Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PLANT SURVEY

PTPN VII
(Bahaya Potensial Kimia Pada Perkebunan Tebu)

Oleh

Kelompok 17
Angie Carolyn 1518011099
Bahesty Cut Nyak Din 1518011064
Dea Alnisrina 1518011105
Diah Balqis Ikfi H. 1518011076
Dianti Sevina 1518011048
Mustofa 1518011012
Reandy Ilham A. 1518011003
Ria Wahyu Januarti 1518011174
Ulfiah Fairuz 1518011150
Veny Anisya 1518011168

Pembimbing:

Dr. dr. Khairun Nisa,


M.Kes., AIFO

Universitas Lampung

Fakultas Kedokteran

Bandar Lampung

2018
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Kegiatan : LAPORAN PLANT SURVEY PTPN 7

Penyusun : Kelompok 17

1. Angie Carolyn 1518011099


2. Bahesty Cut Nyak Din 1518011064
3. Dea Alnisrina 1518011105
4. Diah Balqis Ikfi H. 1518011076
5. Dianti Sevina 1518011048
6. Mustofa 1518011012
7. Reandy Ilham A. 1518011003
8. Ria Wahyu Januarti 1518011175
9. Ulfiah Fairuz 1518011150
10. Veny Anisya 1518011168

Bandar Lampung, 23 Oktober 2018

Menyetujui,

Dosen pembimbing

Dr. dr. Khairun Nisa , M. Kes., AIFO

197402262001122002
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr. wb

Alhamdulillah, puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia–Nya sehingga kami dapat menyusun

laporan plant survey PTPN VII.

Selanjutnya, laporan plant survey ini disusun dalam rangka memenuhi tugas

dalam Blok Agromedicine. Kepada Dr. dr. Khairun Nisa, M. Kes., AIFO sebagai

dosen pembimbing plant survey, kami ucapkan terima kasih atas bimbingan dan

arahannya sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik.

Kami menyadari banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, baik dari segi

isi, bahasa, analisis dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kami ingin meminta maaf atas

segala kekurangan tersebut, karena keterbatasan kami dalam pengetahuan, wawasan dan

keterampilan. Selain itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan, yang

sangat berguna untuk kesempurnaan laporan selanjutnya dan perbaikan untuk kita semua.

Semoga laopran ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan berupa

ilmu pengetahuan untuk kita semua.

Wassalammua’alaikum wr.wb.

Bandar Lampung, 23 Oktober 2018

Kelompok 17
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan

Sektor industri bidang pertanian merupakan sektor industri di Indonesia yang masih

menjadi salah satu industri besar yang sedang berkembang pesat. Peningkatan sektor

pertanian sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi dan peningkatan taraf hidup

masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek. Hal ini dikarenakan dengan majunya

sektor industri, maka terbukalah lapangan kerja bagi masyarakat terutama masyarakat

yang berada di wilayah industri. Namun berbagai dampak negatif juga dapat timbul

pada pekerja industri baik secara langsung maupun tidak langsung khususnya bidang

kesehatan.

Kesehatan kerja sangatlah penting dan merupakan hal yang esensial bagi pekerja dan

masyarakat sekitar lingkungan industri. Kesehatan kerja itu sendiri bertujuan untuk

memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi

pekerja dan masyarakat lingkungan industri. Kesehatan kerja dapat diterapkan melalui

usaha-usaha preventif, promotif, dan kuratif dan rehabilitatif. Apabila kesehatan kerja

ini telah diterapkan dengan baik maka tujuan dari kesehatan kerja untuk menciptakan

tenaga kerja yang sehat dan produktif akan tercapai. Tujuan kesehatan kerja dapat

tercapai apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat


kesehatan kerja dan pekerja yang sadar akan kesehatan kerja itu sendiri. Apabila tidak

memenuhi persyaratan maka lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan.

PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) merupakan salah satu perusahaan sektor

industri pertanian yang bergerak dalam bidang pengolahan kelapa sawit. Luas

perkebunan kelapa sawit yang dimiliki PTPN VII mencapai 1.300 hektar. Dalam proses

produksi, PTPN VII memiliki beberapa tempat kerja yang berbeda-beda disesuaikan

dengan tahapan produksinya. Masing-masing tempat kerja memiliki bahaya potensial

yang berbeda-beda tergantung dari paparan yang didapat.

Paparan pada pekerja yang berlebihan dan terus menerus akan menimbulkan efek yang

merugikan. Salah satu paparan yang sering dialami adalah kimia berupa paparan

herbisida. Paparan zat kimia yang terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan

pekerja. Efek yang mungkin timbul antara lain reaksi iritasi pada kulit, gejala pada

saluran pernafasan, pencernaan, hingga efek toksik berbahaya lainnya.

Efek negatif yang bisa timbul dari paparan bahaya pada pekerja bisa diminimalisir

dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada pekerja. Namun, saat ini banyak

pekerja yang menganggap remeh pentingnya penggunaan APD. Perusahaan memiliki

peran yang sangat besar dalam mendisiplinkan pekerja guna menjaga keselamatan dan

kesehatan kerja. Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan mengenai bahaya potensial

kimia yang ada di pabrik PTPN VII serta bagaimana cara penanganan dan pengendalian

bahaya potensial tersebut.


1.2. Tujuan

Adapun tujuan dilaksanakannya Plant Survey pada PT. Perkebunan Nusantara VII

(PTPN 7 BEKRI), yaitu :

1. Mengidentifikasi bahaya potensial yang terdapat pada kebun tebu.

2. Mengidentifikasi bahaya potensial kimia yang terdapat pada kebun tebu.

3. Mengetahui dampak bahaya potensial kimia yang terdapat pada kebun tebu

terhadap kesehatan.

4. Memahami cara penanganan dan pencegahan bahaya potensial kimia bagi

kesehatan yang terdapat pada kebun tebu.

1.3. Manfaat

Adapun manfaat dilaksanakannya Plant Survey pada PT. Perkebunan Nusantara VII

(PTPN 7 BEKRI), yaitu :

1. Bagi Mahasiswa

Mengaplikasikan bidang ilmu agromedicine khususnya tentang bahaya potensial

kimia yang terdapat pada kebun tebu.

2. Bagi PT. Perkebunan Nusantara VII (PTPN 7 BEKRI)

Memberikan informasi tambahan kepada perusahaan PT. Perkebunan Nusantara

VII (PTPN 7 BEKRI) tentang bahaya potensial kimia yang didapatkan berdasarkan

hasil observasi pada kebun tebu dan upaya pencegahannya


BAB II

HASIL KEGIATAN

2.1. Profil Perusahaan

PT Perkebunan Nusantara VII merupakan perusahaan agrobisnis yang bergerak dalam

bidang budidaya tanaman tahunan dan tanaman semusim, pengolahan hasil perkebunan,

serta penjualan dan pemasaran hasil produk yang meliputi CPO, Karet Spesifikasi

Teknis (Technically-Spesified Rubber / TSR), teh hitam, serta gula kristal putih. PT

Perkebunan Nusantara VII (PTPN VII) adalah bekas Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) yang berpusat di Kota Bandar Lampung dengan wilayah operasi meliputi

Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, dan Bengkulu (Wikipedia, 2018).

PT Perkebunan Nusantara VII didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 12

Tahun 1996, yang merupakan konsolidasi dari PT Perkebunan X (Persero) di Provinsi

Lampung dan Sumatera Selatan, PT Perkebunan XXXI (Persero) Provinsi Lampung

dan Sumatera Selatan, Proyek Pengembangan PT Perkebunan XI (Persero) di

Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan, dan Proyek Pengembangan PT

Perkebunan XXIII (Persero) di Provinsi Bengkulu seperti yang dinyatakan dalam akta

pendirian yang dibuat di hadapan Notaris Harun Kamil,S.H., No. 40 tanggal 11 Maret

1996 dan telah memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia

melalui Surat Keputusan No. C2-8335.HT.01.01.TH.96 pada tanggal 8 Agustus 1996


serta telah diumumkan dalam tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 80

tanggal 4 Oktober 1996.

Pada tahun 2014 berdasarkan PP Nomor 72 Tahun 2014 tanggal 17 September 2014,

tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal

Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara III maka PT

Perkebunan Nusantara VII (Persero) yang semula merupakan BUMN Perkebunan telah

beralih menjadi PT Perkebunan Nusantara VII yang tunduk sepenuhnya pada UU No.

40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Anggaran Dasar perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan dan perubahan

yang terakhir adalah mengenai Pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham

Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara VII. Berdasarkan

No:KPJAK/Hold/AD.NVII/06/2016; No:SK-47/MBU/03/2016 tentang Perubahan

Anggaran Dasar Perseroan Terbatas yang telah dituangkan melalui Notaris Nanda Fauz

Iwan dalam Akta Notaris No:8 tanggal 14 Maret 2016. Perubahan tersebut telah

disahkan dan diserahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia melalui Surat Keputusan No.AHU-0006225.AH.01.02.2016 tanggal 01 April

2016.

Saat ini, wilayah kerja Perseroan meliputi 3 (tiga) provinsi yang terdiri atas 5 Distrik, 9

unit di Provinsi Lampung, 10 unit di Provinsi Sumatera Selatan, dan 5 unit di Provinsi

Bengkulu. Sejak awal, perseroan didirikan untuk ambil bagian dalam melaksanakan dan

menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan


pembangunan nasional pada umumnya serta sub-sektor perkebunan pada khususnya. Ini

semua bertujuan untuk menjalankan usaha di bidang agribisnis dan agroindustri, serta

optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan untuk menghasilkan barang dan jasa

yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan keuntungan dalam

rangka meningkatkan nilai perseroan melalui prinsip-prinsip perseroan terbatas.

PTPN VII mengelola 14 unit usaha komoditas karet, yaitu :

1. Distrik Way Sekampung :

a. Unit Usaha Kedaton. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet dan

memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk RSS (Ribbed

Smoked Sheet) dengan kapasitas 10 ton karet kering per hari.

b. Unit Usaha Way Berulu. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet

dan memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk SIR 3L

(Standard Indonesian Rubber) dengan kapasitas 30 ton karet kering per hari.

c. Unit Usaha Pematang Kiwah. Unit usaha ini tidak memiliki kebun budidaya,

namun hanya memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk SIR

20. Bahan baku dari pabrik ini diperoleh dari kebun-kebun yang berada dalam

wilayah kerja distrik yang sama serta membeli dari petani karet di sekitar pabrik.

Pabrik ini memiliki kapasitas 40 ton karet kering per hari.

d. Unit Usaha Way Lima. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya karet yang

hasil produksinya dikirimkan ke Unit Usaha Kedaton, Unit Usaha Way Berulu,

dan Unit Usaha Pematang Kiwah.

e. Unit Usaha Bergen. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya karet yang

hasil produksinya dikirimkan ke Unit Usaha Kedaton, Unit Usaha Way Berulu,

dan Unit Usaha Pematang Kiwah.


f. Unit Usaha Trikora. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya karet yang

hasil produksinya dikirimkan ke Unit Usaha Kedaton, Unit Usaha Way Berulu,

dan Unit Usaha Pematang Kiwah.

2. Distrik Way Seputih

Pada Distrik Way Seputih terdapat unit usaha Tulungbuyut. Unit usaha ini

merupakan unit budidaya tanaman karet dan memiliki pabrik pengolahan karet yang

menghasilkan produk RSS dengan kapasitas 10 ton karet kering per hari, serta

produk SIR 20 dengan kapasitas 40 ton karet kering per hari.

3. Distrik Bayuasin 

a. Unit Usaha Tebenan. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet dan

memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk SIR 20 dengan

kapasitas 40 ton karet kering per hari.

b. Unit Usaha Musi Landas. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet

dan memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk RSS (Ribbed

Smoked Sheet) dengan kapasitas 10 ton karet kering per hari.

4. Distrik Muara Enim :

a. Unit Usaha Beringin. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet dan

memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk SIR 3L dengan

kapasitas 30 ton karet kering per hari.

b. Unit Usaha Baturaja. Unit usaha ini tidak memiliki kebun budidaya, namun hanya

memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk SIR 20. Bahan baku

dari pabrik ini diperoleh dari Unit Usaha Beringin dan Unit Usaha Senabing serta
membeli dari petani karet di sekitar pabrik. Pabrik ini memiliki kapasitas 40 ton

karet kering per hari.

c. Unit Usaha Senabing. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya karet yang

hasil produksinya dikirimkan ke Unit Usaha Beringin.

5. Distrik Bengkulu

a. Unit Usaha Padang Pelawi. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman

karet dan memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk SIR 20

dengan kapasitas 40 ton karet kering per hari.

b. Unit Usaha Ketahun. Unit usaha ini merupakan unit budidaya tanaman karet dan

memiliki pabrik pengolahan karet yang menghasilkan produk RSS dengan

kapasitas 10 ton karet kering per hari.

Produksi karet dari PTPN VII dipasarkan ke konsumen di dalam negeri dan juga

diekspor ke mancanegara melalui PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara

(Persero), yaitu perusahaan BUMN yang merupakan anak perusahaan dari seluruh

perusahaan perkebunan nasional di Indonesia. Tujuan utama ekspor komoditas karet

PTPN VII yaitu RRC, Jepang,Amerika Serikat, Uni Eropa, Argentina dan Turki.

Produksi SIR 20 di PTPN VII seluruhnya telah memenuhi persyaratan standar mutu

internasional, dan ditangani oleh tenaga-tenaga yang muda dan profesional serta

berkompeten di bidangnya.

PTPN VII juga mengelola 10 unit usaha komoditas kelapa sawit, yaitu :

1. Distrik Way Sekampung


Pada Distrik Way Sekampung terdapat unit usaha Rejosari. Unit usaha ini memiliki

kebun budidaya kelapa sawit dan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas

20 ton TBS (tandan buah segar) per jam.

2. Distrik Way Seputih

a. Unit Usaha Bekri. Unit usaha ini telah ada sejak zaman kolonial Belanda dan

merupakan salah satu pabrik pengolahan kelapa sawit tertua di Sumatera bagian

Selatan. Pabrik pengolahan kelapa sawit Bekri memiliki kapasitas terpasang 30

ton Tandan Buah Segar (TBS) per jam.

b. Unit Usaha Padang Ratu. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya kelapa

sawit dan produksinya dikirim untuk diolah di Unit Usaha Bekri.

3. Distrik Banyuasin

a. Unit Usaha Betung. Unit usaha ini memiliki kebun budidaya kelapa sawit dan

pabrik pengolahan kelapa sawit dengan kapasitas 60 ton TBS per jam.

b. Unit Usaha Betung Krawo. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya kelapa

sawit dan produksinya dikirim untuk diolah di Unit Usaha Betung dan Talang

Sawit.

c. Unit Usaha Bentayan. Unit usaha ini hanya memiliki kebun budidaya kelapa

sawit dan produksinya dikirim untuk diolah di Unit Usaha Betung dan Talang

Sawit.

d. Unit Usaha Talang Sawit. Unit usaha ini hanya memiliki pabrik pengolahan

kelapa sawit.
4. Distrik Muara Enim

a. Unit Usaha Sungai Lengi. Unit usaha ini pada 2013 dibagi menjadi dua unit

usaha, yaitu Sungai Lengi Pabrik dan Sungai Lengi Tanaman.

b. Unit Usaha Sungai Niru.

5. Distrik Bengkulu

a. Unit Talopino

b. Unit Padang Plawi

c. Unit Kebun Karet Ketahun

Areal Unit Bekri terletak di Desa Sinar Banten, Kecamatan Bekri, Kabupaten Lampung

Tengah, kurang lebih 62 km dari kota Bandar Lampung.

1. Batas-Batas wilayah Unit Bekri :

a. Selatan :Kec. Bangun Rejo, Natar

b. Timur :Kec. Gunung Sugih

c. Barat :Kec. Padang Ratu, Bangun Rejo (PTPN, 2017).


Gambar 1. Potret PT Perkebunan Nusantara VII
2. Visi dan Misi Perusahaan

a. Visi Perusahaan

PTPN VII (Persero) menjadi perusahaan agribisnis berbasis karet, kelapa

sawit, teh, dan tebu yang tangguh serta berkarakter global (PTPN, 2018).

b. Misi Perusahaan

PTPN VII (Persero) memiliki misi sebagai berikut :

1. Menjalankan usaha perkebunan karet, kelapa sawit, teh, dan tebu dengan

menggunakan teknologi budidaya dan proses pengolahan yang efektif serta

ramah lingkungan;

2. Mengembangkan industri yang terintegrasi dengan bisnis inti (karet, kelapa

sawit, teh dan tebu) dengan menggunakan teknologi terbarukan;

3. Membangun tata kelola usaha yang efektif;

4. Mewujudkan daya saing guna menumbuhkembangkan perusahaan;

5. Memelihara dan mingkatkan stakeholders value (PTPN, 2018).

2.2. Hasil Observasi

2.2.1. Alur Produksi Tebu

Proses penanaman tebu dimulai dari pembersihan dan persiapan lahan yang

bertujuan untuk membuat kondisi fisik dan kimia tanah sesuai dengan perakaran

tanaman tebu. Lalu dilakukan penanaman bibit tebu dengan posisi over lapping
dengan posisi mata disamping agar bila salah satu tunas mati maka tunas

disebelahnya dapat menggantukan. Bibit yang telah ditanam kemudian ditutup

dengan tanah setebal bibit itu sendiri. Setelah itu dilakukan penyulaman yang

dilakukan 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam. untuk mengganti bibit tebu

yang tidak tumbuh, baik pada tanaman baru maupu tanaman keprasan, sehingga

nantinya diperoleh populasi tanaman tebu yang optimal. Selanjutnya proses

pemupukan dengan dosis yang telah ditentukan.

Selam pertumbuhan tanaman tebu, rutin dilakukan pengendalian gulma, hama dan

penyakit untuk mencegah meluasnya serangan hama dan penyakit pada areal

pertanaman tebu. Penyemprotan herbisida dilakukan dua kali dalam masa

penanaman tebu. Penyemprotan pertama dilakukan saat masa preemergence

dimana baru dilakukan penanaman tebu dan belum ada gulma yang tumbuh

setelah penyulaman tanah. Penyemprotan kedua dilakukaan pada masa

postemergence yaitu pada saat gulma dan tanaman tebu sudah tumbuh.

Penyemprotan herbisida dilakukan dari pukul 06.00-11.00 WIB dengan beban

kerja 1 orang 1 ha.


Gambar 2. Alur Budidaya Tebu

Tebu yang akan dipanen harus melalui proses analisis kemasakan tebu untuk

memperkirakan waktu yang tepat untuk penebangan tebu sehingga tebu yang

diolah dalam keadaan optimum. Analisis ini dilakukan secara periodik setiap 2

minggu sejak tanaman berusia 8 bulan dengan cara menggiling sampel tebu

digilingan kecil di laboratorium. Kemudian dilakukan pemanenan secara manual

atau mekanik. Pelaksanaan panen dilakukan pada bulan Mei sampai September

dimana pada musim kering kondisi tebu dalam keadaan optimum dengan tingkat

rendemen tertinggi. Penebangan tebu haruslah memenuhi standar kebersihan

yaitu kotoran seperti daun tebu kering, tanah dan lainnya tidak boleh lebih besar

dari 5%. Penebangan tebu dilakukan dengan sistem tebu hijau yaitu penebangan

yang dilakukan tanpa ada perlakuan sebelumnya.


2.2.2. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Kebun Tebu

Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) adalah salah satu cara guna melindungi
semua karyawan akibat kecelakaan kerja dan penyakit selama karyawan bekerja.
Semua karyawan tanpa terkecuali akan bekerja secara maksimal jika memperoleh
jaminan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menurut Schuler dalam Tim Mitra Bestari
(2005:144) adalah: Physical and socio-physicological condition of an
organization’s workforce resulting from the work environment. Semua kebijakan
internal guna menjaga supaya karyawan senantiasa sehat dan aman dalam
menjalankan pekerjaanya menjadi tanggung jawab perusahaan melalui
pelaksanaan progam K3.

Megginson yang dikutip oleh Mangkunegara (2005:161) mengemukakan “istilah


keselamatan mengandung dua istilah resiko keselamatan dan kesehatan, dalam
bidang kepegawaian keselamatan dan kesehatan dibedakan”. Keselamatan kerja
menunjukan keadaan aman atau selamat dari penderitaan, dan kerugian di lokasi
kerja. Selanjutnya Mathis dan Jackson (2002:245), mengungkapkan bahwa
“keselamatan mencakup pada perlindungan kesejahteraan fisik karyawan”. Dari
pengertian tersebut dapat diartikan bahwa Keselamatan kerja merupakan
perlindungan fisik karyawan agar aman dari penderitaan dan kerugian di lokasi
kerja.

Mondy (2008:82) menyatakan bahwa keselamatan adalah “suatu perlindungan


bagi karyawan yang dikaernakan oleh kecelakaan yang berkaitan dengan dengan
pekerjaan”. Veithzal (2004:412) mengemukakan tujuan K3 adalah “perusahaan
dapat dikatakan efektif apabila dapat menurunkan tingkat kecelakaan kerja,
penyakit, semua hal yang berkaitan dengan stres, dan mampu meningkatkan mutu
kehidupan kerja.

K3 memiliki dua komponen di dalamnya yaitu kesehatan dan keselamatan kerja.


Adapun pengertian dari keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan
kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat dari kecelakaan kerja.
Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja.
Kecelakaan selai menjadi hambatan langsung, juga merugikan secara tidak
langsung yakni kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi
untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain (Suma’mur,
1985). Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan
penerapannya yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari
kecelakaan dan kerugian lainnya.

Kesehatan kerja adalah suatu ilmu yang penerapannya untuk meningkatkan


kualitas hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
akibat kerja yang diwujudkan melalui pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan
asupan makanan yang bergizi.

2.2.2.1. Program K3 di PTPN VII

Mengingat betapa pentingnya K3 di suatu perusahaan, sebagai sebuah


perusahaan nasional, PTPN VII telah menerapkan Standar Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) cukup baik, dilihat dari segi
ketersediaan fasilitas kesehatan dan jenis pelayanannya.

Program K3 yang telah diterapkan di PTPN VII antara lain:

1. Identifikasi dan pengendalian bahaya di tempat kerja

Kegiatan ini meliputi pemantauan kondisi dan tindakan yang tidak


aman.

2. Pembinaan dan pengawasan

Kegiatan ini dilakukan dengan upaya melatih dan mendidik,


konsultasi, dan pengembangan sumber daya.

3. Sistem manajemen
Kegiatan manajemen meliputi regulasi (prosedur dan aturan),
penyediaan sarana dan prasarana, serta bentuk apresiasi dan sanksi.
Metode kerja yang digunakan oleh PTPN VII adalah 5 R (ringkas, rapi,
resik, rawat dan rajin). Metode ini sangat membantu dalam mengelola
tempat kerja menjadi tempat kerja yang baik dan nyaman bagi para
pekerja. Tujuan penggunaan metode ini adalah meningkatkan produktivitas
karena pengaturan tempat kerja menjadi lebih efisien, kenyamanan yang
dirasakan pekerja akan tempat tinggal meningkat, mengurangi terjadinya
bahaya karena tempat kerja yang aman dan nyaman serta menghemat biaya
supaya tidak terjadi pemborosan untuk biaya tempat kerja.

Hierarki pengendalian risiko atau bahaya yang meliputi eliminasi,


substitusi, perancangan, administrasi, dan alat pelindung diri. Eliminasi
bahaya dilakukan dengan cara menghilangkan bahaya atau resiko yang
dapat menimbulkan kecelakaan. Substitusi berupa penggantian alat, mesin,
bahan, dan tempat kerja yang lebih aman. Perancangan yaitu modifikasi
alat, mesin, tempat kerja yang lebih aman. Administrasi berupa pengaturan
dari prosedur, aturan, pelatihan, durasi kerja, tanda bahaya, rambu, poster,
label. Sedangkan alat pelindung diri disediakan untuk tenaga kerja sebagai
pengendalian resiko paling terakhir.

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sebagai upaya proteksi diri dari
bahaya di tempat kerja belum diterapkan dengan baik. Prosedur dan
peraturan pemakaian APD disosialisasikan dengan baik kepada pekerja dan
setiap pekerja yang akan turun ke perkebunan selalu mendapatkan briefing
terkait APD. Pihak PTPN VII telah menyediakan APD standar untuk para
pekerja lepas lapangan. Hal ini dilakukan supaya para pekerja selalu ingat
bahwa APD sebagai proteksi lapis terakhir untuk menghindari bahaya di
tempat kerja.

Untuk fasilitas kesehatan, PTPN VII memiliki unit kesehatan di kantor


pusat dan Puskesbun (Pusat Kesehatan Kebun) yang letaknya berdekatan.
Kedua fasilitas ini dibuat untuk menangani berbagai masalah kesehatan
yang dialami oleh pekerja dan masyarakat sekitar yang tinggal di wilayah
tersebut.
Pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh yaitu skrining, monitoring,
pengobatan kuratif dan pencegahan dari kecelakaan serta penyakit akibat
kerja. Pelayanan yang tersedia meliputi poli umum, laboraturium
sederhana, rawat inap sementara, dan posyandu (posyandu Anggrek).

Surveilans medis berupa pemeriksaan pekerja (prakerja dan berkala) oleh


fasilitas kesehatan PTPN VII belum dilaksanakan secara sempurna dan
hanya pekerja tetap yang mendapat akses pelayanan klinik. Sebagian besar
pekerja yang tercatat adalah pekerja yang datang untuk pengobatan kuratif.
Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran serta edukasi pentingnya
surveilans medis. Kebanyakan pekerja merasa bahwa pemeriksaan
diperuntukkan untuk pekerja yang sakit saja.

Pekerja di kebun tebu adalah pekerja kontrak atau pekerja lepas. Mereka
adalah pekerja yang bekerja di bawah kontraktor yang dipercaya oleh
PTPN VII untuk bekerja. Hampir seluruh pekerja di kebun tebu memiliki
jaminan kesehatan yang disediakan oleh pihak ketiga. Jaminan kesehatan
diperlukan sebagai upaya antisipasi bahaya yang ditimbulkan di tempat
kerja.

2.2.2.2. Identifikasi Faktor Resiko

Pada saat kunjungan ke PT Perkebunan Nusantara VII, ada beberapa


bahaya potensial yang spesifik sesuai jenis paparan maupun potensial
bahaya yang ada di tempat tersebut baik potensial bahaya fisik, kimia,
biologi, ergonomi dan psikologi. Kelompok penulis menganalisis bahaya
potensial kimia yang mungkin ditimbulkan di sektor kebun tebu.

Di wilayah kebun tebu, kegiatan yang berpotensi menimbulkan bahaya


potensial kimia adalah pada saat pemberian pupuk dan penyemprotan
herbisida. Pemberian pupuk kimia dan herbisida dapat menyebabkan
keluhan kesehatan pada pekerja yang terpapar dengan bahan tersebut.
Upaya K3 yang dilakukan para pekerja adalah menggunakan alat
pelindung diri, misalnya topi, masker, baju lengan panjang, dan sepatu.
Sedangkan bahaya yang mungkin timbul ketika penyemprotan adalah
keracunan pestisida, keluhan penyakit kulit, serta kelelahan (nyeri
punggung) akibat menggendong tangki penyemprotan karena
penyemprotan dilakukan secara manual.

Penggunaan APD pada pekerja tidak merata. Sebagian besar pekerja


memakai APD lengkap seperti topi, masker, baju panjang, sarung tangan,
celana panjang, dan juga sepatu. Akan tetapi tidak sedikit juga yang
memakai APD tetapi kurang lengkap bahkan ada yang hanya memakai satu
atau dua jenis APD saja.
BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan semua hasil observasi dan wawancara saat kunjungan yang dilakukan di PTPN VII
Unit Bekri, dapat ditemukan bahaya potensial kimia yaitu keracunan dimana PT.PN VII
menggunakan Herbisida ( 2x1 panen ), preemergen, postemergen (diusia tebu diatas 4 bulan)
dan juga menggunakan pupuk kimia dalam proses perawatan tebu. Kegiatan pekerja lepas
(Buruh) dilakukan seharusnya dengan menggunakan APD Standar nasional Indonesia .
Adapaun pengertian dari APD menurut OSHA (occupational safety and health administration,
personal protective equipment) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi
pekerja dari luka atau penyakit yang di akbibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards)
di tempat kerja. Sedangkan dalam peraturan Mentri Nomor Per.08/MEN/VII/2010 Pasal 3 APD
sebagaimana dimaksud yaitu

1. Pelindung kepala
2. pelindung mata dan muka,
3. pelindung telinga,
4. pelindung pernapasan, beserta perlengkapannya,
5. pelindung tangan dan atau pelindung kaki.

Dalam penggunaan herbisida dan bahan kimia lain, pekerja mendapatkan penyuluhan setiap
saat sebelum melakukan penyemprotan dan juga pemupukan terkait penggunaan APD, cara
penyemprotan dan juga bahaya dari bahan-bahan yang digunakan. Tetapi tidak semua pekerja
menggunakan APD, dalam wawancara dikatakan bahwa sebelumnya telah disediakan APD dari
pihak ke-3 (PT.SJS) tetapi para pekerja memilih mengguanakan peralatan pelindung diri sendiri
dan kurang memenuhi standar APD dimana dalam wawancara pekerja menggunakan topi
bambu, baju lengan panjang, sarung tangan terbuat dari wol, sepatu boat tetapi tidak
menggunakan penutup hidung dan juga pelindung mata.

Perilaku tersebut dapat menibulkan potensi bahaya kimia terhadap tubuh dengan melalui
pernafasan (terhirup), terminum, dan juga bisa teresap dalam kulit. Adapun sifat keracunan
Pestisida itu dapat kronik dan akut menurut golongannya. Keracunan kronik (golongan OC)
diawali dengan masuknya pestisida kedalam tubuh tertimbun didalam lemak, pestisida dalam
bentuk inaktif dan oleh akibat proses biologi dalam tubuh sebagian pestisida yang terikat dalam
lemak akan lepas dan masuk ke peredaran darah dan juga saraf sehingga muncul gejala.
Sedangkan keracunan Akut (golongan OP dan C), pestisida masuk kedalam tubuh, beberapa
jam kemudian mengalami degradasi dan telah habis dalam waktu kurang lebih 4 minggu
sehingga gejala akan muncul dalam beberapa jam dan sembuh dalam kurang lebih 4 minggu.
Dalam penanganan sakit akibat kerja yang dapat ditimbulkan dari kegiatan kerja.

PTPN VII unit Bekri memiliki klinik pratama, dan setiap pekerja yang dipekerjakan memiliki
jaminan kesehatan yang difasilitasi oleh pihak ke-3 sehingga hak pekerja dalam memperoleh
kesehatan dapat tercapai. Sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal pembinaan pengawasan
ketenagakerjaan nomor KEP. 22/DJPPK/V/2008 tata cara penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kerja dimana pelayanan kesehatan kerja dapat dilakukan sendiri oleh perusahaan,
dalam bentuk rumah sakit perusahaan atau klinik perusahaan atau dilakukan dengan cara
kerjasama melalui unit / lembaga pelayanan kesehatan diluar perusahaan baik milik pemerintah
maupun swasta seperti rumah sakit, puskesmas, poli klinik, balai pengobatan, perusahaan jasa
k3 (PJK3) bidang kesehatan kerja dan pelayanan kesehatan lainnya yang telah memiliki
perizinan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Program/kegiatan yang dilaksanakan oleh pihak di luar perusahaan harus meliputi upaya
kesehatan secara komprehensif (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) dengan cara
sebagai berikut :

1. Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif kecuali tindakan Pertolongan Pertama
Pada Kecelakaan (P3K) dapat dilaksanakan di unit/lembaga pelayanan kesehatan di luar
perusahaan.
2. Tindakan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dilaksanakan di dalam perusahaan,
oleh tenaga medis dan tenaga kerja yang telah dilatih menjadi petugas P3K sesuai ketentuan
yang berlaku.
3. Upaya kesehatan yang bersifat preventif dan promotif dilaksanakan di dalam perusahaan.
4. Cara penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja disesuaikan dengan jumlah tenaga kerja
dan tingkat risiko perusahaan.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Adapun penyebab bahaya potensial kimia di PTPN 7 Bekri yaitu


berupa rendahnya kesadaran para pekerja untuk menggunakan alat pelindung
diri (APD), rendahnya pengetahuan para pekerja tentang bahaya potensial
kimia yang ditimbulkan saat bekerja, minimnya alat-alat pelindung diri yang
tersedia, kurangnya kegiatan promosi kesehatan terhadap kesehatan dan
keselamatan kerja (K3), penyemprotan herbisida sebanyak dua kali, serta
pemberian pupuk kimia;

2. Adapun tindakan yang dapat dilakukan untuk pengendalian bahaya


potensial kimia yaitu berupa pengendalian pada masing-masing jenis bahaya
potensial kimia seperti pengendalian terhadap kebisingan, getaran dan
iklim kerja yang dilengkapi dengan kegiatan promosi kesehatan yang efektif
dan efisien, pengendalian terhadap kesadaran untuk menggunakan alat pelindung
diri (APD) saat bekerja supaya anggota badan para pekerja tidak ada yang terkena
bahaya potensial kimia seperti efek dari penyemprotan herbisida, serta pemberian
pupuk kimia.

4.2. Saran

1. Perlu dilakukan penjadwalan kegiatan promosi kesehatan sehingga kesadaran


para pekerja akan kesehatan dan keselamatan kerja semakin membaik;

2. Perlu dilakukan aturan dan edukasi yang jelas tentang alat pelindung diri
(APD).
3. Perlu diberikan aturan yang jelas mengenai jam kerja dan istirahat saat
di lapangan.

4. Disediakannya tenda di sekitar tempat kerja sebagai tempat berteduh.

5. Perlu disediakan air minum di tempat bekerja

6. Perlu diberikannya penetapan karyawan lepas menjadi karyawan tetap


untuk jangka waktu yang lebih lama.

7. Dapat diberikan tabir surya (sunscreen) kepada para pekerja

Anda mungkin juga menyukai