Anda di halaman 1dari 9

TOKSIKOLOGI

A. Perkembangan Awal Toksikologi


Perkembangan awal toksikologi dimulai pada jaman dahulu orang hanya
mengenal apa yang bisa dimakan dan yang tidak bisa dimakan. Kata racun ”toxic” adalah
berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti
panah.
Pengetahuan tentang racun sesungguhnya sudah ada sejak zaman dahulu tetapi
belum tersusun secara sistematis menjadi suatu ilmu. Baru pada awal abad ke-16 seorang
ahli racun terkenal yang hidup pada tahun 1493-1541, Phillipus Aureolus Theophrastus
Bombastus von Hohenheim Paracelcus (PATBH Paracelcus) memperkenalkan istilah
toxicon (toxic agent) untuk zat (substansi) yang dalam jumlah kecil dapat mengganggu
fungsi tubuh. Ia adalah orang pertama yang meletakkan dasar ilmu dalam mempelajari
racun dan mengenalkan dalil yaitu percobaan pada hewan merupakan cara yang paling
baik dalam mempelajari respon tubuh terhadap racun dan efek suatu zat (kimia atau fisik)
pada tubuh dapat merupakan efek terapi (bermanfaat) dan efek toksik (merugikan).
Selanjutnya, toksikologi modern diperkaya oleh Mattieu Joseph Orfilla (1787 –
1853). Ia merupakan orang pertama yang melakukan penelitian secara sistematis tentang
respon biologik anjing pada zat kimia tertentu. Ia memperkenalkan toksikologi sebagai
ilmu yang memepelajari racun, ia mengembangkan analisis terhadap racun misalnya As
(Arsen) dan meletakkan dasar toksikologi forensik. Toksikologi juga dikembangkan oleh
ahli lain seperti Francois Magendie (1783 – 1855) yang meneliti efek striknin dan emetin.

B. Pengertian Toksikologi dan Racun


Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek merugikan berbagai
bahan kimia dan fisik pada semua sistem kehidupan. Toksikologi bisa didefinisikan
sebagai efek merugikan pada manusia akibat paparan bermacam obat dan unsur kimia
lain serta penjelasan keamanan atau bahaya yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
bahan kimia tersebut. Toksikologi sendiri berhubungan dengan farmakologi, karena
perbedaan fundamental hanya terletak pada penggunaan dosis yang besar dalam
eksperimen toksikologi. Setiap zat kimia pada dasarnya adalah racun, dan terjadinya
keracunan ditentukan oleh dosis dan cara pemberian. Salah satu pernyataan Paracelsus
menyebutkan “semua substansi adalah racun; tiada yang bukan racun. Dosis yang
tepat membedakan racun dari obat”. Pada tahun 1564 Paracelsus telah meletakkan
dasar penilaian toksikologis dengan mengatakan, bahwa dosis menentukan apakah suatu
zat kimia adalah racun (dosis sola facit venenum). Pernyataan Paracelcus tersebut
sampai saat ini masih relevan. Sekarang dikenal banyak faktor yang menyebabkan
keracunan, namun dosis tetap merupakan faktor utama yang paling penting. Secara
sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang hakikat dan
mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk hidup
dan sistem biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian kuantitatif tentang berat
dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi.

Dalam lingkup toksikologi sering digunakan beberapa istilah yang mirip yaitu,
racun, toksin, toksikan yang memiliki arti yang mirip tetapi berbeda. Berikut beberapa
definisi yang perlu dipahami.

1. Racun. Menurut Taylor, “Racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah
tertentu bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan
menyebabkan penyakit dan kematian”. Menurut Dorland Dictionary: Racun adalah
setiap zat yang bila dalam jumlah sedikit ditelan atau dihirup atau diserap atau
dioleskan atau disuntikkan ke dalam tubuh atau dihasilkan dalam tubuh, memiliki aksi
kimiawi dan menyebabkan kerusakan pada struktur atau gangguan fungsi yang
menimbulkan gejala, penyakit atau kematian.
2. Toksin. Racun (poison) adalah zat yang memiliki efek berbahaya pada organisme
hidup. Sedangkan toksin adalah racun yang diproduksi oleh organisme hidup.
“Bisa”(venom) adalah racun yang disuntikkan dari organisme hidup ke makhluk lain.
“Bisa” (venom) adalah toksin dan toksin adalah racun, tidak semua racun adalah
toksin, tidak semua toksin adalah venom.
3. Venom atau “bisa” Racun dan “bisa” (venom) adalah toksin, karena toksin
didiskripsikan secara sederhana sebagai bahan kimia yang diproduksi secara biologis
yang mengubah fungsi normal organisme lain.
4. Toksikan. Apa perbedaan toksin dan toxicant? Toksin adalah produk alami seperti
yang ditemukan pada jamur beracun, atau racun ular. Toksikan adalah produk buatan
manusia, produk buatan yang dipaparkan ke lingkungan karena aktivitas manusia;
Contohnya adalah produk limbah industri dan pestisida.
5. Toksoid. Toksoid adalah toksin yang tidak aktif atau dilemahkan. Toksin adalah
racun yang dibuat oleh organisme lain yang bisa membuat kita sakit atau membunuh
kita. Dengan kata lain, toksin beracun. Toksoid tidak lagi beracun tetapi masih
sebagai imunogenik sebagai toksin dari mana ia berasal.
6. Xenobiotik. Xenobiotik berasal dari bahasa Yunani: Xenos yang artinya asing.
Xenobiotik adalah zat asing yang secara alami tidak terdapat dalam tubuh manusia.
Contoh: obat obatan, insektisida, zat kimia.

C. Efek toksik

Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan dihasilkan oleh
bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk biotransformasinya mencapai tempat
yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk
menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas yang
berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah
jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan frekuensi pemaparan.

Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang percobaan biasanya dibagi dalam empat
kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik. Untuk manusia pemaparan akut biasanya
terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja, dan pemaparan kronik dialami oleh para
pekerja terutama di lingkungan industri-industri kimia.

Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari dua atau lebih
bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan suatu respons yang
mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik. Karakteristik pemaparan
membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk hubungan korelasi yang dikenal
dengan hubungan dosis-respons.

Apabila zat kimia dikatakan beracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang
berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu
organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh:

a. dosis,
b. konsentrasi racun di reseptor “tempat kerja”,
c. sifat zat tersebut,
d. kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme,
e. paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan.
Sehingga apabila menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk
mengidentifikasi mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan
toksisitas merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya
menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada suatu
organisme.

Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa dipergunakan dalam


memperbandingkan satu zat kimia dengan lainnya. Adalah biasa untuk mengatakan
bahwa satu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lain. Perbandingan sangat kurang
informatif, kecuali jika pernyataan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme
biologi yang sedang dipermasalahkan dan juga dalam kondisi bagaimana zat kimia
tersebut.

D. Dosis

Dosis dari suatu zat kimia yang masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi respons yang
tejadi di dalam tubuh. Jenis zat kimia yang masuk juga akan mempengaruhi respons yang
terjadi.

Dalam pembentukan Nilai Ambang Batas kimia, beberapa istilah respons terhadap dosis
telah dikenal. No observed adverse exposure level (NOAEL) menunjukkan titik di mana
jumlah dosis tidak memiliki efek buruk terhadap kesehatan apapun. Sedangkan, lowest
observed adverse exposure level (LOAEL) menunjukkan jumlah titik di mana jumlah
dosis menunjukkan efek terendah yang dapat diamati.

Kurva hubungan dosis vs respon


Kurva kiri: menunjukkan titik debgan NOEAL dan LOAEL
Kurva kana : tidak menunjukkan adanya ambang batas
Dosis zat kimia yang masuk ke dalam tubuh sangat mempengaruhi dampak yang terjadi
pada manusia. Dosis yang masuk ke dalam tubuh dipengaruhi oleh toksikokinetik dan
toksikodinamik dari masing-masing zat kimia.

E. Toksikokinetik

Toksikokinetik adalah studi kuantitatif dari pergerakan sebuah zat kimia yang dimulai
dari masuknya zat kimia ke dalam tubuh, pendistribusiannya ke organ dan jaringan
melalui sirkulasi darah dan disposisi terakhir dengan biotransformasi serta eksresi.
Konsep dari toksikokinetik adalah absorpsi, distribusi, metabolsime dan eksresi
(ADME).

Absorpsi

Sebelum zat kimia membuat dampak kesehatan kepada tubuh manusia, zat kimia tersebut
harus masuk ke dalam tubuh. Peristiwa masuknya zat kimia ke dalam tubuh disebut
dengan absorpsi. Secara umum, rute masuk zat kimia dalam absorpsi terdiri dari 3 rute
yaitu inhalasi, dermal dan ingesti.

 Inhalasi merupakan jalur utama dari pajanan di tempat kerja karena banyak zat kimia
yang dapat masuk langsung ke paru-paru melalui jalur inhalasi seperti debu, asap,
uap, kabut dan gas. Zat kimia tersebut masuk ke dalam paru yang memiliki luas
sekitar 140 m2 sehingga memudahkan untuk absorpsi.
 Kontak kulit adalah rute kedua yang terpenting dalam absorpsi. Kulit memiliki total
luas sekitar 2 m2 dengan kemampuan untuk mengabsorpsi zat kimia terutama yang
berbentuk cairan seperti KOH ataupun aerosol seperti pestisida.
 Meskipun sedikit, jalur ingesti juga dapat menjadi jalur masuk zat kimia yang
berbahaya (Klaassen 2008). Jalur ingesti merupakan jalur pencenaan yang dimulai
dari mulut, kerongkongan, dan lambung. Zat kimia yang masuk dalam jalur ini
biasanya terjadi karena ketidaksengajaan seperti dalam kasus keracunan.

Distribusi

Ketika zat kimia diabsopsi ke dalam aliran darah, maka zat kimia tersebut dapat diangkut
ke seluruh tubuh. Proses ini disebut “distribusi” yang merupakan proses reversibel yaitu
zat kimia dapat masuk ke dalam sel dari darah ataupun bisa masuk ke darah dari sel.
Pengiriman zat kimia ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu aliran darah,
permeabilitas kapiler, kekuatan dari pengikatan dari zat kimia ke darah ataupun
jaringan protein dan solubilitas relative dari molekul zat kimia.

Metabolisme

Untuk mempermudah eksresi, zat kimia harus melalui proses metabolisme terlebih
dahulu. Proses metabolisme bisa berlangsung di hati atau ginjal baik dengan perubahan
struktur zat kimia ataupun dengan perubahan kimiawi dari zat kimia.

Metabolisme dari zat kimia dapat bervariasi antar grup populasi. Genetik menjadi salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi enzim untuk memproses zat kimia. Umur menjadi
faktor lain yang mempengaruhi karena semakin tua seseorang makan semakin kecil
toleransinya terhadap zat kimia(Terms n.d.).

Eksresi

Pengeluaran secara keseluruhan zat kimia dari dalam tubuh disebut dengan eksresi
(Terms n.d.). Ginjal dan organ pencernaan menjadi bagian penting dalam proses eksresi
ini. Selain itu, air susu ibu, keringat, rambut, kuku dan air ludah juga dapat menjadi
organ yang melakukan proses eksresi (Trush 2008)

F. Toksikodinamik

Selain toksikokinetik, di dalam konsep dosis, terdapat juga toksiko dinamik. Menurut
Trush (2008), toksiko dinamik berarti dampak molekuler, biokimia dan fisiologis dari
toksikan atau metabolitnya dalam sistem biologik. Dampak ini terjadi sebagai hasil dari
interaksi antara dosis yang efektif secara biologis dari bentuk terakhir toksikan di dalam
target molekulernya.

Dalam konsep toksikodinamik, seseorang bisa menjadi sakit dimulai dari perubahan di
dalam molekulernya yang berlanjut hingga respons dari organismenya. Perubahan ini
dapat berubah kembali ke kondisi awal baik dengan perbaikan ataupun tidak. Namun,
tidak semua perubahan organisme dapat berubah kembali ke kondisi awal.

G. Ruang Lingkup Toksikologi


a. Toksikologi Lingkungan

Toksikologi lingkungan merupakan cabang toksikologi yang menguraikan


pemajanan yang tidak di sengaja pada jaringan biologi (lebih khusus pada manusia)
dengan senyawa kimia yang pada dasarnya merupakan pencemaran lingkungan,
makanan atau air. Pada prinsipnya, toksikologi lingkungan mengkaji tentang keracunan
yang terjadi secara tidak sengaja seperti keracunan akibat makan ikan yang berasal dari
teluk minamata jepang dan mengakibatkan penyakit minamata, keracunan gas akibat
aktivitas gunung berapi dan masih banyak contoh lainnya.

Tujuan dari pada toksikologi lingkungan adalah mengurangi perlunya mencari


substansi yang aman, yang berarti harus mengetahui mekanisme bagaiman racun
menyerang organisme, mencegah terjadinya efek yang tidak di kehendaki dari racun
terhadap organisme dan kualitas lingkungan dapat membuat kriteria dasar untuk
standarisasi kualitas lingkungan dapat memperbaiki cara pengolahan karena mengetahui
mekanisme terjadinya efek dan keracunan.

Pemahaman toksikologi yang berhubungan dengan lingkungan. Konsep dasarnya


berhubungan hubungan dosis-respon, absorpsi bahan toksik, distribusi dan penyimpanan
bahan toksik, biotransformasi dan eliminasi bahan toksik, target organ tubuh yang
terkena bahan toksik, teratogenik, mutagenesis, karsinogenesis dan nilai resiko yag
ditimbulkan oleh bahan toksik.

Ahli toksikologi lingkungan mengintegrasikan pengetahuan tentang


kemungkinan efek beracun pada organisme dengan pengetahuan tentang kelakuan zat di
dalam lingkungan dan juga dengan pengetahuan tentang akibat yang dapat terjadi dari
efek tertentu suatu zat pada satu atau lebih macam organisme untuk dapat berfungsinya
secara integral suatu kehidupan bermasyarakat. Ahli toksikologi lingkungan mempunyai
tugas menilai risiko dan meramalkan dalam sistem yang kompleks; kelakuan zat dalam
lingkungan sering tidak jelas dan kita berhadapan dengan banyaknya bentuk kehidupan
dan proses yang rumit.

Keadaan senyawa atau zat polutan di lingkungan dalam hal ini adalah
pencemaran, baik pencemaran udara, pencemaran tanah maupun pencemaran air sudah
sangat memprihatinkan utamanya di Indonesia karena sebagian besar zat-zat tersebut
berada di lingkungan sudah melebihi nilai batas normal. Dalam keadaan ini, apabila dari
pihak pemerintah sendiri maupun dari mayarakat belum mengambil langkah pencegahan
dan penanggulangan terhdap zat cemaran tersebut tentunya akan mempengaruhi keadaan
lingkungan tersebut.

b. Toksikologi Ekonomi

Toksikologi ekonomi adalah suatu pembahasan toksikologi yang menjurus pada


efek-efek berbahaya dari substansi khusus yang berhubungan dengan kebutuhan manusia
seperti bahan pengawet makanan dan pestisida. Pada bidang ini, keracunan bisa terjadi
karena efek samping obat atau berbagai gejala buruk yang muncul akibat adanya
kandungan formalin dalam produk mie instan dan lain sebagainya, dimana pemajanan
obat atau makanan tadi memang sengaja dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit
dan sebagai bahan makanan.

c. Toksikologi Forensik

Toksikologi forensik merupakan cabang toksikologi yang mengkaji aspek medis


dan aspek hukum atas pengaruh berbahaya zat kimia pada manusia. Pada bidang kajian
ini, masuknya senyawa kimia bisa terjadi karena kesengajaan untuk tujuan pembunuhan
atau secara tidak sengaja akibat kelalaian manusia. Akan tetapi, yang jelas peristiwa
keracunan yang terjadi menimbukan suatu masalah, dimana masalah tersebut harus
diselesaikan secara hukum di pengadilan.

Secara umum tugas toksikologi forensik adalah membantu penegak hukum


khususnya dalam melakukan analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan
kemudian menerjemahkan hasil analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat keterangan
ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Lebih
jelasnya toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu alam dalam analisis racun sebagi
bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan mendeteksi dan mengidentifikasi konsentrasi
dari zat racun dan metabolitnya dari cairan biologis dan akhirnya menginterpretasikan
temuan analisis dalam suatu argumentasi tentang penyebab keracunan dari suatu kasus.
Menurut masyarakat toksikologi forensik amerika “Society of Forensic Toxicologists
(SOFT)” bidang kerja toksikologi forensik meliputi:

1) analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian,


2) analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh
atau napas, yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku
(menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor di jalan
raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dooping),
3) analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan obat terlarang lainnya.

Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah membuat suatu rekaan
rekostruksi suatu peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat atau racun tersebut
dapat mengakibatkan perubahan prilaku (menurunnya kemampuan mengendarai, yang
dapat mengakibatkan kecelakaan yang fatal, atau tindak kekerasan dan kejahatan).

Ruang lingkup toksikologi

Anda mungkin juga menyukai