a. Definisi
Seksio sesaria atau persalinan sesaria didefinisikan sebagai melahirkan
janin melalui insisi dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi).
Definisi ini tidak mencakup pengangkatan janin dari kavum abdomen dalam kasus
ruptur uteri/kehamilan abdominal. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
kematian ibu dan bayi karena kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat
timbul bila persalinan tersebut berlangsung pervaginam.
b. Epidemiologi
Seksio sesarea atau persalinan sesaria adalah prosedur pembedahan untuk
melahirkan janin melalui sayatan perut dan dinding rahim. Seksio sesaria makin
meningkat sebagai tindakan akhir dari berbagai kesulitan persalinan. Indikasi yang
banyak dikemukakan adalah; persalinan lama sampai persalinan macet, ruptura
uteri iminens, gawat janin, janin besar, dan perdarahan antepartum.
Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat persalinan diakhiri dengan
seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di Rumah Sakit Pendidikan
relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia sebesar 3,2% - 14,5. Angka persalinan
sesarea di Amerika Serikat meningkat progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%.
Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di
seluruh negara barat.
Kelebihan :
Kekurangan :
Kelebihan :
3. Tumpang tindih dari peritoneal baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum
4. Perdarahan kurang
Kekurangan :
dalam kamar rawat khusus yang dilengkapi dengan alat pendingin kamar
udara selama beberapa hari. Bila pasca bedah kondisi gawat segera
3. Pemberian cairan
4. Nyeri
Sejak pasien sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan
secara perinfus.
5. Mobilisasi
terjadinya thrombosis dan emboli. Miring ke kanan dan kiri sudah dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah pasien sadar. Latihan pernafasan dapat
Pada hari kedua pasies dapat didukukan selama 5 menit dan dan diminta
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom
KD. Kehamilan multijanin. Dalam: Hartono A, Suyono YJ, Pendit BU (alih
bahasa). Obstetri Williams. Volume 1 edisi 21. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC, 2006. h. 852-897 33
Liewellyn-Jones D. Kelainan presentasi janin. Dalam: Hadyanto, editor
edisi bahasa Indonesia. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Hipokrates,
Jakarta. 2002: 160-162
Zach T. Multiple births. Dalam: emedicine from WebMD, 2006. Available
at URL http://www.emedicine.com/med/topic2599.htm
Morales AJ et al. Multifetal pregnancy reduction. Dalam: Ethics in Obstetric
and Gynecology, 1999. Available at URL
http://www.acog.com/from_home/publications/ethics/ethics041.pdf
Suririnah. Proses terjadinya kehamilan kembar atau kehamilan lebih dari
satu. 2005. Available at URL http:////ww.infoibu.com/mod.php
Guttmacher AF, Schuyler GK. The Fetus of Multiple Gestations. Obstet Gynecol,
1958; 528-41.
Definisi
pada traktur reproduksi bagian atas, termasuk uterus, tuba fallopi, dan struktur
penunjang pelvis.
Epidemiologi
PID adalah masalah kesehatan yang cukup sering. Sekitar 1 juta kasus PID
terjadi di Amerika Serikat dalam setahun dan total biaya yang dikeluarkan melebihi
7 juta dollar per tahun. Lebih dari seperempat kasus PID membutuhkan rawatan
inap. PID menyebabkan 0,29 kematian per 1000 wanita usia 15-44 tahun.
Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko terjadinya PID, namun yang utama adalah
aktivitas seksual. PID yang timbul setelah periode menstruasi pada wanita dengan
aktivitas seksual berjumlah sekitar 85%, sedangkan 15% disebabkan karena luka
pada mukosa.
Etiologi
ditemukan di vagina juga sering ditemukan pada traktus genitalia wanita dengan
Patofisiologi
PID disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme secara asenden ke traktus
genital atas dari vagina dan serviks.Mekanisme pasti yang bertanggung jawab atas
Banyak kasus PID timbul dengan 2 tahap, tahap pertama melibatkan akuisisi dari
fungsional melawan penyebaran ke atas, namun efek dari barier ini mungkin
berkurang akibat pengaruh perubahan hormonal yang timbul selama ovulasi dan
Hubungan seksual juga dapat menyebabkan infeksi asenden akibat dari kontraksi
uterus mekanis yang ritmik.Bakteri dapat terbawa bersama sperma menuju uterus
dan tuba.
Jenis-jenis
1. Salpingitis
timbul sekresi vagina.Gejala tambahan berupa mual, muntah, dan nyeri kepala.
Abses ini dapat muncul setelah onset salpingitis, namun lebih sering akibat
infeksi adnexa yang berulang.Pasien dapat asimptomatik atau dalam keadaan septic
Diagnosis
menstruasi atau pada saat akhir menstruasi.Nyeri abdomen bagian bawah dijumpai
pada 90% kasus dengan kriteria nyeri tumpul, bilateral, dan konstan.
Pemeriksaan Fisik
pergerakan serviks, nyeri tekan uteri, nyeri tekan adnexa yang bilateral
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai jumlah leukosit lebih dari 100.000
mengkonfirmasi PID.
Pemeriksaan Radiologi
adanya ketebalan dinding tuba lebih dari 5 mm, adanya septa inkomplit
dalam tuba, cairan mengisi tuba fallopi, dan tanda cogwheel.Tuba fallopi
penebalan, tuba yang berisi cairan dengan atau tanpa cairan pelvis bebas
Diagnosis Banding
1. tumor adnexa
2. appendicitis
3. servisitis
4. kista ovarium
5. torsio ovarium
6. aborsi spontan
8. kehamilan ektopik
9. endometriosis
Penatalaksanaan
doxisiklin 100 mg per oral atau iv per 12 jam. Lanjutkan regimen ini selama 24 jam
setelah pasien pasien membaik secara klinis, lalu mulai doxisiklin 100 mg per oral
BB dosis awal iv diikuti dengan dosis lanjutan 1,5 mg/kg BB per 8 jam. Terapi iv
dihentikan 24 jam setelah pasien membaik secara klinis, dan terapi per oral 100 mg
mg oral 2 kali sehari selama 14 hari, dengan atau tanpa metronidazole 500 mg 2
dosis tunggal atau dosis tunggal cephalosporin generasi ketiga tambah dozisiklin
100 mg oral 2 kali sehari selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazole 500 mg
Terapi Pembedahan
Pasien yang tidak mengalami perbaikan klinis setelah 72 jam terapi harus
telah membaik.
Daftar Pustaka
http://emedicine.medscape.com/article/256448-print
http://emedicine.medscape.com/article/796092-print
Berek, Jonathan S. 2007. Pelvic Inflammatory Disease dalam Berek & Novak’s
Pernoll, Martin L. 2001. Pelvic Inflammatory Disease dalam Benson & Pernoll’s
Companies.
Blackwell Publishing.
Definisi
Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan 10%
dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia merupakan penanda
awal dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan kejadian preeklampsia
menjadi lebih tinggi di negara berkembang. Angka kejadian preeklampsia di
negara berkembang, seperti di negara Amerika Utara dan Eropa adalah sama
dan diperkirakan sekitar 5-7 kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian
eklampsia di negara berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus
per 100 kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka
kejadian preeklampsia-eklampsia di negara berkembang seperti negara
Afrika seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari
1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2% sampai
16,7% Dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu nullipara, karena
ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari pada ibu multipara.
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian nomor
dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab kematian ibu di
Indonesia adalah akibat perdarahan.
A. Etiologi
Penyebab preeklampsia sampai saat ini masih belum diketahui secara
pasti, Beberapa faktor yang berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah
1. Faktor Trofoblast
Semakin banyak jumlah trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya
Preeklampsia. Ini terlihat pada kehamilan Gemeli dan Molahidatidosa.
Teori ini didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan
preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.
2. Faktor Imunologik
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan jarang timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Secara Imunologik dan diterangkan bahwa
pada kehamilan pertama pembentukan “Blocking Antibodies” terhadap
antigen plasenta tidak sempurna, sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada kehamilan
berikutnya, pembentukan “Blocking Antibodies” akan lebih banyak akibat
respon imunitas pada kehamilan sebelumnya, seperti respons imunisasi.
3. Faktor Hormonal
Penurunan hormon Progesteron menyebabkan penurunan Aldosteron
antagonis, sehingga menimbulkan kenaikan relative Aldoteron yang
menyebabkan retensi air dan natrium, sehingga terjadi Hipertensi dan
Edema.
4. Faktor Genetik
Preeklampsia / eklampsia bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal.2
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-
Eklampsia.
c. Kecendrungan meningkatnya frekwensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia-Eklampsia dan
bukan pada ipar mereka.
5. Faktor Gizi
Faktor nutrisi yang kurang mengandung asam lemak essensial terutama
asam Arachidonat sebagai precursor sintesis Prostaglandin akan
menyebabkan “Loss Angiotensin Refraktoriness” yang memicu terjadinya
preeklampsia.
6. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada Preeklampsia-Eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang
pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan
fibrinolisis, yang kemudian akan diganti trombin dan plasmin. Trombin
akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
B. Gejala Klinis
Gejala preeklampsia adalah
1. Hipertensi
2. Edema
3. Proteinuria
4. Gejala subjektif : sakit kepala, nyeri ulu hati, gangguan penglihatan.
C. Patogenesis
Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi
perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Dasar terjadinya
Preeklampsia adalah iskemik uteroplasenta, sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran
perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 α-25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL),
akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk
mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan
kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai
penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi
kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan
kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh
darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler.
Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan
meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II
mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek
vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler
menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran
darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan
pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi
hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan
dilepasnya Endothelin – 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini
menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur
pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan
subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ.
D. Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala
berikut
1. TD ≥ 160 / 110 mmHg
2. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
3. Oliguria ≤ 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah
4. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
5. Gangguan visus dan cerebral
6. Nyeri epigastrium
7. Edema paru atau sianosis
8. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
9. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP =
Low Platelet Counts)
Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut
1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. TD naik secara progresif
E. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC
b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui adanya
retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan yang
memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau peningkatan
berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.
F. Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan efektif
untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai indikator
preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik sebagai alat
diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum pada wanita yang
menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan resiko terjadinya
preeklampsia superimpose.
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal kehamilan
pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia, yang terdiri dari
pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar kreatinin serum,
protein total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24 jam.
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan juga
pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta waktu
perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin perlu
dilakukan pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus dilakukan
sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit.
G. Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur gestasi
janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan bagaimana proses
bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia. Kematian ibu antara
9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9%
H. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu :
1. Solusio plasenta: Biasa terjadi pada ibu dengan hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis: Gejala kliniknya berupa ikterik. Diduga terkait nekrosis
periportal hati pada penderita pre-eklampsia.
4. Perdarahan otak: Merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
5. Kelainan mata: Kehilangan penglihatan sementara dapat terjadi.
Perdarahan pada retina dapat ditemukan dan merupakan tanda gawat
yang menunjukkan adanya apopleksia serebri.
6. Edema paru
7. Nekrosis hati: Terjadi pada daerah periportal akibat vasospasme arteriol
umum. Diketahui dengan pemeriksaan fungsi hati, terutama dengan
enzim.
8. Sindrom HELLP (hemolisis, elevated liver enzymes, dan low platelet).
9. Prematuritas
10. Kelainan ginjal: Berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Bisa juga terjadi anuria atau gagal ginjal.
11. DIC (Disseminated Intravascular Coagulation): Dapat terjadi bila telah
mencapai tahap eklampsia.
I. Diagnosis Banding
Diagnosis banding preeklampsia berat , yaitu :
1. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
2. Kehamilan dengan payah jantung,
3. Hipertensi Kronis
4. Penyakit Ginjal
5. Edema Kehamilan
6. Proteinuria Kehamilan,
J. Penatalaksanaan
1. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas, maka secara
prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke tempat
pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang
dilakukan dalam merujuk penderita adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
2. Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
3. Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi, oksigen,
cairan infus dextrose/ringer laktat.
4. Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
5. Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20 mg/iv,
dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose dalam
maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama saat kejang, dan
terpasang tongue spatel.
1. Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu :
a. Indikasi
- Keadaan Ibu:
Kehamilan aterm ( > 37 minggu)
Adanya gejala-gejala impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal ( 6 jam setelah pengobatan medisinal
terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah pengobatan medisinal gejala tidak
berubah)
Adanya Sindrom Hellp
- Keadaan Janin
Adanya tanda-tanda gawat janin
Adanya pertmbuhan janin terhambat dalam rahim
b. Pengobatan Medisinal
- Segera MRS.
- Tirah baring miring ke satu sisi.
- Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
- Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam.
- Antasida.
- Obat-obatan :
Anti kejang:
i. Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
a) Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram
(10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan dalam 3 menit.
b) Refleks patella positif kuat
c) Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress
pernafasan (-)
d) Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
Cara Pemberian:
a) Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal diberikan IV + IM,
jika tidak ada, dosis awal cukup IM saja. Dosis awal sekitar 4
gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 4 menit (1 gr/menit)
atau kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5
menit). Diikuti segera 4 gram di bokong kiri dan 4 gram di
bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang
3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain
2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
b) Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian dosis awal,
dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan secara
intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong kanan/kiri
dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.
Penghentian MgSO4 :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi
SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian
karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena ada serum 10 U
magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15
mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15
mEq/liter terjadi kematian jantung.
2. Setelah 24 jam pasca persalinan
3. 6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan luminal
3x30-60 mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat
a) Hentikan pemberian magnesium sulfat
b) Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara
IV dalam waktu 3 menit.
c) Berikan oksigen.
d) Lakukan pernapasan buatan.
ii. Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian
MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml,
max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada
perbaikan, rawat di ruang ICU.
iii. Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka, serta kelainan fungsi
ginjal. Diberikan furosemid injeksi (Lasix 40mg/im).
iv. Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik >160 mmHg
diastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan diastolis
< 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan menurunkan
perfusi plasenta. Dosis antihipertensi sama dengan dosis
antihipertensi pada umumnya.
- Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),
catapres (clonidine) injeksi 1 ampul = 0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml
NaCl flash/ aquades masukkan 5 ml IV pelan 5 mnt, 5 mnt
kemudian TD diukur, tak turun berikan sisanya (5ml pelan IV 5
mnt). Pemberian dapat diulang tiap 4 jam sampai TD
normotensif.
- Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah
nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg sampai diastolik 90-100
mmHg
v. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid.
vi. Lain-lain :
- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, dan mata
- Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal > 38,5 oC dapat
dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau
xylomidon 2 cc IM.
- Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
- Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
- Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari.
Syarat: Trombositopenia (<60.000/cmm)
c. Pengobatan obstetrik
Cara terminasi kehamilan yang belum inpartu :
i. Induksi persalinan :
- amniotomi
- tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan
fetal heart monitoring.
ii. Seksio sesaria bila :
- Fetal assesment jelek
- Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau
adanya kontraindikasi tetesan oksitosin.
- 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif.
- Pada primigravida lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan
seksio sesaria.
Cara terminasi kehamilan yang sudah inpartu :
Kala I
i. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
ii. Fase aktif :
- Amniotomi saja
- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap maka
dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus
buatan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi. Amniotomi dan tetesan oksitosin
dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian pengobatan
medisinal. Pada kehamilan <37 minggu; bila keadaan memungkinkan,
terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk maturasi paru janin dengan memberikan
kortikosteroid.
2. Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
- bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
- tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
- keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
- Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri dilanjutkan
dengan 4 g IM setiap 6 jam
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan
diteruskan sbb : beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o
- Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.
c. Pengobatan obstetri :
- Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti
perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
- MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
- Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan
konservatif gagal dan harus diterminasi.
- Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu
MgSO4 20% 2 gram intravenous.
d. Penderita dipulangkan bila :
- Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan
dan telah dirawat selama 3 hari.
- Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan
(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).
3. Penatalaksanaan Eklampsia
Eklampsia merupakan kelanjutan dari preeklampsia berat disertai semakin
tingginya angka kematian maternal dan perinatal. Tambahan gejala eklampsia
adalah menurunnya kesadaran sampai dengan koma dan terjadi konvulsi. Terapi
eklampsia dengan konvulsi bertujuan untuk mencegah terjadi konvulsi terlalu
lama, mencegah agar konvulsi berkurang, menyelamatkan jiwa maternal dengan
pengobatan Magnesium sulfat.
a. Prinsip pengobatan :
- Menghentikan dan mencegah kejang-kejang
- Memperbaiki keadaan umum ibu/janin seoptimal mungkin
- Mencegah komplikasi
- Terminasi kehamilan/ persalinan dengan trauma seminimal mungkin
pada ibu.
i. Obat untuk anti kejang
- Mg SO4
Dosis awal : 4 g 20% IV pelan-pelan selama 3 menit atau lebih, disusul
8 g 40% IM terbagi pada bokong kanan dan kiri.
Dosis ulangan : tiap 6 jam diberikan 4 g 40% IM diteruskan sampai
24 jam paska persalinan atau 24 jam bebas kejang.
Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% IV pelan-pelan.
Pemberian IV ulangan ini hanya SEKALI SAJA, apabila timbul
kejang lagi, berikan pentotal 5 mg/KgBB/IV pelan-pelan
Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4 diberikan anti dotum
Glukonas Kalsikus 10g%, 10ml IV pelan-pelan selama 3 menit.
- Apabila sudah diberikan pengobatan diazepam diluar maka : diberikan
MgSO4 secara hati-hati terutama kalu ada kelainan jantung.
- Perawatan kalau kejang :
Kamar isolasi yang cukup terang
Pasang sadep lidah ke dalam mulut
Kepala dierandahkan dan orofaring dihisap
Oksigenisasi yang cukup
Fiksasi badan di tempat tidur harus cukup longgar agar jangan fraktur
- Perawatan kalau koma : antikejang tidak diberikan
Monitor kesadaran dan dalamnya koma dan tentukan skor tanda vital
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita
Pada koma yang lama bila nutrisi parenteral tidak mungkin maka
berikan dalam bentuk NGT
ii. Memperbaiki keadaan umum ibu
- Infus D5%
- Pasang CVP untuk :
Pemantauan keseimbangan cairan
Pemberian kalori
Koreksi keseimbangan asam basa
Koreksi keseimbangan elektrolit
iii. Mencegah komplikasi
- Obat-obat antihipertensi
Diberikan pada penderita TD 160/110 mmHG atau lebih
(nifedipine,catapres)
- Diuretika : hanya diberikan atas indikasi edema paru dan kelainan fungsi
ginjal
- Kardiotonika : diberikan atas indikasi ada tanda-tanda payah jantung,
edema paru, dan nadi > 120x/m, sianosis diberikan digitalis cepat dengan
cedilanid.
- Antibiotika diberikan ampicilin 3x1 g/IV
- Antipiretika : xylomidon 2 ml/IM dan atau kompres alkohol
- Kortikosteroid
iv. Penanganan pada edema paru akut :
- Oksigen
- Morfin
- Furosemid
- Bila TD 160/100 mmHg diberikan antihipertensi
v. Terminasi kehamilan
Stabilisasi : 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan di bawah ini
- Setelah kejang terakhir
- Setelah pemberian anti kejang terakhir
- Setelah pemberiaan anti hipertensi terakhir
- Penderita mulai sadar
- Untuk koma tentukan skor tanda vital
STV > 10 boleh terminas, STV <9 tunda 6 jam kalau ada perubahan
terminasi
Cara pengakhiran kehamilan dan persalinan sama dengan PEB
K. Pencegahan
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan
agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan.
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat
dihilangkan.
4. Berdasarkan teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
yang dapat menyebabkan hipoksia dan iskemik plasenta, yang pada
akhirnya menghasilkan oksidan (radikal bebas) dalam tubuh, sehingga
untuk mencegahnya bisa diberikan antioksidan, yang dibagi menjadi 3
golongan :
- Antioksidan primer
- Antioksidan Sekunder
- Antioksidan Tersier
Partus tak maju (persalinan macet) berarti meskipun kontraksi uterus kuat,
terjadi pada pintu atas panggul, tetapi dapat juga terjadi pada ronga panggul atau
pintu bawah panggul.Partus kasep adalah fase terakhir dari suatu persalinan yang
mengalami kemacetan dan berlangsung lebih lama dari 18 jam, sehingga timbul
1. Etiologi
Durasi persalinan dipengaruhi oleh berbagai faktor ibu dan janin termasuk
usia ibu, paritas ambang nyeri ibu, jumlahy janin, berat janin, dan posisi janin. Juga
partograf sebagai alat monitor. Tujuan manajemen aktif ini adalah untuk mencegah
mortalitas ibu dan bayi.Morbiditas ibu termasuk diantarana kelelahan pada ibu,
panggul ibu, malpresentasi, abbormalitas janin seperti hidrosefalus, asites janin, dan
yang jarang yaitu sikatriks pada serviks akibat tindakan operatif pada serviks.
2. Diagnosis
1. Pemeriksaan Abdomen
sebagai berikut :
1. Kepala janin dapat diraba diatas rongga pelviss karena kepala tidak dapat turun
2. Kontraksi uterus sering dan kuat (tetapi jika seorang ibu mengalami kontraksi
yang lama dalam persalinanya maka kontraksi dapat berhenti karena kelelahan
uterus)
4. Cincin Band/Bandles ring ; cincin ini ialah nama yang diberikan pada daerah
diantara segmen atas dan segmen bawah uterus yang dapat dilihat dan diraba
selama persalinan. Dalam persalinan normal, daerah ini disebut cincin retraksi.
Secara normal daerah ini seharusnya tidak terlihat atau teraba pada
pemeriksaan abdomen, cincin bandl adalah tanda akhir dari persalinan tidak
maju. Bentuk uterus seperti kulit kacang dan palpasi akan memastikan tanda-
2. Pemeriksaan Vagina
atau darah
4. Pemeriksaan vagina : edema vulva (terutama jika ibu telah lama mengedan),
macet antara lain kepala sulit bermolase akibat terhambat di pelvis, presentasi
3. Pencatatan Partograf
menunjukan :
3. Gawat janin (frekuensi jantung janin < dari 120 permenit, bau busuk dari
permenit)
komplikasi, partus tak maju berisiko mengalami infeksi sampai ruptur uterus
cunam atau vacum oleh sebab itu harus dirujuk kerumah sakit.
3. Penatalaksanaan
a. Penilaian awal keadaan umum ibu, presentasi dan posisi janin, dan ukuran
pelvis
masih hidup, atau pada panggul sempit yang berat dan atau ruptura uteri
konjugata vera < 7,5 cm dan pembukaan serviks sudah lengkap (kecuali
segera setelah serviks terbuka 5 cm), ruptur uteri dieksklusi. Infeksi bukan
merupakan kontraindikasi
Definisi
belakang rahim, atau di daerah fundus uteri. Plasenta previa adalah plasenta
menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan
uterus yang dapat keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada
1. Plasenta previa totalis, yaitu seluruh ostium uteri internum tertutupi oleh
plasenta
oleh plasenta
tepi plasenta dan ostium internal sewaktu serviks berdilatasi ini dapat
terputus, seperti yang biasanya terjadi, jika plasenta terlepas dari uterus
Epidemiologi
20% termasuk dalam plasenta previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada
grande multipara. Dari seluruh kasus perdarahan antepartum, plasenta
previa merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian
dahulu.
Etiologi
2. Mioma uteri.
4. Umur lanjut.
atau menutup ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga
dapat menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu
di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum. Plasenta previa juga
dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada
Patofisiologi
dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuk segmen
pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang
berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta.
perdarahan dari plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable
oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi
dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal., dengan
akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan
ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada masa perdarahan
akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan
segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka
laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan
akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless). Pada plesenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir
plasenta previa.
rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dan trofoblas,
akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering
terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang
bersama plasenta previa. Plsenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada
uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah Rahim dan
serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang
dengan baik.
Manifestasi Klinis
keluar melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi
sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada
mengalir.
Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai
biasa bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta
previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah
abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tegang.
Diagnosis
perdarahan yang keluar pervaginam banyak atau sedikit, darah beku dan
tinggi fundus uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering
dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala,
biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau mengolak di atas pintu atas
panggul.
hati-hati dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun
kali sudah dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trimester ketiga.
dalam atau pemasangan tampon sangat dihargai, hal ini didasarkan atas
kenyataan bahwa :
Komplikasi
pada ostium, dan merupakan port d’ entrée yang mudah tercapai. Lagi pula,
akreta).
pembuluh darah pada insersi plasenta tidak baik. Bahaya untuk ibu pada
1. Syok hipovolemik.
2. Infeksi-sepsis.
1. Hipoksia.
2. Anemi.
3. Kematian.
Penatalaksanaan
janin 2500 gram, perdarahan 500 cc atau lebih, ada tanda – tanda
plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat. Anak masih kecil atau
Sectio cesaria
cesaria :
Fetal distress
dengan cepat
Daftar Pustaka
Prawirohardjo. Jakarta
obsetri . EGC
maret 2016
MOLA HIDATIDOSA
Definisi
biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur.
Etiologi
penyebabnya adalah:
1. Faktor ovum
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50%
5. Paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. Defisiensi protein
Faktor resiko
Mola hidatidosa sering didapatkan pada wanita usia reproduktif. Wanita pada
usia remaja awal atau usia perimenopausal amat sangat beresiko. Wanita yang
berusia lebih dari 35 tahun memiliki resiko 2 kali lipat dan > 40 tahun memiliki
Patofisiologi
peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil pembuahan
dimana embrionya mati pada usia kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh
darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan
mesenkim villi.
diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa komplit
berasal dari pembuahan pada suatu “telur kosong” (yakni, telur tanpa kromosom)
oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan
Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY. Pada mola yang “tidak lengkap”
atau sebagian, kariotipe biasanya suatu triploid, sering 69 XXY (80%). Kebanyakan
lesi yang tersisa adalah 69 XXX atau 69 XYY. Kadang-kadang terjadi pola mozaik.
Lesi ini, berbeda dengan mola lengkap, sering disertai dengan janin yang ada secara
penyakit trofoblas:
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu.
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
karena kekurangan gizi berupa asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini
ini bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat
trias: (1) Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan
Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang dan adanya
sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak dijumpai
ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista
hidatidosa sembuh.
Klasifikasi
Complete mole (tidak terdapat janin), sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
a. Perdarahan
ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif. Gejala perdarahan
biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ke tujuh dengan rata-rata
minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat sebelum aborsi atau lebih hingga
akibat asupan yang tidak mencukupi dan disertai peningkatan kebutuhan asam folat
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat daripada
kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari semua pasien mola.
atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat sebelum usia kehamilan 24
e. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat,
tiroid.
perdarahan. Uterus mungkin membesar karena sejumlah besar darah dan cairan
yang hangat.
Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama dengan
mola komplet. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda seperti abortus
Perdarahan pervaginam
Diagnosis
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
Pembesaran uterus yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan
Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal
Hipertiroid.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Biasanya muka dan badan kelihatan kekuningan yang disebut muka mola
(mola face)
Palpasi :
Pemeriksaan dalam :
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
labil, diare, muntah, nafsu makan meningkat tetapi berat badan menurun dan
sampai delirium-koma.
2. Pemeriksaan Imaging
Ultrasonografi
Kehamilan ganda
Abortus iminens
Hidroamnion
Kario Karsinoma
Penatalaksanaan
Misalnya transfusi darah pada anemia berat dan syok hipovolemik karena
Bila diagnosis telah ditegakkan, kehamilan mola harus segera diakhiri. Ada
miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko perforasi
dapat dikurangi.
Bila sudah terjadi abortus maka kanalis servikalis sudah terbuka. Bila belum
laminaria atau servikalis dilator (setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah
kontraksi dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati
Kuretase kedua dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau
Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret pertama. Pada waktu itu
yang bersih.
Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12 minggu, dan
perforasi.
Sebelum kuret sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga
b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk pasien dengan
Histerektomi merupakan tindakan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup
mempunyai anak. Alasan untuk melakukan histerektomi ialah karena umur tua
keganasan. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga.
Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan di
bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak
Kadar hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk
jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama, tiap 2 minggu pada
triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,tiap 2 bulan pada tahun
pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama 1 tahun
Kalau reaksi titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan
Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, kemungkinan terjadi
kuretase mola: perdarahan yang terus menerus, involusi rahim tidak terjadi.
.
Komplikasi
Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang membesar.
Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam bimbingan laparaskopi.
resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang diharapkan
Kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat menyebabkan
pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran yang beragam, dari
diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau lebih. Hal ini terjadi pada 25-
60% penderita mola. Kista teka lutein multiple pada 15-30% penderita mola
menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium dan menjadi sumber rasa
nyeri. Ruptur, perdarahan atau infeksi mudah terjadi. Kista lutein ini
tetapi bila menggunakan USG angkanya meningkat sampai 50%. Kasus mola
dengan kista lutein mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk mendapat
Involusi dari kista terjadi setelah beberapa minggu yang biasanya seiring dengan
penurunan kadar B-hCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan
Infeksi sekunder
Prognosis
dan terapi yang adekuat. Dengan kehamilan mola yang lanjut, pasien cenderung
untuk menderita anemia dan perdarahan kronis. Infeksi dan sepsis pada kasus-kasus
ini dapat menyebabkan tingkat morbiditas yang tinggi. Evaluasi dini tidak
Mola hidatidosa yang berulang terjadi pada 0,5 – 2,6%, dengan resiko yang
lebih besar untuk menjadi mola invasif atau koriokarsinoma. Terjadinya proses
keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang
paling banyak dalam 6 bulan pertama. Kurang lebih 10-20% mola hidatidosa
Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGG Jakarta.
Definisi
diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa
darah. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan
jernih yang keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan
Leukorea Fisiologik
- Cairan yang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit
yang jarang
- Terjadi pada:
Bayi baru lahir sampai dengan usia 10 hari, hal ini disebabkan pengaruh
timbul pengaruh estrogen, Saat sebelum dan sesudah haid, Saat atau sekitar
ovulasi, keadaan sekret dari kelenjar pada serviks uteri menjadi lebih encer,
kronis, penyakit saraf, karena pengeluaran sekret dari kelenjar serviks uteri juga
bertambah, Pakaian (celana dalam ketat, pemakaian celana yang jarang ganti,
tahun.
KandidosisVulvovaginalis Trichomoniasis VaginosisBakterial
Bakterianaerob
Mycoplasma
KELUHAN
vagina + + Jarang
- Dispareunia
GEJALA
- Vulvitis/vaginitis + + Jarang
melekatpadadinding
vagina
- Whiff test
- Mikroskopis
Gram
Leukorea Patologik.
- Cairan yang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit
- Berbau.
Etilogi LeukorrheaPatologis
- Benda asing
- Hormonal
- Kanker
- Vaginitis Atrofi
s
TERAPI - Klotrimazol 500 mg - Metronidazole 2 gr - Metronidazole 2 gr
hariatau 7 hari
Daili SF. Gonore. Ilmu PenyakitKulit Dan Kelamin. ed.5. Editor: Djuanda A,
Daili SF. Trikomoniasis. Ilmu PenyakitKulit Dan Kelamin. ed.5. Editor: Djuanda
PERDARAHAN ANTEPARTUM
Definisi
d. Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam
desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal
dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya
hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta
dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit
mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum
terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru
diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang
berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-
menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan
tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan
perdarahan yang terjadi. Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi
bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan
akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding
uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga
keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong
amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium.
Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus
yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada
kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus
terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti
ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan
mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat
diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi
perdarahan post partum yang hebat . Akibat kerusakan miometrium dan
bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke
dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler
dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan
fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada
keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang
tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya
e. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas
pengelompokannya menurut gejala klinis:
1) Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis,
dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah
banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan
kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa
agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-
bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus
selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena
perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan
kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan
pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
2) Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat
bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala
dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat
juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang
tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam.
Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan
sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh
ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin
telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-
menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk
diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
3) Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi
sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan
janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan
sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan
keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja
belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar
kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan fungsi ginjal.
f. Komplikasi
1) Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan
segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari
perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan
pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering
tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
2) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada
penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan
hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis
tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong
dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena
syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi
akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh
karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio
plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah
yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia,
secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan
pembekuan darah.
3) Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya
disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen plasma normal
pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700
mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka
akan terjadi gangguan pembekuan darah.
4) Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot
rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam
ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu
yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus
diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu
menghentikan perdarahan
g. Diagnosis
1) Anamnesis
a) Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut
b) Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-
konyong(non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-
bekuan darah yang berwarna kehitaman
c) Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan
akhirnya berhenti
d) Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-
kunang.
e) Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang
lain.
2) Inspeksi
a) Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
b) Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
c) Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3) Palpasi
a) Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
b) Uterus tegang dan keras seperti papan yang
disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu his maupun di
luar his.
c) Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
d) Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4) Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas
140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta
yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.
5) Pemeriksaan dalam
a) Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
b) Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan
tegang
c) Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya,
plasenta ini akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan,
disebut prolapsus placenta
6) Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam
keadaan syok. Nadi cepat dan kecil
7) Pemeriksaan laboratorium
a) Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan
silinder dan leukosit.
b) Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-
match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan
pembekuan darah hipofibrinogenemia
8) Pemeriksaan plasenta
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang
terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya
menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma
retroplacenter.
9) Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat
daerah terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah,
Tepian plasenta
h. Terapi
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat
atau ringannya gejala klinis, yaitu:
1) Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada
perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang,
janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu
persalinan spontan .Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus,
gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG
daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera
diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati
lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat
persalinan.
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus
oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.Apabila diagnosis solusio
plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-
kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan.
Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan
faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya
pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat
dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk
memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami
gangguan.
2. Plasenta Previa
a. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir, (prae:
didepan; vias: jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta yang
implantasinya tidak normal ialah rendah sekali hingga menutupi seluruh
atau sebagian osium internum. Implantasi plasenta yang normal ialah pada
dinding depan atau dinding belakang rahim didaerah fundus uteri.
Plasenta Previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari
ostium uteri internum.
Plasenta previa cukup sering dijumpai dan pada tiap perdarahan
antepartum kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan. Plasenta previa
lebih sering terjadi pada multigravida daripada primigravida dan juga pada
usia lanjut.
b. Klasifikasi Plasenta Previa
Plasenta previa dibagi kedalam tiga bagian yaitu:
1) Plasenta previa totalis: seluruh internum tertutup oleh plasenta.
2) Plasenta previa lateralis: hanya sebagian dari ostium tetutup oleh
plasenta.
3) Plaseta previa marginalis: hanya pada pingir ostium terdapat jaringan
plasenta.
Selain itu ada juga Low-lying placenta (plasenta letak rendah,
lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous placenta), posisi
plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir. Risiko perdarahan
tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam
dengan aman, asal hat-hati.
Dari klasifiskasi tersebut yang sama sekali tidak dapat melahirkan
pervaginam yaitu plasenta previa totalis seperti terdapat dalam gambar
berikut :
c. Etiologi
Belum diketahui pasti, frekuensi plasenta previa menigkat pada
grande multipara. Primigravida tua. Bekas seksiosesarea, bekas aborsi,
kelainan janin dan leiomioma uteri.
Plasenta previa mungkin terjadi bila keadaan endometrium kurang
baik, misalnya seperti yang terdapat pada:
1) multipara/multigravida, terutama bila jarak antarkehamilan pendek
2) myoma uteri
3) kuretase berulang
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta
harus tumbuh lebih luas untuk mencukupi kebutuhan janin sehingga
mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta previa mungkin
juga disebabkan oleh implantasi telur yang rendah.
d. Faktor Risiko Plasenta-Previa
1) Wanita lebih dari 35 tahun, 3 kali lebih berisiko.
2) Multiparitas, apalagi bila jaraknya singkat. Secara teori plasenta yang
baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.
3) Kehamilan kembar.
4) Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit
permukaan bagi penempelan plasenta.
5) Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya.
Dilaporkan, tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Setelah bedah sesar,
bertambah berturut-turut menjadi 0,65% setelah 1 kali, 1,8% setelah 2
kali, 3% setelah 3 kali dan 10% setelah 4 kali atau lebih.
6) Adanya endometriosis (adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan
seharusnya, misalnya di indung telur) setelah kehamilan sebelumnya.
7) Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
8) Adanya trauma selama kehamilan.
9) Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol.
e. Gejala
1) Gejala yang utama adalah perdarahan tanpa nyeri. Biasanya perdarahan
baru timbul setelah bulan ke-7. Hal ini disebabkan oleh:
a) perdarahan sebelum bulan ke-7 memberi gambaran yang sama
dengan abortus
b) perdarahan pada plasenta previa disebabkan oleh pergerakan antara
plasenta dengan dinding uterus
Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding uterus karena isi
uterus lebih cepat tumbuhnya dari uterus itu sendiri. Akibatnya adalah
istmus uteri tertarik menjadi dinding kavum uteri (segmen bawah
rahim/SBR). Pada plasenta previa, hal ini tidak mungkin terjadi tanpa
pergeseran antara plasenta dan dinding uterus. Saat perdarahan
tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada
istmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk
menimbulkan perdarahan. Tapi pada persalinan his pembukaan sudah
tentu menimbulkan perdarahan karena plasenta akan terlepas dari
dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa bersifat terlepas dari
dasarnya.Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang.
Setelah yang lebih besar terbuka.
2) Bagian terendah janin tinggi. Plasenta terletak pada kutub bawah uterus
sehingga bagian terendah janin tidak dapat masuk pintu atas panggul.
3) Sering terdapat kelainan letak
4) ada pemeriksaan inspekulo darah berasal dari ostium uteri eksternum.
Bila seorang wanita hamil mengalami perdarahan pada triwulan
terakhir kehamilan, maka plasenta previa atau solusio plasenta harus
diduga. Kewajiban dokter atau bidan untuk mengirim pasien ke rumah
sakit tanpa lebih dahulu melakukan pemeriksaan dalam atau
pemasangan tampon. Kedua tindakan ini hanya menambah perdarahan
dan kemungkinan infeksi. Lagipula perdarahan pertama pada plasenta
previa jarang menimbulkan kematian.
Di rumah sakit dilakukan pemeriksaan inspekulo terlebih dahulu
untuk mengenyampingkan kemungkinan varises yang pecah dan
kelainan serviks. Pada plasenta previa darah keluar dari ostium uteri
eksternum. Sebelum tersedia darah dan kamar operasi siap tidak boleh
dilakukan pemeriksaan dalam karena dapat memperhebat perdarahan.
Sementara boleh dilakukan pemerikasaan fornises dengan hati-hati.
Jika tulang kepala dan sutura-suturanya dapat teraba dengan mudah,
maka kemungkinan plasenta previa kecil. Sebaliknya jika antara jari-
jari kita dan kepala teraba bantalan (yaitu plasenta), maka kemungkinan
plasenta previa besar. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada
presentasi kepala karena pada presentasi bokong bagian depannya
lunak sehingga sukar membedakannya dengan jaringan lunak.
Diagnosa pasti dibuat dengan pemeriksaan dalam di kamar operasi
dan bila sudah ada pembukaan. Pemeriksan harus dilakukan dengan
hati-hati supaya tidak menimbulkan perdarahan akibat perabaan.
f. Penyulit
Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan postpartum
karena:
1) kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim
(plasenta akreta).
2) daerah perlekatan luas
3) daya kontraksi segmen bawah rahim kurang
Kemungkinan infeksi nifas lebih besar karena luka luka plasenta
lebih dekat dengan ostium dan ini merupakan port d’entree yang mudah
tercapai. Lagipula pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga
daya tahan tubuhnya turun.
Bahaya plasenta previa untuk ibu adalah:
1) perdarahan hebat
2) infeksi – sepsis
3) emboli udara (jarang)
Bahaya plasenta previa untuk anak adalah:
1) hipoksia
2) perdarahan atau syok
g. Komplikasi
1) Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan,
anemia karena perdarahan plasentitis, dan endometritis pasca
persalinan.
2) Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti
Asfiksi berat.
h. Gambaran Kinik
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala
utama dan pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi
penderita tidur atau bekerja biasa, perdarahan pertama biasanya tidak
banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan berikutnya hampir
selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah
dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen bawah
uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat dari dinding uterus. Pada saat ini dimulai
terjadi perdarahan darah berwarna merah segar.
Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena
terlepasnya plasenta dari dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari
karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk
berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus
untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang letaknya
normal makin rendah letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh
karena itu perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini
dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru berdarah setelah
persalinan mulai.
i. Pemeriksaan diagnostic
1) Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada
pemeriksaan hematokrit.
2) Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu
atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas
pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam
pintu atas panggul.
3) Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui
apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium
uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4) Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta
secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan
ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5) Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan
implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak
tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
6) Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO
yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks
pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat,
tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan
diagnosis.
j. Penatalaksanaan
1) Terapi ekopektif
a) Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak terlahir premature,
penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui
kanalis servikalis. Upaya diagnosis dilakukan secara non-infansif
pemantauan klinis dipantau secara ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi ekopektif:
a. Kehamilan preterm dan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda inpartu.
c. Keadaan umum ibu cukp baik.
d. Janin masih hidup.
b) Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis.
c) Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui inplantasi plasenta,
usia kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin.
d) Berikan tokolitik jika ada kontaraksi.
a. MgSO4 4 grm iv dosis awal dilanjutkan 4grm setiap 6 jam.
b. Betametason 24 mg iv dosis tunggal untuk pematangan paru
janin.
e) Uji pematangan paru janin dengan tes kocok(bubble tes) dan hasil
amniosentesis.
f) Bila setelah usia kehamilan diatas 24 minggu, plasenta masuh
berada disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta
previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan
konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat janin.
2) Terapi aktif
a) Wanita hamil diatas 2 minggu dengan perdarahan pervaginam yang
aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa
memandang maturnitas janin.
b) Untuk diagnosis plasenta previa dan menetukan cara menyelesaikan
persalinan, setelah semua persyaratan terpenuhi, lakukan PDMO
jika:
a. Infuse atau tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi
telah siap.
b. Kehamilan ≥ 37 minggu (BB 2500 grm) dan inpartu.
c. Janin telah meniggal atau terdapat anomaly kongenital mayor
(misal: anensefali).
d. Perdarahan dengan bagian bawah janin telah jauh melewati
pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa adalah:
3) Seksio sesarea
a. Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tidak
punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilaksanankan.
b. Tujuan seksio sesarea adalah :
a) Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
b) Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks
uteri, jika janin dilahirkan pervaginam.
c. Lakukan perawatan lanjut paska bedah termaksud pemantauan
perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk, keluar.
1. Insertio Velamentosa
a. Definisi
Plasenta Sirkumvalata yaitu Plasenta yang pada permukaan
fetalis dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan
pinggir plasenta, sedangkan jaringan di sebelah luarnya terdiri dari
villi yang tumbuh ke samping di bawah desidua. Selama
perkembangan amnion dan korion melipat kebelakang disekeliling
tepi-tepi plasenta. Dengan demikian korion ini masih
berkesinambungan dengan tepi plasenta tapi pelekatannya melipat
kebelakang pada permukaan foetal.
Pada permukaan foetal dekat pada pinggir plasenta terdapat
cincin putih. Cincin putih ini menandakan pinggir plasenta,
sedangkan jaringan disebelah luarnya terdiri dari vili yang timbul ke
samping, dibawah desidua. Sebagai akibatnya pinggir plasenta
mudah terlepas dari dinding uterus dan perdarahan ini menyebabkan
perdarahan antepartum. Hal ini tidak dapat diketahui sebelum
plasenta diperiksa pada akhir kehamilan. Bila cincin putih ini
letaknya dekat sekali dengan pinggir plasenta , disebut juga Plasenta
marginata .Kedua-duanya disebut dengan plasenta ekstrakorial.
Pada plasenta marginata mungkin terjadi adeksi selaput sehingga
plasenta lahir telanjang.. Tertinggalnya selaput ini sapat
menyebabkan perdarahan dan infeksi.
b. Penyebab
Diduga chorion frondosum terlalu kecil dan untuk mencukupi
kebutuhan vili menyerbu ke dalam desidua diluar permukaan
frondosuin.
1) Insiden : 2 – 18 %
2) Beberapa ahli mengatakan bahwa plasenta sirkumvalata sering
menyebabkan abortus dan solutio plasenta
c. Diagnosis
Plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakkan setelah plasenta lahir,
tetapi dapat diduga bila ada perdarahan intermiten atau hidrorea
DAFTAR PUSTAKA