PTPN VII
(Bahaya Potensial Kimia Pada Perkebunan Tebu)
Oleh
Kelompok 17
Angie Carolyn 1518011099
Bahesty Cut Nyak Din 1518011064
Dea Alnisrina 1518011105
Diah Balqis Ikfi H. 1518011076
Dianti Sevina 1518011048
Mustofa 1518011012
Reandy Ilham A. 1518011003
Ria Wahyu Januarti 1518011174
Ulfiah Fairuz 1518011150
Veny Anisya 1518011168
Pembimbing:
Universitas Lampung
Fakultas Kedokteran
Bandar Lampung
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Penyusun : Kelompok 17
Menyetujui,
Dosen pembimbing
197402262001122002
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum wr. wb
Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia–Nya sehingga kami dapat menyusun
Selanjutnya, laporan plant survey ini disusun dalam rangka memenuhi tugas
dalam Blok Agromedicine. Kepada Dr. dr. Khairun Nisa, M. Kes., AIFO sebagai
dosen pembimbing plant survey, kami ucapkan terima kasih atas bimbingan dan
Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi
isi, bahasa, analisis dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kami ingin meminta maaf atas
segala kekurangan tersebut, karena keterbatasan kami dalam pengetahuan, wawasan dan
keterampilan. Selain itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, yang
sangat berguna untuk kesempurnaan laporan selanjutnya dan perbaikan untuk kita semua.
Semoga laopran ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa
Wassalammua’alaikum wr.wb.
Kelompok 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pendahuluan
Sektor industri bidang pertanian merupakan sektor industri di Indonesia yang masih
menjadi salah satu industri besar yang sedang berkembang pesat. Peningkatan sektor
pertanian sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi dan peningkatan taraf hidup
masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek. Hal ini dikarenakan dengan majunya
sektor industri, maka terbukalah lapangan kerja bagi masyarakat terutama masyarakat
yang berada di wilayah industri. Namun berbagai dampak negatif juga dapat timbul
pada pekerja industri baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya bidang
kesehatan.
Kesehatan kerja sangatlah penting dan merupakan hal yang esensial bagi pekerja dan
masyarakat sekitar lingkungan industri. Kesehatan kerja itu sendiri bertujuan untuk
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi
pekerja dan masyarakat lingkungan industri. Kesehatan kerja dapat diterapkan melalui
usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif dan rehabilitatif. Apabila kesehatan kerja
ini telah diterapkan dengan baik maka tujuan dari kesehatan kerja untuk menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif akan tercapai. Tujuan kesehatan kerja dapat
PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) merupakan salah satu perusahaan sektor
industri pertanian yang bergerak dalam bidang pengolahan kelapa sawit. Luas
perkebunan kelapa sawit yang dimiliki PTPN VII mencapai 1.300 hektar. Dalam proses
produksi, PTPN VII memiliki beberapa tempat kerja yang berbeda-beda disesuaikan
Paparan pada pekerja yang berlebihan dan terus menerus akan menimbulkan efek yang
merugikan. Salah satu paparan yang sering dialami adalah kimia berupa paparan
herbisida. Paparan zat kimia yang terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan
pekerja. Efek yang mungkin timbul antara lain reaksi iritasi pada kulit, gejala pada
Efek negatif yang bisa timbul dari paparan bahaya pada pekerja bisa diminimalisir
dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja. Namun, saat ini banyak
peran yang sangat besar dalam mendisiplinkan pekerja guna menjaga keselamatan dan
kesehatan kerja. Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan mengenai bahaya potensial
kimia yang ada di pabrik PTPN VII serta bagaimana cara penanganan dan pengendalian
Adapun tujuan dilaksanakannya Plant Survey pada PT. Perkebunan Nusantara VII
3. Mengetahui dampak bahaya potensial kimia yang terdapat pada kebun tebu
terhadap kesehatan.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dilaksanakannya Plant Survey pada PT. Perkebunan Nusantara VII
1. Bagi Mahasiswa
VII (PTPN 7 BEKRI) tentang bahaya potensial kimia yang didapatkan berdasarkan
HASIL KEGIATAN
bidang budidaya tanaman tahunan dan tanaman semusim, pengolahan hasil perkebunan,
serta penjualan dan pemasaran hasil produk yang meliputi CPO, Karet Spesifikasi
Teknis (Technically-Spesified Rubber / TSR), teh hitam, serta gula kristal putih. PT
Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) adalah bekas Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang berpusat di Kota Bandar Lampung dengan wilayah operasi meliputi
Perkebunan XXIII (Persero) di Provinsi Bengkulu seperti yang dinyatakan dalam akta
pendirian yang dibuat di hadapan Notaris Harun Kamil,S.H., No. 40 tanggal 11 Maret
1996 dan telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia
Pada tahun 2014 berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2014 tanggal 17 September 2014,
Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang semula merupakan BUMN Perkebunan telah
beralih menjadi PT Perkebunan Nusantara VII yang tunduk sepenuhnya pada UU No.
Anggaran Dasar perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan dan perubahan
Anggaran Dasar Perseroan Terbatas yang telah dituangkan melalui Notaris Nanda Fauz
Iwan dalam Akta Notaris No:8 tanggal 14 Maret 2016. Perubahan tersebut telah
disahkan dan diserahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
2016.
Saat ini, wilayah kerja Perseroan meliputi 3 (tiga) provinsi yang terdiri atas 5 Distrik, 9
unit di Provinsi Lampung, 10 unit di Provinsi Sumatera Selatan, dan 5 unit di Provinsi
Bengkulu. Sejak awal, perseroan didirikan untuk ambil bagian dalam melaksanakan dan
semua bertujuan untuk menjalankan usaha di bidang agribisnis dan agroindustri, serta
optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan untuk menghasilkan barang dan jasa
yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan keuntungan dalam
a. Unit Usaha Kedaton. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet dan
b. Unit Usaha Way Berulu. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet
(Standard Indonesian Rubber) dengan kapasitas 30 ton karet kering per hari.
c. Unit Usaha Pematang Kiwah. Unit usaha ini tidak memiliki kebun budidaya,
namun hanya memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk SIR
20. Bahan baku dari pabrik ini diperoleh dari kebun-kebun yang berada dalam
wilayah kerja distrik yang sama serta membeli dari petani karet di sekitar pabrik.
d. Unit Usaha Way Lima. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya karet yang
hasil produksinya dikirimkan ke Unit Usaha Kedaton, Unit Usaha Way Berulu,
e. Unit Usaha Bergen. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya karet yang
hasil produksinya dikirimkan ke Unit Usaha Kedaton, Unit Usaha Way Berulu,
hasil produksinya dikirimkan ke Unit Usaha Kedaton, Unit Usaha Way Berulu,
Pada Distrik Way Seputih terdapat unit usaha Tulungbuyut. Unit usaha ini
merupakan unit budidaya tanaman karet dan memiliki pabrik pengolahan karet yang
menghasilkan produk RSS dengan kapasitas 10 ton karet kering per hari, serta
3. Distrik Bayuasin
a. Unit Usaha Tebenan. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet dan
b. Unit Usaha Musi Landas. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet
dan memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk RSS (Ribbed
a. Unit Usaha Beringin. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet dan
b. Unit Usaha Baturaja. Unit usaha ini tidak memiliki kebun budidaya, namun hanya
memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk SIR 20. Bahan baku
dari pabrik ini diperoleh dari Unit Usaha Beringin dan Unit Usaha Senabing serta
membeli dari petani karet di sekitar pabrik. Pabrik ini memiliki kapasitas 40 ton
c. Unit Usaha Senabing. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya karet yang
5. Distrik Bengkulu
a. Unit Usaha Padang Pelawi. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman
karet dan memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk SIR 20
b. Unit Usaha Ketahun. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet dan
Produksi karet dari PTPN VII dipasarkan ke konsumen di dalam negeri dan juga
Produksi SIR 20 di PTPN VII seluruhnya telah memenuhi persyaratan standar mutu
internasional, dan ditangani oleh tenaga-tenaga yang muda dan profesional serta
berkompeten di bidangnya.
PTPN VII juga mengelola 10 unit usaha komoditas kelapa sawit, yaitu :
kebun budidaya kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas
a. Unit Usaha Bekri. Unit usaha ini telah ada sejak zaman kolonial Belanda dan
merupakan salah satu pabrik pengolahan kelapa sawit tertua di Sumatera bagian
b. Unit Usaha Padang Ratu. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya kelapa
3. Distrik Banyuasin
a. Unit Usaha Betung. Unit usaha ini memiliki kebun budidaya kelapa sawit dan
pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 60 ton TBS per jam.
b. Unit Usaha Betung Krawo. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya kelapa
sawit dan produksinya dikirim untuk diolah di Unit Usaha Betung dan Talang
Sawit.
c. Unit Usaha Bentayan. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya kelapa
sawit dan produksinya dikirim untuk diolah di Unit Usaha Betung dan Talang
Sawit.
d. Unit Usaha Talang Sawit. Unit usaha ini hanya memiliki pabrik pengolahan
kelapa sawit.
4. Distrik Muara Enim
a. Unit Usaha Sungai Lengi. Unit usaha ini pada 2013 dibagi menjadi dua unit
5. Distrik Bengkulu
a. Unit Talopino
Areal Unit Bekri terletak di Desa Sinar Banten, Kecamatan Bekri, Kabupaten Lampung
a. Visi Perusahaan
sawit, teh, dan tebu yang tangguh serta berkarakter global (PTPN, 2018).
b. Misi Perusahaan
1. Menjalankan usaha perkebunan karet, kelapa sawit, teh, dan tebu dengan
ramah lingkungan;
Proses penanaman tebu dimulai dari pembersihan dan persiapan lahan yang
bertujuan untuk membuat kondisi fisik dan kimia tanah sesuai dengan perakaran
tanaman tebu. Lalu dilakukan penanaman bibit tebu dengan posisi over lapping
dengan posisi mata disamping agar bila salah satu tunas mati maka tunas
dengan tanah setebal bibit itu sendiri. Setelah itu dilakukan penyulaman yang
dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam. untuk mengganti bibit tebu
yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru maupu tanaman keprasan, sehingga
Selam pertumbuhan tanaman tebu, rutin dilakukan pengendalian gulma, hama dan
penyakit untuk mencegah meluasnya serangan hama dan penyakit pada areal
dimana baru dilakukan penanaman tebu dan belum ada gulma yang tumbuh
postemergence yaitu pada saat gulma dan tanaman tebu sudah tumbuh.
Tebu yang akan dipanen harus melalui proses analisis kemasakan tebu untuk
memperkirakan waktu yang tepat untuk penebangan tebu sehingga tebu yang
diolah dalam keadaan optimum. Analisis ini dilakukan secara periodik setiap 2
minggu sejak tanaman berusia 8 bulan dengan cara menggiling sampel tebu
atau mekanik. Pelaksanaan panen dilakukan pada bulan Mei sampai September
dimana pada musim kering kondisi tebu dalam keadaan optimum dengan tingkat
yaitu kotoran seperti daun tebu kering, tanah dan lainnya tidak boleh lebih besar
dari 5%. Penebangan tebu dilakukan dengan sistem tebu hijau yaitu penebangan
Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) adalah salah satu cara guna melindungi
semua karyawan akibat kecelakaan kerja dan penyakit selama karyawan bekerja.
Semua karyawan tanpa terkecuali akan bekerja secara maksimal jika memperoleh
jaminan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menurut Schuler dalam Tim Mitra Bestari
(2005:144) adalah: Physical and socio-physicological condition of an
organization’s workforce resulting from the work environment. Semua kebijakan
internal guna menjaga supaya karyawan senantiasa sehat dan aman dalam
menjalankan pekerjaanya menjadi tanggung jawab perusahaan melalui
pelaksanaan progam K3.
3. Sistem manajemen
Kegiatan manajemen meliputi regulasi (prosedur dan aturan),
penyediaan sarana dan prasarana, serta bentuk apresiasi dan sanksi.
Metode kerja yang digunakan oleh PTPN VII adalah 5 R (ringkas, rapi,
resik, rawat dan rajin). Metode ini sangat membantu dalam mengelola
tempat kerja menjadi tempat kerja yang baik dan nyaman bagi para
pekerja. Tujuan penggunaan metode ini adalah meningkatkan produktivitas
karena pengaturan tempat kerja menjadi lebih efisien, kenyamanan yang
dirasakan pekerja akan tempat tinggal meningkat, mengurangi terjadinya
bahaya karena tempat kerja yang aman dan nyaman serta menghemat biaya
supaya tidak terjadi pemborosan untuk biaya tempat kerja.
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sebagai upaya proteksi diri dari
bahaya di tempat kerja belum diterapkan dengan baik. Prosedur dan
peraturan pemakaian APD disosialisasikan dengan baik kepada pekerja dan
setiap pekerja yang akan turun ke perkebunan selalu mendapatkan briefing
terkait APD. Pihak PTPN VII telah menyediakan APD standar untuk para
pekerja lepas lapangan. Hal ini dilakukan supaya para pekerja selalu ingat
bahwa APD sebagai proteksi lapis terakhir untuk menghindari bahaya di
tempat kerja.
Pekerja di kebun tebu adalah pekerja kontrak atau pekerja lepas. Mereka
adalah pekerja yang bekerja di bawah kontraktor yang dipercaya oleh
PTPN VII untuk bekerja. Hampir seluruh pekerja di kebun tebu memiliki
jaminan kesehatan yang disediakan oleh pihak ketiga. Jaminan kesehatan
diperlukan sebagai upaya antisipasi bahaya yang ditimbulkan di tempat
kerja.
PEMBAHASAN
Berdasarkan semua hasil observasi dan wawancara saat kunjungan yang dilakukan di PTPN VII
Unit Bekri, dapat ditemukan bahaya potensial kimia yaitu keracunan dimana PT.PN VII
menggunakan Herbisida ( 2x1 panen ), preemergen, postemergen (diusia tebu diatas 4 bulan)
dan juga menggunakan pupuk kimia dalam proses perawatan tebu. Kegiatan pekerja lepas
(Buruh) dilakukan seharusnya dengan menggunakan APD Standar nasional Indonesia .
Adapaun pengertian dari APD menurut OSHA (occupational safety and health administration,
personal protective equipment) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi
pekerja dari luka atau penyakit yang di akbibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards)
di tempat kerja. Sedangkan dalam peraturan Mentri Nomor Per.08/MEN/VII/2010 Pasal 3 APD
sebagaimana dimaksud yaitu
1. Pelindung kepala
2. pelindung mata dan muka,
3. pelindung telinga,
4. pelindung pernapasan, beserta perlengkapannya,
5. pelindung tangan dan atau pelindung kaki.
Dalam penggunaan herbisida dan bahan kimia lain, pekerja mendapatkan penyuluhan setiap
saat sebelum melakukan penyemprotan dan juga pemupukan terkait penggunaan APD, cara
penyemprotan dan juga bahaya dari bahan-bahan yang digunakan. Tetapi tidak semua pekerja
menggunakan APD, dalam wawancara dikatakan bahwa sebelumnya telah disediakan APD dari
pihak ke-3 (PT.SJS) tetapi para pekerja memilih mengguanakan peralatan pelindung diri sendiri
dan kurang memenuhi standar APD dimana dalam wawancara pekerja menggunakan topi
bambu, baju lengan panjang, sarung tangan terbuat dari wol, sepatu boat tetapi tidak
menggunakan penutup hidung dan juga pelindung mata.
Perilaku tersebut dapat menibulkan potensi bahaya kimia terhadap tubuh dengan melalui
pernafasan (terhirup), terminum, dan juga bisa teresap dalam kulit. Adapun sifat keracunan
Pestisida itu dapat kronik dan akut menurut golongannya. Keracunan kronik (golongan OC)
diawali dengan masuknya pestisida kedalam tubuh tertimbun didalam lemak, pestisida dalam
bentuk inaktif dan oleh akibat proses biologi dalam tubuh sebagian pestisida yang terikat dalam
lemak akan lepas dan masuk ke peredaran darah dan juga saraf sehingga muncul gejala.
Sedangkan keracunan Akut (golongan OP dan C), pestisida masuk kedalam tubuh, beberapa
jam kemudian mengalami degradasi dan telah habis dalam waktu kurang lebih 4 minggu
sehingga gejala akan muncul dalam beberapa jam dan sembuh dalam kurang lebih 4 minggu.
Dalam penanganan sakit akibat kerja yang dapat ditimbulkan dari kegiatan kerja.
PTPN VII unit Bekri memiliki klinik pratama, dan setiap pekerja yang dipekerjakan memiliki
jaminan kesehatan yang difasilitasi oleh pihak ke-3 sehingga hak pekerja dalam memperoleh
kesehatan dapat tercapai. Sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal pembinaan pengawasan
ketenagakerjaan nomor KEP. 22/DJPPK/V/2008 tata cara penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kerja dimana pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan sendiri oleh perusahaan,
dalam bentuk rumah sakit perusahaan atau klinik perusahaan atau dilakukan dengan cara
kerjasama melalui unit / lembaga pelayanan kesehatan diluar perusahaan baik milik pemerintah
maupun swasta seperti rumah sakit, puskesmas, poli klinik, balai pengobatan, perusahaan jasa
k3 (PJK3) bidang kesehatan kerja dan pelayanan kesehatan lainnya yang telah memiliki
perizinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Program/kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak di luar perusahaan harus meliputi upaya
kesehatan secara komprehensif (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) dengan cara
sebagai berikut :
1. Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif kecuali tindakan Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (P3K) dapat dilaksanakan di unit/lembaga pelayanan kesehatan di luar
perusahaan.
2. Tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dilaksanakan di dalam perusahaan,
oleh tenaga medis dan tenaga kerja yang telah dilatih menjadi petugas P3K sesuai ketentuan
yang berlaku.
3. Upaya kesehatan yang bersifat preventif dan promotif dilaksanakan di dalam perusahaan.
4. Cara penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja
dan tingkat risiko perusahaan.
BAB IV
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
2. Perlu dilakukan aturan dan edukasi yang jelas tentang alat pelindung diri
(APD).
3. Perlu diberikan aturan yang jelas mengenai jam kerja dan istirahat saat
di lapangan.