Anda di halaman 1dari 17

Daftar Isi

Bab 1........................................................................................................................................2

Pendahuluan.............................................................................................................................2

1.1. Latar Belakang...........................................................................................................2

Bab 2........................................................................................................................................3

Pembahasan..............................................................................................................................3

2.1. Definisi......................................................................................................................3

2.2. Epidemiologi.............................................................................................................3

2.3. Etiologi......................................................................................................................4

2.4. Klasifikasi..................................................................................................................5

2.5. Patofisiologi...............................................................................................................6

2.6. Diagnosis.................................................................................................................10

2.7. Tatalaksana..............................................................................................................14

2.8. Komplikasi...............................................................................................................15

Bab 3......................................................................................................................................16

Penutup...................................................................................................................................16

3.1. Kesimpulan..............................................................................................................16

Daftar Pustaka........................................................................................................................18

1
Bab 1

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Osteomielitis adalah peradangan tulang yang biasanya disebabkan oleh

infeksi bakteri. Penyakit ini dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan tahapan perjalanan

penyakitnya, yakni tahap akut dan kronik. Osteomielitis akut paling sering

disebabkan oleh Staphylococcus aureus sebagai agen infeksinya 1


Berdasarkan rute infeksinya, osteomielitis akut dapat dibagi menjadi 2 jenis,

yaitu hematogenik dan eksogenik. Infeksi tulang pada anak-anak terutama terjadi

secara hematogenik, meskipun kasus akibat sekunder dari trauma yang penetratif,

pembedahan, ataupun infeksi pada daerah yang terkena juga pernah

dilaporkan. Osteomielitis hematogenik banyak ditemukan pada anak-anak terutama

tulang panjang yang kaya pembuluh darah, terutama ekstremitas bawah. Pada orang

dewasa, penyebaran hematogenik lebih sering mengenai corpus vertebrae lumbal

daripada di tempat lain2


Mortalitas osteomielitis terjadi sekitar 5-25% dan ada pula yang melaporkan

hingga 40% pada era sebelum antibiotik ditemukan. Sekarang, mortalitas telah

mencapai angka 0%. Sedangkan morbiditas mencapai angka 5% menjadi

komplikasi. Komplikasinya antara lain adalah arthritis septik, kerusakan jaringan

lunak sekitar, keganasan, amiloidosis sekunder, dan fraktur patologis2. Dengan

mengingat masih banyaknya kejadian osteomielitis di Indonesia prevalensi

ostemielitis kronik sebagai kelanjutan dari osteomyeitis akut serta komplikasi yang

disebabkan oleh osteomielitis, penulis merasa perlu untuk melakukan telaah pustaka

mengenai salah satu penyakit infeksi pada tulang ini

2
Bab 2

Pembahasan

2.1. Definisi
Osteomielitis berasal dari kata osteon (tulang) dan muelinos (sumsum) yang

berarti infeksi sumsum tulang. Beberapa literatur menyebutkan bahwa

osteomielitis merupakan proses inflamasi pada sumsum tulang (cavitas medullaris)

disebabkan oleh organisme piogenik yang kemudian dapat menyebar sampai ke

cortex dan periosteum.2,3

2.2. Epidemiologi
Insidensi osteomielitis terjadi 0,1–1,8% dari populasi orang

dewasa. Prevalensinya pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun adalah 1 kasus

per 1000 populasi sedangkan pada anak-anak yang lebih tua adalah 1 kasus dari

5000 populasi. Prevalensi osteomielitis kronik berkisar antara 5-25% dari kasus

osteomielitis akut.3

Osteomielitis akut dengan penyebaran hematogen lebih sering menyerang

anak-anak karena daerah metafisis (daerah pusat pertumbuhan tulang pada anak)

memiliki vaskularisasi yang banyak dan rentan terhadap trauma. Lebih dari 50%

kejadian osteomielitis pada anak terjadi pada pasien kurang dari 5 tahun. Pasien

biasanya menunjukkan gejala-gejala sistemik meliputi demam, iritabilitas selama 2

minggu. Selain itu, didapatkan gejala lokalis seperti eritem, bengkak, dan

kekakuan (tenderness) pada tulang yang mengalami infeksi. Osteomielitis kronis

jarang terjadi pada anak.2

Osteomielitis kronis dapat terjadi akibat fraktur terbuka, bakterimia, atau

infeksi perkontinuitatum dari jaringan lunak sekitar tulang. Pada operasi elektif

post fraktur tertutup, osteomielitis kronis terjadi pada 1 – 5% pasien, dan 3 – 50%

3
pada pasien-pasien dengan fraktur terbuka. Sebanyak 10 – 30% pasien

osteomielitis akut berlanjut menjadi kronis. Osteomielitis melalui penyebaran

hematogen (bakterimia) dapat terjadi di vertebrae, tulang panjang, pelvis, maupun

klavikula dan risikonya meningkat apabila terdapat underlying disease seperti

diabetes mellitus, keganasan atau gagal ginjal. Angka kejadian osteomielitis kronis

akibat infeksi perkontinuitatum dari jaringan lunak sekitar tulang meningkat

seiring dengan meningkatnya prevalensi ulkus diabetikum (neuropati dan

vaskulopati diabetikum). Manifestasi klinis osteomielitis kronis dapat meliputi

nyeri kronis, luka persisten, buruknya penyembuhan luka, malaise, dan demam.1

2.3. Etiologi
Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang paling sering

menyebabkan osteomielitis (akut maupun kronis) dengan penyebaran hematogen

pada dewasa. Streptococcus β hemolithicus grup A dan Streptococcus pneumonia

merupakan bakteri patogen yang sering menyebabkan osteomielitis pada anak,

Streptococcus β hemolithicus grup A merupakan bakteri penyebab tersering pada

bayi baru lahir. Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, dan

Eschericgia coli juga bisa menyebabkan osteomielitis namun dengan angka

kejadiannya jarang. Jamur dan mikobakterium biasanya dapat menyebabkan

osteomielitis pada individu dengan defisiensi sistem imun.1,3

St. Staphylococcus aureus dapat diinternalisasi oleh osteoblas dan sel endotel

secara in vitro dan bertahan di dalam sel tersebut dari sistem imun tubuh maupun

antibiotik. Selain itu, Staphylococcus aureusmerupakan bakteri dengan laju

metabolism yang rendah sehingga mudah resisten terhadapt antibiotik.1,3

2.4. Klasifikasi

4
Menurut durasi dari timbulnya gejala : akut, subakut, dan kronik. Osteomielitis

akut diidentifikasi dengan adanya onset penyakit dalam 7-14 hari. Infeksi akut umumnya

berhubungan dengan proses hematogen pada anak. Namun, pada dewasa juga dapat

berkembang infeksi hematogen akut khususnya setelah pemasangan instrumentasi dan

sebagainya. 3,4,5

Durasi dari osteomielitis subakut adalah antara 14 hari sampai 21 hari Sedangkan

osteomielitis kronik merupakan infeksi tulang yang perjalanan klinisnya terjadi lebih

dari 21 hari. Kondisi ini berhubungan dengan adanya nekrosis tulang pada daerah

episentral yang disebut sekuester yang dibungkus involukrum. Terdapat sub klasifikasi

pada osteomielitis kronis, yakni osteomielitis kronis primer dan sekunder. Osteomielitis

kronik sekunder dapat timbul sebagai penyakit osteomielitis yang rekuren/timbul

berulang dengan durasi yang berbeda-beda setiap kali kambuh. osteomielitis kronik

primer menunjukkan sebuah penyakit inflamasi yang jarang dan ditandai adanya

inflamasi kronik non-supuratif (ketiadaan pus, fistula maupun sejuester). Keadaan ini

menunjukkan bahwa pasien tidak pernah menunjukkan fase akut dan belum

mendapatkan terapi.3,4,5

Kronifikasi dari osteomielitis kronik sekunder menunjukkan ketidakmampuan

dari host untuk mengeradikasi bakteri patogen akibat dari inadekuatnya terapi. Elevasi

periosteum akibat proses inflamasi masih mengandung sel-sel vital di dalamnya. Setelah

melewati fase akut, sel-sel ini membentuk sel-sel tulang yang baru (involukrum) yang

menyelebungi sekuester. Namun involukrum ini dapat dipenetrasi oleh sinus (cloacae),

sehingga membentuk fistula dapat dapat dimasuki oleh bakteri patogen ataupun pus.

Kejadian ini dapat terjadi berulang dan menyebabkan osteomyelistis kronis.3,4,6

5
Sistem klasifikasi lainnya dikembangkan oleh Waldvogel yang mengkategorisasikan infeksi

muskuloskeletal berdasarkan etiologi dan kronisitasnya : hematogen,kontak langsung,

penyebaran kontinyu (dengan atau tanpa penyakit vaskular). Penyebaran infeksi hematogen

dan kontinyu dapat bersifat akut meskipun penyebaran kontinyu berhubungan dengan

adanya trauma atau infeksi lokal jaringan lunak yang sudah ada sebelumnya seperti ulkus

diabetikum.3,4.

2.5. Patofisiologi

Osteomielitis memiliki tiga mekanisme penyebaran yaitu penyebaran hematogen

melalui darah, kontaminasi langsung, dan infeksi kontinyu yang disebabkan oleh

insufisiensi neurologis atau vaskular. Pada penyebaran hematogen secara primer (melalui

6
darah) infeksi mengenai metafisis dari pasien dengan tulang yang masih imatur atau korpus

vertebra pada semua usia meskipun kemungkinan infeksi pada lokasi yang lain dapat terjadi.

Pada kontaminasi langsung biasanya penyebaran berasal dari area yang terkontaminasi dari

luar, paling sering terjadi pada kontaminasi langsung fraktur terbuka atau replacement sendi

dengan implan. Insufisiensi vaskular atau neurologi yang diasosiasikan dengan infeksi

kontinyu pada osteomielitis merupakan akibat dari suplai darah yang buruk, luka diabetes,

dan gangguan pertahanan imun yang paling sering mengenai ekstremitas bawah.1,2,3,4,5

Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi invasi bakteri ke cavitas medullaris dan cortex

tulang. Keempat faktor ini apabila berada dalam keadaan equilibrium (seimbang) tidak akan

menimbulkan infeksi. Apabila equilibrium ini terganggu karena minimal 1 faktor, maka

infeksi tulang yang dalam dapat terjadi. Keempat faktor tersebut ialah :1,3,4

a. Jumlah bakteri patogen


Semakin banyak jumlah bakteri yang sampai ke host, semakin besar pula

kemungkinan untuk lolos dari sistem imun dan menimbukan infeksi pada tulang.1,3,4
b. Virulensi bakteri patogen
Pada osteomielitis, fokus infeksi dibatasi oleh membran piogenik atau

dinding abses yang membatasi penyebaran infeksi. Apabila agen patogen memiliki

jumlah dan virulensi yang tinggi, barier ini dapat rusak dan menyebabkan invasi

sampai ke tulang. Invasi ini kemudian mengaktivasi respon inflamasi dan

menyebabkan hiperemis, peningkatan permeabilitas capiler, dan pengeluaran enzim

proteolitik. Enzim proteolitik ini dapat menyebabkan nekrosis jaringan tulang dan

destruksi dari agen-agen patogen sehingga membentuk pus. Destruksi tulang juga

diperparah oleh proses osteolisis yang disebabkan oleh aktivitas osteoklas akibat

stimulasi dari endotoksin bakteri, protein permukaan bakteri, dan beberapa sitokin

inflamasi (IL-1 dan TNF). 1,3,4


Akumulasi pus di dalam cavitas medullaris yang berisi jaringan nekrosis, dan

bakteri-bakteri mati di dalam sel darah putih menyebabkan peningkatan tekanan

7
intra medullaris. Keadaan ini menyebabkan kolaps vascular, stasis vena, thrombosis,

dan lokal iskemi. Pus mengalir melalui kanalis sistem haver dan kanalis nutrisi yang

kemudian terakumulasi di ruang subperosteum dan menyebabkan elevasi

periosteom, terpisah dari cortex tulang. Elevasi ini lebih sering terjadi pada anak

karena pelekatan yang belum begitu kuat. Ketika akumulasi pus terus terjadi, dapat

timbul perforasi dan menyebabkan abses mukosa atau kutan. 1,3,4

Proses inflamasi dan perusakan jaringan tulang.

Patomekanisme osteomielitis.
c. Imunitas lokal dan sistemik host
Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi status imunitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi status imunitas.1,3,4,7

d. Perfusi lokal jaringan

8
Perfusi lokal jaringan mempengaruhi kemampuan sel imun dan oksigen

mencapai area infeksi, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran

bakteri patogen terutama yang bersifat anaerob. Berikut ini adalah kondisi-kondisi

yang mengganggu perfusi lokal jaringan 3,4,7

Faktor-faktor yang mempengaruhi perfusi lokal jaringan.

Ilustrasi patogenesis osteomielitis akut dan kronis.

2.6. Diagnosis
Diagnosis osteomielitis akut dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,

Pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, didapatkan

adanya riwayat trauma, riwayat luka terbuka sampai tulang, maupun riwayat infeksi

di tempat lain yang tidak spesifik, serta adanya gejala infeksi sistemik seperti demam

dan malaise maupun gejala infeksi lokal seperti bengkak, rasa panas, kemerahan,

penurunan kemampuan gerak, kekakuan tulang, dan rasa sakit pada lokasi infeksi.

Pemeriksaan fisik pun meunjukkan hal-hal seperti yang ada dalam anamnesis yakni

berupa tanda-tanda infeksi sistemik dan infeksi lokal. Adapun pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan ialah pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan

adanya leukositosis, pemeriksaan kultur darah/tulang, serta pemeriksaan

histopatologi tulang yang mengalami infeksi. Pemeriksaan radiologi pada daerah

9
yang diduga infeksi pun dapat dilakukan. Kata akut pada ostemyelitis akut

menunjukkan bahwa tanda dan gejala yang muncul memiliki onset yang cepat, yakni

kurang dari 4 minggu. 3,4,5,8

Kriteria diagnosis ostemyelitis kronik pun meliputi manifestasi klinis (yang

didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik), pemeriksaan laboratoium dan

pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan laboratorium memang tidak spesifik untuk

osteomielitis, tetapi kadar C reactive protein (CRP) yang normal dapat

menyingkirkan diagnosis osteomielitis kronis. Pemeriksaan paling meyakinkan

untuk mendiagnosis osteomielitis kronis adalah kultur tulang dan pemeriksaan

histopatologi. Kultur terhadap jaringan superfisial luka tidak dapat mendeteksi

bakteri penyebab osteomielitis secara akurat karena biasanya osteomielitis

disebabkan oleh polimikrobial. Selain itu, anamnesis yang mendalam menyenai

manifestasi sistemik (letargi, malaise, nyeri pada tulang, demam) dan faktor

predisposisi (diabetes mellitus, penyakit pembuluh darah perifer, dan riwayat

trauma) juga penting dalam menunjang proses penegakkan diagnosis.3,4,5

Kriteria diagnosis osteomielitis kronik.

10
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah foto rontgen maupun

MRI. Foto rontgen baru menunjukkan adanya abnormalitas setelah 2 minggu pasca

infeksi karena 50% mineral tulang telah hilang. Sedangkan MRI dapat mendeteksi

osteomielitis setelah 3-5 hari pasca infeksi dengan sensitivitas dan spesifisitas sekitar

90%. CT scan jarang digunakan karena kurangnya kemampuan CT scan untuk

mendeteksi nekrosis. Modalitas radiologi lain dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis osteomielitis (seperti leukocyte or bone scintigraphy, positron emission

tomography) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%, namun

modalitas-modalitas tersebut tidak rutin digunakan di Indonesia karena harga yang

mahal dan ketersediaan alat.3,4,7

Reaksi periosteal dan osteolisis pada distal metatarsal 4 dan distal phalanges 3 dan 4

menunjukkan adanya osteomielitis.

11
Gambaran rontgen femur dari seorang wanita 39 tahun dengan riwayat osteomielitis

berulang selama 20 tahun. Terjadi deformitas dan sklerosis sumsum tulang.

MRI femur menunjukkan deformitas dari bagian distal os. Femur dan gambaran

inhomogenisitas tulang.

12
Gambaran disrupsi kortikal inferior dan edema menunjukkan adanya osteomielitis pada os.

Calcaneus.

2.7. Tatalaksana

Tatalaksana pada osteomyelitis akut melalui penyebaran hematogen dapat dilakukan

dengan pemberian antibiotik parenteral selama 4 hari dan dilanjutkan dengan antibiotik

oral sampai 4 minggu tebukti mencegah rekurensi. Pada pasien-pasien

immunocompromised, transisi menuju antibiotik oral ditunda dan lama terapi ditambah

menjadi 6 minggu.3,4,8,9

13
Terapi osteomyelitis kronis terdiri dari terapi antibiotik dan pembedahan. antibiotik

disesuaikan dengan hasil kultur, jika tidak ada informasi hasil kultur, antibiotik spektrum

luas dapat diberikan. Antibiotik ini diberikan parenteral selama 2 – 6 minggu yang

kemudian dilanjutkan dengan antibiotik oral sampai total waktu terapi 4-8 minggu Adapun

indikasi dilakukannya terapi pembedahan ialah terapi antibiotik tidak menunjukkan

perbaikan, terdapat peralatan yang terpasang pada tulang dan mengalami infeksi, serta

osteomyelitis kronis dengan nekrosis tulang dan jaringan lunak.3,4,8,9

2.8. Komplikasi

Komplikasi dari osteomielitis antara lain :3,4

a. Abses tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur
d. Selulitis
e. Fistel

Bab 3

Penutup

3.1. Kesimpulan
Osteomielitis merupakan proses inflamasi pada sumsum tulang (cavitas

medullaris) disebabkan oleh organisme piogenik yang kemudian dapat menyebar

sampai ke cortex dan periosteum. Insidensi osteomielitis terjadi 0,1–1,8% dari

populasi orang dewasa. Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen yang

14
paling sering menyebabkan osteomielitis (akut maupun kronis) dengan penyebaran

hematogen pada dewasa. Streptococcus β hemolithicus grup A dan Streptococcus

pneumonia merupakan bakteri patogen yang sering menyebabkan osteomielitis

pada anak, Streptococcus β hemolithicus grup A merupakan bakteri penyebab

tersering pada bayi baru lahir.

Diagnosis osteomielitis akut dapat ditegakkan berdasarkan hasil

anamnesis, Pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis,

didapatkan adanya riwayat trauma, riwayat luka terbuka sampai tulang, maupun

riwayat infeksi di tempat lain yang tidak spesifik, serta adanya gejala infeksi

sistemik seperti demam dan malaise maupun gejala infeksi lokal seperti bengkak,

rasa panas, kemerahan, penurunan kemampuan gerak, kekakuan tulang, dan rasa

sakit pada lokasi infeksi. Pemeriksaan fisik pun meunjukkan hal-hal seperti yang ada

dalam anamnesis yakni berupa tanda-tanda infeksi sistemik dan infeksi

lokalTatalaksana pada osteomyelitis akut melalui penyebaran hematogen dapat

dilakukan dengan pemberian antibiotik parenteral selama 4 hari dan dilanjutkan

dengan antibiotik oral sampai 4 minggu tebukti mencegah rekurensi. Terapi

osteomyelitis kronis terdiri dari terapi antibiotik dan pembedahan. antibiotik

disesuaikan dengan hasil kultur, jika tidak ada informasi hasil kultur, antibiotik

spektrum luas dapat diberikan. Antibiotik ini diberikan parenteral selama 2 – 6

minggu yang kemudian dilanjutkan dengan antibiotik oral sampai total waktu terapi

4-8 minggu Adapun indikasi dilakukannya terapi pembedahan ialah terapi antibiotik

tidak menunjukkan perbaikan.

15
Daftar Pustaka

1. Roy, M., J. S. Somerson, K. G. Kerr, J. L. Konroy. 2012. Pathophysiology and


Pathogenesis of Osteomyelitis. ISBN 978-953-51-0399-8 (Roy et al., 2012)
2. Baltensperger, M., G. K. Eyrich. 2009. Osteomyelitis of the Jaws. ISBN: 978-3-540-
28764-3 (Baltensperger, 2009)
3. Ebnezar, J. (2010). Textbook of orthopedics. St. Louis: Jaypee Brothers Medical
Publishers.

16
4. Williams, N., O'Connell, P. and McCaskie, A. (2018). Bailey & Love's short practice of
surgery. Boca Raton: CRC Press - Taylor & Francis Group.
5. Chairuddin, M. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Osteomielitis akut dan kronik.
CV.Wiyasana. Makasar.
6. Juutilainen, V.. 2011. Posttraumatic Osteomyelitis. Suomen Ortopedia ja Traumatologi;
34(38): 38-41
7. Hofmann, S. R., A. R. Wolff, G. Hahn, C. M. Hedrich. 2012. Update: Cytokine
Dysregulation in Chronic Nonbacterial Osteomyelitis (CNO). International Journal of
Rheumatology; 2012(10): 1-7 (Hofmann et al., 2012)
8. Covington, D. S.. 2011. Wound Healing Perspective. National Healing Corporation;
8(2): 1-8 (Covington, 2011)
9. Walter, G., M. Kemmere, C., Kappler, R. Hoffmann. 2012. Treatment Algorithms for
Chronic Osteomyelitis. Deutsches Arzteblatt International; 109(14): 257-64 (Walter et
al., 2012)

17

Anda mungkin juga menyukai