Anda di halaman 1dari 12

REFERAT NEUROLOGI

EPILEPSI

Oleh:

Intan Permata Balqis 201410330311075

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
BAB 1

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan sebuah gangguan medis dan sosial dengan karakteristik

unik. Epilepsi biasanya digambarkan sebagai suatu tendensi terhadap kejang yang

berulang. Kata ‘epilepsi’ berasal dari bahasa latin dan yunani yang berarti ‘kejang’

atau ‘merebut’. Pemilihan kata ini mengimplikasikan bahwa epilepsi merupakan

sebuah penyakit yang sudah ada sejak jaman dahulu kala. Epilepsi merupakan

penyakit yang dapat terjadi pada seluruh spesies mamalia, dan lebih sering terjadi

pada spesies dengan otak yang lebih kompleks. Epilepsi secara merata terdistribusi

diseluruh dunia tanpa memperhatikan ras, geografi, status sosial, usia, maupun jenis

kelamin.

Ciri klinis periodik dari epilepsi terkadang dramatis, mengkhawatirkan, dan

terkadang memunculkan rasa takut dan kesalahpahaman. Hal tersebut

menyebabkan konsekuensi sosial besar yang menambah beban terhadap penderita.

Pada jaman dahulu serangan epilepsi dianggap sebagai sebuah invasi atau

kerasukan yang disebabkan oleh kekuatan supernatural yang membutuhkan

pengusiran setan, namun pada era modern sekarang ini epilepsi dianggap sebagai

suatu pelepasan gelombang elektromagnetik pada otak individual yang memiliki

faktor predisposisi. Berbagai macam tipe kejang dan sindroma epilepsi telah

teridentifikasi, pasien sekarang diobati dengan farmakoterapi, meskipun terkadang

operasi, serta dukungan sosial dan psikologis dibutuhkan.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Kejang adalah pergerakan yang terjadi secara mendadak dan tidak
terkontrol disebabkan kejang involunter yang muncul pada saraf otak saraf
otak. Epilepsi didefinisikan sebagai kelainan otak ditandai faktor predisposisi
yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif,
psikologis dan adanya konsekuensi sosial. Definisi ini membutuhkan
sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya. Status epileptikus adalah
kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan
kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.

Etiologi
Epilepsi memiliki 3 golongan berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik
2. Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut
dan epilepsi mioklonik
3. Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf
pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum,
lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat),
kelainan neurodegeneratif
Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League
Against Epilepsy (ILAE) 1989:
 Berkaitan dengan lokasi kelainan (Localized Related)
a. Idiopatik (primer)
1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(Childhood epilepsy with contemporal spikes)
2. Epilepsi benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah
oksipital
3. Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)
b. Simtomatik (Sekunder)
1. Epilepsi parsial kontinua yang kronik pada anak-anak (sindrom
Kojenikow)
2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh sesuatu
rangsangan (kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi,
epilepsi refleks, stimulasi fungsi kortikal tingggi, membaca)
3. Epilepsi lobus temporal
4. Epilepsi lobus frontal
5. Epilepsi lobus parietal
6. Epilepsi lobus oksipital
c. Kriptogenik
 Epilepsi umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan
peningkatan umum
a. Idiopatik primer
1. Kejang neonatus familial benigna
2. Kejang neonatus benigna
3. Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
4. Epilepsi lena pada anak
5. Epilepsi lena pada remaja
6. Epilepsi mioklonik pada remaja
7. Epilepsi dengan bangkitan tonik-klonik pada saat terjaga
8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
9. Epilepsi tonik klonik yang diprespitasi dengan aktivitas tertentu
b. Kriptogenik atau simtomatik berurutan sesuai dengan peningkatan usia
1. Sindrom West (Spasme infantil dan spasme salam)
2. Sindrom Lennox-Gastaut
3. Epilepsi mioklonik astatik
4. Epilepsi lena mioklonik
c. Simtomatik
1. Etiologi non-spesifik
- Ensefalopati mioklonik
- Ensefalopati infatil dini dengan burst suppression
- Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2. Etiologi spesifik
- Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
 Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
a. Bangkitan umum dan fokal
- Bangkitan neonatal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Epilepsi dengan gelombang paku (spike wave) continue selama
tidur dalam
- Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau-Kleffner)
- Epilepsi yang tidak terklasifikasikan selain yang diatas
b. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
 Sindrom Khusus
Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
1. Kejang demam
2. Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sekali
(isolated)
3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolik akut
atau toksis, alkohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non ketotik
4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)

Patofisiologi

Dasar dari serangan pada epilepsi merupakan gangguan fungsi neuron otak
dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter
eksitasi dan neurotransmitter inhibisi. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter
eksitasi terdapat glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan
neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA)
dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi
impuls atau rangsang. Pada keadaan istirahat, membran neuron mempunyai
potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan
mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan
listrik.

Keadaan patologis mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran


mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks
Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik
berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas
serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh
proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar daerah
epileptik. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang
menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang
peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti
ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi
otak.
Gejala
 Kejang parsial simplek
Serangan terjadi namun pasien tetap sadar. Memiliki gejala yaitu:
- Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba
- Perasaan pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
- Halusinasi
- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubuh
- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
 Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang lebih luas pada otak dan bertahan lebih lama. Pasien hanya sadar
sebagian dan tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya yaitu:
- Gerakan seperti mencucu atau mengunyah
- Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang
- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan
pakaian
- Melakukan gerakan tidak jelas, atau berjalan berkeliling seperti sedang
bingung
 Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Tipe kejang yang paling sering, kejang ini memiliki dua tahap yaitu: tahap
tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pasien dapat mengalami
tahap tonik atau klonik saja, serangan ini biasanya didahului oleh aura. Aura
adalah perasaan yang dialami sebelum serangan yaitu rasa sakit perut,kunang-
kunang, telinga berdengung.
Ketika berada pada tahap tonik, pasien mengalami kehilangan kesadaran,
kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak,
menggigit pipi bagian dalam atau lidah.
Ketika berada pada tahap klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan
tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol,
pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun
ingin tidur setelah serangan semacam ini.

Diagnosis
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.
1. Anamnesis
Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan
penggunaan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan sesudah serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada nya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat tanda-tanda berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala,
infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau
difus. Pemeriksaan fisik menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai
pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan
perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat
menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis.Adanya kelainan
fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dianggap bermakna apabila:
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal.

b. Rekaman video EEG


Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis
dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis
yang ada.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk
melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT
Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci.

Terapi
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien.
Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni:
1. OAE diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal
dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui
tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.
4. Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol
bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
5. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak
dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi apabila dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada
EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai
penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus. Prinsip
1. Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)
2. Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+, K+,
dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.
Penghentian pemberian OAE
Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan
setelah 2 tahun bebas serangan .
Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:
1. Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau
keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan
2. Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis
semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
3. Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari
satu OAE yang bukan utama
BAB 3
KESIMPULAN

Epilepsi merupakan gangguan yang digambarkan sebagai sebuah tendensi


terhadap kejang yang berulang, ia merupakan penyakit yang memiliki ciri klinis
periodik yang terkadang dramatis, mengkhawatirkan, dan terkadang memunculkan
rasa takut dan kesalahpahaman. Epilepsi disebabkan oleh suatu pelepasan
gelombang elektromagnetik pada otak individual yang memiliki faktor
predisposisi, dan memiliki berbagai macam tipe menurut lokasi lesi, jenis epilepsi
umum dan berbagai sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan peningkatan umum,
serta epilepsi dengana sindrom khusus. Diagnosis epilepsi dapat ditentukan dengan
anamnesis dan pemeriksaan klinis, serta pemeriksaan penunjang EEG dan
Radiologi. Pengobatan epilepsi dilakukan secara farmakoterapi namun terkadang
diperlukan pembedahan, serta dukungan sosial dan psikologis.
DAFTAR PUSTAKA

Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical


development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.
PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed:
6. Jakarta: EGC
Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in
Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd. 2005
Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita
Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005. p119-
127.
Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005

Anda mungkin juga menyukai