Anda di halaman 1dari 48

Tosikologi forensik adalah salah satu cabang forensik sain, yang menekunkan diri pada aplikasi

atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan. Kerja utama

dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari

bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya

racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal

(forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke

dalam suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundangan-undangan. Menurut Hukum

Acara Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat

Keterangan.

Secara umum tugas toksikolog forensik adalah membantu pebegak hukum khususnya dalam

melakukan analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan kemudian menerjemahkan hasil

analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam

tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Lebih jelasnya toksikologi forensik mencangkup terapan

ilmu alam dalam analisis racun sebagai bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan mendeteksi

dan mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya dari cairan biologis dan

akhirnya menginterpretasikan temuan analisis dalam suatu argumentasi tentang penyebab

keracunan dari suatu kasus. Menurut masyarakat toksikologi forensik amerika society of

forensic toxicologist, inc. SOFT bidang kerja toksikologi forensik meliputi:

- analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian

- analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat

mengakibatkan perubahan perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor

dijalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dopping).

- Analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika

dan obat terlarang lainnya.

Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah membuat suatu rekaan rekonstruksi suatu

peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat atau racun tersebut dapat mengakibatkan

perubahan perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai, yang dapat mengakibatkan


kecelakaan fatal, atau tindak kekerasan dan kejahatan). (Wirasuta, 2009).

2.1 Definisi

Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang mekanisme kerja dan efek yang tidak

diinginkan dari bahan kimia yang bersifat racun serta dosis yang berbahaya terhadap tubuh

manusia (Prasetya Putri, 2011).

Macam-macam toksikologi:

- Toksikologi klinis adalah bidang ilmu kedokteran yang memberikan perhatian terhadap

penyakit yang disebabkan oleh bahan toksik atau hubungan yang unik dan spesifik dari bahan

toksik tersebut. Efek merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia

yang mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan keadaan

toksik (UnSU, 2011).

Efek toksisitas yang ditimbulkan oleh keracunanmakanan/minuman dapat bersifat akut atau

kronis. Keracunan akut ditimbulkan oleh bahan-bahan beracun yang memiliki toksisitas yang

tinggi, dimana dengan kuantitas yang kecil sudah dapat menimbulkan efek fisiologis yang berat.

Jenis keracunan ini umumnya mudah diidentifikasi danmenjadi perhatian masyarakat. Sebaliknya

keracunan yang bersifat kronis efek toksisitasnya baru dapat terlihat atau teridentifikasi dalam

waktu yang lama, umumnya tidak disadari dan tidak mendapat perhatian. Peningkatan yang

berarti terhadap jumlah penderita penyakit yang dapat dipicu oleh pengaruh bahan beracun

seperti tumor (kanker), gangguan enzimatik, gangguan metabolisme, gangguan sistem syaraf,

mungkin saja merupakan akibat dari penggunaan berbagai jenis bahan kimia yang bersifat toksis

dalam makanan yang dikonsumsi masyarakat (Wirasuta, 2007).

- Toksikologi lingkungan: mempelajari efek dari bahan polutan terhadap kehidupan dan

pengaruhnnya pada ekosistem, yang digunakan untuk mengevaluasi kaitan antara manusia

dengan polutan yang ada di lingkungan.

- Toksikologi forensik: mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang mempunyai

efek membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk membantu

mencari/menjelaskan penyebab kematian pada penyelidikan seperti kasus pembunuhan (Buchari,

2010).
Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan minimal), yang

jika masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi (efek

kimia) yang besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian. Menurut Gradwohl racun

adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila mengenai tubuh seorang (atau masuk),

akan menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian. Sehingga jika dua

definisi di atas digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi

dengan dosis toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi hanya

dengan kekuatan daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan

sakit, bahkan kematian (Santoso, 2005).

2.2 Macam-macam dosis

- Dosis pemakaian: dosis normal yang dipakai seseorang tetapi tujuannya bukan untuk

pengobatan. Misalnya untuk menjaga kesehatan tubuh.

- Dosis terapi: dosis yang cukup memberikan daya penyembuhan yang optimal

- Dosis minimal: dosis terkecil yang masih dapat memberikan efek terapi

- Dosis maksimal: dosis terbesar untuk sekali pemakaian atau untuk 24 jam tanpa

memperlihatkan efek toksik

- Dosis toksik: dosis yang sedemikian besarnya dapat menunjukkan efek toksik

- Dosis letal: dosis yang sedemikian besarnya dapat menyebabkan kematian pada hewan

percobaan (Aria, 2008).

2.3 Cara masuk racun ke dalam tubuh

Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain, berturut-

turut ialah intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah

bila melalui kulit yang sehat (Kedokteran Forensik, 1997).


2.4 Cara kerja racun di dalam tubuh

- Racun yang bekerja lokal

Misalnya:

Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat

Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2

Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol

Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan sensasi nyeri yang

hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan oleh syok akibat

nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada

saluran pencernaan.

- Racun yang bekerja sistemik

Walaupum kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya memiliki

akibat/afinitas pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan

sistem atau organ tubuh lainnya.

Misalnya:

Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat

Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung

Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang

CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan

Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal

Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama berpengaruh

terhadap hati

- Racun yang bekerja lokal dan sistemik


Misalnya:

Asam oksalat

Asam karbol

Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi pada susunan syaraf

pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari asam karbol tersebut akan

diserap dan berpengaruh terhadap otak

Arsen

Garam Pb (Emo, 2010).

2.5 Faktor yang mempengaruhi kerja racun

- Cara pemberian

Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara pemberiannya

tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tertentu akan memberikan efek maksimal

bila masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh secara

ingesti tentu tidak akan menimbulkan akibat yang sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke

dalam tubuh sama besarnya.

Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika

masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti, absorbsi melalui

mukosa, dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang

sehat.

- Keadaan tubuh

Umur

Pada umumnya anak-anak dan rang tua lebih sensitif terhadap racun bila dibandingkan dengan

orang dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti barbiturate dan belladonna, justru anak-

anak akan lebih tahan.


Kesehatan

Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya akan lebih mudah

keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun yang masuk ke dalam

tubuhnya belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti karena pada orang-orang

tersebut, proses detoksikasi tidak berjalan dengan baik, demikian halnya dengan ekskresinya.

Pada mereka yang menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada

saluran pencernaan, maka penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada penderita

tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian

seseorang karena penyakit tanpa penelitian yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe

gastrointestinal) dimana disini gejala keracunannya mirip dengan gejala gastrointeritis yang

lumrah dijumpai.

Kebiasaan

Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-gejala

keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa toleransi

itu tidak selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering terjadi misalnya pada pecandu

narkotik, yang dalam beberapa waktu tidak menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi

inilah yang dapat menerangkan mengapa pada para pecandu tersebut bisa terjadi kematian,

walaupun dosis yang digunakan sama besarnya.

Hipersensitif (alergi idiosinkrasi)

Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat yang

mengandung yodium menyebabkan kematian, karena si korban sangat rentan terhadap preparat-

preparat tersebut. Dari segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak boleh dilupakan, kita harus

menentukan apakah kematian korban memang benar disebabkan oleh karena hipersinsitif dan

harus ditentukan pula apakah pemberian preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya

indikasi pemberi preparat tersebut dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan

dikenakan pada pemberi preparat tersebut.

- Racunnya sendiri
Dosis

Besar kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan. Dalam hal

ini tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan intoleransi individual. Pada toleransi,

gejala keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level

toksik. Keadaan intoleransi tersebut dapat bersifat bawaan/kongenital atau toleransi yang didapat

setelah seseorang menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi

melakukan detoksifikasi dan ekskresi.

Konsentrasi

Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat korosif, konsentrasi

lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut berbeda dengan racun yang

bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan dalam menentukan berat-

ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut.

Bentuk dan kombinasi fisik

Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila dibandingkan

dengan yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong

tentu akan lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam

keadaan lambungnya berisi makanan.

Adiksi dan sinergisme

Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin, atau CO, dapat

menyebabkan kematian, walaupun dosis letal. Dari segi hukum kedokteran kehakiman,

kemungkinan-kemungkinan terjadinya hal seperti itu tidak boleh dilupakan, terutama jika

menghadapi kasus dimana kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam hal demikian

harus dicari kemungkinan adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan racun

yang ditemukan), sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban disebabkan karena

anafilaksi yang fatal atau karena adanya toleransi.

Susunan kimia
Ada beberap zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan menimbulkan

gejala keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang sebaliknya.

Antagonisme

Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu macam racun, tetapi

tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut saling menetralisir satu sama

lain. Dalam klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin

dan kaloxone yang dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang

terjadi pada keracunan akut obat-obatan golongan narkotik (Santoso, 2005).

2.6 Motif keracunan

- Kecelakaan

- Bunuh diri

- Pembunuhan

2.7 Prinsip pengobatan pada keracunan

1. Resusitasi (ABC)

2. Eliminasi

- Tujuan menghambat penyerapan, kalau dapat menghilangkan bahan racun/hasil metabolisme

tubuh

- Dapat dikerjakan dengan cara:

Emesis

Menggunakan sirup ipecac mengeluarkan sebagian isi lambung jika diberikan dengan

segera setelah keracunan, tapi menghambat kerja karbon aktif, sekarang tidak dipakai lagi.

Indikasi: jarang.
Kontrindikasi: pasien pusing, tidak sadar, atau kejang atau pada pasien keracunan kerosin

atau hidrokarbon yang lain, racun korosif, konfulsan kerja cepat (tricyclic anti depresan, stricnin,

kamper).

Tehnik: berikan 30 ml sirup diikuti dengan 8 gelas kecil air/800cc, jika diperlukan ulani

setiap 20 menit.

Katarsis (intestinal lavage)

Diberi laksans

Cara pemberian: magnesium sulfat 10% 2-3 ml/kg atau sorbitol 70% 1-2 ml/kg

Kumbah lambung

Efektif pada racun yang berbentuk cair/pil yang kecil dan sangat efektif jika dilakukan <1

jam setelah keracunan

Indikasi: pada keracunan yang dalam jumlah banyak untuk mengidentifikasi jenis racun dan

untuk pemberian carcoal dan antidotum.

Kontraindikasi: tidak digunakan pada pasien dengan penurunan kesadaran dan tidak ada

reflek gag.

Cara melakukan: pada pasien dengan penurunan kesadaran resiko pneumonia aspirasi dapat

dikurangi dengan membaringkan pasien dengan kepala dibawah, posisi lateral kiri dikubitus, dan

jika diperlukan dapat dilakukan intubasi endotracheal untuk melindungi jalan nafas measukkan

selang yang sudah diberi anestesi lokal melalui mulut atau hidung ke dalam lambung. Lakukan

aspirasi kemudian lakukan lavage berulang dengan 50-100 cc cairang hingga cairan yang kembali

jernih (gunakan air hangat/salin)

Karbon aktif

Dapat mengabsorbsi hampir semua jenis obat dan racun, kecuali besi, lithium, Na, K,

sianida, mineral asam dan alkohol.

Indikasi: sebagai pilihan utama pada keracunan lewat lambung dan usus
Kotraindikasi: pada pasien dengan penurunan kesadaran/kejang kecuali jika diberikan

melalui NGT dan jalan nafas harus dilindungi dengan ETT. Pada pasien dengan obstruksi ileus

atau intestinal

Cara pemberian: berikan 60-100 mg oral. Pengulangan dosis dapat dilakukan untuk

meningkatkan absorbsi racun.

Diuresis paksa

Pada dugaan racun berada dalam darah dan dapat dikeluarkan melalui ginjal

Dialisis (Dialisis Peritoneal)

Pada keracunan bahan yang dapat didialisis

Mandi dan keramas

Pada keracunan bahan yang dapat lewat kulit

3. Terapi penyangga (suportif)

- Mempertahankan fungsi alat vital tubuh

- Memperhitungkan keseimbangan cairan, elektrolit, asam-basa, kalori setiap hari

4. Antidotum

- Hanya kurang dari 10% bahan kimia yang mempunyai antidotumnya

- Beberapa contoh antidotum:

Nallorphine untuk keracunan morphine

Atrophine sulfat untuk keracunan fosfoat organik

Na-thiosulfate untuk keracunan sianida (Syaroni, 2012).

2.8 Cara diagnosa keracunan

Kriteria diagnostik pada keracunan adalah


- Anamnesa kontak antara korban dengan racun

- Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari keracunan racun

yang diduga

- Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut, memang racun

yang dimaksud

- Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang sesuai dengan

keracunan dari racun yang diduga; serta dari bedah mayat tidak dapat ditemukan adanya

penyebab kematian lain

- Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi, harus dapat dibuktikan adanya racun serta

metabolitnya, dalam tubuh atau cairan tubuh korban, secara sistemik

2.9 Bilamana dibutuhkan pemeriksaan toksikologi

Bila dibandingkan dengan kelainan atau penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, kuman, virus,

atau pun trauma; maka keracunan kasusnya relatif sedikit, sehingga tidak jarang terjadi

kekeliruan dalam penanganan pasien; untuk itu perlu diketahui pada keadaan apa saja

pemeriksaan toksikologi perlu dilakukan.

Tabel 1. Kasus-kasus toksikologi forensik yang melibatkan

Jenis Kasus Pertanyaan yang muncul Litigasi

Kematian yang tidak Apakah ada keterlibatan obat atau Kriminal: Pembunuhan

wajar (mendadak) racun sebagai penyebab Sipil: klaim tanggungan asuransi,

kematiannya? tuntunan kepada pabrik farmasi

atau kimia

Kematian di penjara Kecelakaan, pembunuhan yang Kriminal: pembunuhan

melibatkan racun atau obat Sipil: gugatan tanggungan dan

terlarang? konpensasi terhadap pemerintah

Kematian pada Apakah ada unsur penghilangan Kriminal: pembunuhan


kebakaran jejak pembunuhan? Sipil: klaim tanggungan asuransi

Apa penyebab kematian: CO, racun,

kecelakaan, atau pembunuhan?

Kematian atau Berapa konsentrasi dari obat dan Malpraktek kedokteran, gugatan

timbulnya efek samping metabolitnya? terhadap fabrik farmasi

obat berbahaya akibat Apakah ada interaksi obat?

salah pengobatan

Kematian yang tidak Apakah pengobatannya tepat? Klaim malpraktek, tindak

wajar di rumah sakit Kesalahan terapi? kriminal, pemeriksaan oleh

komite ikatan profesi kedokteran

(IDI)

Kecelakaan yang fatal di Apakah ada keterlibatan racun, Gugatan terhadap employer,

tempat kerja, sakit alkohol, atau obat-obatan? Memperkerjakan kembali

akibat tempat kerja, Apakah kematian akibat human

pemecatan eror?

Apakah sakit tersebut diakibatkan

oleh senyawa kimia di tempat kerja?

Pemecatan akibat terlibat

penyalahgunaan Narkoba?

Kecelakan fatal dalam Meyebabkan kematian? Kriminal: Pembunuhan,

menyemudi Adakah keterlibatan alkohol, obat- kecelakaan bermotor

obatan atau Narkoba? Sipil: klaim gugatan asuransi

Kecelakaan, atau pembunuhan?

Kecelakaan tidak fatal Apakah kesalahan pengemudi? Kriminal: Larangan Mengemudi

atau mengemudi Mengemudi dibawah pengaruh obat- dibawah pengaruh Obat-obatan

dibawah pengaruh obat- obatan atau Narkoba? atau Narkona

obatan Sipil: gugatan pencabutan atau

pengangguhan SIM

Penyalahgunaan Penyalahgunaan atau pasient yang Kriminal:


Narkoba sedang mengalami terapi rehabilitasi Sipil: rehabilitasi

narkoba

Farmaseutikal dan Obat Identifikasi bentuk sediaan, Kriminal: pengedaran obat ilegal.

palsu, atau tidak kandungan sediaan obat, Sipil: tuntutan penggunan obat

memenuhi syarat penggunaan obat palsu. palsu terhadap dokter atau yang

standar Forensik terkait

Farmasi

(IGD RSUD BUOL, 2009).

2.10 Pemeriksaan toksikologi

Dari pemeriksaan pada kasus-kasus yang mati akibat racun umumnya tidak akan di jumpai

kelainan-kelainan yang khas yang dapat dijadikan pegangan untuk menegakan diagnose atau

menentukan sebab kematian karena racun suatu zat. Jadi pemeriksaan toksikologi mutlak harus

dilakukan untuk menentukan adanya racun pada setian kasus keracunan atau yang diduga mati

akibat racun. Setelah mayat si korban dibedah oleh dokter kemudian diambil dan dikumpulkan

jaringan-jaringan atau organ-organ tubuh si korban untuk dijadikan barang bukti dan bahan

pemeriksaan toksikologi. Prinsip pengambilan sampel pada keracunan adalah diambil sebanyak-

banyaknya setelah disishkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologis.

Secara umum sampel yang harus diambil adalah :

1. Lambung dengan isinya.

2. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak

sekitar 60cm.

3. Darah yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v.jugularis, a.

femoralis dan sebagainya) masing-masing 50ml dan dibagi 2 yang satu diberi bahan pengawet

(NaF 1%), yang lain tidak diberi bahan pengawet.


4. Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang diambil sebanyak 500gram.

5. Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan dengan logam berat khususnya, dan bila

urin tidak tersedia.

6. Otak diambil 500 gram, khusus untuk keracunan khloroform dan keracunan sianida, hal

tersebut dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan

untuk meretensi racun walaupun telah mengalami pembusukan.

7. Urin diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun akan dieksresikan melalui

urin, khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika, alcohol, dan stimulan.

8. Empedu sama halnya dengan urin diambil oleh karena tempat ekskesi berbagai racun terutama

narkotika.

9. Pada kasus khusus dapat diambil :

a. Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 sentimeter.

b. Jaringan otot, yaitu, dari tempat yang terhindar dari kontaminasi, misalnya muskulus psoas

sebanyak 200 gram.

c. Lemak di bawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram.

d. Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram.

e. Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram, dan.

f. Cairan otak sebanyak-banyaknya.

Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel tersebut, bahan pengawet

yang dianjurkan :

a. Alcohol absolute.

b. Larutan garam jenuh (untuk Indonesia paling ideal).

Kedua bahan di atas untuk sampel padat atau organ.


a. Natrium fluoride 1%

b. Natrium fluoride + Natrium sitrat (75mg + 50mg, untuk setiap 10ml sampel)

Kedua bahan diatas untuk sampel cair adalah Natrium Benzoat dan phenyl mercury nitrate

khusus urin.

Cairan tubuh sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang bersih/baru.

1. Darah seharusnya selalu diperiksa pada gelas kaca, jka pada gelas plastic darah yang bersifat

aak asam dapat melumerkan polimer plastic dari plastic itu sendiri, karena dapat membuat keliru

pada analisa gas kromatografi.

2. Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu diberi label pada tabung sampel darah:

a. Pembuluh darah femoral.

b. Jantung.

Pada kasus mayat yang tidak diotopsi :

1. Darah diambil dari vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat diambil dari subclavia.

2. Pengambilan darah dengan cara jarum ditdarusuk pada trans-thoracic secara acak, secara

umum tidak bisa diterima, karena bila tidak berhatihati darah bisa terkontaminasi dengan cairan

dari esophagus, kantung pericardial, perut/cavitas pleura.

3. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukan pada bagian bawah

dinding perut terus sampai pada tulang pubis.

Pada mayat yang diotopsi :

1. Darah diambil dari vena femoral.


2. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari: Vena subklavia, Aorta,

Arteri pulmonalis, Vena cava superior dan Jantung.

3. Darah seharusnya diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.

4. Pada kejadian yang jarang terjadi biasanya berhubungan dengan trauma massif, darah tidak

dapat diambil dari pembuluh darah tetapi terdapat darah bebas pada rongga badan.

a. Darah diambil dan diberi label sesuai dengan tempat pengambilan.

b. Jika dilakkukan tes untuk obat tersebut tidak dibawah efek obat pada saat kematian.

c. Jika tes positif harus diperhitungkan kemungkinan kontaminsai.

d. Pada beberapa kasus bahan lain seperti vitreus/ otot dapat dianalisa untuk mengevaluasi

akurasi dari hasil tes dalam kavitas darah.

Prinsip pengambilan sample pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya setelah

kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologik. Pengambilan sample untuk

pemeriksaan toksikologi adalah sebagai berikut :

1. Lambung dengan isinya.

2. Seluruh usus dengan isinya

3. Darah, yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v. jugularis. A.

femoralis dsb).

4. Hati.

5. Ginjal, diambil keduanya.

6. Otak.

7. Urin.

8. Empedu bersama-sama dengan kantung empedu.

9. Limpa.
10. Paru-paru

11. Lemak badan.

Bahan pengawet yang dipergunakan adalah :

1. Alcohol absolute.

2. Larutan garam jenuh.

3. Natrium fluoride 1%.

4. Natrium fuorida + natrium sitrat.

5. Natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate.

Alcohol dan larutan garan jenuh untuk sampel padat atau organ, sedangkan NaF 1% dan

campuran NaF dengan Na sitrat untuk sample cair, sedangkan natrium benzoate dan mercuric

nitrat khusus untuk pengawetan urin.

1. Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi.

Untuk wadah pemeriksaan toksikologi idealnya diperllukan minimal 9 wadah, karena masing-

masing bahan pemeriksaan ditempatkan secara tersendiri, tidak boleh dicampur, yaitu :

a. 2 buah toples masing-masing 2 liter untuk hati dan usus.

b. 3 buah toples masing-masing 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal.

c. 4 buah botol masing-masing 25 ml untuk darah (2 buah) urine dan empedu.

Wadah harus dibersihkan terlebih dahulu dengan mencuci dengan asam Kromat hangat lalu

dibilas dengan Aquades dan dikkeringkan. Pemeriksaan toksikologi yang dapat dilakukan selain

penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat juga dilakukan pemeriksaan.
a. Kristalografi.

Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi lambung dimasukan ke

dalam gelas beker, dipanasakan dalam pemanas air sampai kering, kerimudian dilarutkan dalam

aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrate yang didapat, diteteskan di bawah mikroskop.

Bila bentuk Kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorisasi.

b. Kromatografi lapisan tipis (TLC).

Kaca berukuran 20cmx20cm, dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan alumunium oksida,

lalu dipanaskan dalam oven 110 C selama 1 jam. Filtrate yang akan diperiksa (hasil ekstraksi

dari darah atau jaringan korban) diteteskan dengan mikropipet pada kaca, disertai dengan tetesan

lain yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai pembanding. Ujung

kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n-Hexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan

tersebut diatas. Dengan daya kapilaritas maka pelarut akan ditarik keatas sambil melarutkan

filitrat-filitrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia Paladum

klorida 0,5% dalam HCL pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5% dalam alcohol. Interprestasi

: warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi sedangkan bila berwarna hijau

dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat.Untuk menentukan jenis dalam golongannya

dapat dilakukan dengan menentukan Rf masing-masing bercak. Angka yang didapat dicocokan

dengan standar, maka jenisnya dapat ditentukan dengan membandingkan besar bercak dan

intensitas warnanya dengan pembandingan, dapat diketahui konsentrasinya secara semikuantatif.

2. Cara pengiriman

Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka pengiriman bahan

pemeriksaan harus memenuhi kriteria :

a. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan.

b. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control.

c. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan mengenai

tempat pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya.


d. Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara singkat jika mungkin disertakan anamnesis dan

gejala klinis.

e. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas korban

dengan lengkap dan dugaa racun apa yang menyebabkan intoksikasi.

f. Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol tertutup rapat sehingga tidak ada

kemungkinan tumpah atau pecah pada saat pengiriman. Kotak diikat dengan tali yang setiap

persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.

g. Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dabuat berita acara penyegelan dan

berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman. Demikian pula berita acara penyegelan

barang bukti lain seperti barang bukti atau obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat contoh

kertas pembungkus, segel, atau materi yang digunakan.

h. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alcohol tidak dapat dipakai untuk

desinfektan local saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan kesulitan dalam

penarikan kesimpulan bila kasus menyangkut alcohol. Sebagai gantinya dapat digunakan

sublimate 1% atau mercuri klorida 1%.

Setelah semua proses pemeriksaan diatas dilakukan oleh ahli

kedokteran kehakiman maka hasil pemeriksaan tersebut dituangkan ke dalam

sebuah surat yaitu surat visum et repertum. Setelah dibuat berdasarkan aturan

yang berlaku maka surat tersebut sudah dapat digunakan sebagai alat bukti di

dalam proses peradilan (Sinaga, 2010).

2.11 Dasar hukum

- KUHPidana pasal 202 205

Pasal 202
(1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam

perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama dengan orang

lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau

kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

Pasal 203

(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang sesuatu

dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk

umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain, sehingga karena perbuatan

itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling

lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling

banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara

paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Pasal 204

(1) Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang

diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat; berhahaya itu tidak

diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.

Pasal 205

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang yang

berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagi-bagikan tanpa

diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana

denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.


(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara

paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

(3) Barang-barang itu dapat disita (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2010).

- Undang-undang RI No.5 Tahun 1997 tentang psikotropika

Penyalahgunaan (pasal 59 ayat 1a)

Pengedar (pasal 59 ayat 1c)

Produsen (pasal 59 ayat 1 dan 2)

- Undang-undang RI No.35 Tahun 2009 tentang narkotika

- Keppres RI No. 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuma beralkohol

- Pasal 133 ayat 1 KUHAP

Pasal 133

(1) dalam hal ini penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang koraban baik luka,

keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia

berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter atau ahli lainnya.

2.12 Toksikologi Khusus

2.12.1 Keracunan Gas

SIANIDA
Definisi

Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara masuk ke dalam tubuh dapat melalui :

- inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid, penyemprotan /

fumigasi kapal)

- oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan baja, serta

fotografi dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel

Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak dapat berikatan

dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. CN akan

menginaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase

juga merangsang pernapasan bekerja pada ujung sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga

pernapasan cepat. Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan

oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia

jaringan. Hal ini merupakan keadaan paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi

darahnya kaya akan O2.

Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau NaCN adalah 200

mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30 menit sedangkan gas CN

20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.

Tanda dan Gejala Keracunan

Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat menyebabkan kegagalan

pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Dalam interval yang pendek antara

menelan racun sampai kematian, korban mengeluh merasa terbakar pada kerongkongan dan

lidah, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, photophobia, tinitus, pusing, kelelahan

dan sesak napas. Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat

dan lemah, napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat, udara pernapasan

berbau amandel. Menjelang kematian, sianosis tampak nyata dan timbul kedutan otot-otot yang

berlanjut dengan kejang disertai inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi menimbulkan
palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan

kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan meninggal.

Pemeriksaan Forensik

Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda patognomonik untuk

keracunan CN, dengan cara menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan

hidung. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam

jenazah berwarna merah terang, karena darah kaya akan oksi hemoglobin (karena jaringan

dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya cyanmethemoglobin. Pemeriksaan

selanjutnya biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.

Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa lambung

berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada perabaan

mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat terjadi

antemortal dan postmortal.

Pemeriksaan Laboratorium

Darah, isi perut, urin dan muntahan harus diserahkan ke laboratorium, membutuhkan perhatian

khusus bahwa sampel terhindar dari resiko dalam pengemasannya, transportasinya atau tidak

dikemasnya sampel tersebut. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dan diperhatikan jika

ada kemungkinan terjadinya keracunan sianida.

Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-parunya harus

dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).

KARBONMONOKSIDA

Definisi
Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang

selaput lendir. GasCO dapat ditemukan pada hasil pembakaran tidak sempurna dari karbon.

Sumber terpenting adalah motor yang menggunakan bahan bakar bensin. Sumber lain CO adalah

gas arang batu yang mengandung kira-kira 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es

gas dan cerobong asap yang bekerja tidak baik. CO hanya diserap melalui paru dan sebagian

besar diikat oleh Hb secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Afinitas COHb 208-

245 kali afinitas O2. Bila korban dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam

waktu 4,5 jam dan setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO

berkaitan dengan kadar COHb dalam darah

Tanda dan Gejala Keracunan

Tabel Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO

Saturasi COHb Gejala

10 % Tidak ada

10% - 20% Rasa berat pada kening, sakit kepala ringan

20% - 30% Sakit kepala, berdenyut pada pelipis

30% - 40% Sakit kepala keras, lemah, pusing,penglihatan buram, mual dan muntah, kolaps

40% - 50% Sama dengan gejala di atas tetapi dengan kemungkinan besar kolaps atau sinkop.

Pernapasan dan nadi cepat, ataksia.

50% - 60% Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma dengan kejang intermitten,

pernapasan Cheyne-Stokes

60% - 70% Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan, mungkin meninggal

70% - 80% Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal napas dan meninggal.

Pemeriksaan Forensik
Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan

ditemukannya gejala keracunan CO.

Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang berupa Cherry Redpada kulit, otot,

darah dan organ-organ interna, yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih.

Akan tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini

menjadi sulit dikenali.

Pemeriksaan Laboratorium

Uji Kualitatif

Menggunakan 2 cara:

Uji Dilusi Alkali

Ambil dua tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah korban.

Tabung kedua 1-2 tetes darah control. Encerkan masing-masing darah dengan

menambahkan 10ml air. Tambahkan masing-masing tabung 5 tetes NaOH 10-20% lalu

dikocok.

Uji Formalin

Darah yang diperiksa ditambahkan dengan larutan formalin 40% sama banyak. Bila

darah mengandung COHb dengan saturasi 25%, maka akan terbentuk koagulat berwarna merah

yang mengendap pada dasar tabung reaksi. Pada darah normal. Terbentuk koagulat warna

coklat.

Uji Kuantitatif

Menggunakan cara Gettler-Freimuth dengan prinsip:

Darah + Kalium Ferisianida CO dibebaskan dari COHb

CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl

Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna hitam.
INSEKTISIDA

Insektisida merupakan bahan yang digunakan untuk membunuh serangga dalam pertanian,

perkebunan dan rumah tangga. Kasus kematian akibat insektisida seringkali terjadi karena

kecelakaan dan percobaan bunuh diri. Insektisida yang sering digunakan, antara lain :

1. golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon

2. golongan karbamat : carbaryl, baygon

3. golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane

1. GOLONGAN INHIBITOR KOLINESTERASE

Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat dikategorikan ke dalam

antikolinesterase. Pada golongan organofosfat inhibisinya bersifat irreversibel, sedangkan

golongan karbamat bersifat reversibel. Inhibisi mengakibatkan terjadinya akumulasi asetilkolin,

rangsangan pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian terjadi karena gagal napas dan henti

jantung.

Tanda dan Gejala Keracunan

Gejala klinis berupa gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan hiperaktif.

Tanda dan gejala lain yang sering terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan otot, hiperhidrosis,

lakrimasi, salivasi, miosis, sekresi saluran napas, sianosis, papil edem, konvulsi, koma, dan

hilangnya kontrol terhadap sfingter.

Pemeriksaan Forensik

Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam. Di dalam

lambung ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan cairan lambung dan lapisan

larutan insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian atas tampak hiperemis dan mengalami

perdarahan submukosa. Juga dapat tercium bau pelarut insektisida. Limpa, otak dan paru tampak
edem dan kongesti. Kerusakan jaringan hati biasanya merupakan penyebab kematian pada

keracunan kronis

2. GOLONGAN HIDROKARBON TERKHLORINASI

Hidrokarbon terkhlorinasi adalah zat kimia sintetik yang stabil beberapa minggu sampai beberapa

bulan setelah penggunaannya. Termasuk golongan ini adalah DDT, ALdrin, Dieldrin, Endrin,

Chlordane, Lindane. DDT lambat diabsorbsi melalui saluran cerna. Insektisida dalam bentuk

bubuk tidak diabsropsi melalui kulit, tetapi bila dilarutkan dalam solven organik mungkin dapat

diabsorbsi melalui kulit. DDT merupakan stimulator SSP yang kuat dengan efek eksitasi

langsung pada neuron, yang mengakibatkan kejang-kejang dengan mekanisme yang belum jelas.

Kematian terjadi akibat depresi pernafasan atau akibat fibrilasi ventrikel.

Tanda dan Gejala Keracunan

Gejala keracunan ringan adalah merasa lelah, berat dan sakit pada tungkai, sakit kepala,

parestesia pada lidah, bibir, dan muka, gelisah, dan lesu mental

Gejala keracunan berat adalah pusing, gangguan keseimbangan, bingung, rasa tebal pada

jari-jari, tremoe, mual, muntah, fasikulasi, midriasis, kejang tonik dan klonik, kemudian koma.

Pemeriksaan Forensik

Pada keracunan kronik, dilakukan biopsy lemak tubuh yang diambil pada perut setinggi

garis pinggang minimal 50 gram dan dimasukkan ke dalam botol bermulut lebar dengan penutuo

dari gelas dan ditimbang dengan ketelitian sampai 0,1 mg. pada keadaan normal, insektisida

golongan ini dalam lemak tubuh terdapat kurang dari 15 ppm.

Tanda-tanda congested/asfiksia tampak pada pemeriksaan luar. Hssil pemeriksaan dalam

memperlihatkan adanya hiperemi pada mukosa lambung dan usus disertai perdarahan. Apabila

keracunan kronik, dapat tercium bau zat pelarut (minyak tanah) dan terdapat adanya organ-organ

dalam yang congested, nekrosis hati, serta edema paru.


LOGAM

1. ARSEN

Definisi

As2O3 atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum merupakan senyawa

yang sering dan penting artinya dalam hubungannya dengan keracunan. As2O3 ini berupa serbuk

putih atau kadang kristal halus dengan sedikit rasa (lemah) bahkan dapat dikatakan tidak berasa

sama sekali dan tidak berbau. Mudah larut dalam asam lambung, dalam bentuk gas biasanya

berbau bawang putih. Senyawa arsenik ini banyak ditemukan dalam bidang pertanian

(rodenticide), industri (sebagai pengotoran dari zat warna, mordant) maupun dalam bidang

pengobatan (sedian-sedian yang mengandung arsenikum baik sebagai senyawa anorganik

maupun organik). Bentuk lain dari arsenikum ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada

dalam bentuk gas.

Tanda dan Gejala Keracunan

Ada 4 tipe gejala keracunan:

1. Acute Paralytic

Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta absorbsinya berjalan sangat

cepat. Gejala yang menonjol adalah akibat depresi susunan saraf pusat yang hebat khususnya

pusat-pusat vital dimedulla, antara lain:

- Circulatory collapse dengan tekanan darah turun/rendah

- Denyut nadi cepat dan lemah

- Pernafasan sukar dan dalam

- Stupor atau semicomatous


- Kadang-kadang kejang dan adakalanya tampak/ tidak tampak gejala iritasi gastrointestinal

Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.

2. Gastrointestinal Type

Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada lambung, usus

maupun organ-organ parenchym segera setelah keracunan, timbul muntah dan diikuti diarrhea

setelah 1-2 jam kemudian.

- Rasa sakit dan cramp pada perut

- Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan

- Mulut terasa kering

- Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah

- Profuse diarrhea dengan faeces bercampur darah.

Gejala klinis diatas sangat inddividual, dimana satu penderita condong menunjukkan gejala

profuse diarrhea sebagai gejala utama, yang lain lebih condong menunjukkan gejala muntah atau

kombinasi dari gejala-gejala tersebut pada penderita lainnya.

Bila kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka kebiruan dan cemas, kulit

pucat dan dingin, cramp pada kaki bagian atas, delirium, albuminuria, retensi urin, serta dehidrasi

akibat hilangnya cairan tubuh.

Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan apabila penderita dapat melewati

serangan pertama, masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup.


3. Subacute Type

Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali dalam interval

waktu tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak segera menimbulkan

kematian dan menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan (slow excretion).

Gejalanya:

- Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi acute/subacuteyellow

atrophy disertai toxic jaundice hebat.

- Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan

- Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis serta diarhea berkepanjangan

- Cramp dan dehidrasi

- Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria dan hematuria

- Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus tampak penderita mengalami

keratosis kulit, berat badan menurun serta keadaan umum korban makin buruk.

Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian.

4. Chronic Type

Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak gejala-gejala:

- Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat neuritis kronis disertai dengan

degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan ke arah sentral.

- Anaesthesia

- Rambut dan kuku rontok

- Kadang tampak gastroentritis kronis disertai anoreksia, nausea, dan diare

- Kulit mengalami hiperkeratosis dan hiperpigmentasi


- Mata mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak

- Garis melintang pada kuku berwarna putih.

- Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki

Pemeriksaan Forensik

Keracunan Akut :

- Pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi

- Pemeriksaan dalam ditemukan tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadang-

kadang dengan perdarahan (fleas bitten appearance)

Keracunan Kronik :

- Pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi coklat

(melanosis arsenic), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis arsenic). Kuku

memperlihatkan garis-garis putih (Mees lines) pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar

kuku.

- Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.

2. TIMAH

Definisi

Plumbum atau timbel (timah hitam) terdapat dimana-mana, dalam jumlah besar dalam badan

accu / baterai. Pb terdapat pula pada pipa air zaman dahulu, timah solder, bahan dasar cat,

dempul meni, dan glasier dari benda-benda keramik dan gelas (crystal lead). Pb juga terdapat

pada bahan kosmetik mata orang Indian yang disebut surma, demikian juga dapat ditemukan

pada eye-shadow, lipstick, dan blush-on.


Timbel di dalam tubuh terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam molekul protein yang

menyebabkan hambatan pada system kerja enzim. Dalam darah enzim yang dihambat adalah

enzim delta- aminolevulinik asid (delta-ALA) yang berperan dalam sintesi hemoglobin.

Tanda dan Gejala Keracunan

Keracunan Akut :

- Korban merasa sepat (rasa logam), muntah-muntah berwarna putih karena adanya Pb

Klorida, dan juga diare dengan feses hitam akibat adanya PbS. Kedua hal ini dapat

menyebabkan dehidrasi.

Keracunan Kronik :

- korban tampak pucat yang tak sesuai dengan derajat anemi, karena pucat timbul

sebagai akibat spasme arteriol di bawah kulit. Rasa logam pada mulut, anoreksia, obstipasi,

kadang diare.

Pemeriksaan Forensik

Diagnosis pada orang hidup ditegakkan dengan melihat adanya gejala keracunan dan

pemeriksaan kadar Pb darah dan urin, Pada jenazah, dapat ditemukan,

Keracunan Akut :

- Tanda-tanda dehidrasi, lambung mengerut (spastic), hiperemi, isi lambung warna putih. Usus

spastic dan feses berwarna hitam.

Keracunan Kronik :

- Tubuh sangat kurus, pucatm terdapat garis Pb, ikterik, gastritis kronikm dan pada usus

nampak bercak-bercak hitam

Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, jati dan otak, sehingga bahan pemeriksaan

diambil dari organ-organ tersebut.


Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis toksisitas Pb dilakukan berdasarkan gejala dan uji lab seperti kadar Pb dalam

darah, ulas darah untuk melihat sel stipel yang merupakan keracunan khas pada Pb, dan

protoporfirin eritrosir. Uji kadar Pd dalam urin, enzim delta ALA dan koproporfirin III juga dapat

dilakukan untuk diagnosis toksisitas Pb (Darmono, 2009)

KERACUNAN ALKOHOL

Alkohol ada 2 jenis:

Etil alkohol / Etanol (C2H5OH)

Metil alkohol / Metanol (CH3OH)

Alkohol bersifat racun bagi otak. Alkohol murni berupa cairan yang bening, mudah menguap dan

mempunyai aroma yang khas.

Absorpsi terutama dari usus halus (80%) dan lambung (20%). Konsentrasi alkohol dalam darah

sudah bias ditemukan dalam waktu 5-10 menit setelah meminum alkohol. Kadar puncak dalam

darah adalah 30 menit setelah meminum alkohol. Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar

puncak alkohol dalam darah ini bisa menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaan

lainnya seperti gastritis dan anemia.


Proses absorpsi semakin cepat jika terdapat air dalam saluran usus atau lambung dalam keadaan

kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman yang paling cepat penyerapannya.

Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati (90%) dan mengalami oksidasi. Sisa yang 10%

diekslresikan melalui kulit, paru-paru, kelenjar liur dan ginjal. Alkohol bisa menjadi sumber

energy yang baik, dimana setiap 1 gram dapat menghasilkan 7 kalori.

KERACUNAN ALKOHOL AKUT

Tanda dan gejala keracunan

Terdiri atas 3 tahap:

1. Tahap merasa dalam keadaan senang

Pasien sadar dan merasa senang karena penekanan pada pusat-pusat hambatan di otak, keadaan

ini disebut fenomena pelepasan (release phenomenon). Tahap ini bisa berlangsung lama dan

dapat terlihat pada semua kasus. Tanda-tandanya:

Muka merah

Pasien sangat banyak bicara

Pasien kehilangan pengendalian diri

Gangguan pada pengendalian gerakan-gerakan halus, misalnya meminum air, memasukkan

benang ke dalam jarum. Ada kalanya pasien menjadi:

Berperilaku kasar

Bersifat sentimental

Inkoordinasi

Pupil sedikit mengalami dilatasi dan bereaksi terhadap cahaya

Pernafasan berbau alkohol

Perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap kebingungan


2. Tahap kebingungan

Keadaan ini adalah akibat penekanan pada pusat-pusat lainnya pada otak sehingga berkaitan

dengan:

Inkoordinasi-ataksia atau gerakan yang lambat

Pasien tidak dapat berjalan lurus

Percakapan tidak jelas, inkoheren dan sengau

Penglihatan kabur

Kemudian pasien akan memasuki fase setengah sadar dan akhirnya menjadi tidak sadarkan diri.

Pada tahap ini pasien masih bisa dibangunkan dengan suara yang kuat atau cubitan.

3. Tahap koma

Sebelum memasuki tahap ini pasien masih bisa sembuh dan kembali pada tahap pertama. Tetapi

perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap koma.

Pernafasan lambat dan mendengkur

Denyut nadi cepat dan halus

Pasien tidak dapat dibangunkan walaupun dengan guncangan keras

Suhu tubuh di bawah normal (hipotermia)

Pupil sedikit mengalami konstriksi

Kematian terjadi karena;

- Penekanan pada pusat otak yang lebih tinggi

- Anoksia otak akut

- Pneumonia atau edema paru

Sebelum kematian mungkin mengalami kejang-kejang


Dosis fatal

Dosis bukan hanya tergantung dari jumlah yang diminum, tetapi juga bergantung pada kebiasaan

seseorang dan jenis minumannya. Misalnya alkohol absolut sebanyak 5 oz dapat berakibat fatal.

Untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun, alkohol absolut sebanyak 2 oz juga sudah dapat

berakibat fatal.

A= C x P x R

Pada buku lain juga mengatakan takaran alkohol untuk menimbulkan keracunan

bervariasi tergantung dari kebiasaan minum dan sensitivitas genetik perorangan. Umumnya 35

gram alkohol menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan serta

menimbulkan euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gr akan menimbulkan keracunan akut dan 250-

500 gram alkohol takaran fatal. Kadar alkohol darah dari konsumsi 35 gram alkohol dengan

menggunakan rumus:

A : jumlah alkohol yang diminum

C : kadar alkool darah(mg%)

P : berat badan(kg)

R : konstanta (0,0007)

Bagi orang dewasa, dosis sebanyak 150-200 mL alkohol absolut sudah dianggap bisa berakibat

fatal.

Periode fatal
Jika alkohol diminum dalam jumlah yang banyak oleh seseorang yang tidak mempunyai

kebiasaan minum alkohol bisa menyebabkan kematian dalam beberapa menit. Periode fatal

bisanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak panjang yaitu antara 5-6 hari

Penatalaksanaan

Jika pengobatan diberikan pada saat yang tepat sebelum pasien masuk dalam tahap koma, yaitu

ketika refleks tubuh sudah tidak ada dan mata mengalami konstriksi dan tidak bereaksi terhadap

cahaya, maka kemungkinan besar dapat sembuh.

Untuk mengeluarkan racun bisa diupayakan agar pasien muntah secara mekanis yaitu

dengan menekan orofaring. Zat kimia perangsang muntah hanya digunakan jika keadaan umum

pasien cukup baik.

Bilas lambung harus dilakukan walaupun pasien dalam keadaan tidak dapat dikendalikan.

Bahan yang dperoleh dari bilasan lambung yang pertama diambil untuk bilasan kimia, kemudian

bilas lambung dilanjutkan sampai hasil bilasan lambung tidak mengandung bau alkohol.

Berikan minuman hangat seperti teh atau kopi

Penafasan buatan serta oksigen diberikan jika ditemukan adanya tanda-tanda penekanan

pernafasan

Obat stimulansia sepert coramine, nikethamide diberikan dalam bentuk suntikan

Upayakan agar suhu tubuh pasien selalu hangat

Untuk mengatasi asidosis, diberikan soda bikarbonat melalui oral

Jika pasien gelisah diberikan mephenisine dengan dosis 1-3 gram

Jika perlu diberikan 1000 cc glukosa 10% serta garam fisiologis secara intravena, kedalam

larutan tersebut ditambahkan insulin 15 unit, vitamin B1 200 mg. niasinamida 200 mg dan

vitamin C 1000 mg

Antibiotik diberikan sebagai tindakan profilaksis terhadap infeksi paru-paru


Pasien diawasi dan diperhatikan tanda-tanda penyembuhan, yaitu;

Pasien kembali memasuki tahap kebingungan

Ukuran pupil kembali normal

Mulai timbul gejala mual dan muntah

Pemeriksaan Forensik

1. Pemeriksaan luar

Kaku mayat dan pembusukan lebih lambat terjadi. Mayat penderita bisa bertahan lebih

lama.

Kongesti pada konjungtiva sangat jelas

2. Pemeriksaan dalam

Bau alkohol bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh lainnya

Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna coklat

Organ tubuh lainnya mengalami kongesti

Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak antara gyrus otak yang semakin sempit

Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan kimia:

Darah

Paru-paru

Otak

Pada bahan yang diambil tidak boleh ditambahkan zat pengawet dan pemeriksaan dilakukan

sesegera mungkin.
KERACUNAN ALKOHOL KRONIS

Keadaan ini terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama. Korban biasanya

adalah penderita psikosis atau neurosis, sehingga alkohol digunakan sebagai pelarian dari

kenyataan hidup.

Tanda dan gejala keracunan

Nafsu makan menurun, mual, muntah dan diare

Tremor pada tangan dan lidah

Gangguan daya ingat dan kemampuan menilai

Jika telah berlangsung lama bisa menyebabkan hipoproteinemia yang mengakibatkan

edema anasarka

Selain mengalami stres psikologis, pasien juga mengalami neuritis perifer dan demensia

yang akan semakin nyata pada tahap akhir

Pasien kemudian secara tiba-tiba mengalami koma dan pingsan

Kelainan pada keracunan kronis alkohol:

1. Pada saluran pencernaan : alkohol dalam takaran tinggi dalam waktu lama akan

menimbulkan kelainan pada selaput lendir mulut, kerongkongan dan lambung berupa gastritis

kronis.

2. Pada hati akan terjadi penimbunan lemak dalam sel hati, SGOT dan SGPT, trigliserida dan

asam urat meningkat.

3. Pada jantung dapat terjadi kardiomiopati alkoholik dengan payah jantung kiri dan kanan

dengan distensi pembuluh balik leher, nadi lemah dan edema perifer. Pada jantung akan terlihat

hipertrofi kedua ventrikel, fibrosis endokardial dengan tanda trombi mural pada otot jantung.
4. Pada otot akan ditemukan miopati alkoholik dan histologis di jumpai atrofi serat dan

perlemakan jaringan otot.

Sebab dan mekanisme kematian

Mekanisme kematian terutama akibat gagal hati dan ruptur varises esofagus akibat hipertensi

portal. Pada autopsi bisa ditemukan memar pada cortex cerebri, hematom sub-dural akut dan

kronis. Depresi pernafasan terjadi pada kadar alkohol otak lebih besar dari 450 mg%. pada 500-

600 mg% dalam darah, penderita biasanya meninggal dalam 1-4 jam setelah koma selama 10-16

jam.

Pemeriksaan Forensik

1. Pada orang yang masih hidup dapat diientifikasi dari bau alkohol yang keluar dari udara

pernafasan.

2. Pemeriksaan kadar alkohol darah: baik pemeriksaan udara pernafasan atau urin atau dari

darah vena

3. Kelainan pada orang yang sudah meninggal tidak khas. Mungkin ditemukan gejala yang

sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer,

berwarna merah gelap.

4. Mukosa lambung tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadang-kadang

juga tak tampak kelainan.

5. Otak dan darah berbau alkohol.

6. Pada pemeriksan histologis dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah dan selaput

otak, degenerasi bengkak keruh, pada bagian parenkim organ inflamasi mukosa saluran cerna.

7. Pada jantung, gambaran serat lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema dan

vakuolisasi serabut otot jantung.


Pemeriksaan Laboratorium

Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati atau cairan tubuh seperti

cairan serebrospinal. Penentuan kadar alkohol dalam daram lambung saja tanpa menentukan

kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan orang tersebut telah minum alkohol. Pada mayat,

alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung sehingga

bisa diambil darah dari pemeriksaan darah vena perifer seperti di daerah cubiti dan femoralis.

Metode sederhana untuk menentukan kadar alkohol dalam darah disebut teknik modifikasi

mikrodifusi (CONWAY) yaitu

1. Masukkan 2 mL reagen Anti ke dalam ruang tengah. Reagen anti dibuat dengan melarutkan

7,7 mg kalium dikromat ke dalam 150 mL air + 280 mL asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan

dengan 500 mL aquadest.

2. Sebarkan 1 mL darah/urin dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1 mL kalium karbonat

dalam ruang yang berlawanan.

3. Tutup sel mikrodifusi dan goyangkan dengan hati-hati. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam

pada suhu ruang. Angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen

4. Apabila reagen berwarna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Tetapi apabila warna

kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna kekuningan

sekitar 300 mg%.

Penatalaksanaan

Keadaan ini bisasanya adalah masalah psikiatri karena berbagai masalah yang

melatarbelakangi kebiasaan minum alkohol tersebut

Kebiasaan minum alkohol harus dikurangi dengan memberikan tablet antabuse(Tetra

erthylthiuram disulphide) dengan dosis 0,25 sampai 0,75 gram per hari. Tablet antabuse hanya

diberikan dengan persetujuan pasien karena keadaan pasien akan sangat memburuk jika setelah
mendapat tablet Antabuse pasien kembali meminum alkohol. Untuk tujuan yang sama bisa juga

diberikan tablet Temposil (Citrated calcium carbimide) dengan dosis 50 mg per hari.

Makanan dengan gizi yang seimbang

Pemberian multivitamin untuk mengatasi adanya defisiensi. Pemberian vitamin ini harus

tetap diberikan untuk jangka waktu yang cukup lama

KERACUNAN NARKOBA

Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan,

pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara

dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya (Kurniawan, 2008)

Narkoba dibagi dalam 3 jenis :

1. Narkotika

2. Psikotropika

3. Zat adiktif lainnya

1. NARKOTIKA

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis

maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya

rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009).

Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :

a. Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi

menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk
penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni

berupa bubuk.

b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat

untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.

c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat

bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya (Martono, 2006)

Prekursor narkotika

UU 35/2009 PASAL 1 AYAT 2: Adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat

digunakan dalam pembuatan narkotika.

Tujuan pengaturan prekusor Narkotik:

PASAL 48

a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor narkotika

b. mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor narkotika

c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor narkotika

Golongan dan jenis prekusor narkotika:

TABEL I TABEL II

Acetic anhydride Acetone

N-Acetylanthranilic Acid Anthranilic acid

Ephedrine Ethyl ether


Ergometrine Hydrochloric acid

Ergotamine Methyl ethyl ketone

Isosafrole Phenylacetic acid

Lysergic acid Piperidine

3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone Sulphuric acid

Norephedrine Toluene

1-Phenyl-2-Propanone

Piperonal

Potassium permananat

Pseudoephedrine

safrole

Tanda dan Gejala Keracunan

Keracunan dapat terjadi secara akut maupun kronik. Keracunan akut biasanya terjadi

akibat percobaan bunuh diri, tetapi dapat pula terjadi pada kecelakaan dan pembunuhan.

Gejala keracunan diawali dengan eksitasi susuan saraf yang kemudian disusul oleh

narkosis. Penderita merasa ngantuk, yang makin lama makin dalam dan berakhir dengan keadaan

koma, terdapat relaksasi otot-otot sehingga lidah dapat menutupi saluran nafas, nadi kecil dan

lemah, pernafasan sukar, irregular, pernafasan dangkal lambat, suhu badan turun, muka pucat,

pupil miosis (pin-head size) yang akan melebar kenbali setelah terjadi anoksia, tekanan darah

menurun hingga syok.

Pemeriksaan Forensik
Pada korban hidup perlu dilakukan pengambilan darah dan urin untuk pemeriksaan

laboratorium.

Pada pemeriksaan luar jenazah, dapat ditemukan adanya bekas suntikan, pembesaran

kelenjar getah bening setempat, lepuh kulit (skin blister), tanda asfiksia (busa halus dari lubang

hidung dan mulut), sianosis pada ujung jari dan biir, perdarahan petekial pada konjungtiva dan

pada pemakaian narkotika dengan cara sniffing (menghirup), kadang dijumpai perforasi septum

nasi.

Hasil pemeriksaan dalam menunjukkan darah berwarna gelap dan cair, terdapat gumpalan

masa coklat kehitaman pada lambung, trakea dan bronkus kongesti dan berbusa, paru kongesti

dan edema.

Pemeriksaan Laboratorium

Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin, cairan empedu dan jaringan sekitar

suntikan. Untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan dengan :

- Uji Marquis : 40 tetes formaldehyde 40% dalam 60 ml asam sulfat pekat. Tes ini cukup

sensitive dengan sensitifitas berkisar antara 0,05 mikrogram 1 mikrogram. Hasil positif unutk

opium, morfin, heroin, kodein adalah warna merah-ungu.

- Uji MIkrokristal : lebih sensitif dan lebih khas. Caranya 1 tetes larutan narkotika ditambah

dengan reagen dan dengan mikroskop dilihat kristal apa yang terbentuk. Untuk morfin

berupa plates, heroin berupa fine dendrites atau rosettes, kodein berupa gelatinous rosettes

dan pethidin berupa feathery rosettes


-

(Munim Idries, 2008)

2. PSIKOTROPIKA

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan

perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997)

Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :

a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan

ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya

seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu

(berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).

b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma

ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan

metapetamin.

c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan

dan penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam.

d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan

penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam (Martono, 2006)


Tanda dan Gejala Keracunan

Untuk barbiturat, gejala akutnya adalah ataksia, vertigo, pembicaraan kacau, nyeri kepala,

parestesi, halusinasi, gelisan dan delirium. Bila sudah kronis (adiksi), dapat berupa kelainan

psikiatrik seperti depresi melankolik, regresi psikik, wajah kusut, emosi tidak stabil.

Pemeriksaan Forensik

Gambaran tidak khas. Pada pemeriksaan luar hanya tampak gambaran asfiksia, berupa

sianosis, keluarnya busa halus dari mulut, tardieau spoy, dapat ditemukan vesikel atau bula pada

kulit daerah yang tidak tertekan.

Pada pembedahan jenazah, mukosa saluran cerna dna seluruh organ dalam menunjukkan tanda

perbendungan. Esophagus menebal , berwarna merah coklat gelap dan kongestif.

3. ZAT ADIKTIF LAINNYA

Zat adiktif lainnya adalah zat zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan

ketergantungan pada pemakainya, diantaranya adalah :

a) Rokok

b) Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan.

c) Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila

dihirup akan dapat memabukkan (Alifia, 2008).

Anda mungkin juga menyukai