terdapat unsur kesengajaan maka
pelaku dapat dijerat dengan pasal 340 KUHP dan pasal 202 KUHP jika peeristiwa keracuan
terjadi pada sarana-sarana umum dan melibatkan orang banyak.
Daftar Pustaka
30
6. Chishiro T. Clinical Aspect of Accidental Poisoning with Cyanide. Asian Medical
Journal;2000. 43(2) : 59-64.
7. Hydrogen Cyanide and Cyanides:Human Health Aspects, WHO: Geneva; 2004.
8. Bismuth, C., Clarmann, M.V., Dijk, A.V., Mallinckrodt, M.G.V., Hall., Heijst, A.N.P.,
Marrs, T.C., Meredith, T.J., Parren, A.C.G.M., Persson, H., Taitelman, U, Antidote for
Poisoning by Cyanide, Cambrige University Pres; 1994.
9. Knight, B. Forensic Pathology. Edward Arnold, A Division of Hodder and Stonghton.
London; 2000.
10. Leybell I. Toxicity, Cyanide. Available on: http://emedicine.org/html. diakses pada
tanggal 20 Agustus 2016.
11. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
12. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
13. http://www.scisi.co.id/scisi/repository/upload/mod_commodity_files/1425441111picfc24
e39ffd5.pdf. Tanggal 20 Agustus 2016.
31