Tinea Corporis
Oleh:
Afifussyakir
Muhammad Najib Fajar Fawaid
Pembimbing:
Wahyu Lestari
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
......................................................................................................................
......................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
......................................................................................................................
......................................................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
PENDAHULUAN....................................................................
1
LAPORAN KASUS
......................................................................................................................
......................................................................................................................
3
......................................................................................................................
......................................................................................................................
Identitas Pasien
3
Anamnesis
3
Pemeriksaan Fisik Kulit
4
Diagnosis Banding
4
Pemeriksaan Penunjang
5
Resume
5
Diagnosis Klinis
6
Tatalaksana
6
Edukasi
6
Prognosis
6
iii
ANALISA KASUS....................................................................
7
DAFTAR PUSTAKA
11
JURNAL
......................................................................................................................
......................................................................................................................
12
......................................................................................................................
......................................................................................................................
Resume Jurnal
22
Kritisi Jurnal
26
Kesimpulan
27
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
PENDAHULUAN
Infeksi jamur dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu (1) superfisial yang meliputi
lapisan stratum korneum, rambut, dan kuku, (2) subkutaneus, meliputi lapisan
dermis atau jaringan subkutan, (3) sistemik, penyebaran patogen secara
hematogen termasuk patogen opportunistik pada pasien immunocomprimised.
Jamur yang menginfeksi lapisan keratin kulit untuk mendapatkan makanan
disebut sebagai derrnatofita.1
Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur
dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum
korneum kulit, rambut dan kuku pada manusia dan hewan. Terdapat tiga genus
penyebab dermatofitosis, yaitu Trichopyton sp., Epidermophyton sp. dan
Microsporum sp.2 Jumlah kasus infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur
dermatofita mencapai 6% di rumah sakit di India dan 3 sampai 4% di seluruh
dunia.3
Dermatofitosis terbagi menjadi tinea kapitis, tinea barbae, tinea fasialis,
tinea corporis, tinea kruris, tinea manus, tinea pedis dan tinea unguium.4 Tinea
corporis merupakan infeksi yang sering terjadi pada daerah dengan cuaca panas
dan lingkungan yang lembab. Trichophyton rubrum adalah agen infeksi tersering
di dunia dengan prevalensi 47% menyebabkan terjadinya tinea corporis.
Trichophyton tonsuran merupakan dermatofitosis yang paling sering
menyebabkan terjadinya tinea kapitis dan orang yang menderita anthropo philic
tinea kapitis beresiko menjadi tinea corporis. Oleh karena itu kejadian dari tinea
corporis yang disebabkan oleh Trichophyton tonsuran menjadi meningkat.5
Tinea corporis merupakan infeksi dermatofita yang sering terjadi pada kulit.
Infeksi ini dapat menyerang terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Tinea
corporis dapat disebabkan oleh beberapa dermatofitosis, seperti Mycrosporum
Canis, Trichophyton mentogrophytes, Trichophyton rubrum dan Mycrosporum
audouinii.6
Gambaran klinis dari tinea corporis berupa lesi berbentuk makula/plak yang
merah/hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral. Pada tepi lesi
dijumpai papula-papula eritematosa atau vesikel. Pada perjalanan penyakit yang
1
2
kronik dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi dapat polisiklis, annular atau
geografis.7
Penatalaksanaan pada tinea corporis terbagi menjadi dua yaitu non-
medikamentosa dan medikamentosa. Pada non-medikamentosa pasien diedukasi
agar meningkatkan kebersihan badan dan menghindari pakaian yang tidak
menyerap keringat.Terapi medikamentosa berupa pemberian terapi topikal dan
sistemik. Pada terapi topikal dapat diberikan campuran asam salisilat 5% dan
derivate azole. Terapi sistemik diberikan pada kasus inflamasi yang telah meluas
berupa anti histamin dan anti jamur oral.7
3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SH
Tanggal lahir/Umur : 5 Maret 1987 / 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Aceh
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Pango Raya, Banda Aceh
Tanggal Pemeriksaan : 11 Oktober 2017
Jaminan : JKN
NomorRM : 1-12-57-62
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Gatal gatal pada lipatan payudara bagian bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan gatal gatal sejak enam bulan yang lalu.
Gatal dirasakan hilang timbul. Awalnya gatal dirasakan hanya sedikit pada lipatan
payudara bagian bawah dan semakin lama semakin membesar. Gatal semakin
memberat saat cuaca panas dan memakai baju ketat. Gatal akan terasa berkurang
apabila memakai salap gatal yang didapat dari puskesmas. Selain itu pasien juga
mengeluhkan timbul bercak merah dibawah payudaranya yang semakin lama
semakin membesar dan terlihat seperti sembuh dibagian tengahnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku pernah mengalami hal yang sama sebelumnya saat remaja
namun menghilang sendiri.
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien mengaku pernah memakai salap namun tidak mengetahui namanya.
4
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan tanggal 11 Oktober 2017
Regio : Mamae Inferior dextra et sinistra
Deskripsi lesi : Tampak lesi plak eritematous, berbatas tegas dengan tepi aktif
irreguler, bentuk polisiklik, ukuran numular - plakat, jumlah multipel, distribusi
regional dengan central healing
DIAGNOSIS BANDING
1. Tinea Corporis
2. Psoriasis vulgaris
3. Dermatitis seboroik
4. Kandidiasis Intertriginosa
5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:
Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10% didapatkan hasil positif dengan
gambaran hifa yang bersepta.
RESUME
Pasien Perempuan dengan inisial Ny. SH berumur 30 tahun bekerja
sebagai ibu rumah tangga dan sudah menikah datang ke poli KK RSUDZA
dengan keluhan gatal gatal pada bagian bawah payudara. Keluhan gatal awalnya
dirasakan dilipat paha kemudian sembuh sendiri. Saat ini gatal dirasakan berat di
bagian bawah payudara, awalnya hanya sedikit dan semakin lama semakin
membesar dan ditengah seperti sudah sembuh. Sebelumnya pasien sudah
memberikan obat salap dan gatal berkurang, namun lesi tidak menghilang.
Keluhan dirasakan memberat dalam seminggu terakhir. pada regio mamae
inferior dextra et sinistra tampak lesi plak eritematous, berbatas tegas dengan tepi
aktif ireguler, bentuk polisiklik, ukuran numular - plakat, jumlah multipel,
distribusi regional dengan central healing.
Kemudian dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan menggunakan
KOH 10% pada pasien dan didapatkan hasil positif berupa hifa panjang yang
bersepta.
6
DIAGNOSIS KLINIS
Tinea Corporis
TATALAKSANA
Medikamentosa
- Asam salisilat 3% + Mikonazol cream (pagi)
- Asam salisilat 3% + Ketokonazol cream (malam)
EDUKASI
1. Menjaga agar tubuh dan pakaian yang digunakan tidak dalam keadaan lembab.
Serta menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang menyerap keringat.
2. Menjaga kebersihan kulit dan menjaga daerah lesi agar tetap kering.
3. Menjaga agar jangan menggaruk jika timbul rasa gatal karena akan memperluas
lesi.
4. Membersihkan pakaian dan handuk yang telah digunakan dengan cara
mencucinya dan tidak menggunakan handuk secara bergantian.
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
ANALISA KASUS
7
8
bagian tepi lesi yang aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan
menghasilkan skuama.5
Pada status dermatologis pada regio mammae inferior Tampak lesi plak
eritematous, berbatas tegas dengan tepi aktif irreguler, bentuk polisiklik, ukuran
numular - plakat, jumlah multipel, distribusi regional dengan central healing, tepi
lesi lebih aktif dengan papul eritema pada tepinya dilapisi skuama halus jumlah
multipel, konfigurasi polisiklik, distribusi regional. Menurut teori, kelainan yang
terlihat pada lesi berupa makula atau plak eritematosa yang berbentuk bulat atau
lonjong dan berbatas tegas, berukuran numular sampai plakat. Pada daerah tepi
terdapat skuama halus, vesikel dan papul yang aktif, sedangkan pada daerah
tengah lebih tenang (central healing). Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola
gyrate atau polisiklik.3
Diagnosis tinea corporis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan KOH merupakan salah satu pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-
20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan
artrospora.10 Pemeriksaan KOH ini memiliki kelebihan tidak membutuhkan
peralatan yang spesifik, lebih murah dan jauh lebih cepat bila dibandingkan
dingan kultur. Kultur jamur merupakan metode diagnostik yang lebih spesifik,
membutuhkan waktu yang lebih lama, memiliki sensitivitas yang rendah (20-
70%), dan harga yang lebih mahal. Kultur biasanya dilakukan hanya pada kasus
yang berat dan tidak berespon pada pengobatan sistemik. Kultur menjadi pilihan
diagnostik karena tidak hanya mengisolasi organisme, tetapi juga memungkinkan
untuk identifikasi agen etiologi, sehingga pengobatan dapat diberikan secara
tepat.11
Berdasarkan pemeriksaan fisik dermatologis, maka didapatkan diagnosis
banding yaitu psoriasis vulgaris, dermatitis seboroik, kandidiasis intertriginosa.
Menurut teori, psosiaris vulgaris merupakan penyakit inflamasi kulit yang bersifat
residif dan kronik, ditandai dengan adanya plak eritematosa, dilapisi oleh skuma
kasar yang tebal, dan berwarna putih keperakan. Lokasi lesi biasanya di kulit
kepala, kuku,dan bagian ekstensor.4
9
4. William D. James TB, Dirk Elston. Andrews' Diseases of the Skin E-Book:
Clinical Dermatology Eleventh Edition. New York: Elsevier; 2011.
10. Gafur AH. A 15 Years-Old Boy With Tinea Cruris. Medical Profession
Journal Of Lampung [Medula]. 2015;4(1).
11. Enrico Nunzi CM. Leprosy: A Practical Guide. London: Springer; 2012.
12. Day JH, Ellis AK, Rafeiro E. A New Selective H1 Receptor Antagonist
For Use In Allergic Disorders. Drugs of Today. 2004;40(5):415-21.
13. Risdianto A, Kadir D, Amin S. Tinea Corporis and Tinea Cruris Caused by
Trichophyton Mentagrophytes Type Granular In Asthma Bronchiale Patient.
Infection. 2013;1(5):10.
11
Comparative Assessment of the Effectiveness and Safety
of Sertaconazole Cream Versus Terbinafine Cream
Versus Luiliconazole Versus Clotrimazole cream in
Patients with Tinea cruris
Sanjay Khare1, Rahul Nagar2, Burhanuddin Saify3
Dr Rahul Nagar, DNB, Department of Dermatology, Venereology and Leprosy, Second Floor, New OPD
Building, MY Hospital Campus, Indore (MP), India.
ABSTRACT
INTRODUCTION
Dermatophytosis is an infection of keratinized tissues, epidermis and its
appendages hair and nails. Mycotic agents belonging to three genera,
Epidermophyton, Microsporum and Trichophyton are implicated in
dermatophytosis. The dermatophytosis causes superficial infections because they
produce keratinases, which degrade the keratin and thus are restricted to part of
skin containing this protein.These infec-tions are also known by misnomer tinea
infections.1 The prevalence of fungal infections of skin has increased rapidly,
12
13
Objectives
Comparative assessment of the effectiveness and safety of sertaconazole cream
versus terbinafine Cream versus luili-conazole versus clotrimazolecream in
patients with tineacru-ris.
concomittant drug history. Routine blood examination was done to rule out
diabetes or any other co-morbid condition in selected cases. The study medication
was dispensed to the subject following randomi-zation, provided all inclusion and
exclusion criteria were sat-isfied. The patients were instructed to apply the cream
thinly to the affected area.
Participants were randomized with the help of table of ran-dom numbers in to
four groups containing 30 participants each. Group A, had received sertaconazole
2% cream applied twice daily for four weeks; while group B had luliconazole 1%
cream applied once daily for two weeks. Group C had 30 patient on
terbinafine1% cream applied twice daily for two weeks and group D had 30
patient clotrimazole 1% cream applied twice daily for four weeks. At the end of
treatment phase there was a follow up phase at the end of two weeks, where
patients were reassessed clinically and my cologically. Primary efficacy was
based on clinical and mycological assessment of tinea lesion at base line, at the
end of treatment phase and follow up phase two week following completion of
treatment. Clinical assessment was based on the proportion of patients with
symptoms and signs of tinea lesions namely pruritus, erythema and
desquamation, and graded as none (0), mild (1), moderate (2) and severe (3)
depending on intensity. Mycologic assessment was based on KOH mounting for
dermatophytes.
Secondary efficacy was assessed on the basis Physician Global Assessment
based on three criteria- successful treat-ment outcome (clinical cure + negative
mycology), clinical success (symptomatic relief + clinical cure) and clinical fail-
ure (no clinical and mycological improvement), at end of Treatment Phase and
Follow-up Phase. Safety and tolerability was assessed by monitoring treatment
related adverse events at each visit.
Patients who failed to follow up for two consecutive visits were considered as
being lost to follow up was not included in the analysis.
Medicines
The sertaconazole cream was a gift from Glenmark-Grace-well, India; in the form
of their market product Onabet Cream. The supply of luliconazole cream was a
16
gift from Ranbaxy, India; in the form of their market product Lulifin Cream.
Terbinafine was obtained as a gift from Abbott, India; in the form of their market
product Tyza Cream. Whereas clotrimazole was made available through hospital
pharmacy supply.
STATISTICAL ANALYSIS
All randomized patients who received study medication and completed the study
were included for analysis. The difference in change in clinical assessment of
pruritus, erythema, vesicle and desquamation. Mycological assessment by
scraping of skin scales and examination in 10% KOH mount and physician global
assessment, within and between the groups were analyzed using Chi-square test.
Categorical variable was expressed in actual numbers and percentage, and
compared using Fishers exact test and intra group comparison performed using
paired t-test. Two tailed p<.05 was considered as statistically significant.
RESULTS
The study was continued till 30 participants in each group were available for
analysis; a study population of 120 par-ticipants was achieved. Age group
obtained in this study was indeed ranged from 18 years to 50 years. There were
64 (53.3%) males and 56 (46.7%) female participants in this study. The
participants were randomized into four study groups: (A) Sertaconazole, (B)
Luliconazole, (C) Terbinaf-ine, (D) Clotrimazole. Baseline characteristics of the
study participants have been presented in table 1. The groups were balanced with
respect to baseline characteristics.
Changes in Pruritus [table 2]: At the end of treatment phase, the resolution of
pruritus was seen in 93% of patients in sert-aconazole group and 100% in
luliconazole group, respec-tively; however complete resolution of pruritus
occured in both groups at the end of follow up phase. In terbinafine and
clotrimazole groups, resolution of pruritus was not complete and only 73% in
terbinafine group and 33% in clotrimazole group were able to show resolution in
17
Mycologic assessment
At baseline all patients had positive KOH test for Dermato-phytes. At end of
Treatment Phase and Follow-up Phase, all patients showed negative
mycological assessment (nega-tive KOH test).
Safety assessment
All the medicines were well tolerated with mild application site adverse drug
reactions (ADR). No severe adverse events were reported, no participants from
the study discontinued due to ADR and no case of noncompliance to the therapy
19
DISCUSSION
In the present study, all the four study drugs showed significant reduction in signs
and symptoms (pruritus, erythema,vesicles and desquamation) of tinea infections
as compared to baseline. Sertaconazole and luliconazole were found to be equally
effective, whereas clotrimazole was least effective among the four groups. Jerajani
et al,9 Chandana T et al10 and A Tamil Selvan et al11 have found sertaconazole to be
more effective than luliconazole and terbinafine, in terms of reduction in pruritus,
erythema, vesiculation and desquamation. However in all of these studies
luliconazole was found close to sertaconazole in terms of efficacy. A meta-
analysis had shown efficacy and safety rates for 2 week treatment of 1%
luliconazole were nearly the same as those for 4 week treatment of the 2%
sertaconazole; however author notes whether 2% sertaconazolehas more excellent
antifungal activity than 1% luliconazole, requires further trials for verification. 11
In view of lesser efficacy of clotrimazole compared to others, it would have been
better to find antifungal susceptibility comparison of clotrimazole versus
sertaconazole or luliconazole or terbinafine, however such data is lacking;
particularlyin literature available from India. at the end of follow-up phase
complete mycological cure (100%) was observed with all the therapies which
confirmed absence of recurrence and relapse of tinea corporis, our results are in
accordance with Jerajani et al9 and Khan H et al. 12 In the present study, all three
treatments were well tolerated and found to be safe. Burning sensation was
reported in two participants each in sertaconazole, luliconazole and terbinafine
groups, however none were considered serious.
The results of this study are likely to be confounded by the study design as it was
an open labeled (non-blinded) study with smaller sample size. Also, the therapy
duration was dif-ferent for all the treatment drugs. However since most the
clinical trials conducted with sertaconazole and luliconazole employed a four
week and two week study design, respectively, so our study also employed
similar duration of therapy. Furthermore, diagnosis of tineacorporis was purely on
20
the basis of clinical examination and microscopic finding of KOH mount. We did
not identify the causative organism for the tineacruris by culture sensitivity.
CONCLUSION
REFERENCES
22
23
Rao Holkar Hospital, Indore, India, selama 18 bulan, dari Januari 2014 untuk
bulan Juni 2015.
Protokol penilitian ini telah disetujui oleh institusi komite etik. Pasien
yang diambil adalah pasien tinea cruris dengan usia mulai dari 18-50 tahun.
Pasien yang diambil hanya pasien dengan satu jenis dermatophytosis. Kelompok
ini telah dipilih berdasarkan hasil dari beberapa penelitian, dimana kelompok usia
21- 50 tahun adalah kelompok yang paling sering terkena dermatophytosis. Pasien
yang dipilih hanyalah pasien yang telah terkonfirmasi positif oleh tes KOH dan
lactophenol blue, hal tersebut dilakukan untuk dapat memudahkan dalam menilai
kesembuhan pada saat akhir penelitian. Untuk menghindari terjadinya bias pada
hasil pemeriksaan KOH dan penilaian parameter klinis maka hasil dibacakan oleh
pengamat independen (oleh para penulis SK dan BS). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menilai perbandingan efektivitas dan keamanan antara sertaconazole
krim versus terbinafine krim versus luiliconazole versus clotrimazole krim pada
pasien dengan tinea cruris.
Pasien yang dimasukkan sebagai kriteria eksklusi adalah pasien dengan
keterlibatan lesi pada bagian tubuh lain, pasien yang telah menerima obat oral dan
topikal selama dua atau empat minggu secara terus menerus, pasien-pasien yang
sudah mendapat terapi immunosupresif. Pasien dengan riwayat hipersensitif
terhadap obat, pasien dengan infeksi bakteri, pasien yang sedang hamil ataupun
menyusui, atau pasien dengan immunocompromised, serta pasien dengan penyakit
kronis.
Peserta diacak dan dibagi kedalam empat grup yang berisi masing-masing 30
peserta, Grup A merupakan peserta yang mendapat sertaconazole 2% krim dengan
pemberian 2 kali sehari selama 4 minggu. Sementara grup B mendapat
luiliconazole 1% krim diterapkan sekali sehari selama dua minggu. Grup C
mendapat terbinafine 1% krim diterapkan 2 kali sehari selama dua minggu dan
grup D mendapat clotrimazole 1% krim diterapkan 2 kali sehari selama empat
minggu. Terdapat fase follow up pada minggu ke 2 dan 4 masa akhir pengobatan,
dimana pasien ditinjau secara klinis dan mikologis. Keberhasilan utama adalah
berdasarkan pada uji klinis dan mikologis dari lesi tinea. Penilaian klinis
didasarkan pada proporsi pasien dengan gejala dan tanda-tanda lesi tinea yaitu
24
pruritus, eritema dan desquamasi, dan diklasifikasikan dengan derajat tidak ada
(0), yang ringan (1), sedang, (2) dan (3) berat. Penilaian mikologis didasarkan
pada pemeriksaan KOH untuk dermatophytosis. Karakteristik subjek penelitian
tersaji dalam tabel berikut
No PETUNJUK KOMENTAR
1. Apakah metode penelitian suatu Pada penelitian ini terdapat 120 pasien
rendomized trial ? yang dibagi kedalam 4 grup. Grup A
Ya memakai sertaconazole 2%, grup B
memakai Luiliconazole 1%, grup C
menggunakan Terbinafine 1%, dan grup
D menggunakan Clotrimazole 1%.
2. Apakah semua keluaran (outcome) Dari 120 pasien penderita tinea cruris,
dilaporkan ? yang dibagi 30 pasien tiap-tiap grup
Ya (A,B,C,dan D) yang memakai
sertaconazole 2% pada evaluasi akhir
minggu ke-4 persentasi hilangnya gejala
pruritus adalah 93% pada peamakaian
sertaconazole, Luiliconazole 100%,
Terbinafine 73%, dan Clotrimazole
33%. Dengan hasil KOH yang negatif
pada ke-4 penggunaan obat tersebut.
3. Apakah lokasi studi menyerupai Lokasi penelitian adalah rumah sakit
lokasi anda bekerja atau tidak ? SRM Perguruan Tinggi Medis dan Pusat
Ya Penelitian Potheri yang merupakan salah
satu rumah sakit tersier di India
4. Apakah kemaknaan statistik Pada penelitian ini dilaporkan setia
maupun klinis dipertimbangkan perkembangan klinis pasien dari
atau dilaporkan ? keempat grup berdasarkan gejala
Ya pruritus, eritema, dan desquamasinya.
Serta perkembangan mikologis dengan
pemeriksaan KOH.
Pada penelitian ini dilaporkan
kemaknaan statistik. Dibandingkan hasil
persentasi antara keempat grup dengan
uji Fishers menggunakan pair T-test
dengan hasil yang signifikan P value <
0,05
26
27
KESIMPULAN :