Website Kesehatan. Sebenarnya artikel ini lebih saya tujukan untuk para mahasiswa Jurusan
kesehatan. Namun tidak ada salah nya juga Anda Semua pengunjung blog ini membaca artikel
ini Sebagai informasi untuk menambah pengetahuan anda tentang gejala dan penyebab
keracunan serta bagaimana cara memberikan pertolongan yang tepat apabila ada anggota
keluarga anda yang mengalami keracunan (cara penanggulangan penderita keracunan). Oke
sebelum kita membahas lebih jauh ada baiknya kita mengulas definisi toksikologi dan
penyebabnya serta gejala-gejala nya.
Toksikologi merupakan sebuah cabang ilmu yang mempelajari tentang keracunan, baik
penyebab, diagnosis serta cara penanganan penderita keracunan. Banyak hal yang bisa
membuat orang mengalami keracunan, seperti keracunan makanan, keracunan obat, keracunan
jamur dan bakteri serta keracunan zat-zat kimia lainnya.
Prinsipnya setiap zat kimia yang masuk kedalam tubuh merupakan zat asing yang sering disebut
Xenotik. Salah satu contoh xenotik yaitu obat. normalnya obat tidak berbahaya namun perlu di
ingat Semua zat kimia yang yang ada didalam tubuh pada dasarnya bersifat racun hanya saja
terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian nya.
1. Keracunan Obat-obatan, Bisa karena kesalahan pada dosis pemberian atau cara penggunaan
yang tidak benar sehingga menyebabkan keracunan obat.
2. Keracunan Bahan kimia, Contoh bahan kimia yang paling sering menjadi penyebab
keracunan di indonesia seperti insektisida yang kurang hati-hati Sehingga beresiko terjadinya
keracunan zat kimia.
3. Keracunan makanan, Banyak juga jenis-jenis makanan yang bisa menyebabkan keracunan,
salah satunya adalah sianida yang terdapat pada singkong, atau ichtyosarcotoxion pada ikan dan
juga singkong yang bisa menyebabkan penyumbatan pada tubuli ginjal sehingga menimbulkan
hematuria dan anuria.
4. Keracunan bakteri atau jamur, contohnya seperti Toksin botulinus yang terdapat pada
makanan kaleng yang sudah rusak, atau pun enterotoksin yang terdapat pada makanan-makanan
yang sudah basi.
Advertisement
5. Accidental Poisoning, Ini merupakan keracunan yang terjadi karena tanpa disengaja atau pun
akibat kecelakaan, Jenis Keracunan ini biasa terjadi pada anak-anak balita yang sering
memasukkan benda-benda yang dijumpainya kedalam mulut.
Tingkat Kesadaran merupakan Petunjuk penting untuk mengetahui beratnya keracunan yang
dialami oleh penderita. derajat tingkat keracunan didalam toksikologi dibagi dalam beberapa
tingkat berdasarkan kesadaran pasien :
Keracunan Tingkat 1 : penderita mengantuk tetapi masih sadar dan mudah di ajak
berbicara
Keracunan Tingkat 4 : Penderita dalam keadaan koma dan tidak ada reaksi sedikitpun
terhadap rangsangan seperti diatas. ini merupakan tingkat yang lebih parah dan
mengancam keselamatan jiwa.
Pada banyak kasus keracunan seringkali adanya hambatan pada jalan nafas yang dapat
menyebabkan kematian, ini merupakan hal yang wajib dan salah satu cara menolong orang
keracunan yaitu dengan memastikan jalan nafas tetap terbuka dan bersihkan/ keluarkan /
bebaskan jalan nafas nya jika memang ada hambatan. cara nya akan dijelaskan dibawah pada
bagian cara menangani penderita keracunan.
Syok terjadi karena depresi dan berkurangnya curah jantung dan terkadang berhentinya denyut
jantung
Kejang ini merupakan pertanda terhadap adanya respon dari SSP atau medula spinalis atau
Hubungan saraf-saraf otot. Selain itu beberapa gejala keracunan yang lain adalah Retensio urin,
Diare, Mual-muntah dan adanya kerusakan ginjal dan hati yang dibuktikan dengan tes
laboratorium.
Untuk cara penanganan pasien keracunan pertama yang bisa anda lakukan, Usahakan
penderita Memuntahkan berilah baskom untuk menampung, setelah itu berilah Air minum yang
banyak. karena air sangat membantu untuk menetralisir Racun yang ada dalam tubuhnya. dan
segeralah mencari pertolongan medis. namun ada beberapa hal yang harus anda perhatikan
yaitu :
1. Jalan nafas
Sering terjadi penyumbatan jalan nafas pada penderita keracunan akibat sekresi air liur dan
bronkus yang menyumbat. Untuk penatalaksaannya bersihkan mulut dan jalan nafas dari sisa
muntahan atau air liur dan selalu miringkan penderita secara bergantian pada sisi kiri dan kanan.
2. Bila keracunan terjadi melalui kulit segera bilas dan bersihkan dengan air, namun jika
keracunan melalui mulut seperti konsumsi obat yang tidak tepat atau karena zat-zat kimia
berbahaya yang masuk melalui mulut maka ada tiga cara untuk mengeluarkannya, dengan
menimbulkan muntah, memberikan pencahar dan melalui bilas lambung, ini mungkin lebih ke
penanganan medis.
Untuk cara penanggulangan keracunan lebih lanjut akan saya bahas pada artikel selanjutnya
agar lebih lengkap tentang tata cara pertolongan pertama pada penderita keracunan Sesuai
dengan jenisnya seperti keracunan melalui makanan, keracunan obat-obatan, dan jenis-jenis
keracunan lainnya. Sekian dulu Update kali ini semoga bermanfaat buat semuanya.
Toksikologi
Definisi
Toksikologi adalah : ilmu yang mempelajari toksin mulai dari sifat fisis dan kimia, cara masuk, mekanisme
kerja, gejala-gejala dan tanda-tanda yang ditimbulkannya pada korban hidup atau meninggal dunia,
mendeteksi serta antidotumnya.
Toksin adalah zat kimia yang dalam dosis kecil pun di dalam tubuh sudah menimbulkan gangguan
biokimia dan gangguan faal.
Toksin menurut UU atau hukum adalah zat yang dapat membuat seseorang menjadi lemah, tidak bisa
bekerja atau sampai dapat menimbulkan kematian.
Toksin dibedakan dengan :
a. Allergen : suatu zat yang bersifat alergi terhadap seseorang, artinya bersifat individual (tidak
untuk semua orang)
b. Obat yaitu zat kimia yang digunakan untuk tujuan menyembuhkan seseorang dengan dosis yang
tepat (therapeutic dose) dan obat dapat menjadi toxin jika over dosis atau lethal dose
c. Drug abuse adalah penggunaan obat yang bertujuan bukan untuk terapi/ pengobatan melainkan
untuk efek lain, mungkin maksudnya dapat diberikan pada orang sehat dengan tujuan tertentu
dalam dosis tertentu, mencapai suatu kesenangan atau kenikmatan sesaat yang akhirnya nanti
akan berbahaya bagi pemakai obat tersebut (narkotik, ganja dsb)
Pembagian Toksikologi
Toksikologi sendiri dibagi menjadi 3 cabang yaitu :
1. clinical toxicology : ilmu yang mempelajari toksin yang digunakan dokter dalam bidang klinik untuk
pengobatan. Hal ini dilakukan oleh para dokter di RS maupun di Puskesmas.
2. environment toxicology : ilmu yang mempelajari toksin yang berhubungan dengan lingkungan hidup,
misalnya kadar mercuri, arsen di sungai tercemar yang melebihi NAB (Nilai Ambang Batas)
3. forensic toxicology : ilmu yang mempelajari toksin yang berhubungan dengan kasus kriminal, dimana
dalam hal ini penekanannya pada mendeteksi toksin yang terdapat pada korban yang diduga kasus
kriminal tersebut.
Forensic toksikologi walaupun lebih banyak penekanannya untuk mendeteksi toksin pada korban tetapi
dokter yang menangani kasus (dalam hal ini dokter forensik) harus juga dituntut untuk mengetahui
secara sempurna toksikologi seperti yang diuraikn diatas (sifat fisis, kimia, mekanisme kerja, cara masuk,
dll).
Pembagian toksin :
berdasarkan sifat kimia
pembagian ini sangat rumit dan sulit untuk dipelajari apalagi dihapal, misalnya : asam pekat, basa pekat,
logam berat, gas, dll
a. lokal
b. general
- barbiturat
- narkotik
- dll
- asam oksalat
- asam karbol
- garam Pb
b. racun yang terdapat di lapangan pertanian atau perkebunan : insektisida, herbisida dan lain lain
c. racun yang terdapat di dunia kedokteran atau pengobatan : hipnotik, sedativa, obat penenang, anti
depresan dan antibiotika
d. racun yang banyak dipakai di laboratorium atau industri : asam-asam dan basa kuat, logam berat dan
lain-lain
e. racun yang terdapat di alam bebas : opium, ganja, racun singkong (sianida) dan racun-racun pada jamur
serta binatang
Berat ringannya akibat yang dihasilkan oleh racun yang masuk kedalam tubuh seseorang banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
A. Cara pemberian
Berdasarkan cara pemberian, maka pada umumnya racun yang akan paling cepat bekerja pada tubuh,
jika masuk secara inhalasi, lalu secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti, absorbsi melalui mukosa dan yang
paling lambat melalui kulit yang sehat.
B. Keadaan tubuh
1. anak atau dewasa
2. kesehatan
3. kebiasaan / habit
4. hipersensitif
C. Toksinnya sendiri
1. dosis / konsentrasi
4. susunan kimia
5. antagonisme
1. korban mati mendadak 1 orang atau lebih bersamaan atau tak beberapa lama kemudian
3. pada pemeriksaan ditemukan tanda-tanda khas meninggal oleh karena suatu racun
Diferensial diagnosa dari kematian mendadak kecurigaan racun adalah kematian mendadak oleh
penyakit natural sudden death
Jika kita tak tahu pasti apa penyebabnya, sedangkan korban sudah harus dikuburkan maka Curry
menganjurkan untuk mengambil organ untuk pemeriksaan.
Adapun tujuannya :
3. menganjurkan untuk mengambil organ atau darah lebih banyak untuk diperiksa, bisa bertahan lama
(agar dapat bahan walaupun mayat sudah dikubur)
2. usus halus 60 cm
3. usus besar 60 cm
5. limfa
6. hati 1 lobus
7. paru 1 lobus
8. otak
dipisahkan masing-masing jaringan. Hal ini untuk menentukan sampai dimana toksin itu masuk, juga
untuk menentukan sudah berapa lama toksin itu masuk peroral.
Syarat-syarat pengiriman sampel/jaringan untuk pemeriksaan toksikologi kehakiman adalah sebagai
berikut :
tak
- lambung
- usus besar 60 cm
- ginjal 1 buah
- limfa
- paru 1 lobus
IV. dibuat berita acara penyegelan pada barang bukti bersama polisi dengan ditandatangani polisi yang
bertugas dan dokter.
Pada kasus-kasus oleh karena makanan atau minuman, bahan tersebut diambil untuk mengetahui racun
apa yang ada disana lalu di test di laboratorium. Jika dengan laboratorium tidak juga diketahui, maka
semua test yang ada di laboratorium dicoba. Tidak diketahui juga maka dicoba pada binatang. Jika
hewan tersebut mati berarti ada sesuatu pada makanan tersebut. Cara ini yang paling terutama di
daerah-daerah.
Jika kita juga tidak tahu apa-apa dan secara patologi anatomi tidak mencurigakan maka tanyakan pada
yang lain atau dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.
4. Spektrofotometri
5. Test imunologi
6. Test binatang
PENDAHULUAN
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit
yang fatal. Sebagian kematian disebabkan oleh bunuh diri dengan mengkonsumsi obat secara
overdosis oleh remaja maupun orang dewasa. Kematian pada anak akibat mengkonsumsi obat
atau produk rumah tangga yang toksik telah berkurang secara nyata dalam 20 tahun terakhir,
sebagai hasil dari kemasan yang aman dan pendidikan yang efektif untuk pencegahan keracunan.
Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis yang cepat
dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hati-hati pada korban yang
keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.
ETIOLOGI
Pada dasarnya tidak ada batas yang tegas tentang penyebab dari keracunan berbagai
macam obat dan zat kimia, karena praktis setiap zat kimia mungkin menjadi penyebabnya.
Secara ringkas klasifikasi keracunan sebagai berikut:
1. Self poisoning
Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa
dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-hatian
dalam penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja yang ingin coba-coba menggunakan obat,
tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.
2. Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau
pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.
3. Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali.
Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan segala
benda ke dalam mulut.
4. Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang.
1. Keracunan kronis
Diagnosis keracunan ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah pajanan.
Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang relatif kecil.
2. Keracunan akut
Keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak setelah
makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi pada banyak orang
(misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota keluarga atau bahkan seluruh warga
kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan sindrom
penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya kemungkinan keracunan pada sakit mendadak.
Keracunan digolongkan menurut organ tubuh yang terkena, misal racun pada SSP, racun jantung,
racun hati, racun ginjal dan sebagainya. Suatu organ cenderung dipengaruhi oleh banyak obat,
sebaliknya jarang terdapat obat yang mempengaruhi /mengenai satu organ saja.
1. Alkohol
2. Fenol
3. Logam berat
4. Organofosfor
Pengklasifikasian bahan toksik yang menjadi penyebab keracunan adalah sebagai berikut:
Menurut potensi toksik : super toksik, sangat toksik sekali, sangat toksik, toksik,
agak toksik
METODE KONTAK DENGAN RACUN
Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan. Metode kontak
dengan racun melalui cara berikut:
Tertelan
Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik. Contoh kasus: overdosis obat,
pestisida
Efeknya iritasi lokal, tapi bisa berakibat keracunan sistemik. Kasus ini biasanya terjadi di tempat
industri. Contoh: soda kaustik, pestida organofosfat
Efek spesifiknya pada mata dan bisa menyebabkan iritasi lokal. Contoh : asam dan basa, atropin
Inhalasi
Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi dan keracunan sistemik.
Keracunan melalui inhalasi juga banyak terjadi di tempat-tempat industri. Contoh : atropin, gas
klorin, CO (karbon monoksida)
Injeksi
Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk ke dalam tubuh bisa melalui
intravena, intramuskular, intrakutan maupun intradermal.
EFEK TOKSIK
Penilaian keamanan suatu obat atau zat kimia merupakan bagian penting dalam
toksikologi, karena setiap zat kimia yang baru akan digunakan harus diuji toksisitas dan
keamanannya. Seabelum suatu obat dapat digunakan untuk indikasi tertentu, harus diketahui
dulu efek apa yang akan terjadi terhadap semua organ tubuh yang sehat. Jarang obat yang hanya
mempunyai satu jenis efek, hampir semua obat mempunyai efek tambahan dan mampu
mempengaruhi berbagai macam organ dan fungsi fital. Efek yang menonjol, biasanya merupakan
pegangan dalam menentukan penggunaan, sedangkan perubahan lain merupakan efek samping
yang bahkan bisa menyebabkan toksik. Biasanya reaksi toksik merupakan kelanjutan dari efek
farmakodinamik. Karena itu, gejala toksik merupakan efek farmakodinamik yang berlebihan.
Reaksi toksik berbeda secara kualitatif, tergantung durasi paparan. Paparan tunggal atau
paparan berulang yang berlangsung kurang dari 14 hari disebut paparan akut. Paparan yang
terjadi kurang dari 14 hari merupakan paparan sub-akut. Paparan sub-kronis bila terpapar selama
3 bulan dan disebut paparan kronis bila terpapar secara terus-menerus selama lebih dari 90 hari.
Efek toksik pada paparan kronis dapat tidak dikenali sampai setelah paparan terjadi berulang
kali.
Kemunculan efek toksik sesudah paparan akut dapat terjadi secara cepat maupun terjadi
setelah interval tertentu. Efek yang seperti ini disebut sebagai delayed toxicity (toksisitas
tertunda). Adapun efek berbahaya yang timbul akibat kontak dengan konsentrasi rendah bahan
kimia dalam jangka waktu lama disebut low level, long term-exposure (paparan jangka lama,
tingkat rendah). Efek berbahaya, baik akibat paparan akut maupun kronis, dapat bersifat
reversibel maupun ireversibel. Riversibilitas relatif efek toksik tergantung daya sembuh organ
yang terkena.
Manusia bisa melakukan kontak dengan beberapa bahan kimia berbeda secara bersamaan
ataupun sekuensial. Efek biologis akibat paparan campuran beberapa bahan dapat digolongkan
sebagai adiktif, sinergitik, potensiasi, antagonistik dan toleransi. Pada potensiasi, satu dari dua
bahan tidak menimbulkan toksik, namun ketika terjadi paparan kedua bahan tersebut, efek toksik
dari bahan yang aktif akan meningkat. Kondisi sinergistik dua bahan yang mempunyai sifat
toksik sama atau salah satu bahan memperkuat bahan yang lain, maka efek toksik yang
dihasilkan lebih bahaya. Antagonistik merupakan dua bahan toksik yang mempunyai kerja
berlawanan, toksik yang dihasilkan rendah/ringan. Toleransi merupakan keadaan yang ditandai
oleh menurunnya reaksi terhadap efek toksik suatu bahan kimia tertentu. Biasanya efek toksik
campuran bahan kimia bersifat aditif.
INDEK TERAPEUTIK
Indek terapeutik adalah rasio antara dosis toksik dan dosis efektif. Indek ini
menggambarkan keamanan relatif sebuah obat pada pengunaan biasa. Indeks terapeutik suatu
dosis diperlukan, karena terapi yang dijalankan dapat menimbulkan efek. Diperkirakan sebagai
rasio LD 50 (dosis letal pada 50 % kasus) terhadap ED 50 (dosis efektif pada 50% kasus). Dalam
praktik, sebuah substansi dikatakan memiliki indeks terapeutik tinggi atau rendah.
Penggunaan terapi obat sebaiknya mempunyai ED yang lebih besar daripada LD. Obat yang
mempunyai indek terapeutik lebar biasanya tidak memerlukan pemantauan obat terapeutik.
Pemantauan obat terapeutik biasanya dilakukan pada obat yang mempunyai indek terapeutik
sempit. Tujuan dari pemantauan obat terapeutik adalah:
Untuk menentukan kadar obat dalam serum apabila dosis obat diubah.
Setiap zat kimia, bila diberikan dengan dosis yang cukup besar akan menimbulkan
gejala-gejala toksis. Gejala-gejala ini pertama-tama harus ditentukan pada hewan coba melalui
penelitian toksisitas akut dan subkronik. Penelitian toksisitas akut diutamakan untuk mencari
efek toksik, sedangkan penelitian toksisitas kronik untuk menguji keamanan obat. Penilaian
keamanan obat dapat dilalukan melalui tahapan berikut:
Menentukan LD 50
Melakukan percobaan toksisitas akut dan kronik untuk menentukan no effect level
Tingkat III : penderita dalam keadaan soporokoma, hanya dapat bereaksi dengan
rangsang maksimal, yaitu dengan menggosok sternum dengan kepalan tangan.
Tingkat IV : penderita dalam keadaan koma, tidak ada reaksi sedikitpun terhadap
rangsang maksimal.
Stabilisasi
Perawatan pasien keracunan diarahkan untuk stabilisasi masalah-masalah mendesak jalan nafas
yang mengancam hidup, pernafasan dan sirkulasi. Langkah-langkah stabilisasi adalah sebagai
berikut:
2. Kaji dan kontrol perdarahan. Cegah dan tangani syok dengan pemberian produk
darah jika perlu.
3. Kaji terhadap adanya cidera yang berkaitan dengan proses penyakit lain
4. Kaji, tetapkan, tangani status asam basa dan elektrolit.
Riwayat umum
Setelah pasien berhasil distabilkan, upaya-upaya untuk mendapatkan riwayat pemajanan bisa
dilakukan. Riwayat tersebut bisa diperoleh dari pasien sendiri, angota keluarga, teman-teman,
para penyelamat dan saksi. Hal terpenting adalah mengidentifikasi bahan toksik, jumlah dan
waktu pemajanan, alergi atau penyakit yang mendasari, dan apakah tindakan pertolongan
pertama yang telah dilakukan.
Adanya sindrom toksik dapat membantu menegakkan diagnosa banding dengan mengusulkan
berdasarkan kelas dari racun yang mungkin mengenai korban. Lima sindrom toksik yang sering
muncul adalah sebagai berikut:
1. Kolinergik
Gejala : tanda vital menurun, salivasi berlebihan, lakrimasi, urinasi, emesis dan diaforesis,
depresi sistem saraf, bradikardi, kejang.
Penyebab : insektisida organofosfat dan karbamat, beberapa jamur
2. Opiat/hipnotik sedatif
Gejala : TTV menurun, koma, depresi pernafasan, miosis, hipotensi, bradikardi, penurunan
bising usus, edema pulmonal.
Penyebab : narkotik, benzodiazepam, barbiturat, etanol, klonidin
3. Antikolinergik
Gejala : delirium, kering, ruam kulit, pupil melebar, suhu tinggi, retensi urine, bising usus
menurun, takikardi, kejang
Penyebab ; antihistamin, atropin, agen antidepresan, beberapa tanaman jamur
4. Simpatomimetik
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus keracunan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:
Penatalaksanaan umum
Penatalakasanaan umum
Langkah ini termasuk tindakan pertolongan pertama yang diberikan untuk mencegah
absopsi agen dan jika memungkinkan untuk menyingkirkan pemajanan berlanjut atau berulang.
Properti fisiokimia obat atau toksik, banyaknya, dan waktu pemajanan dapat menentukan tipe
dan beratnya dekontaminasi. Dekontaminasi melibatkan pengeluaran toksik dari kulit, saluran
cerna, inhalasi, dan okular.
Pemajanan okuler
Dalam kasus ini , dekontaminasi dicapai dengan pengaliran air suam-suam kuku atau normal
saline segera setelah pemajanan. Menggunakan gelas besar atau mandi pancur bertekanan
rendah, mata akan terus-menerus tergenangi selama 15 sampai 30 menit sambil mengedip mata,
memejam dan membuka mata. Jika gejala dari iritasi okuler belum mereda setelah dilakukan
dekontaminasi, maka diperlukan pemeriksaan mata lanjutan.
Pemajanan dermal
Setelah melepas pakaian yang terkontaminasi, dekontaminasi kulit dilakukan dengan merendam
kulit dalam air suam-suam kuku selama 15 sampai 30 menit dan kemudian secara lembut mulai
membersihkan bagian yang terkontaminasi dengan air dan sabun, membilas dengan menyeluruh.
Kasus penyerapan toksin secara dermal, pemberi perawatan kesehatan dapat berisiko terhadap
toksisitas jika terjadi kontaminasi dermal sementara membantu korban untuk dekontaminasi.
Netralisasi asam basa pada kulit dianjurkan untuk pemberi perawatan.
Pemajanan inhalasi
Langkah pertama yang dilakukan adalah memindahkan korban ke tempat yang udaranya segar
sambil memastikan bahwa penolong tidak terpajan toksik yang menyebar di udara. Jalan nafas
yang paten harus dibuat dan status pernafaasan dikaji. Pernafasan buatan diperlukan jika korban
tidak bernafas spontan.
Ingesti
Dilusi dengan susu dan air dilakukan pada menelan iritan atau kaustik. Pada orang dewasa dapat
didilusi dengan satu gelas susu atau air, sedangkan pada anak-anak dapat diberikan 2 sampai 8
ons cairan, berdasarkan pada ukurannya.
Emetik
Merupakan tindakan mengeluarkan kembali obat atau toksik yang tertelan dengan merangsang
muntah. Pada umumnya tindakan ini dilakukan dalam 4 jam setelah kejadian, lebih cepat lebih
baik. Muntah yang ditimbulkan tidak akan mengosongkan lambung seluruhnya, hanya sekitar 30
% isi lambung yang dapat dikeluarkan. Biasanya emetik yang digunakan adalah sirup ipecac.
Sirup ini harus diberikan sesegera mungkin setelah ingesti (dalam 30 menit) dan diikuti dengan
air dan meningkatkan aktivitas fisik pasien. Jika dosis awal gagal untuk mendapatkan hasil
dalam waktu 20 sampai 30 menit, dapat diulang satu kali dengan dosis sama. Apabila emesis
sudah selesai, tunda makan minum selama satu sampai dua jam untuk menenangkan lambung.
Kontraindikasi untuk tindakan emesis:
1. Depresi status mental
3. Kejang
Lavage lambung
Merupakan metode alternatif yang umum untuk pengosongan lambung, dimana cairan seperti
normal saline dimasukkan ke dalam lambung melalui orogastrik atau nasogastrik dengan
diameter besar dan kemudian dibuang dalam upaya untuk membuang bagian agen yang
mengandung toksik.
Indikasi lavage lambung adalah:
1. Depresi status mental
2. Tidak ada reflek muntah
3. Gagal dengan terapi emesis
4. Pasien dalam keadaan sadar
Kontraindikasi lavage lambung:
1. Ingesti kaustik
2. Kejang yang tidak terkontrol
Untuk tindakan ini pasien dibaringkan dalam posisi dekubitus lateral sebelah kiri, dengan bagian
kepala lebih rendah daripada kaki. Masukkan cairan 150 sampai 200 ml air atau saline (pada
anak 50 sampai 100 ml) ke dalam lambung. Prosedur ini diulang sampai keluar cairan yang
jernih atau sedikitnya menggunakan 2 liter air. Intubasi nasotrakeal atau endotrakeal diperlukan
untuk melindungi jalan udara. Prosedur ini dilakukan 4 jam setelah obat ditelan.
Komplikasi lavage lambung:
1. Perforasi esofagus
2. Aspirasi pulmonal
3. Ketidakseimbangan elektrolit
4. Tensi pneumothorak
5. Hipotermia pada anak-anak bila menggunakan lavage yang dingin
Adsorben
Adsorben merupakan bahan padat yang mempunyai kemampuan menarik dan menahan pada
permukaannya bahan lainnya. Pasien diberi karbon aktif yang berupa bubur ditambah air, yang
komposisinya terdiri atas karbon aktif 1 bagian dengan 8 bagian air (1:8) sampai 1:10. karena
ikatan karbon-toksik lemah, maka harus segera dikeluarkan dari saluran cerna dengan
menggunakan laksatif. Penggunaan adsorben harus hati-hati pada pasien dengan bising usus
rendah, dan menjadi kontraindikasi untuk pasien dengan gangguan usus.
Katartik
Pemberian agen katartik dapat mempercepat eliminasi toksin dari saluran cerna dan mengurangi
absorpsi. Katartik diberikan per oral atau dengan selang nasogastrik pada semua kasus keracunan
di mana arang obat dianjurkan, kecuali pada anak kecil. Pada anak-anak kurang dari 1 tahun,
katartik tidak diberikan untuk menghindari dehidrasi.
Peningkatan eliminasi
Setelah prosedur diagnostik dan dekontaminasi serta pemberian antidot dilakukan dengan tepat,
penting untuk mempertimbangkan langkah peningkatan eliminasi, seperti diuresis paksa, dialisis
atau tranfusi tukar.
Diuresis paksa adalah tindakan memberi caairan parenteral dalam jumlah besar (0,5-1,5 liter
sejam) untuk mempercepat ekskresi obat melalui ginjal. Syarat diuresis paksa adalah sebagai
berikut:
1. Keracunan harus berat
2. Obat harus larut dalam air
3. Berat molekul obat kecil
4. Obat tidak diikat oleh protein maupun lemak
5. Obat tidak dikumulasi dalam suatu rongga atau organ tubuh
6. Obat tidak diekskresi lebih cepat melalui jalan lain, misal paru atau usus.
Tindakan ini mudah dilakukan tetapi mengandung bahaya yang tidak boleh diabaikan karena itu
hanya dilakukan bila ada indikasi yang baik dan memenuhi syarat-syaratnya. Kontraindikasi
untuk diuresis paksa adalah:
1. Gagal jantung
2. Insufisiensi ginjal
3. Syok
Semula diuresis paksa sangat populer, tetapi karena tidak terbukti manfaatnya, cara ini jarang
digunakan, karena bisa mengakibatkan ketidaknormalan elektrolit.
Hemodialisis merupakan proses perubahan komposisi terlarut darah dengan difusi menembus
dinding semipermiabel antara darah dan larutan garam. Metode ini digunakan bila metode
konservatif tidak berhasil. Sedangkan hemoperfusi adalah metode pembuangan obat dan toksin
dari darah, dengan memompakan darah melewati bahan adsorben dan kemudian disirkulasikan
kembali ke dalam tubuh pasien. Antikoagulasi seperti heparin diperlukan untuk mencegah
pembekuan darah. Tranfusi tukar merupakan pembuangan bagian darah pasien dan
menggantikan dengan darah lengkap yang segar, cara terakhir ini sangat jarang dilakukan.
1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan penundaan disritmia atau
konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya aspirasi dan
edema pulmonal.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang keracunan. Skrin negatif tidak berarti
bahwa pasien tidak keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat tidak ada. Adalah penting
untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin secara rutin di dalam laboratorium, sehingga
pemeriksaannya bisa efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswara, S.G.,dkk. 1998. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi FK
UI
Hayes, E.R., et.al. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Vol.2. Jakarta: EGC
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi: Dasar dan Klinik. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika
Tambayong, J. 2002. Farmakologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Widya Medika
Makalah Sifat Kerja Obat, Rute Pemberian Obat, dan Faktor yang
Mempengaruhi Kerja Obat
BAB I
PENDAHULUAN
b. Intramuscular (im) : Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan
absorpsi. Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan
sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
Kelebihan :
tidak diperlukan keahlian khusus,
dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
absorbsi cepat obat larut dalam air.
Kekurangan :
rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting time),
bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan.
c. Subkutan (SC) : Hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan.
Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama. Absorpsi
menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit atau
dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat
memperlambat absorpsinya Penyuntikkan dibawah kulit
Kelebihan :
diperlukan latihan sederhana,
absorbs cepat obat larut dalam air,
mencegah kerusakan sekitar saluran cerna.
Kekurangan :
dalam pemberian subkutan yaitu rasa sakit dan kerusakan kulit,
tidak dpat dipakai jika volume obat besar,
bioavibilitas bervariasi sesuai lokasi.
Efeknya agak lambat
d. Intrathecal: obat langsung dimasukkan ke dalam ruang subaraknoid spinal, dilakukan bila
diinginkan efek obat yang cepat dan setempat pada selaput otak atau sumbu cerebrospinal
seperti pada anestesia spinal atau pengobatan infeksi SSP yang akut.
5. Implantasi
Kelebihan :
Bentuk oral pellet steril,
obat dicangkokkan dibawah kulit, terutama digunakan untuk efek sistemik lama, misalnya obat-
obat hormon kelamin (estradiol dan testoteron)
kekurangan :
Resorpsinya lambat,
satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara perlahan-lahan selama 3-5 bulan lamanya.
6. Rektal
obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada
suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek local. Bentuknya suppositoria
dan clysma obat pompa. Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan
pemberian obat bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan supositoria.
Kelebihan :
Baik sekali untuk obat yang dirusak oleh asam lambung,
diberikan untuk mencapai takaran yang cepat dan tepat,
tidak dapat dipakai jika pasien tidak biasa per-oral,
tidak dapat mencegah first-pass-metabolism,
pilihan terbaik untuk anak-anak.
Kekurangan :
absorbsi tidak adekuat,
banyak pasien tidak nyaman / risih per-rektal.
7. Transdermal
Transdermal adalah rute administrasi dimana bahan aktif yang disampaikan dikulit untuk
distribusi sistemik. Cara pemakaian melalui permukaan kulit, berupa plester. Obat menyerap
secara perlahan dan kontinyu, masuk ke sistem peredaran darah, langsung ke jantung.
Umumnya untuk gangguan jantung misalnya angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam.
Kelebihan :
Durasi yang lama dari tindakan yang mengakibatkan penurunan frekuensi dosis,
Peningkatan kenyamanan untuk mengelolah obat-obatan yang tidak akan membutuhkan dosis
sering,
meningkatkan bioavaibilitas,
lebih seragam plasma level,
mengurangi efek samping dan terapi karena pemeliharaan kadar plasma sampai akhir interval
pemberian dosis,
Obat terhindar dari first passed effect,
terhindar dari degradasi oleh saluran gastro interstinal,
Absorbsi obat relative konstan dan kontinyu.
Kekurangan :
Memiliki koefisien partisi sedang (larut dalam lipid maupun air),
memiliki titik lebut yang relative rendah,
memiliki effective dose yang relative rendah,
range obat terbatas (terutama terkait untuk molekulnya),
dosis harus kecil,
kemungkinan terjadinya iritasi dan sensitivitas kulit, tidak semua bagian tubuh dapat menjadi
tempat aplikasi obat-obat transdermal. Misalnya telapak kaki,dll,
8. Inhalasi
Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk
absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara local, pada
salurannya, misalnya salbutamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan
darurat misalnya terapi oksigen. Obat diberikan untuk disedot melalui hidung atau mulut atau
disemprotkan Penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, tenggorokan dan pernafasan. Bentuk
sediaan : Gas dan Zat padat, tetapi bisa juga mempunyai efek sistemik.
Kelebihan :
absorpsi terjadi cepat dan homogen,
kadar obat dapat terkontrol,
terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus.
Kekurangan :
Metode ini lebih sulit dilakukan,
memerlukan alat dan metode khusus, s
sukar mengatur dosis
sering mengiritasi paru.
9. Intranasal
Pemberian obat secara intranasall merupakan alternative ideal untuk menggantikan sistem
penghantaran obat sistemik parenteral.
Kelebihan :
Pencegahan eliminasi lintas perta hepatic
Metabolisme dinding saluran cerna atau destruksi obat disaluran cerna kecepatan dan jumlah
absorpsi
Profil konsentrasi obat versus waktu relatif sebanding dengan pengobatan secara intravena
Kekurangan :
Secara kosmetik tidak menarik
Absorbsi tidak adekuat
10. Pervaginam
Obat diberikan melalui selaput lendir/mukosa vagina, Diberikan pada antifungi dan anti
kehamilan, Obat yang dimasukkan pada umumnya bekerja secara local. Obat ini tersedia dalam
bentuk krim, tablet yang dapat larut dengan perlahan ataupun dapat juga dalam bentuk salep dan
suppositoria
Kelebihan :
Obat cepat bereaksi
Efek yang ditimbulkan bersifat lokal
Kekurangan :
Dapat membangkitkan rasa malu
Kesulitan dalam melakukan prosedur terhadap wanita lansia
Setiap rabas yang keluar memungkinkan berbau busuk
11. Topikal
Pemberian topikal dilakukan dengan mengoleskannya disuatu daerah kulit, memasang balutan
yang lembab, merendam bagian tubuh dalam larutan, atau menyediakan air mandi yang
dicampur obat. Obat diberikan secara topikal dengan menggunakan cakram atau lempeng
transdermal. Contoh : nitrogliserin, skopolamin, fentanil, dan estrogen. Cakram melindungi salep
obat pada kulit.. Obat topikal ini dapat diberikan sekurang-kurangnya 24 jam sampai tujuh hari.
Kelebihan :
untuk efek local; efek smping sistemik minimal,
mencegah first-pass effect,
untuk efek sistemik, menyerupai IV infuse (zero-order),
kekurangan :
secara kosmetik kurang menarik,
absorbsi tidak menentu.
Aturan penyimpanan
Guna memperlambat penguraian, maka semua obat sebaiknya disimpan di tempat yang
sejuk dalam wadah asli dan terlindung dari lembab dan cahaya. Dan hendaknya di suatu tempat
yang tidak bisa dicapai oleh anak-anak, agar jangan dikira sebagai permen berhubung bentuk dan
warnanya kerapkali sangat menarik. Obat-obat tertentu harus disimpan di lemari es dan
persyaratan ini selalu dicantumkan pada bungkusnya, misal insulin.
Masa penyimpanan obat tergantung dari kandungan dan cara menyimpannya. Obat yang
mengandung cairan paling cepat terurainya, karena bakteri dan jamur dapat tumbuh baik di
lingkungan lembab. Maka itu terutama obat tetes mata, kuping dan hidung, larutan, sirup dan
salep yang mengandung air/krim sangat terbatas jangka waktu kadaluwarsanya. Pada obat-obat
biasanya ada kandungan zat pengawet, yang dapat merintangi pertumbuhan kuman dan jamur.
Akan tetapi bila wadah sudah dibuka, maka zat pengawetpun tidak dapat menghindarkan
rusaknya obat secara keseluruhan. Apalagi bila wadah sering dibuka-tutup. mis. dengan tetes
mata, atau mungkin bersentuhan dengan bagian tubuh yang sakit, mis. pipet tetes mata, hidung
atau telinga. Oleh karena itu obat hendaknya diperlakukan dengan hati-hati, yaitu setelah
digunakan, wadah obat perlu ditutup kembali dengan baik, juga membersihkan pipet/sendok
ukur dan mengeringkannya. Di negara2 maju pada setiap kemasan obat harus tercantum
bagaimana cara menyimpan obat dan tanggal kadaluwarsanya, diharapkan bahwa di kemudian
hari persyaratan ini juga akan dijalankan di Indonesia secara menyeluruh. Akan tetapi, bila
kemasan aslinya sudah dibuka, maka tanggal kadaluwarsa tsb tidak berlaku lagi. Dalam daftar di
bawah ini diberikan ringkasan dari jangka waktu penyimpanan dari sejumlah obat, bila
kemasannya sudah dibuka. Angka2 ini hanya merupakan pedoman saja, dan hanya berlaku bila
obat disimpan menurut petunjuk2 yang tertera dalam aturan pakai
2. Diagnosa keperawatan
Pengkajian memberi data tentang kondisi klien, kemampuannya dalam menggunakan obat
secara mandiri, dan pola penggunaan obat.
Contoh diagnosa keperawatan NANDA untuk terapi obat.
Kurang pengetahuan tentang terapi obat yang berhubungan dengan :
1. Kurang informasi dan pengalaman
2. Keterbatasan kognitif
3. Tidak mengenal sumber informasi
Ketidakpatuhan tehadap terapi obat yang berhubungan dengan :
1. Sumber ekonomi yang terbatas
2. Keyakinan tentang kesehatan
3. Pengaruh budaya
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan :
1. Penurunan kekuatan
2. Nyeri dan ketidaknyamanan
Perubahan sensori atau persepsi yang berhubungan dengan :
1. Pandangan kabur
Ansietas yang berhubungan dengan :
1. Status kesehatan yang berubah atau terancam
2. Status sosial ekonomi yang berubah atau terancam
3. Pola interaksi yang berubah atau terancam
Gangguan menelan yang berhubungan dengan :
1. Kerusakan neuromuscular
2. Iritasi rongga mulut
3. Kesadaran yang terbatas
Penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif yang berhubungan dengan :
1. Terapi obat yang kompleks
2. Pengetahuan yang kurang
3. Perencanaan
Perawat mengatur aktivitas perawatan untuk memastikan bahwa tehnik pemberian obat
aman. Perawat juga dapat merencanakan untuk menggunakan waktu selama memberikan obat.
Pada situasi klien belajar menggunakan obat secara mandiri, perawat dapat merencanakan untuk
menggunakan semua sumber pengajaran yang tersedia. Apabila klien dirawat di rumah
sakit,sangat penting bagi perawat untuk tidak menunda pemberian intruksi sampai hari
kepulangan klien. Perawat harus mengkaji klien secara komprehensif dan mengidentifikasi
faktor fisik, psikologis, ekonomi atau sosial yang membuat klien tidak mampu dengan konsisten
menggunakan obat secara mandiri. Misalnya, klien menderita arthritis yang membuatnya sulit
pergi ke apotek. Perawat, dengan bantuan tenaga kesehatan lain,bekerja sama mencari jalan
keluar untuk masalah ini sebelum klien dipulangkan. Apabila klien baru didiagnosis dan
membutuhkan obat, misalnya, dalam rencana asuhan keperawatan, perawat data merujuk klien
untuk dirawat di rumah. Perawat penyelenggara perawatan kesehatan di rumah dapat membantu
klien menyusun jadwal pengobatan yang disesuaikan dengan rutinitas di rumah.
Baik,seorang klien mencoba menggunakan obat secara mandiri maupun perawat
bertanggung jawab memberikan obat, sasaran berikut harus dicapai :
1. Tidak ada komplikasi yang timbul akibat rute pemberian obat yang digunakan.
2. Efek terapiutik obat yang diprogramkan dicapai dengan aman sementara kenyamanan klien
tetap dipertahankan.
3. Klien dan keluarga memahami terapi obat.
4. Pemberian obat secara mandiri dilakukan dengan aman.
4. Implementasi
Transkripsi yang benar dan mengomunikasikan program
Intervensi keperawatan berfokus pada pemberian obat yang aman dan efektif.Intervensi
dilakukan dengan menyiapkan obat secara cermat, memberikannya dengan benar, dan memberi
klien penyuluhan. Setiap kali suatu dosis obat disiapkan, perawat mengacu pada format atau
label obat. Dengan sistem unit-dosis, hanya satu diperlukan transkripsi, sehingga kemungkinan
terjadinya kesalahan dibatasi. Ketika mentranskripsi resep, perawat harus yakin bahwa
nama,dosis,dan simbol obat dapat dibaca. Perawat terdaftar (registered nurse) membandingkan
semua program yang ditranskripsi dengan program yang asli untuk memastikan keakuratan dan
kelengkapannya. Perawat yang memberi obat yang salah atau dosis yang tidak tepat bertanggung
jawab secara hukum.
5. Evaluasi
Perawat memantau respon klien terhadap obat secara berkesinambungan. Untuk melakukan
ini,perawat harus mengetahui kerja terapiutik dan efek samping yang umum muncul dari setiap
obat. Perawat harus mewaspadai reaksi yang akan timbul ketika klien mengkonsumsi beberapa
obat. Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan sambil memenuhi sasaran
keperawatan yang ditetapkan, perawat melakukan langkah-langkah evaluasi untuk
mengidentifikasi hasil akhir yang aktual.
Berikut adalah contoh langkah evaluasi untuk menentukan bahwa ada komplikasi yang
terkait dengan rute pemberian obat :
1. Mengobservasi adanya memar, implamasi , nyeri setempat, atau perdarahan di tempat injeksi.
2. Menanyaan klien tentang adanya rasa baal atau rasa kesemutan di tempat injeksi.
3. Mengkaji adanya gangguan saluran cerna, termasuk mual, muntah, dan diare pada klien.
4. Menginspeksi tempat IV untuk mengetahui adanya feblitis, termasuk demam, pembengkakkan
dan nyeri tekan setempat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat. Obat
adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang memiliki masalah
ksehatan. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat
menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila
tidak tepat diberikan. Perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping yang
ditimbulkkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien
menggunakannnya dengan benar serta berdasarkan pengetahuan.
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling tepat untuk memberikan obat dan
meluangkan sebagian besar bersama klien.Hal ini membuat perawat berada pada posisi yang
ideal untuk memantau respon klien terhadap pengobatan,memberikan pendidikan untuk klien
dan keluarga tentang pengobatan dan menginformasikan dokter kapan obat efektif,tidak
efektif,atau tidak lagi dibutuhkan. Perawat bukan sekedar memberikan obat kepada
klien.Perawat harus menentukan apakah seorang klien harus menerima obat pada waktunya dan
mengkaji kemampuan klien untuk menggunakan obat secara mandiri.Perawat menggunakan
proses keperawatan untuk mengintegrasi terapi obat ke dalam perawatan.
B. SARAN
Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika
kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya
bias fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan
sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri
maupun orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Keracunan dalah masuknya zat yang berlaku sebagai racun, yang memberikan gejala sesuai
dengan macam, dosis dan cara pemberiannya.
Seseorang dicurigai menderita keracunan, bila :
1. Sakit mendadak.
2. Gejala tak sesuai dengan keadaan patologik tertentu.
3. Gejala berkembang dengan cepat karena dosis besar.
4. Anamnese menunjukkan kearah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh diri,
pembunuhan atau kecelakaan.
5. Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau lingkungan
pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.
PENATALAKSANAAN
- Dimuntahkan :
Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di tenggorokan), atau pemberian
air garam atau sirup ipekak.
Kontraindikasi : cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat,
minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.
- Bilas lambung :
Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5
%.
Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang.
- Bilas Usus Besar : bilas dengan pencahar, klisma (air sabun atau gliserin).
a. Keracunan Asam / Basa Kuat (Asam Klorida, Asam Sulfat, Asam Cuka Pekat, Natrium
Hidroksida, Kalium Hidroksida).
- Gejala : emosi labil, kulit memerah, muntah, depresi pernafasan, stupor sampai koma.
- Tindakan :
Bilas lambung dengan air
Beri kopi pahit
Infus glukosa : mencegah hipoglikemia.
c. Keracunan Arsenikum
- Gejala : mulut kering, kulit merah, rasa tercekik, sakit menelan, kolik usus, muntah, diare,
perdarahan, oliguri, syok.
- Tindakan :
Bilas lambung dengan Natrium karbonat/sorbitol
Atasi syok dan gangguan elektrolit
Beri BAL (4-5 Kg/BB) setiap 4 jam selama 24 jam pertama. Hari kedua sampai ketiga setiap 6
jam (dosis sama). Hari keempat s/d ke sepuluh dosis diturunkan.
- Gejala : mengantuk, nyeri perut, berkeringat, dyspneu, spasme otot, vertigo sampai koma.
- Tindakan : terapi simptomatik.
- Gejala : gangguan penglihatan, reflek pupil (-), disartri, disfagi, kelemahan otot lurik, tidak ada
gangguan pencernaan dan kesadaran.
- Tindakan :
Bilas lambung dengan norit
Beri ATS 10.000 unit.
Ber Fenobarbital 3 x 30-60 mg / oral.
f. Keracunan Ikan
- Gejala : panas sekitar mulut, rasa tebal pada anggota badan, mual, muntah, diare, nyeri perut,
nyeri sendi, pruritus, demam, paralisa otot pernafasan.
- Tindakan : Emesis, bilas lambung dan beri pencahar.
g. Keracunan Jamur
- Gejala : air mata, ludah dan keringat berlebihan, mata miosis, muntah, diare, nyeri perut,
kejang, dehidrasi, syok sampai koma.
- Tindakan :
Emesis, bilas lambung dan beri pencahar.
Injeksi Sulfas Atropin 1 mg / 1-2 jam
Infus Glukosa.
h. Keracunan Jengkol
i. Keracunan Singkong
- Gejala : Mual, nyeri kepala, mengantuk, hipotensi, takikardi, dispneu, kejang, koma (cepat
meninggal dalam waktu 1-15 menit).
- Tindakan :
Beri 10 cc Na Nitrit 5 % iv dalam 3 menit
Beri 50 cc Na Thiosulfat 25 % iv dalam 10 menit.
k. Keracunan Formalin
- Gejala :
Inhalasi : iritasi mata, hidung dan saluran nafas, spasme laring, gejala bronchitis dan
pneumonia.
Kulit : iritasi, nekrosis, dermatitis.
Ditelan/tertelan : nyeri perut, mual, muntah, hematemesis, hematuria, syok, koma, gagal nafas.
- Tindakan : bilas lambung dengan larutan amonia 0,2 %, kemudian diberi minum norit / air susu
l. Keracunan Barbiturat
- Gejala : mengantuk, hiporefleksi, bula, hipotensi, delirium, depresi pernafasan, syok sampai
koma.
- Tindakan :
Jangan lakukan emesis atau bilas lambung
Bila sadar beri kopi pahit secukupnya
Bila depresi pernafasan, beri amphetamin 4-10 mg intra muskular.
m. Keracunan Amfetamin
- Gejala : mulut kering, hiperaktif, anoreksia, takikardi, aritmia, psikosis, kegagalan pernafasan
dan sirkulasi.
- Tindakan :
Bilas lambung
Klorpromazin 0,5-1 mg/kg BB, dapat diulang tiap 30 menit
Kurangi rangsangan luar (sinar, bunyi)
n. Keracunan Aminopirin (Antalgin)
- Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri kepala, mata miosis, kekacauan mental,
bronchokonstriksi, hipotensi, depresi pernafasan dan kejang.
- Tindakan :
Atropin 2 mg tiap 15 menit sampai pupil melebar
Jangan diberi morfin dan aminophilin.
- Gejala : muntah, parestesi, tremor, kejang, edem paru, vebrilasi s/d kegagalan ventrikel, koma
- Tindakan :
Jangan gunakan epinefrin
Bilas lambung hati-hati
Beri pencahar
Beri Kalsium glukonat 10 % 10 cc iv pelan-pelan.
- Gejala :
Inhalasi : nyeri kepala, mual, lemah, dispneu, depresi pernafasan
Ditelan/tertelan : muntah, diare, sangat berbahaya bila terjadi aspirasi (masuk paru)
- Tindakan :
Jangan lakukan emesis
Bilas lambung hati-hati
Beri pencahar
Depresi pernafasan : Kafein 200-500 mg im
Pengawasan : kemungkinan edem paru.
- Gejala : kulit dan mukosa tampak merah terang, nyeri dan pusing kepala, dispneu, pupil
midriasis, kejang, depresi pernafasan sampai koma.
- Tindakan :
Pasang O2 bertekanan
Jangan gunakan stimulan
Pengawasan : kemungkinan edem otak
- Gejala : mual, muntah, pusing, klulit dingin, pupil miosis, pernafasan dangkal sampai koma.
- Tindakan :
Jangan lakukan emesis
Beri Nalokson 0,4 mg iv tiap 5 menit (atau Nalorpin 0,1 mg/Kg BB.
Obat terpilih Nalokson (dosis maximal 10 mg), karena tidak mendepresi pernafasan,
memperbaiki kesadaran, hanya punya efek samping emetik.
Karenanya pada penderita koma tindakan preventif untuk aspirasi harus disiapkan.
KEPUSTAKAAN
1. Halim Mubin A. : Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosa dabn Terapi, EGC, Jakarta
2001 : 98-115.
2. Panitia Pelantikan Dokter FK-UGM : Penatalaksanaan Medik, Senat Mahasiswa
Fak.Kedokteran UGM, Yogyakarta 1987 : 18-22.
3. Purnawan J., Atiek S.S., Husna A. : Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta
1982: 185-198.