Anda di halaman 1dari 14

EVIDENCE BASED MEDICINE (EBM)

Pembimbing:
dr. Moch. Ma’roef, Sp. OG

Oleh:
Nurizza Rahmania Putri
201820401011148
Kelompok L31

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RSUD SLAMET MARTHODIRDJO PAMEKASAN
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia kesehatan begitu pesat dan bukti ilmiah yang

tersedia begitu banyak. Dan bukti riset yang dipublikasikan pun sangat

banyak jumlahnya. Hampir dua juta artikel kedokteran diterbitkan setiap

tahun. Padahal, “not all evidences are created equal”. Tidak semua artikel

hasil riset memberikan bukti-bukti dengan kualitas dan validitas (kebenaran)

yang sama

Suatu intervensi diagnostik maupun terapetik yang efektif dalam

memberikan perbaikan klinis kepada pasien bisa pada saat yang sama

mengandung risiko kerugian dan biaya bagi pasien. Selain itu tidak semua

bukti dibutuhkan untuk pasien dalam praktik klinis Pengobatan yang sekarang

dikatakan paling baik belum tentu beberapa tahun ke depan masih juga paling

baik. Sedangkan tidak semua ilmu pengetahuan baru yang jumlahnya bisa

ratusan itu kita butuhkan. Karenanya diperlukan EBM yang menggunakan

pendekatan pencarian sumber ilmiah sesuai kebutuhan akan informasi bagi

individual dokter yang dipicu dari masalah yang dihadapi pasiennya

disesuaikan dengan pengalaman dan kemampuan klinis dokter tersebut.

Pada EBM dokter juga diajari tentang menilai apakah jurnal tersebut

dapat dipercaya dan digunakan. Karena itu para dokter dan tenaga kesehatan

profesional lainnya perlu mengasah keterampilan untuk memilah dan memilih


bukti-bukti terbaik yang bisa memberikan informasi yang relevan dan

terpercaya, dengan cara yang efektif, produktif, dan efisien (cepat).

Oleh karena itu, kita sebagai calon tenaga kesehatan dibidang farmasi

harus bersikap kritis dan professional dalam mengkaji artikel kesehatan,jurnal

kesehatan serta riset ilmiah dan memilih bukti-bukti. bukti-bukti yang dicari

dalam EBM bukan bukti-bukti yang berorientasi penyakit (Disease-Oriented

Evidence, DOE), melainkan bukti yang berorientasi pasien (Patient-Oriented

Evidence that Matters, POEM) (Shaugnessy dan Slawson, 1997).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari EBM?

2. Mengapa EBM diperlukan?

3. Apakah tujuan dari EBM?

4. Bagaimana Langkah-langkah EBM?

1.3 Tujuan

1. Agar mahasiswa mengetahui tentang EBM (Evidence based Medicine)

2. Mahasiswa dapat bersikap lebih kritis dalam mengkaji artikel/jurnal

Menjadi modal dasar bagi mahasiswa untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang

lebih tinggi.
BAB II

PEMBAHANSAN

Definisi

Evidence-based medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang

didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan

penderita. Dengan demikian, dalam prakteknya, EBM memadukan antara

kemampuan dan pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling

dapat dipercaya.

Pengertian lain dari evidence based medicine (EBM) adalah proses yang

digunakan secara sistematik untuk menemukan, menelaah/me-review, dan

memanfaatkan hasil-hasil studi sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik. Jadi

secara lebih rincinya lagi, EBM merupakan keterpaduan antara (1) bukti- bukti

ilmiah, yang berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence); dengan (2)

keahlian klinis (clinical expertise) dan (3) nilai-nilai yang ada pada masyarakat

(patient values).

Adapun accountable aspek ilmiah adalah mensurvey secara langsung tentang

suatu permasalahan dengan penelitian untuk mendapatkan dasar yang valid dan dapat

dipertanggungjawabkan. Maksudnya adalah :

1. Melalui evidence based medicine kita mengadakan survey tentang keluhan

sejumlah penderita.

2. Melalui evidence based medicine kita mengadakan survey tentang kelainan

fisik sejumlah penderita penyakit tertentu.


3. Selain mensurvei keluhan dan kelainan fisik penderita, melaui evidence based

medicine kita juga dapat mensurvei hasil terapinya.

Penerapan evidence based medicine dalam pembelajaran mahasiswa diantaranya

adalah

1. Dalam menyusun dan memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan

dengan masalah

2. Menelusuri informasi ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang

dihadapi

3. Menelaah terhadap bukti-bukti ilmiah yang didapat

4. Penerapan hasil-hasil penelaah bukti-bukti ilmiah tadi yang sudah

dipercaya kedalam praktek pengambilan keputusan .Kemudian

pengevaluasian terhadap efficacy dan efectiveness

Beberapa alas an utama mengapa EBM diperlukan :

1. Bahwa informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat dalam

text-book) sudah sangat tidak akurat pada saat ini. Beberapa justru

sering keliru dan menyesatkan (misalnya informasi dari pabrik obat

yang disampaikan oleh duta-duta farmasi/cfete//er), tidak efektif

(misalnya continuing medical education yang bersifat didaktik), atau

bisa saja terlalu banyak sehingga justru sering membingungkan

(misalnya jurnal-jurnal biomedik/ kedokteran yang saat ini berjumlah

lebih dari 25.000 jenis).


2. Dalam pendidikannya, dengan bertambahnya pengalaman klinik

seseorang maka kemampuan / ketrampilan untuk mendiagnosis dan

menetapkan bentuk terapi (clinical judgement) juga meningkat.

Namun pada saat yang bersamaan, kemampuan ilmiah (akibat

terbatasnya informasi yang dapat diakses) serta kinerja klinik (akibat

hanya mengandalkan pengalaman, yang sering tidak dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah) menurun secara signifikan.

3. Meningkatkan kinerja mahasiswa dalam mencari dan mengidentifikasi

literature klinis terbaik untuk menyelesaikan masalah.

Pada tahun 2000 Sackett et al. (2000) mendefinisikan EBM: “the integration

of best research evidence with clinical expertise and patient values” – EBM adalah

integrasi bukti-bukti riset terbaik dengan keterampilan klinis dan nilai-nilai pasien.

Ketiga elemen itu disebut triad EBM

Tujuan EBM
EBM bertujuan membantu klinisi memberikan pelayanan medis yang lebih

baik agar diperoleh hasil klinis (clinical outcome) yang optimal bagi pasien, dengan

cara memadukan bukti terbaik yang ada, keterampilan klinis, dan nilai- nilai pasien.

Dua strategi digunakan untuk merealisasi tujuan EBM. Pertama, EBM

mengembangkan sistem pengambilan keputusan klinis berbasis bukti terbaik, yaitu

bukti dari riset yang menggunakan metodologi yang benar. Metodologi yang benar

diperoleh dari penggunaan prinsip, konsep, dan metode kuantitatif epidemiologi.

Pengambilan keputusan klinis yang didukung oleh bukti ilmiah yang kuat

memberikan hasil yang lebih bisa diandalkan. Kedua, EBM mengembalikan focus

perhatian dokter dari pelayanan medis berorientasi penyakit ke pelayanan medis

berorientasi pasien (patient-centered medical care).

EBM bertujuan meletakkan kembali pasien sebagai principal atau pusat

pelayanan medis. EBM mengembalikan focus perhatian bahwa tujuan sesungguhnya

pelayanan medis adalah untuk membantu pasien hidup lebih panjang, lebih sehat,

lebih produktif, dengan kehidupan yang bebas dari gejala ketidaknyamanan.

Implikasi dari re-orientasi praktik kedokteran tersebut, bukti- bukti yang dicari dalam

EBM bukan bukti-bukti yang berorientasi penyakit (Disease-Oriented Evidence,

DOE), melainkan bukti yang berorientasi pasien (Patient-Oriented Evidence that

Matters, POEM).

Praktik klinis EBM memberdayakan klinisi sehingga klinisi memiliki

pandangan yang independen dalam membuat keputusan klinis, dan bersikap kritis

terhadap klaim dan kontroversi di bidang kedokteran. Praktik EBM menuntut dokter
untuk mengambil keputusan medis bersama pasien (shared decision making), dengan

memperhatikan preferensi, keprihatinan, nilai-nilai, ekspektasi, dan keunikan biologis

individu pasien. Sistem nilai pasien meliputi pertimbangan biaya, keyakinan agama

dan moral pasien, dan otonomi pasien, dalam menentukan pilihan yang terbaik bagi

dirinya.

Langkah – langkah EBM

Lima langkah Evidence-Based Medicine

Catatan:

Langkah 1 : Merumuskan pertanyaan klinis BACKGROUND QUESTIONS. Ketika

seorang dokter memberikan pelayanan medis kepada pasien hampir selalu timbul

pertanyaan di dalam benaknya tentang diagnosis, kausa, prognosis, maupun terapi

yang akan diberikan kepada pasien. Sebagian dari pertanyaan itu cukup sederhana

atau merupakan pertanyaan rutin yang mudah dijawab, disebut pertanyaan latar

belakang (background questions). FOREGROUND QUESTIONS. Banyak


pertanyaan klinis lainnya yang sulit dijawab, yang tidak memadai untuk dijawab

hanya berdasarkan pengalaman, membaca buku teks, atau mengikuti seminar.

Pertanyaan yang sulit dijawab disebut pertanyaan latar depan (foreground questions).

Langkah 2: Mencari Bukti Setelah merumuskan pertanyaan klinis secara terstruktur,

langkah berikutnya adalah mencari bukti-bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Bukti adalah hasil dari pengamatan dan eksperimentasi sistematis. Jadi pendekatan

berbasis bukti sangat mengandalkan riset, yaitu data yang dikumpulkan secara

sistematis dan dianalisis dengan kuat setelah perencanaan riset.

Langkah 3: Menilai Kritis Bukti penilaian kritis kualitas bukti dari artikel riset

meliputi penilaian tentang validitas (validity), kepentingan (importance), dan


kemampuan penerapan (applicability) bukti-bukti klinis tentang etiologi, diagnosis,

terapi, prognosis, pencegahan, kerugian, yang akan digunakan untuk pelayanan medis

individu pasien, disingkat VIA.

A. Validity

Validitas (kebenaran) bukti yang diperoleh dari sebuah riset tergantung dari

cara peneliti memilih subjek / sampel pasien penelitian, cara mengukur

variabel, dan mengendalikan pengaruh factor ketiga yang disebut factor

perancu (confounding factor)

B. Importance

Suatu tes diagnostic dipandang penting jika mampu mendiskriminasi

(membedakan) pasien yang sakit dan orang yang tidak sakit dengan cukup

substansial, sebagaimana ditunjukkan oleh ukuran akurasi tes diagnostik,

khususnya Likelihood Ratio (LR). Suatu intervensi medis yang mampu secara

substantif dan konsisten mengurangi risiko terjadinya hasil buruk (bad

outcome), atau meningkatkan probabilitas terjadinya hasil baik (good

outcome), merupakan intervensi yang penting dan berguna untuk diberikan

kepada pasien

C. Applicability

Bukti yang valid dan penting dari sebuah riset hanya berguna jika bisa

diterapkan pada pasien di tempat praktik klinis. Efikasi (efficacy) adalah bukti

tentang kemaknaan efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi, baik secara
klinis maupun statistik, seperti yang ditunjukkan pada situasi riset yang sangat

terkontrol.

Langkah 4: Menerapkan Bukti Langkah EBM diawali dengan merumuskan

pertanyaan klinis dengan struktur PICO, diakhiri dengan penerapan bukti

intervensi yang memperhatikan aspek PICO– patient, intervention,

comparison, dan outcome. Selain itu, penerapan bukti intervensi perlu

mempertimbangkan kelayakan (feasibility) penerapan bukti di lingkungan

praktik klinis.

A. Patient

Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang pasien sebelum menerapkan

intervensi:

1. Apakah pasien yang digunakan dalam penelitian memiliki

karakteristik yang sama dengan pasien di tempat praktik?

2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan

keinginan maupun kebutuhan sesungguhnya (real need)

pasien?

3. Bagaimana dampak psikologis-sosial-kutural pada pasien

sebelumnya dalam menggunakan intervensi?

B. Intervention

Tiga pertanyaan perlu dijawab terkait intervensi sebelum diberikan

kepada pasien:

1. Apakah intervensi memiliki bukti efektivitas yang valid?

2. Apakah intervensi memberikan perbaikan klinis yang signifikan?


3. Apakah intervensi memberikan hasil yang konsisten?

C. Comparison

Tiga pertanyaan perlu dijawab tentang aspek perbandingan untuk menerapkan

bukti:

1. Apakah terdapat kesesuaian antara pembanding/ alternatif yang

digunakan oleh peneliti dan pembanding/ alternatif yang dihadapi

klinisi pada pasien di tempat praktik?

2. Apakah manfaat intervensi lebih besar dari pada mudarat yang

diakibatnya?

3. Apakah terdapat alternative intervensi lainnya?

D. Outcome

Tiga pertanyaan perlu dijawab bertalian dengan hasil:

1. Apakah hasil intervensi yang diharapkan pasien?

2. Apakah hasil intervensi yang akan diberikan sesuai dengan keinginan

dan kebutuhan sesungguhnya (real need) pasien?

3. Apakah pasien memandang manfaat dari intervensi lebih penting dari

pada kerugian yang diakibatkannya?

Langkah 5: Mengevaluasi Kinerja Penerapan EBM Kinerja penerapan EBM perlu

dievaluasi, terdiri atas tiga kegiatan sebagai berikut. Pertama, mengevaluasi efisiensi

penerapan langkah-langkah EBM. Penerapan EBM belum berhasil jika klinisi

membutuhkan waktu terlalu lama untuk mendapatkan bukti yang dibutuhkan, atau
klinisi mendapat bukti dalam waktu cukup singkat tetapi dengan kualitas bukti yang

tidak memenuhi (kebenaran, kepentingan, dan kemampuan penerapan bukti).

Kedua contoh tersebut menunjukkan inefisiensi implementasi EBM. Kedua,

melakukan audit keberhasilan dalam menggunakan bukti terbaik sebagai dasar

praktik klinis. Audit klinis adalah―”a quality improvement process that seeks to

improve patient care and outcomes through systematic review of care against explicit

criteria and the implementation of change". Dalam audit klinis dilakukan kajian

(disebut audit) pelayanan yang telah diberikan, untuk dievaluasi apakah terdapat

kesesuaian antara pelayanan yang sedang/ telah diberikan (being done) dengan

kriteria yang sudah ditetapkan dan harus dilakukan (should be done). Jika belum/

tidak dilakukan, maka audit klinis memberikan saran kerangka kerja yang dibutuhkan

agar bisa dilakukan upaya perbaikan pelayanan pasien dan perbaikan klinis pasien.

Ketiga, mengidentifikasi area riset di masa mendatang. Kendala dalam penerapan

EBM merupakan masalah penelitian untuk perbaikanimplementasi EBM di masa

mendatang.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1) EBM merupakan suatu pendekatan medis yang didasarkan pada bukti-
bukti ilmiah terkini untuk keperluan pelayanan kesehatan penderita
(Seckett et al,1996). Dan EBM mengintegrasikan tiga faktor yaitu : 1)
Clinical Expertise 2)Patients Values dan 3) the best research evidence.
2) EBM diperlukan karena beberapa hal berikut:
 Infromasi selalu berubah (update) tentang diagnose, prognosis,
terapi dan pencegahan, promotif dan rehabilitatif sangat
diperlukan dlm praktek sehari-hari
 Informasi detailer sering keliru dan menyesatkan
 Bertambahnya pengalaman klinik kemampuan mendiagnose
(clinical judgement) juga meningkat tetapi kemampuan ilmiah
serta kinerja klinik menurun secara bermakna.
 Meningkatnya jumlah Pasien -> waktu pelayanan semakin
banyak -> waktu update ilmu semakin berkurang.
3) EBM bertujuan mengembalikan fokus perhatian dokter dari
pelayanan medis berorientasi penyakit ke pelayanan medis
berorientasi pasien (patient-centered medical care).
4) Dalam pelaksanaannya EBM ada lima langkah penting yang perlu
dilakukan, yaitu:
1) Merumuskan pertanyaan klinik yang dapat dijawab.
2) Menentukan bukti yang terbaik
3) Menilai bukti tersebut secara kritis (mengetahui seberapa bagus
bukti tersebut dan apa artinya)
4) Mengaplikasikan bukti (mengintegrasikan hasil dengan keahlian
klinis dan nilai-nilai serta harapan pasien)

Anda mungkin juga menyukai