SEPSIS
Oleh:
201820401011158
Pembimbing:
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulisan laporan kasus stase Ilmu Penyakit Dalam ini dapat
diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
“Sepsis”. Penulisan laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi tugas individu stase
Dengan terselesaikannya laporan kasus ini kami ucapkan terima kasih yang
sebesar besarnya kepada dr.Ahmad Riza Zainal Sp.PD, selaku pembimbing kami,
yang telah membimbing dan menuntun kami dalam pembuatan laporan kasus ini.
Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun. Akhirnya,
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sepsis adalah keadaan dimana terjadi disfungsi organ yang mengancam jiwa
disebabkan oleh disregulasi dari respon host terhadap infeksi. (Kasper et al.,2015),
dan koagulasi yang terjadi secara simultan , keadaan ini termanifestasi sebagai
prokoagulan, dan molekul adhesi dari sel imun atau endotelium yang rusak. (Polat
et al., 2017)
Mortalitas dari sepsis dalam jangka panjang berkisar pada angka 60-80%
patofisiologi (Gaieski et al., 2013). Pada Intensive Care Unit (ICU) sepsis menjadi
salah satu masalah utama yang menyebabkan kematian pada pasien di Amerika
Serikat, insidensi terjadinya sepsis parah diestimasi mencapai 300 kasus per
100.000 populasi, seperempat dari pasien yang mengalami sepsis parah biasanya
meninggal pada saat perawatan di rumah sakit. (Mayr, Yende and Angus, 2013)
usia lanjut, komorbiditas, dan kerusakan organ yang persisten yang menyebabkan
disfungsi imun, supresi imun, katabolisme, dan inflamasi. Pasien dengan diabetes
tipe 2 merupakan populasi terbesar yang mengalami komplikasi post sepsis dan
mortalitas yang meningkat. Secara global diabetes tipe 2 bukan lagi penyakit di
negara dengan pendapatan yang tinggi, pada tahun 2014 diestimasi 422 juta
penderita, angka yang tinggi dibandingkan tahun 1980an dengan jumlah 108 juta
penderita. Prevalensi pertumbuhan angka diabetes tipe 2 yang paling besar terjadi
3
pada negara dengan pendapatan kecil atau menengah. (Chatterjee, Khunti and
Davies, 2017). Luka dan infeksi pada kaki penderita diabetes adalah komplikasi
yang umum terjadi pada penderita diabetes dengan prevalensi 25% dari penderita,
luka serta infeksi yang tidak ditangani dengan baik membuat luka menjadi port of
entry bagi patogen untuk masuk kedalam tubuh (Frydrych et al., 2017).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sepsis adalah keadaan dimana terjadi disfungsi organ yang mengancam jiwa
disebabkan oleh disregulasi dari respon host terhadap infeksi (Kasper et al.,2015).
Sepsis adalah sebuah kondisi kompleks yang ditandai aktivasi inflamasi dan
proinflamatori, prokoagulan, dan molekul adhesi dari sel imun atau endotelium
Epidemiologi
semakin ekstrim usia semakin tinggi resiko untuk terkena sepsis. Pada Intensive
Care Unit (ICU) sepsis menjadi salah satu masalah utama yang menyebabkan
diestimasi mencapai 300 kasus per 100.000 populasi, seperempat dari pasien yang
mengalami sepsis parah biasanya meninggal pada saat perawatan di rumah sakit.
Etiologi
Sepsis dapat berasal dari dua sumber yaitu community-acquired dan hospital-
acquired. Sepsis muncul akibat bakteri, virus, fungi, dan parasit, atau dapat
parah, pneumonia, pankreatitis, dan insiden yang lain seperti infeksi saluran kemih.
5
Mikroorganisme yang sering menyebabkan sepsis di masyarakat adalah
aeruginosa yang merupakan bakteri gram negatif (Polat et al., 2017; Kasper et
al.,2015)
belum diketahui dengan pasti, namun, kemungkinan dapat dipengaruhi oleh status
kesehatan yang mendasarinya, gangguan fungsi organ yang telah ada sebelumnya,
dan waktu mulainya pengobatan. Umur, jenis kelamin, dan ras semuanya
mempengaruhi insidensi dari sepsis, yang mana insidensi paling tinggi terjadi pada
usia yang ekstrim, dan lebih sering mengenai pria dibandingkan wanita. (Kasper et
al.,2015)
Patogenesis
receptor, yang memiliki 4 kelas utama yang menonjol yaitu Toll Like Receptors
Aktivitas dari grup terakhir terjadi sebagian pada kompleks protein yand disebut
6
spesies mikroba yang dikenal sebagai pathogen associated molecular patterns
(PAMPs), oleh semua reseptor ini memunculkan regulasi dari transkripsi gen
inflamasi dan inisiasi dari imunitas bawaan. PAMP yang umum adalah
pada permukaan monosit, makrofag, dan neutrofil. LPS kemudian dihantarkan dan
ditandai TLR$ untuk memproduksi dan melepaskan sitokin seperti tumor necrosis
factor yang memberikan sinyal ke sel dan jaringan lainnya. Diwaktu yang
oleh sel yang rusak seperti protein B1,protein S100, ekstraselular RNA, DNA, dan
Abnormalitas Koagulasi
endapan fibrin yang berlebihan didorong oleh koagulasi melalui faktor jaringan,
sebuah glikoprotein transmembran yang dikeluarkan oleh berbagai macam tipe sel
protein C dan antitrombin), serta gangguan pemindahan fibrin akibat depresi sistem
Disfungsi organ
7
penghantaran oksigen pada pasien sepsis atau syok sepsis, seperti hipotensi,
diikuti dengan kematian sel dan hilangnya integritas dari pembatas memunculkan
peningkatan pada edema subkutan dan rongga tubuh. Pelepasan nitrit oksida yang
energi masih diperlukan untuk mendukung fungsi basal, dan vital selular, yang
mana berasal dari glikolisis dan fermentasi yang menghasilkan H+ dan laktat.
Apabila gangguan terjadi lebih lanjut, Jumlah ATP akan berada jauh dibawah
ambang batas, kegagalan bioenergetik terjadi, reaktif oksigen spesies yang beracun
dilepaskan dan terjadi kematian sel irreversibel disertai gagal organ. (Kasper et
al.,2015)
Mekanisme Antiinflamasi
Sistem imun melindungi mekanisme humoral, selular, dan neural yang dapat
splenicus pada plexus celiaca, menyebabkan pelepasan norepinefrin pada limpa dan
8
ɑ7 kolinergik pada makrofag, mengurangi pelepasan sitokin proinflamasi.
Manifestasi Klinis
dari infeksi, patogen yang menyerang, pola disfungsi organ akut, kesehatan pasien
Gagal kardiorespirasi
Dua dari sistem organ yang umumnya dipengaruhi oleh sepsis adalah sistem
ARDS dapat diklasifikasikan dengan kriteria Berlin sebagai ringan (PaO2 /FiO2 :
201 -300 mmHg), sedang (101 -200 mmHg), dan berat (≤ 100 mmHg). Gangguan
Kerusakan ginjal
Kerusakan ginjal akut terjadi pada ≥50% pasien sepsis. Kerusakan ginjal akut
Kasper et al.,2015)
9
Komplikasi neurologis
Disfungsi sistem saraf pusat yang tipikal adalah koma dan delirium (Kasper
et al.,2015)
Manifestasi tambahan
Diabetes Mellitus
(PMN). Seperti diketahui bahwa PMN ini berperan besar dalam innate immune
system. Pada pasien diabetes melitus telah diteliti bahwa terjadi penurunan fungsi
proinflamasi serta defek pada Antigen Presenting Cell (APC). Mekanisme lain yang
diduga berkaitan dengan perkembangan sepsis pada pasien diabetes melitus adalah
10
bahwa diabetes melitus memicu disfungsi endotel dan procoagulant state.
Mekanisme yang sama merupakan bagian dari patofisiologi. (Frydrych et al., 2017)
Diagnosis Sepsis
a. Anamnesis
Anamnesis mengenai riwayat penyakit akan memberikan informasi
mengenai faktor resiko potensial terjadinya infeksi, berhubungan
dengan patogen spesifik pada area jaringan tertentu. Sehingga
membantu menentukan apakah infeksi didapatkan dari komunitas atau
nosokomial dan apakah pasien immunokompromais. Beberapa tanda
terjadinya sepsis meliputi: (Setiawati,et al.,2015)
1. Demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai keganasan atau
instrumentasi
2. Hipotensi, oliguria atau anuria
3. Takipnea atau hiperpnea,hipotermia tanpa penyebab yang jelas
4. Perdarahan
11
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum pasien, tanda-tanda vital.
Gambaran klasik sepsis berat adalah pasien hipermetabolik dengan
temperatur tinggi, takikardia, takipnea, sirkulasi vasodilatasi
hiperdinamik, tekanan diastolik rendah. (Levy, Evans and Rhodes,
2018)
c. Pemeriksaan Penunjang
o Darah lengkap
Walaupun leukositosis dan peningkatan sel-sel batang lazim
dijumpai, leukopenia bisa saja terjadi. Seringkali laju endap darah
meningkat. Kadar laktat darah umumnya meningkat seperti halnya
kadar gula darah, namun hipoglisemia sering terjadi pada pasien
dengan disfungsi liver. Bukti gagal organ lain (ginjal, hepar, usus,
miokardium, dan koagulopati) dapat ditemukan. Tanda-tanda dan
gejala-gejala lain dapat berhubungan dengan sumber infeksi mula-
mula. Pengambilan level laktat harus dalam 1 jam. (Levy, Evans and
Rhodes, 2018)
o Kultur
dan satu diambil vascular access device, jika device <48 jam
12
dari tempat yang berbeda. Kultur dapat dari urin, cerebrospinal fluid,
luka, sekret pernafasan dan cairan tubuh lain yang mungkin menjadi
o Gram stain
Terutama untuk spesimen pernafasan, untuk menentukan adanya sel
inflamatori(Setiawati,et al.,2015)
Biomarker
Level prokalsitonin dan C reactive protein meningkat untuk
menentukan patern akut inflamasi dari sepsis. (Setiawati,et al.,2015)
o Polymerase chain reaction, mass spectroscopy, microarray
diharapkan dapat menjadi cara identifikasi patogen yang lebih cepat.
(Setiawati,et al.,2015)
Tatalaksana Sepsis
Hour-1 bundle
awal pada pasien yang terdiagnosis sepsis dilakukan dalam rentang waktu 1 jam
sebagai berikut :
13
apabila terjadi hypoxia jaringan sebagai hasil metabolisme anaerobik dari sel dan
jaringan ketika kadar oksigen menurun. Jika kadar laktat meningkat > 2 mmol/L,
harus diukur kembali 2-4 jam kemudian sebagai acuan resusitasi, jika kadar laktat
sudah mencapai normal berarti perfusi oksigen ke jaringan sudah membaik.
(Levy, Evans and Rhodes, 2018)
sedikitnya 2 set kultur darah (botol aerob dan anaerob), dengan satu diambil
decara perkutaneus dan satu diambil vascular access device, jika device <48
jam digunakan. Darah ini dapat diambil bersamaan waktu jika diambil dari
tempat yang berbeda. Kultur dapat dari urin, cerebrospinal fluid,luka, sekret
pernafasan dan cairan tubuh lain yang mungkin menjadi penyebab infeksi.
Terapi empirik antibiotik spektrum luas dengan satu atau lebih antimikrobial
14
glikopeptida, aminoglikosida, dan quinolon. Obat yang digunakan tergantung
sumber sepsis. (Setiawati,et al.,2015)
aminoglikosida.
tazobaktam.
Resusitasi cairan yang awal dan efektif sangat penting untuk stabilisasi
hipoperfusi yang disebabkan oleh sepsis atau syok septik resusitasi caran harus
15
segera dimulai ketika didapatkan pasien dengan sepsis dan hipotensi serta kadar
laktat yang meningkat, dan pemberian cairan harus selesai dalam waktu 3 jam.
Pemberian vasopresor
Perbaikan cepat agar mencapai tekanan perfusi yang adekuat ke organ vital
adalah hal utama dari resusitasi , jika tekanan darah tidak membaik setelah
resusitasi cairan, vasopresor harus diberikan pada jam pertama untuk mencapai
Mean Arterial Pressure (MAP) ≥ 65 mmHg (Levy, Evans and Rhodes, 2018)
Terapi suportif
a. Oksigenasi
Pada keadaan hipoksemia berat dan gagal napas bila disertai dengan
penurunan kesadaran atau kerja ventilasi yang berat, ventilasi mekanik
segera dilakukan. (Setiawati,et al.,2015)
b. Terapi Inotropik
Infus percobaan dari dobutamin hingga mencapai 30 mcg/kg/menit
diberikan atau ditambahkan pada vasopressor (jika digunakan) dalam
keadaan disfungsi miokardial sebagaimana disebabkan karena
peningkatan tekanan pengisian jantung dan curah jantung yang rendah
atau gejala hipoperfusi yang terus menerus, meskipun mencapai volume
intravascular secara adekuat dan MAP yang cukup. (Setiawati,et
al.,2015)
c. Kortikosteroid
Sebaiknya tidak menggunakan hidrokortison intravena untuk mengobati
pasien dewasa syok septik jika resusitasi cairan cukup dan terapi
vasopressor dapat menjaga kestabilan hemodinamik. Jika hal tersebut
tidak tercapai, direkomendasikan untuk memakai hidrokortison saja
dengan dosis 200mg per hari. Tidak diperbolehkan menggunakan tes
16
stimulasi ACTH untuk mengidentifikasi orang dewasa dengan syok
septik yang seharusnya menerima hidrokortison. Pasien dalam terapi
hidrokortison diturunkan dosisnya jika vasopressor tidak lagi
digunakan. Kortikosteroid tidak diberikan dalam terapi sepsis tanpa
syok. (Setiawati,et al.,2015)
d. Pemberian produk darah
Setelah hipoperfusi jaringan telah diselesaikan dan jika tidak ada
keadaan khusus, seperti iskemia miokardial, hipoksemia yang berat,
perdarahan akut, atau penyakit jantung iskemik, direkomendasikan
bahwa transfusi sel darah merah hanya dilakukan ketika konsentrasi Hb
menurun hingga <7 g/dl dan untuk mencapai target Hb 7-9 g/dl pada
orang dewasa. Tidak dianjurkan untuk menggunakan eritropoietin
sebagai terapi spesifik dari anemia terkait sepsis. FFP tidak diberikan
untuk mengkoreksi abnormalitas pembekuan pada kondisi tidak
perdarahan atau prosedur invasif terencana. (Setiawati,et al.,2015)
e. Glukosa kontrol
Pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah terutama
pasien dengan diabetes melitus. Sebaiknya kadar gula darah
dipertahankan <150 mg/dL, dengan melakukan monitoring gula darah
setiap 1-2 jam dan dipertahankan minimal sampai 4 hari (Setiawati,et
al.,2015)
Setelah tatalaksana awal pada pasien dengan sepsis telah dilakukan dan keadaan
1. Kontrol Sumber
dieksklusi sesegera mungkin dan intervensi harus dilakukan pada kontrol sumber
17
2. Pencegahan Infeksi (Setiawati,et al.,2015)
1. Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biasanya
dihuni bakteri Gram-negatif
2. Gunakan trimetroprim-sulfometoksazol secara profilaktik pada
anak penderita leukemia.
3. Gunakan nitrat perak tipikal, sulfadiazin perak, atau sulfamilon
secara profilaktik pada pasien luka bakar.
4. Berikan semprotan (spray) polimiksin pada faring posterior
untuk mencegah pneumonia Gram-negatif nosokomial
5. Sterilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin dan
gentamisin dengan vankomisin dan nistatin efektif dalam
mengurangi sepsis Gram-negatif pada pasien neutropenia.
6. Lingkungan yang protektif bagi pasien beresiko kurang berhasil
karena sebagian besar infeksi berasal dari dalam (endogen)
18
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 64 tahun
Jawa Timur
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SD
Agama : Islam
ANAMNESIS
2019 pukul 12.00 WIB. Pasien datang dengan keluhan Sesak napas
di kaki kiri yang bertambah parah dalam 4 hari terakhir awalnya hanya
luka kecil di mata kaki kemudian membesar hingga hampir seluruh betis
19
bagian samping, luka terasa nyeri dan menjalar hingga ke pinggang.
riwayat hipertensi lebih dari 5 tahun yang juga tidak terkontrol. Riwayat
disangkal.
Pasien memiliki pola makan yang tidak terkontrol (pasien tidak diet
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
GCS : 456
20
Vital Sign
IGD:
Temperatur : 37,5ºC
Pemeriksaan Ruangan:
Temperatur : 36,7 0C
Pemeriksaan Jantung
Palpasi :Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat, Thrill (-)
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, reguler, Gallop (-) Murmur (-)
21
Pemeriksaan Pulmo
Pemeriksaan Abdomen
Palpasi : Perut tegang, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan di regio
epigastrium
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Superior : Akral dingin, kering, pucat, CRT < 2 detik, icterus (-), edema
(-)
Inferior : Akral dingin, kering, pucat, CRT < 2 detik, icterus (-), edema
(+) pada pedis dan cruris sinistra, nanah (+).ulcer dalam hingga
22
PEMERIKSAAN PENUNJANG
15 Mei 2019
Hasil Nilai normal Satuan
Pukul 07.55
GDA 199 < 160 mg/dL
15 Mei 2019 Hasil Nilai normal Satuan
23
Pukul 22.48
GDA 84 < 160 mg/dL
16 Mei 2019
Hasil Nilai normal Satuan
Pukul 06.07
GDA 81 < 160 mg/dL
16 Mei 2019
Hasil Nilai normal Satuan
Pukul 10.17
GDA 196 < 160 mg/dL
17 Mei 2019
Hasil Nilai normal Satuan
Pukul 08.18
GDA 126 < 160 mg/dL
17 Mei 2019
Hasil Nilai normal Satuan
Pukul 16.55
Elektrolit
Natrium 137,7 135-155 mmol/L
Kalium 2,08 3.5 -5.5 mmol/L
Klorida 103,7 98 - 107 mmol/L
18 Mei 2019
Hasil Nilai normal Satuan
Pukul 08.14
GDA 131 < 160 mg/dL
19 Mei 2019
Hasil Nilai normal Satuan
Pukul 08.32
GDA 182 < 160 mg/dL
Elektrolit
Natrium 131,3 135-155 mmol/L
Kalium 1,99 3.5 -5.5 mmol/L
Klorida 101,7 98 - 107 mmol/L
20 Mei 2019
Hasil Nilai normal Satuan
Pukul 08.14
GDA 242 < 160 mg/dL
24
Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
penunjang, maka dapat ditegakkan diagnosis Sepsis e.c diabetic foot. Pasien di
anjurkan masuk ke ICU, namun ICU penih sehingga pasien dirawat di Zal.C. pasien
kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan perjalanannya, etiologi, tujuan
dada berdebar-debar, badan terasa lemas dan gelisah pada pemeriksaan didapatkan
tekanan darah pasien 130/80 mmHg, suhu 36,6º C, RR 24x/menit, nadi 102x/menit
regular kuat, direncanakan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan GDA serta
Tanggal 16 Mei 2019, pasien mengeluh masih agak sesak namun lebih
berkurang dibandingkan kemarin, tidak nafsu makan, badan masih terasa lemas,
sudah tidak merasa gelisah pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah pasien
100/60 mmHg, suhu 36,4º C, RR 28x/menit, nadi 104 x/menit regular kuat. Cek
Tanggal 17 Mei 2019, sakit kepala muncul kembali, masih agak sesak,dada
masih berdebar tetapi sudah mendingan, nafsu makan sudah membaik, sulit tidur.
25
Tekanan darah 120/80, suhu 36,0º C, RR 24x/menit, nadi 100x/menit regular kuat,
Tanggal 18 Mei 2019, sakit kepala masih ada, masih agak sesak,dada masih
berdebar tetapi sudah mendingan, nafsu makan sudah membaik, sulit tidur. Tekanan
darah 130/80, suhu 36,5º C, RR 22x/menit, nadi 100x/menit regular kuat, diberi
Tanggal 19 Mei 2019, sesak napas masih ada, dada sudah tidak berdebar,
nafsu makan sudah membaik, Tekanan darah 120/70, suhu 36,3º C, RR 22x/menit,
26
BAB IV
PEMBAHASAN
serta pasien luka di kaki kiri pasien yang terbuka dan bertambah parah dalam 4 hari
terakhir yang berpotensi menjadi port of entry dari patogen. Serta pemeriksaan
dengan kriteria SIRS. Dimana dalam kriteria SIRS memiliki variabel : takikardi (
Nadi > 90x/min), takipnea (RR >20x/min), temperatur (<36 atau >38 C), serta
kadar leukosit (<4000 /uL atau > 12.000 /uL). Keluhan dan temuan dari
pemeriksaan fisik serta penunjang pasien memenuhi beberapa variabel dari SIRS
ditambah lagi pasien memiliki sumber infeksi yang jelas.( Kasper et al.,2015 )
merah, serta terjadinya trombosis mikrovaskular, selain itu respon inflamasi yang
mucul sebagai reaksi dari masuknya patogen kedalam tubuh dapat menyebabkan
disfungsi pada endotel vaskular, diikuti dengan kematian sel dan hilangnya
rongga tubuh. Pelepasan nitrit oksida yang berlebihan dan tidak terkontrol
disebabkan oleh stress oksidatif dan gangguan oksigenasi yang lainnya. Lambatnya
27
sebagi kompensasi tubuh untuk memenuhi perfusi ke jaringan yang berkurang
selama 5-6 tahun terakhir, pada 4 hari terakhir sebelum keluhan yang membawa
pasien ke RS, pasien mengalami luka kecil di mata kaki yang tidak sembuh dan
justru bertambah parah hingga ke hampir ke seluruh cruris, keadaan luka yang tidak
sembuh berhubungan dengan diabetes yang diderita oleh pasien dimana pada
pada pembuluh darah. Neuropati, baik sensorik maupun motorik dan autonomik
akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
selanjutnya akan mempermudah terjadinya luka atau ulkus, faktor gangguan aliran
Elektrolit.
Campaign Bundle 2018, penting untuk stabilisasi hipoperfusi yang disebabkan oleh
sepsis atau syok septik resusitasi caran harus segera dimulai ketika didapatkan
pasien dengan sepsis dan hipotensi serta kadar laktat yang meningkat, dan
28
Pemberian antibiotik ceftriaxone 2 x 400 mg IV, metronidazole 3 x 500 mg juga
sesuai dengan guideline The Surviving Sepsis Campaign Bundle 2018, yang mana
Terapi empirik antibiotik spektrum luas dengan satu atau lebih diberikan kepada
telah teridentifikasi, atau dihentikan ketika pasien terbukti tidak mengalami infeksi.
dikarenakan pada penderita sepsis sering terjadi peningkatan gula darah terutama
pasien dengan diabetes melitus. Sebaiknya kadar gula darah dipertahankan <150
mg/dL, kadar gula darah yang tinggi memperlama penyembuhan dari luka. (.Kasper
et al.,2015)
x 40 mg IV bertujuan untuk mengatasi keluhan pasien yang lain yaitu sakit kepala,
29
DAFTAR PUSTAKA
Chatterjee, S., Khunti, K. and Davies, M. (2017). Type 2 diabetes. The Lancet,
389(10085), pp.2239-2251.
Frydrych, L., Fattahi, F., He, K., Ward, P. and Delano, M. (2017). Diabetes and
Gaieski, D., Edwards, J., Kallan, M. and Carr, B. (2013). Benchmarking the
Incidence and Mortality of Severe Sepsis in the United States*. Critical Care
Kasper, D. L., Fauci, A. S., Hauser, S. L., Longo, D. L. 1., Jameson, J. L., &
Levy, M., Evans, L. and Rhodes, A. (2018). The Surviving Sepsis Campaign
Polat, G., Ugan, R., Cadirci, E. and Halici, Z. (2017). Sepsis and Septic Shock:
Setiawati, siti, et al.,2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI. Jakarta : Pusat
30