Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian dan penggolongan Racun


Toksikologi adalah ilmu yang pengetahuan yang mempelajari tentang racun.
Menurut Tailor racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumnlah tertentu bila masuk
dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimia yang akan menyebabkan penyakit atau kematian.
Pengertian racun yang sekaran banyak dianut ialah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara
kimia dan fisiologis yang dalam dosis toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi dan
mengakibatkan penyakit atau kematian.
Racun dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui beberapa cara.
1. Melalui mulut (Per-oral,ingesti)
2. Melalui saluran pernapasan (inhalasi)
3. Melalui Suntikan(parenteral)
4. Melalui kulit sehat ataupun kulit sakit
5. Melalui dubur dan vaginal (per-rektal atau pervaginal)
Berdasarkan dan tempat dimana racun-racun tersebut mudah didapat, maka racun dapat
dibagi menjadi 5 golongan yaitu:
1. Racun-racun yang banyak dipergunakan dalam rumah tangga, misalnya : insektisida dan
racun yang terdapat pada makanan dalam kaleng, kosmetik,desinfektan,detergen.
2. Racun-racun yang banyak dipergunakan dalam lapangan pertanian atau perkebunan
misalnya pestisida dan herbisida.
3. Racun-racun yang banyak dipakai dalam dunia pengonatan misalnya,
hipnotika,sedativa,analgetik,0bat-obat penenang(tranguillizer)anti depresan dan antibiotika.
4. Racun-racun yang banyak dipakai dalam bidang industry dan laboratorium misalnya,asam
dan basa kuat,logam berat, dan sebagainya.
5. Racu-racun yang terdapat di alam bebas misalnya opium, ganja,racun singkong ( asam
sianida) dan racun-racun yang terdapat dalam jamur serta binatang.

B. Cara Kerja Racun


Berdasarkan cara kerjanya racun dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
1. Racun yang bekerja setempat (Lokal)
Misalnya :
1. Racun yang bersifat korosif, antara lain lisol,asam kuat,basa kuat.
2. Racun yang bersifat iritan,antara lain arsen, sublimat.
3. racun bersifat anastetik, antara lain kokain, fenol.

Racun-racun yang bekerja setempat biasanya akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat
disertai peradangan, dan kematian dapat disebabkan shok akibat nyeri atau peradangan
sebagai lanjutan dari penembusan (perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan)
2. Racun yang bekerja sistemik
Walaupun bekerja secara sistemik racun-racun dalam golongan ini biasanya mempunyai
afinitas pada salah satu system atau organ tubuh.
Contoh:
- Narkotika, barbiturat dan alcohol terutama berpengaruh terhadap susunan syaraf
pusat.
- Digitalis, asam oksalat, terutama berpengaruh terhadap jantung.
- Syrichinine terutama berpengaruh terhadap sumsung tulang belakang.
- Karbon monoksida dan asam sianida twerutama berpengaruh terhadap darah dan
enzim pernapasan.
- Cantharides dan sublimat (HgCl2) terutama berpengaruh terhadap ginjal.
- Insektisida golongan hidrokarbon yang mengandung klor dan fosfor, terutama
berpengaruh terhadap hati.
3. Racun yang bekerja setempat dan sstemik sebagai contoh asam oksalat, fenol,arsen dan
garam timbal.
Fenol misalnya, selain menimbulkan rasa nyeri (Efeklokal) juga menyebabkab depresi pada
susunan saraf pusat (efek sistemik) hal ini mungkin disebabkan sebagian dari fenol tersebut
akan diserap dan berpengaruh terhadap otak.
BAB II
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA RACUN

Berat atau ringannya akibat keracunan dipengaruhi oleh factor-faktor

A. Cara Masuknya Racun

Racun yang masuk melalui saluran pernapasan (inhalasi) akan menimbulkan afek maksimal pada
tubuh,sedang racun yang masuk melalui mulut (per-oral)dalam dosis yang sama.
Efek racun yang bekerja paling cepat adalah bila racun masuk secara inhalasi,kemudian dari
injeksi (I V,I M ,S.C) ingesti absorpsi melalui mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut
masuk kedalam tubuh melalui kulit yang sehat.

B. Keadaan Tubuh
1. Umur
Pada umumnya anak-anak dan orang lanjut usia lebih peka.
2. Kesehatan
Orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal biasanya akan lebih mudah
keracunan dibandingkan orang sehat,walaupun racun yang masuk kedalam tubuhnya
sebelum mencapai dosis toksik hal ini dapat dimengerti karena orang-orang tersebut proses
ditoksifikasi tidak berjalan dengan baik, demikian pula ekskresinya.
Pada penderita suatu penyakit yang disertai peningkatan suhu badan,atau penyakit pada
saluran pencernaan, penyerapan racun biasanya jelek,sehingga jika penderita meninggal,
kita tidak boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwa kematian penderita karena
racun.
Sebaliknya kita tidak boleh pula tergesa-gesa menentukan kematian seseorang karena
penyakit tanpa melakukan pemeriksaan dengan teliti, misalnya pada kasus keracunan
arsen(tipe gastro intestinal) yang gejalanya mirip gejala gastro enteritis yang biasa dijumpai.
3. Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh terhadap dosis racun yang masuk sehingga dapat
menimbulkan gejala keracunan atau kematian yaitu karena terjadinya toleransi.
Perlu diingat bahwa toleransi tersebut tidak tetap,menurutnya toleransi sering
terjadi,misalnya pada pecandu narkotika yang dalam beberapa waktu tidak menggunakan
narkotika lagi.
4. Hipersensitif (Alergi)
Banyak Preparat seperti vitamin B1,Penisilin, streptomysin dan preparat yang
mengandung yodium menyebabkan kematian karena korban sangat rentan terhadap
preparat tersebut.
C. Racunnya Sendiri
1. Dosis
Dosis racun menentukan berat atau ringan akibat yang ditimbulkan, dalam hal ini
perlu diigat adanya tolarensi atau intolaransi individual.
Pada kasus toleransi, gejala keracunan akan tanpak walaupun racun yang masuk kedalam
tubuh belum mencapai tingkat toksik.
Keadaan toleransi dapat bersifat bawaan (Kongenital) atau didapat setelah seseorang
menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi detoksifikasi
dan ekskresi.
2. Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara local,misalnya zat-zat
korosif,konsentrasi lebih penting bila dibanding dengan dosis total.
Keadaan tersebut berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dalam hal ini dosislah
yang berperan dalam menentukan berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun
tersebut.
3. Bentuk dan Kombinasi fisik.
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila
dibandingkan dengan racun yang berbentuk padat.
Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat
keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam keadaan lambung
berisi makanan.
4. Addisi dan sinergisme
Misalnya barbiturate, jika diberikan bersama-sama dengan alcohol, morfin atau CO
Dapat menyebabkan kematian,walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh dibawah
Dosis letal.
Dari segi ilmu kedokteran kehakiman,kemungkinan terjadinya hal seperti itu tidak boleh
Dilupakan, terutama jika menghadapi kasus dimana kadar racun yang ditentukan rendah
Sekali, dan dalam hal demikian harus dicari kemungkinan adanya racun lain yang
mempunyai sifat editif-sinergistik dengan racun yang ditemukan, sebelum kita
menyimpulkan bahwa kematian korban disebabkan karena anafiloktik yang gatal atau
karena adanya intoleransi.
5. Susunan Kimia
Beberapa zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan
menimbulkan gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang
sebaliknya.
6. Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus di mana seseorang memakan lebih dari satu macan
Racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena racun –racun tersebut saling mene-
Tralkan.
Dalam klinik adanya sifat antagonistic ini dimanfaatkan untuk pengobatan,
misalnya nalorfin naloxone dipakai untuk mengatasi depresi pernapasan dan odema paru –
paru yang terjadi pada keracunan akut obat-obat golongan narkotik.
D. Kriteria Diagnostik Pada Kasus Keracunan
Penentuan sebab kematian pada kasus-kasus keracunan pada dasarnya dapat ditegakkan dari
kriteria-kriteria di bawah ini, yaitu:
1. Adanya anamnesa yang menyatakan bahwa korban benar-benar kontak dengan racun
(secara injeksi,inhalasi),ingesti,absorpsi melalui kulit atau melalui mukosa).
2. Ada gejala yang sesuai dengan keracunan zat yang diduga.
3. Secara analisa kimia dapat dibuktikan adanya racun di dalam sisa makanan/obat/zat yang
masuk ke dalam tubuh korban.
4. Ditemukan kelainan-kelainan pada tubuh korban, baik secara makroskopis atau mikroskopis
yang sesuai dengan kelainan yang diakibatkan oleh racun bersangkutan.
5. Secara analisa kimia dapat ditemukan adanya racun atau metabolitnya di dalam
tubuh/jaringan/cairan tubuh korban, secara sistemik.

Keterangan :
Ad.1. Pada umumnya anamnesa tidak dijadikan pegangan sepenuhnya sebagai kriteria diagno
Stik, misalnya : pada kasus bunuh diri,keluarga korban tentunya tidak akan memberikan
Keterangan yang benar bahkan tidak jarang menyembunyikan, karena kejadian tersebut
Merupakan noda bagi fihak keluarga korban.
Ad.2. Adanya tanda/gejala-gejala klinis, biasanya hanya terdapat pada kasus yang dirawat ,dan
Pada prakteknya lebih sering kita terima kasus-kasus tanpa data-data klinis,kemungkinan
Kematian karena keracunan harus difikarkan terutama pada kasus yang mati mendadak,
Non traumatic yang sebelumnya dalam keadaan sehat.
Ad.3. Kita selamnya tidak boleh percaya bahwa sisa sesuatu zat yang digunakan korban itu
Adalah racun (walaupun ada etiketnya), sebelum dapat dibuktikan secara analisa kimia.
Kemungkinan2 seperti tertukarnya barang bukti selalu ada,demikian pada kasus2 dimana
Benda bukti disembunyikan atau sikorban menelan semua racun,kriteria ini tentunya tidak
Dapat dipakai.
Ad.4. Bedah mayat (autopsy) mutlak harus dilakukan pada setiap kasus keracunan,selain untuk
Menentukan pada sebab kematian, juga penting untuk menyingkirkan kemungkinan lain
Sebagai penyebab kematian.
Otopsi menjadi lebih penting pada kasus yang telah mendapat perawatan sebelumnya
Dimana pada kasus2 seperti ini kita tidak akan dapat menentukan racun/matabolitnya,
Tetapi yang akanditentukan adalah kelainan-kelainan pada organ akibatracun yang ber-
Sangkutan.
Ad.5. Pemeriksaan toksikologis (analisa kimia) , mutlak harus dilakukan, tanpapemeriksaan ter-
Sebut visum et repertum yang dibuat dapat dikatakan tidak mempunyai arti dalam hal
Penentuan sebab kematian.
Sehubungan dengan pemeriksaan toksikologis ini, kita tidak boleh terpaku pada dosis
Lethal sesuatu zat, ingat factor-faktor yang dapat mempengaruhi kerja racun.
Penentuan ada tidaknya racun harus dibuktikan secara sistemik, diagnose kematian karena
Racun tidak dapat ditegakkan misalnya hanya berdasar pada diketemukannya racun di
Dalam lambung korban.
Dari kelima kriteria doagnostik dalam menentukan sebab kematian pada kasus-kasus
keracunan seperti tersebut diatas, maka kriteria keempat dan kriteria kelima merupakan
kriteria terpenting, dan tidak boleh dilupakan.
BAB III
PENGAMBILAN SAMPEL UNTUK PEMERIKSAAN TOKSIKOLOGI

A. Pada Korban yang Masih Hidup


1. Darah
Darah merupakan bahan pemeriksaan yang terpenting sampel darah yang diambil dibagi
masing-masing sejumlah 5 ml.
Bagian pertama ditambah serbuk Natrium fenorida (Naf) sebagai bahan pengawet,sehinnga
kadar Naf menjadi 1 % bagian kedua tidak diberi bahan pengawet.
2. Urine
Semua urine yang didapat harus diambil.
3. Bilasan Lambung
Semua cairan bilasan lambung harus diambil.

B. Pada Mayat
Pengambilan sampel pada mayat dalam kasus yang diduga mati akibat racun adalah sebagai
berikut:
1. Lambung dengan isisnya
Lambung diikat pada 2 tempat, yaitu yang berbatasan dengan kerongkongandan yang
berbatasan dengan usus dua belas jari.
Cara ini dimaksudkan untuk menghindari hancurnya butir-butir pil atau tablet yang tertelan
korban sehingga memudahkan pemeriksaan toksikologik.
Cara yang lain adalah pemeriksaan kelainan pada lambung oleh dokter,sehingga dapat
diperkirakan jenis racun yang ditelan korban.
2. Usus denagn isisnya
Pemeriksaan usus dengan isisnya sangat berguna,terutama jika kematian korban terjadi
setelah beberapa jam disaat ia kemasukan racun.
Dari hasil pemeriksaan ini dapat diperkirakan saat kematian, dan dapat ditemukan tablet
yang tidak dapatdihancurkan lambung .
Cara dengan mengikat usus dengan jarak 60 cm,yaitu pada perbatasan lambung usus dua
belas jari,usus duabelas jari,usus halus,usus besar,dan usus besar poros usus.
Ikatan-ikatan tersebut untuk mencegah tercampurnya isi usus bagian oral dengan isi usus
bagian anal.
3. Darah
Darah tyang diambil harus dari bagian perifer (V,jugularis,V arillaris,dan lain2)
Pengambilan darah dari vena porta harus dihindarkan konsentrasi racun disini pada
umumnya lebih tinggi sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang salah.
Darah yang diambil dibagi dua,masing-masing sebanyak 25 ml, bagian pertama diberi
pengawet tertentu,bagian kedua tanpa pengawet.
Darah juga dapat diambil dari dalam jantung,untuk itu harus dipisahkan darah yang diambil
dari jantung sebelah kiri dan dari sebelah kanan, agar diperoleh kadar racun yang
sesungguhnya.
Hal ini dilakukan pada penetapan alcohol, terutama jika tidak terdapat urine korban.
4. Hati
Setelah disisihkan untuk preparaty mikroskopik (analisis patologi), semua hati harus diambil,
karena:
4.1 Dosis toksik dari kebanyakan racun sangat kecil (hanya beberapa mg/kg berat badan)
Yang berarti konsenterasi racun dalam tubuh sangat rendah, sehingga untuk dapat
Menemukannya sampel yang diambil harus banyak.
4.2 Hati merupakan tempat detoksifikasi tubuh yang penting,organ ini mempunyai keman-
Puan untuk mengkonsentrasikan racun, sehingga biasanya kadar racun dalam hati lebih
tinggi bila disbanding kadar racun dalam darah.
5. Ginjal.
Kedua ginjal harus diambil,pemeriksaan toksikologis terhadap ginjal penting, misalnya pada
keracunan logam pemeriksaan racun secara umum dan pada keadaan dimana secara
histologis ditemukan kalsium oksalat atau sulfonamide.
6. Otak
Jaringan lipoid yang terdapat dalam otak mempunyai kemampuan untuk menahan racun,
misalnya kloroform dapat ditemukan walaupun jaringan otak telah membusuk.
Otak bagian tengah penting pada kasus keracunan sianida karena tahan terhadap
pembusukan, maka jika terdapat sianida pada pemeriksaan toksikologi,berarti sianida yang
Didapatkan pada isi lambung atau darah bukan karena proses pembusukan (ingat sianida
dapat terbentuk pada proses pembusukan).
Juga harus diketahui bahwa pada keracunan, racun terutama bekerja pada susunan saraf
pusat tetapi tidak berarti bahwa konsentrasi racun tersebut yang tertinggi terdapat pada
otak.
7. Urine
Urine merupakan sampel yang penting, karena merupakan tempat ekskresi dari kebanyakan
jenis racun, sehingga kita dapat melakukan test pendahuluan (spot test) dari berbagai racun.
Urine juga merupakan sampel yang penting pada pemeriksaan racun golongan narkotik dan
stimulant.
8. Empedu
Pada pengambilan cairan empudu sebaiknya kandung empedu tidak dibuka(pengambilan
berikut kandung empedu), maksudnya agar cairan empedu tidak mengalir ke hati, karena
jika hal itu terjadi akan mengacaukan hasil pemeriksaan.
Contoh untuk pemeriksaan toksikologi tersebut (no.1 sampai no 8) opada umumnya telah
dapat memberi informasi pada kasus keracunan secara oral yang akut.
Pada beberapa keadaan dapat pula diambil sampel yang lain misalnya : limpa,
jantung,cairan serebrospinalis,jaringan lemak(pada keracunan insektisida dan
anastetik),serta jaringan otak.
Pada keracunan thalium atau arsen,sampel yang diambil adalah rambut bersama akarnya
(jadi harus dicabut)
Alternatif lain untuk mengambil sampel adalah yang mengambil dari tiga tempat, yaitu :
1. Tempat racun masuk, misalnya lambung,tempat suntikan.
2. Darah , yang mencerminkan bahwa racun telah beredar secara sistemik.
3. Tempat keluar,yaitu urine atau empedu
Dan menurut Curry sampel yang harus diambil secara rutin pada kasus keracunan adalah :
lambung dengan isisnya, darah hati keseluruhan, dan urine

C. Tempat yang harus disediakan untuk sampel.


Minimal harus disediakan 9 botol untuk sampel yang akan diambil,dengan perincian
- 2 buah botol a 2 butir,untuk hati dan usus
- 3 buah botol a 1 liter, untuk otak,ginjal dan lambung beserta isinya.
- 4 buah botol a 25 ml untuk darah,urine dan empedu

D. Bahan Pengawet
Yang terbaik adalah sampel tanpa bahan pengawet,disimpan dalam lemari es dan keesokan
harinya segera dilakukan pemeriksaan.
Jika hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka sampel harus diberi bahan pengawet agar tidak
membusuk, sehingga tidak menyulitkan pemeriksaan.
Bahan pengawet yang dapat dipakai adalah:
1. Alkohol absolut
2. Larutan garam jenuh
3. Natrium fluoride 1 %
4. Natrium fluoride + natrium sitrat (Na mg Naf+50 mg Na sitrat untuk setiap 10 ml sampel)
5. Natrium Benzoat dan penil merkuri asetat 9hanya untuk urine).
6.
Dalam pemakaian bahan pengawet hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Alkohol tidak dapat dipakai sebagai bahan pengawet pada kasus penentuan kadar alcohol
perlu dilakukan.
2. Alkohol sebaiknya tidak dipakai sebagai bahan pengawet pada kasus dimana racun yang
diduga terdapat dalam tubuh korban adalah jenis yang mudah menguap,karena alcohol
dalam kasus ini akan menyulitkan pemeriksaan.
3. Bahan pengawet untuk sampel pada minimal 2 x volume sampel.

E. Pengiriman ke Laboratorium
Jika fasilitas laboratorium di tempat pemeriksaan mayat/korban tidak ada, maka sampel harus
dikirim ke laboratorium yang terdekat,segera setelah pengambilan sampel itu selesai,dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tempat sampel (botol) sebelum dipakai harus dibersihkan dahulu, yaitu di cuci dengan asam
chromate yang hangat kemudian dibilas dengan aquades dan setelah dikeringkan baru
dapat dipakai.
2. Tiap botol hanya berisi satu sampel.
3. Contoh bahan pengawet yang dipakai harus disertakan untuk control.
4. Tiap botol yang telah berisi sampel dan pengawet harus disegel dan diberi identitas
secukupnya (tanggal pengambilan bahan,nama korban bahan pengawet yang dipakai serta
isinya)
5. Hasil pemeriksaan/otopsi secara singkat harus disertakan,dan jika ada disertakan pula
anamnesa dan gejala-gejala klinik.
6. Surat permintaan pemeriksaan dari pihak pengusut harus disertakan,surat tersebut memuat
identitas korban selengkapnya dan disebutkan pula dengan racun apa yang menyebabkan
keracunan/kematian, misalnya narkotika,insektisida,hipnotika dan lainny. Mnaksudnya
supaya pemeriksaan lebih terarah.
7. Pencegahan seperti dimaksud dalam hal ad 4 harus disaksikan oleh dokter yang melakukan
pemeriksaan, polisi yang melakukan penyegelan harus membuat berita acara ini harus
disertakan di dalam pengiriman sampel tersebut ke laboratorium demikian pula berita acara
penyegelan barang bukti lainnya,seperti sisa racun atau sisa obat/makanan yang dikirim ke
laboratorium.
8. Jika mayat korban akan diawetkan (embalming), maka pengambilan sampel seperti tersebut
di atas harus dilakukan sebelum pengawetan mayat dikerjakan,hal ini disebabkan karena
formalin yang biasa dipakai untuk pengawetan mayat akan merusak sebagaian besar racun
yang dapat menyulitkan pemeriksaan.
9. Dalam pengambilan sampel pada korban yang masih hidup,alcohol tidak boleh dipakai
sebagai disenfektan setempat sewaktu kita mengambil darah dari korban, dan sebagai
penggatinya dapat dipakai sublimat 1:1000 atau mercury clorida.

F. Pengambilan contoh untuk pemeriksaan toksikologi pada mayat.


SAMPEL BANYAKNYA
- Otak - 500 g atau seluruhya
- Hati - 500 g seluruhya
- Paru-paru - 1 bagian atau seluruhnya
- Ginjal - Kedua Ginjal
- Lambung - Seluruh lambung dengan isinya
- Usus - Seluruh usus dan isinya
- Cairan Otak - Sebanyak Mungkin
- Darah Jantung - 50- 100 ml (kiri dan kanan terpisah)
- Darah tepi - 50 – 100 ml.
- Empedu - Seluruhnya
- Urine - Seluruhnya
- Otot - 200 g
- Lemak - 200 g (dari dinding perut)
- Rambut - 10 g (dicabut dengan akarnya)
- Kuku - 10 g
- Jaringan sekitar tempat suntikan - Kulit,lemak dan otot diambil dalam radius 5-10 cm
Dari tempat suntikan.
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI

Anda mungkin juga menyukai