Anda di halaman 1dari 37

Sari Kepustakaan dan Laporan Kasus

MELIOIDOSIS

Oleh : Hafizah Soraya Dalimunthe


Pembimbing : dr Ricke Loesnihari, Mked (ClinPath), SpPK-K

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2014

1
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
MELIOIDOSIS

Pendahuluan

Melioidosis merupakan penyakit menular yang sangat fatal yang disebabkan


oleh Burkholderia pseudomallei, bakteri gram negatif yang hidup di tanah dan air tawar.
Penyakit ini disebut juga ‘Whitmore’s disease”.Istilah melioidosis diciptakan pada 1921 oleh
Stanton dan Fletcher dan berasal dari kata Yunani "melis" yang berarti" penyakit pada
binatang keledai" dan "eidos", kemiripan. Dulu, bakteri gram negatif ini dikenal dengan nama
Bacillis pseudomallei, Bacillus whitmorii (atau Bacille de Whitmore), Malleomyces
pseudomallei, Pseudomonas pseudomallei, dan sejak 1992 menjadi Burkholderia
pseudomallei. 1

B. pseudomallei menyebabkan melioidosis pada hewan sebagai serta manusia. Di


daerah endemik, penyakit ini bisa terjadi pada anjing, kucing, tikus, kelinci dan banyak
spesies lainnya. Hewan yang dilaporkan kebal terhadap organisme ini adalah unggas, dan
kerbau. 1

Melioidosis banyak terjadi pada tentara Sekutu dan Jepang selama Perang Dunia
Kedua. Setelah Perang Dunia Kedua, laporan sporadis melioidosis muncul dengan 10 kasus
dari Malaysia yang dilaporkan oleh Tipis dkk di 1970. Penyakit ini dapat menyebabkan
sampai 20% dari semua sepsis dapatan di daerah tropis, termasuk 40% dari kematian yang
berhubungan dengan sepsis di bagian Utara Thailand. 1 Lebih dari 400 tentara perancis dan
amerika terkena penyakit ini selama perang di Asia Selatan.2. Dan juga menyebabkan sepsis
di Asia selatan dan Australia utara. 3

Etiologi

Burkholderia pseudomallei adalah oranisme penyebab melioidosis. Organisme ini


saprofit pada sebagian air dan tanah. Beberapa binatang, termasuk domba, kambing, babi,
kuda, monyet, dan hewan pengerat dapat terinfeksi, namun tidak ada bukti bahwa binatang
tersebut dapat sebagai reservoir. 1

2
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Epidemiologi
Di antara wilayah utama di mana melioidosis adalah endemik, daerah ujung utara di
Australia dan timur laut Thailand merupakan titik tajam, dengan tingkat insiden tahunan
hingga 50 kasus per 100.000 orang. 4
Melioidosis adalah penyebab paling umum ketiga kematian akibat infeksi penyakit di
timur laut Thailand, melebihi infeksi HIV dan tuberculosis. Malaysia, Singapura, Vietnam,
Kamboja, dan Laos juga daerah endemik, laporan telah memperluas zona endemik ke daerah
India, Cina selatan, Hong Kong, Taiwan, berbagai Pasifik dan Samudera Hindia kepulauan,
dan bagian dari Amerika. Kasus sporadic telah dilaporkan di Nigeria, Gambia, Kenya, dan
Uganda, tetapi luasnya penyakit di Afrika tetap tidak menentu. Besarnya melioidosis di
Amerika masih belum jelas. 4

Dua kasus yang dilaporkan di Amerika Serikat dianggap telah diakuisisi di Honduras.
Melioidosis parah di Puerto Rico telah dijelaskan pada pasien dengan kronis penyakit
granulomatous dan pada orang dengan diabetes. Kasus sporadis melioidosis dilaporkan di
Ekuador, Guadeloupe, dan Aruba, dan munculnya melioidosis di Brazil adalah contoh
peningkatan penyakit ini sebagai akibat dari peningkatan pengetahuan dan tes diagnostik .4

Gambar 1. Distribusi global Melioidosis

Pathogenesis
Melioidosis terutama diperoleh melalui inokulasi permukaan jaringan terhadap tanah
dan perairan yang terkontaminasi dengan B. pseudomallei , insiden tertinggi dari penyakit ini
terjadi selama musim hujan. Sekarang diyakini bahwa selama periode tersebut, kenaikan air
3
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
menyaring organisme melalui dasar tanah ke permukaan sehingga meningkatkan
potensi paparan pada manusia dan hewan. 3

Rute penularan ini cenderung untuk menjelaskan prevalensi penyakit di kalangan


petani padi dan keluarga mereka yang bekerja di sawah tanpa pakaian pelindung.
Rute penting lain dari infeksi muncul dari menghirup dan aspirasi dari fomites
terkontaminasi. Sampai saat ini, belum ada laporan penularan penyakit antara hewan dan
manusia.4, 5

Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa sebagian besar infeksi manusia diperoleh
melalui inokulasi perkutan selama kontak dengan terkontaminasi air atau tanah daripada
melalui proses menelan atau inhalasi.1

B.pseudomallei seperti bakteri pada tanah lainnya adalah organisme yang sulit untuk
dibunuh. B.pseudomallei ini dapat bertahan hidup dalam air suling selama bertahun-tahun
dan belum memiliki kemampuan untuk mengatasi saprophytic lingkungan untuk menjadi
patogen pada manusia dan hewan .1

Melioidosis adalah infeksi yang menarik dalam hal patogenesis . Hasil dari interaksi
inang pathogen bisa berupa asimtomatik dan dengan cepat berakibat fatal dan menjadi sepsis
fulminan. Infeksi berat dapat menjadi kronis ataupun kambuh kembali (relaps), atau tetap
laten untuk bertahun-tahun sebelum reaktivasi menjadi infeksi aktif.
Hasil ini akan tergantung pada interaksi dari beberapa faktor seperti ukuran inokulum,
virulensi dari strain infeksi dan kerentanan host sebagai faktor genetik belum diketahui.1

Organisme ini adalah patogen intraseluler fakultatif, dengan


keuntungan selektif dalam hal dapat bertahan dan berkembang di dalam
vakuola sitoplasma dalam sel fagosit dan makrofag.
Namun, bagaimana mekanismenya sehingga dapat
tetap diam pada host selama 26 tahun masih tidak diketahui. 5

Organisme ini telah menunjukkan dapat membentuk ekstraselular


kapsul polisakarida dalam merespon pH yang rendah. 5

4
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Gejala klinis

Melioidosis terutama mempengaruhi orang-orang yang kontak dengan tanah dan air.
Dan terjangkit infeksi dari inokulasi perkutan (misalnya, melalui penetrasi cedera atau luka
terbuka), inhalasi, atau konsumsi (misalnya, melalui terkontaminasi
makanan atau air) 6
Masa inkubasi dipengaruhi oleh jumlah inokulum, dan faktor risiko pada host, tetapi
diperkirakan sekitar 1 sampai 21 hari dari kontak. Melioidosis dapat hadir sebagai akut (88%)
atau kronis (22%) infeksi (gejala hadir untuk > 2 bulan) dan dapat kambuh setelah
pengobatan.6 Jumlah inokulasi, strain virulensi, dan faktor risiko host merupakan kontributor
terhadap kemungkinan lamanya masa inkubasi, gejala klinis, dan outcome. Masa inkubasi
terpanjang yang tercatat adalah 62 tahun. 6
Dalam sebuah penelitian deskriptif melibatkan 540 pasien di Australia tropis, selama
20 tahun, fitur presentasi utama adalah pneumonia ( 51% dari pasien), diikuti oleh
infeksi genitourinari ( 14%), infeksi kulit (13%), bakteremia tanpa jelas fokus (di 11%),
6
septic arthritis atau osteomyelitis (4%), dan keterlibatan neurologis ( 3%) Sisanya 4% dari
pasien tidak memiliki fokus jelas infeksi. Lebih dari setengah dari pasien mengalami
bakteremia, dan syok septik sekitar satu perlima. Juga sering terdapat abses internal-organ
dan fokus sekunder di paru-paru, sendi, atau keduanya. 2,6
Infeksi intra-abdomen (termasuk hati dan / atau limpa abses, atau abses prostat)
biasanya tidak hadir dengan nyeri fokal, dan pencitraan organ-organ ini menggunakan
ultrasound atau CT scan harus dilakukan secara rutin. Dalam salah satu seri dari 214 pasien,
27,6% memiliki abses di hati atau limpa 7 Lesi lainnya juga dapat terjadi pada jaringan atau
organ lainnya, seperti ginjal, tulang, sendi, dan otak. 2

5
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Gambar 2. Gejala Klinis setelah terinfeksi B. pseudomallei

Diagnosa

Sebuah kultur B. pseudomallei dari sampel klinis adalah essensial untuk diagnosis
melioidosis. Prosedur laboratorium untuk memaksimalkan kultur dan identifikasi B.
pseudomallei telah dikembangkan, tapi keterlambatan dalam identifikasi B. pseudomallei
atau kesalahan identifikasi sebagai spesies lain tidak jarang di laboratorium yang tidak
terbiasa dengan organism ini. Selain itu panel pemanfaatan substrat harus digunakan, yaitu
tes oksidase yang positif. Konvensional tes biokimia juga digunakan untuk menegakkan
diagnosa. Tes resistensi antibiotik berupa resistensi terhadap gentamisin, dan polymyxyn
(colistin). 4, 8
Pemeriksaan PCR dari sampel klinis dapat memberikan
hasil tes lebih cepat dari kultur, tetapi metode analisis kurang sensitif, terutama bila dilakukan
pada darah. Metode molekular (PCR) juga tidak rutin tersedia untuk diagnosa klinis. Di
Thailand, latex agglutination assay digunakan secara luas, sementara tekhnik rapid
immunofluorescence juga tersedia di sejumlah kota kecil di Thailand. 4
Pemeriksaan ELISA dalam situasi tersebut akan menjadi tes ideal untuk diagnosis
penyakit melioidosis. Bahkan sebaliknya ELISA menguntungkan atas PCR karena efektivitas
biaya, spesifisitas dan kenyamanan penggunaan. Kecepatan dan kesederhanaan metode
ELISA dilaporkan menawarkan sebuah potensi besar untuk digunakan dalam investigasi rutin

6
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
untuk melioidosis. Antigen glikoprotein bereaksi terhadap monoclonal antibodi setelah
diidentifikasi dapat memberikan pendekatan baru untuk diagnosis dan patogenesis B.
pseudomellei.9

Tata laksana

Kematian melioidosis adalah 20 to 50%, bahkan dengan pengobatan. Namun menurut


penelitian , terdapat penurunan kematian yang signifikan dengan pemberian antibiotik
intravena. Ceftazidime adalah antibiotik pertama yang dengan jelas dapat menurunkan
mortalitas. Untuk infeksi parah yang berat Imipenem dan Meropenem juga baik,dan telah
terbukti setidaknya sebaik Ceftazidime. Agen antibiotik tambahan diberikan untuk
mengobati infeksi bakteremia persisten, atau untuk mengurangi risiko kambuh. 8

Tabel 1. Terapi Melioidosis

Pengobatan melioidosis terdiri dari fase intensif selama paling tidak 10 sampai 14 hari
Ceftazidime, meropeneme, atau imipenem yang diberikan secara intravena., dan diikuti
dengan terapi eradiaksi oral, biasanya dengan trimethoprim–sulfamethoxazole
(cotrimoxazole)selama 3-6 bulan.6
Terapi intensif didefinisikan sebagai medikasi yang diberikan melalui intravena
berupa satu dari beberapa daftar obat yang ada, yang diberikan selama 10 sampai 14 hari.
Pada pasien dengan infeksi berat dapat diberikan selama 4 minggu. Ceftazidime dapat ditukar
dengan meropenem bila kondisi klinis memburuk dengan pemberian ceftazidime (jika alergi),

7
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
jika terbentuk fokus infeksi baru selama terapi, atau jika kultur darah ulangan tetap positif
setelah 7 hari pemberian ceftazidime.6
Oral terapi diberikan selama 3 sampai 6 bulan . Jika organisme resisten terhadap
trimethoprim–sulfamethoxazole atau pasien tidak dapat menerima efek samoing obat, pilihan
lain adalah amoxicillin–clavulanate. Amoxicillin–clavulanate diberikan dengan dosis 20 mg
amoxicillin dan 5 mg clavulanate per kilogram berat badan sebanyak 3 kali per hari secara
oral.

Pencegahan

Pemakaian sarung tangan dan sepatu karet dianjurkan bagi siapa saja yang melakukan
pekerjaan di daerah pertanian. Luka kulit termasuk lecet atau terbakar harus segera dan
benar-benar dibersihkan. Beberapa wabah telah dikaitkan dengan pasokan air minum yang
tercemar . Meskipun sejumlah kecil organisme dapat bertahan hidup, klorinasi pasokan air
mengurangi risiko infeksi. B. pseudomallei dapat ditemukan dalam susu dari ternak yang
terinfeksi, sehingga kita harus konsumsi produk susu yang dipasteurisasi. Dokter hewan
harus mengambil tindakan pencegahan untuk menghindari paparan, termasuk penggunaan
sarung tangan dan pakaian pelindung, ketika bekerja dengan hewan yang terinfeksi atau
mengumpulkan sampel diagnostik . Orang-orang yang mengolah daging juga harus memakai
sarung tangan dan disinfeksi pisau teratur. Di daerah endemik, bangkai terinfeksi harus
dihancurkan. 10
Sebuah vaksin manusia saat ini tidak tersedia untuk melioidosis, tetapi masih dalam
penelitian pada hewan model yang melibatkan penggunaan bakteri hidup yang dilemahkan,
atau subunit, atau DNA berbasis plasmid, dan atau membunuh bakteri vaksin seluruh sel. 6

Burkholderia pseudomallei

Burkholderia pseudomallei juga dikenal dengan Pseudomonas pseudomallei adalah


4,11
kuman gram negatif, motil, bakteri berbentuk batang, anaerobik fakultatif. B.
pseudomallei dengan genus Burkholderia, yang berisi lebih dari 40 spesies.
Anggota patogen lainnya termasuk B. mallei, yang menyebabkan penyakit pada kuda juga
sangat virulen pada manusia, dan B. cenocepacia, yang merupakan penting
penyebab infeksi oportunistik pada pasien dengan fibrosis kistik. Genus lainnya
juga termasuk B. thailandensis, yang berdampingan dengan B. pseudomallei di tanah di

8
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Thailand dan Australia, dan B. oklahomensis, yang secara sporadis ditemukan di Midwest
yang Amerika Serikat, dua spesies ini jarang, jika pernah, menyebabkan penyakit dan kurang
virulen dari B. pseudomallei pada hamster dan tikus. 3

B. pseudomallei panjangnya sekitar 2-5 μm dan diameternya 0.4-0.8 μm dan dapat


bergerak menggunakan flagella. Bakteri ini dapat tumbuh dari sejumlah nutrisi yang
diperoleh dari lingkungan, terutama dari yang mengandung betaine- and arginine. Di in vitro,
proliferasi tempratur optimal dilaporkan dilaporkan sekitar 40°C dalam pH-netral atau di
lingkungan yang sedikit asam (pH 6.8–7.0).Kebanyakan strainnya dapat memfermentasi gula
tanpa formasi gas. (yang terpenting, glukosa dan galaktosa, dilaporkan juga dapat
memetabolisme maltose dan starch). Bakteri ini menghasilkan toksin. Namun toksin tidak
berpengaruh penuh dalam mengidentifikasi proses terjadinya melioidosis. 4

Disinfeksi
B. pseudomallei rentan terhadap sejumlah disinfectant termasuk benzalkonium
chloride, iodine, mercuric chloride, potassium permanganate, 1% sodium hypochlorite, 70%
ethanol, 2% glutaraldehyde. B. pseudomallei adalah secara efektif dibunuh menggunakan
disinfektan komersial. Organisme ini juga dapat dihancurkan dengan pemanasan di atas 74°C
selama 10 menit atau menggunakan radiasi UV. B. pseudomallei tidak dapat terdisenfeksi
maksimal menggunakan chlorine. 4

Faktor virulensi
Faktor virulensi multipel terdapat pada B. pseudomallei, tetapi yang relatif penting bagi
perjalanan penyakit manusia masih belum diketahui dengan pasti. B. pseudomallei
menghasilkan kapsul polisakarida glycocalyx itu mungkin merupakan faktor penentu
virulensi yang penting. Kapsul ini memungkinkan untuk pembentukan
mikrokoloni dalam lingkungan pelindung di mana secara penotip organisme
ini berubah, sehingga menghasilkan resistensi antibiotik yang signifikan. Fenotipe berubah
dan menjadi varian koloni kecil yang tumbuh lambat, yang dapat diamati di plate dari
spesimen klinis varian ini selanjutnya bisa kembali secara spontan dengan morfologi dan juga
kerentanan terhadap antibiotik. 12
B. pseudomallei merupakan patogen dalam genom besar 7.24 Mb dengan dua
kromosom. Salah satu yang paling penting dari faktor virulensi B. pseudomallei adalah tiga
Type Three Secretion Systems (T3SS). Setiap T3SS biasanya terdiri dari sekelompok sekitar

9
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
20 gen penyandi yang tersusun menjadi sebuah alat menyerupai jarum suntik molekul yang
dimasukkan ke membran sel inang untuk pengiriman efektor bakteri ke dalam sitosol sel
inang. Ketiga T3SS B. pseudomallei dikenal sebagai T3SS1, T3SS2, Bsa atau T3SS3. 6
Genom B.Pseudomallei mengkode 6 tipe VI sistem sekresi, dimana terlibat dalam
virulensi bakteri, intraseluler survival, dan kompetisi sengan komunitas bakteri. Flagella juga
mungkin penting untuk motilitas B.pseudomallei dan invasi ke dalam sel host, meskipn
seberapa penting faktor virulensinya masih dalam perdebatan. 6
Burkholderia lethal factor 1 dan adalah mirip dengan cytotoxic necrotizing factor 1 dan
mengganggu inisiasi dari translasi, mengakibatkan perubahan actin cytoskeleton dan
mengakibatkan kematian sel. 6

Aktifitas intraseluler
B. pseudomallei dapat menginvasi, bertahan dan replikasi pada sel fagosit dan non
fagosit, dan sifat intraseluler disadari penting untuk patogenesis penyakit. Setelah seluler
uptake, bakteri ini dapat masuk ke vakuola menggunakan Type Three Secretion Systems
(T3SS) dan bereplikasi dalam sitosol sel host. 6
B. pseudomallei juga menginduksi pembentukan actin tails yang tersusun dari
filamen actin yang dipolarisasi dan mampu bergerak di dalam sel, dan dengan protrusi dapat
menyebar langsung dari sel ke sel. 6

Gambar 3. A. Invasi ke dalam sel fagosit dan non fagosit. B. Memasuki endosom dan berproliferasi
C.Penyebaran sel ke sel. D. Cell fusion

10
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Identifikasi
B. pseudomallei tidak mudah tumbuh dan dapat tumbuh dengan banyak variasi pada
media kultur (blood agar, MacConkey agar, EMB, dll.). Ashdown's medium dapat digunakan
sebagai isolasis selektif..[5] Kultur menjadi positif dalam 24 sampai 48 jam (kecepatan
tumbuh ini rata rata membedakan organisme dari B. mallei, dimana secara tipikal
membutuhkan waktu paling minimum 72 jam untuk tumbuh). Koloni yang wrinkled,
mempunyai tampilan metalik, dan mempunya bau seperti bau tanah.
Tes oksidase positif pada B. pseudomallei dan dapat dibedakan dengan B. thailandensis
melalui kemampuannya yang dapat mengasimilasi arabinose 4,12
Pada pewarnaan gram, organisme ini adalah batang gram negatif dengan karakteristik
"safety pin" appearance (bipolar staining). Pada sensitivitas tes, tampilan organisme
kebanyakan resisten (resisten bawaan terhadap banyak antibiotik termasuk colistin and
gentamicin) dan dibedakan dari B. mallei, dimana dengan kontras sensitif terhadap banyak
antibiotik. 4,12

Gambar 4. B.pseudomallei yang tumbuh pada sheep blood agar dalam 96 jam

11
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Gambar 5. Tampak dekat koloni tunggal dari B.pseudomallei pada blood agar. Terlihat bentuk wrinkle
(berkerut) yang tidak akan tambak sebelum pertumbuhan hari ke 3-5

Gambar 6. Koloni B. pseudomallei pada media Ashdown

Gambar 7.a l Koloni morfologi B. pseudomallei on Ashdown's agar setelah inkubasi pada 37°C selama 3
hari. b,c | Variasi koloni yang umumnya terlihat selama kultur pada Ashdown agar.

12
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Gambar 8. Variasi koloni yang umumnya terlihat selama kultur pada Ashdown agar.

Gambar 9. Burkholderia pseudomallei pada MacConkey agar.

Gambar 10. B. pseudomallei pada pewarnaan gram.

13
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Identifikasi laboratorium dari B. pseudomallei adalah susah, terutama di negara barat
dimana B. pseudomallei jarang terlihat. Koloni yang large wrinkled terlihat seperti
lingkungan yang terkontaminan dan oleh karena itu sering dibuang sebagaimana tidak
memiliki nilai klinis. Morfologi klinis adalah sangat bervariasi dan memiliki strain tunggal
mungkin memperlihatkan tipe koloni multipel. Staf laboratorium sangat tidak berpengalaman
mungkin dengan sembarangan percaya pertumbuhannya tidak murni. Spesimen non steril
seharusnya dikultur dalam media selektif (e.g., Ashdown's atau B. cepacia medium). Untuk
sampel yang terkontaminasi berat, seperti faeces, diusulkan versi modifikasi dari Ashdown's
yang mengandung norfloxacin, amoxicillin and polymyxin B. 4

Bahkan ketika isolasi digunakan untuk identifikasi, dan bisa terjadi salah identifikasi,
yaitu terhadap basil non-fermenting gram-negative lainnya seperti Burkholderia cepacia atau
Pseudomonas aeruginosa. Karena penyakit ini adalah jarang terlihat dalam negara barat,
Identifikasi dari B. pseudomallei dalam kultur mungkin tidak benar benar merangsang alarm
bel (peringatan) bagi dokter yang tidak familiar dengan penyakit ini.4

Metode biokemikal rutin dapat digunakan untuk identifikasi bakteri dalam darah yang
sangat luas:sistem API 20NE secara akurat mengidentifikasi B. pseudomallei dari 99% kasus,
sebagaimana yang juga dilakukan automated Vitek 1 system, tapi automated Vitek 2 system
hanya dapat mengidentifikasi 19% isolat. 4,12

Kesimpulan
Melioidosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Gram-negatif,
Burkholderia pseudomallei, ditemukan di tanah dan air. Melioidosis adalah penyebab paling
umum ketiga kematian akibat infeksi penyakit di timur laut Thailand , melebihi infeksi HIV
dan tuberculosis.
Melioidosis terutama diperoleh melalui inokulasi permukaan jaringan terganggu oleh
tanah dan perairan yang terkontaminasi dengan B. pseudomallei, insiden tertinggi dari
penyakit ini terjadi selama musim hujan. Sekarang diyakini bahwa selama periode tersebut ,
kenaikan air tabel menyaring organisme melalui dasar tanah ke permukaan sehingga
meningkatkan potensi paparan pada manusia dan hewan.

Kultur B. pseudomallei dari sampel klinis adalah essensial untuk diagnosis


melioidosis. B. pseudomallei tidak mudah tumbuh dan dapat tumbuh dengan banyak variasi
pada media kultur (blood agar, MacConkey agar, EMB, dll.). Ashdown's medium dapat
14
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
digunakan sebagai isolasis selektif Pemakaian sarung tangan dan sepatu karet dianjurkan bagi
siapa saja yang melakukan pekerjaan di daerah pertanian agar tidak terkena penyakit ini.

Daftar pustaka

1. Hassan RA M, Pani SP, Peng NP, Voralu K,Vijayalakshmi N, et al. Incidence, risk
factors and clinical epidemiology of melioidosis: a complex socio-ecological
emerging infectious disease in the Alor Setar region of Kedah, Malaysia. BMC
Infectious Diseases. 2010, 10:302.
2. Dance DAB.Melioidosis.Red book ( Report of the committee on infectious diseasess)
27th edition. 2009.American academy of pediatrics.381-388
3. Wiersinga W J, Currie B J, and Peacock S J. Melioidosis. The New England Journal
of Medicine. 2012.
4. Melioidosis. Tersedia pada http://wikipedia.com. Diakses pada tanggal 14 November
2013.
5. Short AVMB. Melioidosis: an important emerging infectious disease — a military
problem?. 2002; 3: 13-21
6. Identification of tomato plant as a novel host model for Burkholderia pseudomallei.
BMC Microbiology 2010, 10:28
7. Puthucheary S D, Path FRC. Melioidosis in Malaysia. Review Article. Med J
Malaysia. Vol 64 No 4. 2009.
8. Inglish TJJ, Rolim DB, Rodriguez JLN. Clinical guideline for diagnosis and
management of melioidosis. Rev. Inst. Med. trop. S. Paulo, 48(1): 1-4, 2006.
9. Ngauy V, Lemeshev Y, Sadkowski L. Cutaneous Melioidosis in a Man Who Was
Taken as a Prisoner of War by the Japanese During World War II. J. Clin. Microbiol.
2005.
10. Melioidosis.Institute for international cooperation in animal biologics. 2007.1-8
11. Brett PJ, Woods DE. Pathogenesis of and immunity to melioidosis.Acta Tropica 74
(2000) 201–210
12. Cheng AC, Currie BJ. Melioidosis: Epidemiology, Pathophysiology, and
Management. CLINICAL MICROBIOLOGY REVIEWS, Apr. 2005, p. 383–416

15
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN

Identitas Pasien
Nama : MR
Jenis Kelamin : Laki – laki
Usia : 13 tahun
Tanggal lahir : 25 Desember 2000
Rekam Medis : 58.19.83
Tanggal MRS : 21 November 2013
Ruangan : RB 3- Bedah

ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA
Benjolan pada punggung kiri

RIWAYAT PENYAKIT
Dialami os sejak ± 3 bulan sebelum masuk RS, dan dirasakan semakin membesar dalam 1
bulan ini.. Nyeri (+). Riwayat demam berulang (+) ± 4 bulan ini,demam tidak terlalu tinggi.
batuk lama (-). Riw kontak dengan penderita TB disangkal.

STATUS PRESEN

Sensorium : Compos mentis Keadaan Umum : Sedang

Nadi : 84 x/menit Keadaan Gizi : Buruk

Resp.rate : 20 x/menit BB : 22 kg

Suhu : 37,1 C TB : 112 cm

TD : 110/70 mmHg

PEMERIKSAAN FISIK

Mata : Konj.palpebra pucat (-), sclera ikterus (-),edema palpebra


superior dan inferior (-)

16
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Telinga / Hidung / Mulut : Dalam batas normal

Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)

Thorax : Inspeksi : Simetris, suara nafas: vesikuler, kanan = kiri

Palpasi : SF kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lap paru

Auskultasi : Vesikuler

Abdomen : Inspeksi : Simetris

Palpasi : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan

Hepar : teraba 10 cm BAC, Lien: S III-IV

Perkusi : Timpani

Auskultasi :Peristaltik (+)

Flank kiri : Tampak abses ukuran 8x7 cm, fluktuasi (+)

Extremitas atas : Dalam batas normal

Extremitas bawah : Dalam batas normal

Genitalia : Dalam batas normal

Diagnosa : Abses on the flank kiri ec susp spondilitis TB

Terapi :- Inj Ceftriaxon ½ amp


- Inj Ketorolac ½ amp

Pemeriksaan Laboratorium 21 November 2013

Hematologi
Hb : 5.60 ( 12.0 – 14.4 g% )
Eritrosit : 2.09 ( 4.75 – 4.85 x106/mm3)
Leukosit : 4.13 ( 4.5 – 11.0 x103/mm3)
Trombosit : 189 ( 150 – 450x103/mm3)
Hematokrit : 20.20 ( 36 – 42 %)
MCV : 96.70 ( 75– 87 fl )
MCH : 26.80 ( 25 – 31 pg )

17
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
MCHC : 27.70 ( 33 – 35 g% )
RDW : 21.60 (11.6-14.8)
Hitung Jenis leukosit :
 Netrofil : 56.8 ( 37 – 80 % )
 Limfosit : 38.3 ( 20 – 40 % )
 Monosit : 3.4 (2-8% )
 Eosinofil : 1.50 (1–6% )
 Basofil : 0.0 (0–1% )

Faal Hemostasis
PT : 13.0 ( kontrol 13.3)
INR : 0.98
APTT : 33.5 ( kontrol 33.5)
TT : 17.5 ( kontrol 17.60)

Kimia Klinik

Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah sewaktu : 107.20 ( < 200 mg/dL )

Ginjal
Ureum : 18.2 ( <50 mg/dL)
Kreatinin : 0.55 (0.53-0.79 mg/dL )

Elektrolit
Natrium : 138 ( 135 – 155 mEq/L )
Kalium : 3.6 ( 3,6 – 5,5 mEq/L )
Klorida : 102 ( 96 – 106 mEq/L )

HASIL PEMANTAUAN

22 November 2013
Subjektif : Nyeri pinggang kiri (+), bengkak di pinggang kiri (+)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 20 x/ menit
HR : 90 x/ menit T : 36,5˚ C

18
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan
Hepar : teraba 10 cm BAC, Lien: S III-IV
Flank kiri : Tampak abses ukuran 8x7 cm, fluktuasi (+)
Diagnosa : Psoas abses ec susp spondilitis TB + Anemia peny kronik
Terapi : - Inj Ceftriaxon 500 mg/12 jam
- Inj Ketorolac ½ amp / 8 jam
- Inj Ranitidin ½ amp / 12 jam
Rencana : - Kultur Pus
- Transfusi PRC 5 bag
- Mantoux test
- Konsul bagian anak

23-24 November 2013


Subjektif : Nyeri pinggang kiri (+), bengkak di pinggang kiri
Objektif :
Sensorium :CM RR : 22 x/ menit
HR : 88 x/ menit T : 36,2˚ C
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan
Hepar : teraba 10 cm BAC, Lien: S III-IV
Flank kiri : Tampak abses ukuran 8x7 cm, fluktuasi (+)
Diagnosa : Psoas abses ec susp spondilitis TB + Anemia peny kronik
Terapi : - Inj Ceftriaxon 500 mg/12 jam
- Inj Ketorolac ½ amp / 8 jam
- Inj Ranitidin ½ amp / 12 jam
Rencana :Transfusi PRC 5 bag

25 November 2013
Subjektif : Nyeri pinggang kiri (+), bengkak di pinggang kiri (+)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 22 x/ menit
HR : 92 x/ menit T : 37˚ C
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan
Hepar : teraba 10 cm BAC, Lien: S III-IV

19
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Flank kiri : Tampak abses ukuran 8x7 cm, fluktuasi (+)
Diagnosa : Psoas abses ec susp spondilitis TB + Anemia peny kronik
Terapi : - Inj Ceftriaxon 500 mg/12 jam
- Inj Ketorolac ½ amp / 8 jam
- Inj Ranitidin ½ amp / 12 jam
Rencana : - Cek Albumin, SGOT/SGPT

Pemeriksaan Laboratorium 25-11- 2013

Hematologi
Hb : 6.50 ( 12.0 – 14.4 g% )
Eritrosit : 2.55 ( 4.75 – 4.85 x106/mm3)
Leukosit : 4.38 ( 4.5 – 11.0 x103/mm3)
Trombosit : 164 ( 150 – 450x103/mm3)
Hematokrit : 20.20 ( 36 – 42 %)
MCV : 89.80 ( 75– 87 fl )
MCH : 25.50 ( 25 – 31 pg )
MCHC : 28.40 ( 33 – 35 g% )
RDW : 23.60 (11.6-14.8)
Hitung Jenis leukosit :
 Netrofil : 77.90 ( 37 – 80%)
 Limfosit : 19.40 ( 20 – 40 %)
 Monosit : 1.80 ( 2 - 8 %)
 Eosinofil : 0.70 ( 1 – 6 %)
 Basofil : 0.20 ( 0 – 1 %)

Morfologi:
Eritrosit : Normokrom normositer
Leukoait : Bentuk normal jumlah cukup
Trombosit :Bentuk normal jumlah cukup
Kesan : Anemia normokrom normositer

20
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Kimia Klinik
Hati
AST /SGOT : 33 <38 U/L
ALT/SGPT : 22 <41 U/L
Albumin ; 3.1 3.8-5.4 g/dl

26 November 2013
Subjektif : Nyeri pinggang kiri (+)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 22 x/ menit
HR : 92 x/ menit T : 37,8˚ C
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan
Hepar : teraba 10 cm BAC, Lien: S III-IV
Flank kiri : Tampak abses ukuran 8x7 cm, fluktuasi (+)
Diagnosa : Psoas abses ec susp spondilitis TB + Anemia peny kronik
Terapi : - Cefadroxil 2 x 500mg
- PCT 3x500 mg (k/p)

Divisi Gastroenterohepatologi anak

Subjektif : Nyeri pinggang kiri (+)


Objektif :
Sensorium :CM RR : 22 x/ menit
TD : 110/70 mmHg T : 37,8˚ C
HR : 88 x/ menit
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan, peristaltik (+)

Hepar : teraba 10 cm BAC, Lien: S III-IV

Flank kiri : Tampak abses ukuran 8x7 cm, fluktuasi (+)


Diagnosa : Sangk massa intra abdomen

Terapi : PCT 3x500 mg (k/p)


Anjuran : - Cek feses rutin
- CT scan abdomen (upper&lower) dengan kontras

21
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
27 November 2013
Subjektif : Nyeri pinggang kiri (+)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 24 x/ menit
HR : 92 x/ menit T : 37,1˚ C
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan
Hepar : teraba 10 cm BAC, Lien: S III-IV
Flank kiri : Tampak abses ukuran 8x7 cm, fluktuasi (+)
Diagnosa : Psoas abses ec susp spondilitis TB + Anemia peny kronik
Terapi : - Cefadroxil 2 x 500mg
- PCT 3x500 mg (k/p)
Rencana : - Cek feritin, transferin, TIBC, Fe serum

Divisi Respirologi anak

Subjektif : Batuk (-)


Objektif :
Sensorium :CM RR : 24 x/ menit
HR : 100x/ menit T : 37˚ C
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan
Hepar : teraba 10 cm BAC, Lien: S III-IV
Flank kiri : Tampak abses ukuran 8x7 cm, fluktuasi (+)
Diagnosa : Susp spondilitis TB

Terapi : PCT 3x500 mg (k/p)


Anjuran : - Terapi sesuai ruangan
- Mantoux test : negatif (-)
- Kultur pus BTA
- Foto lateral / AP
- BTA sputum 3 hari berturut turut

Pemeriksaan Laboratorium 27-11- 2013


Hematologi
Hb : 7.00 ( 12.0 – 14.4 g% )
Eritrosit : 2.85 ( 4.75 – 4.85 x106/mm3)
22
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Leukosit : 4.57 ( 4.5 – 11.0 x103/mm3)
Trombosit : 137 ( 150 – 450x103/mm3)
Hematokrit : 24.30 ( 36 – 42 %)
MCV : 85.30 ( 75– 87 fl )
MCH : 24.60 ( 25 – 31 pg )
MCHC : 28.80 ( 33 – 35 g% )
RDW : 23.8 (11.6-14.8)
Hitung Jenis leukosit :
 Netrofil : 73.20 ( 37 – 80%)
 Limfosit : 24.90 ( 20 – 40 %)
 Monosit : 1.30 ( 2 - 8 %)
 Eosinofil : 0.40 ( 1 – 6 %)
 Basofil : 0.20 ( 0 – 1 %)

Kimia Klinik
Feritin : 1702 (15-240 ug/dL)
Besi (Fe / iron ) : 13 ( 61 – 157 ug/dL)
TIBC : 234 (112 – 346 ug/dL )

Mikrobiologi
Direct BTA I : Negatif
Direct BTA II : Negatif
Direct BTA III : Negatif

Hasil Pemeriksaan Radiologi

Thorax PA/L:

Kesimpulan: Tidak tampak kelainan pada cor dan pulmo

28-30 November 2013


Subjektif : batuk (-), demam (+)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 24 x/ menit
HR : 100 x/ menit T : 38,1˚ C

23
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Thorax : SF, retraksi (+) epigastrial, intrakostal, suprasternal
Ronki (+/+) pada lap paru tengah dan bawah, Stridor (+/+)
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan
Hepar : teraba 10 cm BAC, Lien: S III-IV
Flank kiri : Tampak luka dengan pus
Diagnosa : Psoas abses + Anemia peny kronik + dd - TB Paru
- Bronkopneumonia
Terapi : - Cefadroxil 2 x 500mg
- PCT 3x500 mg (k/p)
- Untuk sementara tidak ada tanda tanda operasi dan abses telah didrainase lokaldan
KU pasien belum cukup optimal untuk operasi dengan pembiusan GA.
- Konsul ambil alih ke bagian anak

Divisi Respirologi anak

Subjektif : sesak nafas (+)


Objektif :
Sensorium :CM RR : 40 x/ menit
HR : 120x/ menit T : 37,4˚ C
Thorax : SF, retraksi (+) epigastrial, intrakostal, suprasternal
Ronki (+/+) pada lap paru tengah dan bawah, Stridor (+/+)
Abdomen : Distensi (+), H/L : teraba 10 cm bac / S IV/V
Flank kiri : Tampak luka dengan pus

Diagnosa : dd/ : - TB Paru + psoas abses + anemia peny kronik

- Bronkopneumonia

Terapi : Antibiotik sesuai ruangan

Anjuran : - Cek AGDA


- Menunggu hasil BTA 3 hari ( bila tidak ada sputum, bisa dilakukan
bilas lambung)
- Mantoux test : (-)

24
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Divisi Gastroenterohepatologi anak

Subjektif : Nyeri perut (+), sesak nafas (+)


Objektif :
Sensorium :CM RR : 40 x/ menit
HR : 124 x/ menit T : 37,4˚ C
Thorax : Ronki basah (+/+) pada lap paru tengah dan bawah, stridor (+/+)
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan, peristaltik (+)

Hepar : teraba10 cm BAC, Lien: S III-IV

Flank kiri : Tampak luka dengan pus


Diagnosa : Sangkaan massa intra abdomen +dd/ : - TB Paru

- Bronkopneumonia

Terapi : sesuai ruangan


Anjuran : - Menunggu hasil feses rutin & urinalisa
- Menunggu hasil CT scan

Pemeriksaan Laboratorium 30-11- 2013


Hematologi
Hb : 9.10 ( 12.0 – 14.4 g% )
Eritrosit : 3.44 ( 4.75 – 4.85 x106/mm3)
Leukosit : 5.47 ( 4.5 – 11.0 x103/mm3)
Trombosit : 198 ( 150 – 450x103/mm3)
Hematokrit : 28.30 ( 36 – 42 %)
MCV : 82.30 ( 75– 87 fl )
MCH : 26.50 ( 25 – 31 pg )
MCHC : 32.20 ( 33 – 35 g% )
RDW : 20.40 (11.6-14.8)
Hitung Jenis leukosit :
 Netrofil : 88.50 ( 37 – 80%)
 Limfosit : 10.60 ( 20 – 40 %)
 Monosit : 0.90 ( 2 - 8 %)
 Eosinofil : 0.00 ( 1 – 6 %)
 Basofil : 0.00 ( 0 – 1 %)

25
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Analisa Gas Darah
pH : 7,462 7,35-7,45 mmHg
pCO2 : 27,4 38- 42 mmHg
pO2 : 93,8 85-100 mmHg
Bikarbonat (HCO3) : 19,1 22-26 mmHg
Total CO2 : 20,0 19-25 mmHg
Kelebihan Basa (BE): -3,1 (-2)-(+2) mmHg
Saturasi O2 : 98,8 95-100 mmHg

Pemeriksaan Mikrobiologi
Sputum:
Direct BTA I : Negatif
Pewarnaan langsung : Batang gram (-)
Kuman aerob : Burkholderia pseudomallei
Disk Antimikroba:
Sensitif : Ceftazidime, Levofloxacin, Piperacillin
Intermediate : Ciprofloxacin
Resisten : Amikacin, Cefepime, Gentamycin, Meropenem, Netilmicin,

1 Desember 2013
Subjektif : sesak nafas (+), batuk (+), demam (+)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 40 x/ menit
HR : 120 x/ menit T : 38,6˚ C
Thorax : Retraksi (+) epigastrial, intrakostal, suprasternal , Ronki basah (+/+)
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan, peristaltik (+)

Hepar : teraba10 cm BAC, Lien: S III-IV

Flank kiri : Tampak luka dengan pus


Diagnosa : dd/ : - TB Paru + psoas abses + anemia peny kronik

- Bronkopneumonia

Terapi : - Levofloxacin 2 x 500mg

26
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
- PCT 3x500 mg (k/p)

2 Desember 2013
]Telah dilakukan konsul ke bagian anak untuk penanganan dan ambil alih
1. Infeksi : Untuk pemberian antibiotik
2. Non infeksi : ACC rawat bersama dengan unit infeksi
3. HOM anak : Atasi infeksi primer, PRC teruskan sesuai kebutuhan
4. GEH anak : Menunggu hasil CT scan dan feses rutin

Subjektif : sesak nafas (+), batuk (+), demam (+)


Objektif :
Sensorium :CM RR : 40 x/ menit
HR : 120 x/ menit T : 37,2˚ C
Thorax :Retraksi (+) epigastrial, intrakostal, suprasternal , Ronki basah (+/+)
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan, peristaltik (+)

Hepar : teraba10 cm BAC, Lien: S III-IV

Flank kiri : Tampak luka dengan pus

Diagnosa : dd/ : - TB Paru + psoas abses + anemia peny kronik

- Bronkopneumonia
Terapi : - Levofloxacin 2 x 500 mg
- PCT 3x500 mg (k/p)
- Ambroxol 3x cth

3- 4 Desember 2013
Subjektif : sesak nafas (+), batuk (+), demam (+)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 40 x/ menit
HR : 120 x/ menit T : 38,6˚ C
Thorax : Retraksi (+) epigastrial, intrakostal, suprasternal , Ronki (+/+)
Abdomen : Nyeri tekan (+) Reg hipokondrium kanan, peristaltik (+)

Hepar : teraba10 cm BAC, Lien: S III-IV

27
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Flank kiri : Tampak luka dengan pus

Diagnosa : dd/ : - TB Paru + psoas abses + anemia peny kronik

- Bronkopneumonia

Terapi : - IVFD D5% NaCl 0,45 %


- Inj Levofloxacin 250 mg/12 jam
- PCT 3x500 mg (k/p)
- Ambroxol 3x cth

Pemeriksaan Laboratorium 3-12- 2013


Mikrobiologi

Pewarnaan BTA pus : Negatif

5 Desember 2013
Subjektif : sesak nafas ↓(+), batuk (+), demam (+)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 30 x/ menit
HR : 124 x/ menit T : 38,4˚ C
Thorax : SF, retraksi (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)N, H: teraba 10 cm BAC, L: S III/IV
Flank kiri : Tampak luka dengan pus
Diagnosa : Melioidosis

Terapi : - IVFD D5% NaCl 0,45 %


- Ceftazidime 1 gr/ 8 jam
- PCT 3x500 mg (k/p)
- Ambroxol 3x cth 1
Rencana : USG ginjal, USG Hepar, USG lien

Hasil Pemeriksaan USG Liver + Ginjal + Spleen;


Lesi kistik multiple di spleen

6 Desember 2013
Subjektif : sesak nafas ↓ (+), batuk (+), demam (+)

28
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Objektif :
Sensorium :CM RR : 30 x/ menit
HR : 124 x/ menit T : 38,4˚ C
Thorax : SF, retraksi (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)N, H: teraba 10 cm BAC, L: S III/IV
Flank kiri : Tampak luka dengan pus
Diagnosa : Melioidosis

Terapi : - IVFD D5% NaCl 0,45 %


- Ceftazidime 1 gr/ 8 jam
- PCT 3x500 mg (k/p)
- Ambroxol 3x cth 1
Rencana :
Koreksi albumin : (3-2,4)x0,8x24 = 11,5 gr = 12 gr
Albumin 20% : 12/20 x 100 cc =60 cc
Albumin 25% : 12/25 x 100cc = 48 cc =50 cc

Pemeriksaan Laboratorium 06-12- 2013

Hati
Bilirubin Total : 2.60 ( <1 mg/dL)
Bilirubin Direk : 2.40 ( 0.1-0.25 mg/dL)
Fosfatase alkali : 845 ( 40-129 U/L)
SGOT : 71 ( < 38 U/L )
SGPT : 24 ( < 41 U/L )
Albumin : 2.4 3.8-5.4 g/dL

Metabolisme Karbohidrat

Glukosa darah (sewaktu) : 98.10 (<200 g/dL)

Ginjal

Ureum : 10.00 ( <50 mg/dL)

Kreatinin : 0.24 (0.50-0.90 mg/dL )

Asam urat : 1.6 (<7 mg/dL)

Elektrolit

29
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Natrium : 131 ( 135 – 155 mEq/L )

Kalium : 3.1 ( 3,6 – 5,5 mEq/L )

Klorida : 99 ( 96 – 106 mEq/L )

Phospor : 3.7 (3.4-6.2 mEq/L)

Magnesium : 2.42 (1.3-1.8 mEq/L)

Immunoserologi

CRP kualitatif : Positif

Procaccitonin : 2.20 (<0.05 ng/mL)

Mikrobiologi

Kultur darah: Tidak ada pertumbuhan bakteri

7-10 Desember 2013


Subjektif : sesak nafas (+) ↓, batuk (-), demam (-)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 30 x/ menit
HR : 124 x/ menit T : 37,4˚ C
Thorax : SF, retraksi (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)N, H: teraba 10 cm BAC, L: S III/IV, nyeri tekan (+)
Flank kiri : Tampak luka dengan pus
Diagnosa : Melioidosis

Terapi : - IVFD D5% NaCl 0,45 %


- Ceftazidime 1 gr/ 8 jam
- PCT 3x500 mg (k/p)
- Ambroxol 3x cth 1
Rencana : CT scan abdomen

Endoskopi & konsul kardiologi

Koreksi albumin 20 % 60 cc atau albumin 25 % 50 cc

Hasil Pemeriksaan CT Scan abdomen dengan IV contrast 7 Desember 2013;


Kesimpulan radiologis:

30
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Splenomegali disertai multipel nodul berbagai ukuran pada kedua parenkim hepar dan spleen.
Organ intraabdomen lain dalam batas normal

11 – 16 Desember 2013
Subjektif : sesak nafas (-) , batuk (-), demam (-)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 24 x/ menit
HR : 124 x/ menit T : 37˚ C
Thorax : SF, retraksi (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)N, H: teraba 10 cm BAC, L: S III/IV, nyeri tekan (+)
Flank kiri : Tampak luka dengan pus
Diagnosa : Melioidosis + gizi buruk

Terapi : - Diet F75 250 cc/3 jam + mineral mix 7,8cc


- Ceftazidime 1 gr/ 8 jam
- Cotrimoxazole 2x 360 mg
- PCT 3x500 mg (k/p)
- Ambroxol 3x cth 1
- As folat 1 x 1mg
- Becefort 1xcth 1

Catatan dokter:
Pasien sudah dijelskan kondisi anak yang mengalami gizi buruk, namun pasien, dan orang tua
pasien selalu menolak terapi dari Gizi berupa susu formula F75 ataupun diet lain dari gizi.
Sehingga pasien saat ini bukan rawatan gizi lagi.

Pemeriksaan Laboratorium 13 Desember 2013


Hematologi
Hb : 10.7 ( 12.0 – 14.4 g% )
Eritrosit : 3.92 ( 4.75 – 4.85 x106/mm3)
Leukosit : 2.63 ( 4.5 – 11.0 x103/mm3)
Trombosit : 121 ( 150 – 450x103/mm3)
Hematokrit : 33.50 ( 36 – 42 %)
MCV : 85.50 ( 75– 87 fl )

31
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
MCH : 27.30 ( 25 – 31 pg )
MCHC : 31.90 ( 33 – 35 g% )
RDW : 19.00 (11.6-14.8)
Hitung Jenis leukosit :
 Netrofil : 45.90 ( 37 – 80%)
 Limfosit : 52.90 ( 20 – 40 %)
 Monosit : 0.80 ( 2 - 8 %)
 Eosinofil : 0.40 ( 1 – 6 %)
 Basofil : 0.00 ( 0 – 1 %)

Morfologi:
Eritrosit : Normokrom normositer
Leukosit : Bentuk normal jumlah cukup
Trombosit : Bentuk normal jumlah cukup
Kesan : Anemia normokrom normositer

Kimia Klinik
Hati
SGOT : 87 ( < 38 U/L )
SGPT : 36 ( < 41 U/L )
Metabolisme Karbohidrat
Glukosa darah (sewaktu): 103 (<200 mg/dL)
Ginjal
Ureum : 16.2 ( <50 mg/dL)
Kreatinin : 0.21 (0.53-0.79 mg/dL )

Elektrolit
Kalsium (Ca) : 9.4 (9.2-11.0 mg/dl)
Natrium (Na) : 132 ( 135 – 155 mEq/L )
Kalium (K) : 4.9 ( 3,6 – 5,5 mEq/L )
Klorida (Cl) : 100 ( 96 – 106 mEq/L )
Pospor : 5.4 (3.4-6.2 mEq/L)
Magnesium (Mg) : 2.35 (1.3-1.8 mEq/L)

32
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
Pemeriksaan Laboratorium 14 Desember 2013
Hematologi
Hb : 10.4 ( 12.0 – 14.4 g% )
Eritrosit : 3.81 ( 4.75 – 4.85 x106/mm3)
Leukosit : 2.54 ( 4.5 – 11.0 x103/mm3)
Trombosit : 125 ( 150 – 450x103/mm3)
Hematokrit : 27.30 ( 36 – 42 %)
MCV : 86.10 ( 75– 87 fl )
MCH : 27.30 ( 25 – 31 pg )
MCHC : 31.70 ( 33 – 35 g% )
RDW : 18.70 (11.6-14.8)
Hitung Jenis leukosit :
 Netrofil : 40.10 ( 37 – 80 %)
 Limfosit : 57.50 ( 20 – 40 %)
 Monosit : 1.60 ( 2 - 8 %)
 Eosinofil : 0.80 ( 1 – 6 %)
 Basofil : 0.00 ( 0 – 1 %)

Morfologi:
Eritrosit : Normokrom normositer
Leukoait : Bentuk normal jumlah cukup
Trombosit : Bentuk normal jumlah cukup
Kesan : Anemia normokrom normositer

Kimia Klinik
Hati
Bilirubin Total : 1.58 ( <1 mg/dL)
Bilirubin Direk : 1.20 ( 0.1-0.25 mg/dL)
Fosfatase alkali : 1332 ( 40-129 U/L)
SGOT : 75 ( < 38 U/L )
SGPT : 41 ( < 41 U/L )
Ginjal
Ureum : 23.8 ( <50 mg/dL)
Kreatinin : 0.34 (0.53-0.79 mg/dL )
33
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
As Urat : 4.2 (<7.0 mg/dl)

17 – 18 Desember 2013
Subjektif : sesak nafas (-), batuk (-), demam (-)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 24 x/ menit
HR : 124 x/ menit T : 37˚ C
Thorax : SF, retraksi (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)N, H: teraba 10 cm BAC, L: S III/IV, nyeri tekan (+)
Flank kiri : Tampak luka dengan pus
Diagnosa : Melioidosis + gizi buruk

Terapi : - Diet MB 1800 kkal dengan 50 gr protein


- Ceftazidime 1 gr/ 8 jam
- Cotrimoxazole 2x 360 mg
- PCT 3x500 mg (k/p)
- Ambroxol 3x cth 1
- As folat 1 x 1mg
- Becefort 1xcth 1

19 – 23 Desember 2013
Subjektif : demam (-)
Objektif :
Sensorium :CM RR : 24 x/ menit
HR : 82 x/ menit T : 37,2˚ C
Thorax : SF, retraksi (-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)N, H: teraba 10 cm BAC, L: S III/IV, nyeri tekan (+)
Flank kiri : Tampak luka dengan pus
Diagnosa : Melioidosis + gizi buruk

Terapi : - Diet MB 1800 kkal dengan 50 gr protein


- Ceftazidime 1 gr/ 8 jam
- Cotrimoxazole 2x 360 mg
- PCT 3x500 mg (k/p)

34
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
- Ambroxol 3x cth 1
- As folat 1 x 1mg
- Becefort 1xcth 1

Pemeriksaan Laboratorium 20-12- 2013


Hematologi
Hb : 10.40 ( 12.0 – 14.4 g% )
Eritrosit : 3.70 ( 4.75 – 4.85 x106/mm3)
Leukosit : 3.26 ( 4.5 – 11.0 x103/mm3)
Trombosit : 162 ( 150 – 450x103/mm3)
Hematokrit : 33.40 ( 36 – 42 %)
MCV : 90.30 ( 75– 87 fl )
MCH : 28.10 ( 25 – 31 pg )
MCHC : 31.10 ( 33 – 35 g% )
RDW : 19.80 (11.6-14.8)
Hitung Jenis leukosit :
 Netrofil : 53.70 ( 37 – 80%)
 Limfosit : 42.90 ( 20 – 40 %)
 Monosit : 3.10 ( 2 - 8 %)
 Eosinofil : 0.30 (1–6% )
 Basofil : 0.00 ( 0 – 1 %)

Kimia Klinik
Hati
Bilirubin Total : 1.20 ( <1 mg/dL)
Bilirubin Direk : 0.95 ( 0.1-0.25 mg/dL)
Fosfatase alkali : 887 ( 40-129 U/L)
SGOT : 69 ( < 38 U/L )
SGPT : 43 ( < 41 U/L )

Ginjal
Ureum :18.0 ( <50 mg/dL)
Kreatinin : 0.42 (0.53-0.79 mg/dL )

35
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
As Urat : 5.6 (<7.0 mg/dl)

Tgl 23 Desember 2013 os PBJ

Dokumentasi:

36
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS
37
SARI KEPUSTAKAAN DAN LAPORAN KASUS

Anda mungkin juga menyukai