PENDAHULUAN
hingga ke tingkat molekular. Kemajuan ini juga merupakan tantangan bagi tenaga
medis sendiri untuk memahami farmakodinamik dan farmakokinetik obat yang akan
Demam karena obat adalah suatu kondisi dimana terjadi demam yang
bersamaan dengan pemberian obat dan hilang setelah penghentian obat yang
dicurigai sebagai penyebab demam (Roush MK, Nelson KM., 1993). Demam karena
obat banyak salah diagnosis karena dicurigai sebagai infeksi dan baru
sendiri diperkirakan hanya berkisar 5-15% dari kejadian efek samping obat, namun
mengenai diagnosis ini, sehingga tidak diketahui angka sebenarnya (Tisdale JE,
2005).
Pada individu yang menerima obat untuk pertama kalinya, timbulnya demam
sangat bervariasi dan terdapat perbedaan varian demam yang muncul diantara
masing-masing golongan obat, tetapi paling sering muncul setelah 7-10 hari setelah
pemberian obat dan menghilang seiring penghentian obat yang dicurigai sebagai
1
Pengetahuan demam karena obat sebagai diagnosis dapat dikenali saat
intervensi diagnostik dan pengobatan yang tidak tepat dan dapat mencegah timbulnya
efek samping dari obat yang ditambahkan itu sendiri. Setelah dapat didiagnosis, tentu
dicurigai tersebut selanjutnya sebagian bagian dari terapi yang telah direncanakan
sebelumnya. Sehingga dokter akan dihadapkan pada pilihan yang sulit untuk
manajemen pasien berikutnya setelah demam karena obat teratasi. Karenanya, dibuat
referat ini sebagai pengetahuan mengenai demam karena obat dan dapat menjadi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Demam karena obat adalah suatu diagnosa ekslusi yang ditandai dengan
respons demam yang bertepatan dengan pemberian obat tanpa adanya kondisi lainnya
yang dapat bertanggung jawab untuk terjadinya demam pada kondisi tersebut.seperti
infeksi, keganasan dan lainnya (Tisdale JE, 2005). Jika tidak, itu dianggap sebagai
demam obat saat pasien mengalami reaksi alergi (dengan atau tanpa ruam kulit) yang
dikombinasikan dengan salah satu dari kondisi berikut: (i) untuk pasien dengan infeksi.
suhu tubuh berkurang saat antibiotik digunakan tapi naik lagi dalam melanjutkan
pengobatan selanjutnya; (ii) Setelah pengobatan antibiotik, suhu tubuh menjadi lebih
tinggi dan tidak bisa dijelaskan penyebab nya baik infeksi dan alasan lain yang
lainnya berada dalam kondisi normal; dan (iii) pasien dengan penyakit non-demam
lalu menderita demam setelah peningkatan dosis obat yang diberikan yang tidak bisa
dijelaskan oleh infeksi sekunder (Fang Y., Xiao H., Tiang S., Liang L., Sha W., and
Fang Y, 2014).
demam lainnya adalah bahwa demam ini menghilang setelah obat yang dicurigai
penting bagi dokter untuk memiliki pengetahuan dan sifat skeptis terhadap diagnosa
ini dan memiliki kecurigaan terhadap obat obat yang diberikan yang menjadi penyebab
3
demam, sehingga dapat menghindari pemeriksaan penunjang yang tidak tepat dan
Tabel 1. Obat-obatan yang dicurigai sebagai penyebab demam (Patel A., Gallagher J,
2010)
Kategori Obar
Antibiotik Acyclovir, Amphotericin B, aureomycin, declomycin,
erythromycin, furadantin, isoniazid, minocycline,
nitrofurantoin, novobiocin, rifampin,7 streptomycin,
terramycin, tetracycline, trimethoprim-
sulfamethoxazole, vancomycin
Penisilin Ampicillin, carbenicillin, cloxacillin, mezlocillin,
nafcillin, oxacillin, penicillin, piperacillin, staphcillin,
ticarcillin
Cefalosforin Cefazolin, cefotaxime, ceftazidime, cephalexin,
cephalothin
Anti Neoplasma 6-Mercaptupurine, bleomycin, chlorambucil,
cisplatin, cytosine arabinoside, daunorubicin,
hydroxyurea, interferon, L-asparaginase,
procarbazine, streptozocin, vincristine
Agen Kardiovaskular Clofibrate, diltiazem, dobutamine,, furosemide,
heparin, hydrochlorothiazide, methyldopa,
oxprenolol, procainamide, quinidine and quinine,
triameterene
Immunosupresan Azathioprine, everolimus, mycophenolate mofetil,
sirolimus
NSAIDs Ibuprofen, naproxen, tolmetin
Agen simpatomimetik Amphetamine, lysergic acid, 3,4-methylene
dan halusinogen dioxymethamphetamine
Antikonvulsan Carbamazepine, phenytoin
Antideprresan Doxepine , nomifensine
Other Allopurinol, cimetidine, folate, iodide,
mebendazole, metoclopramide, piperazine adipate,
propylthiouracil, prostaglandin E, ritodrine,
sulfasalazine, theophylline, thyroxine
NSAIDs : Non Steroidal Antiinflamantory drugs
4
2.2. Epidemiologi
rawat inap di Amerika Serikat (Tisdale JE, 2005). Namun, demam karena obat
sebagai satu-satunya manifestasi atau fitur klinis yang paling menonjol dari reaksi
yang terjadi diperkirakan 3-5% kasus (Hanson, 1991). Namun insidensi dari demam
karena obat sebenarnya tidak diketahui karena sedikitnya pelaporan dan sering tidak
didiagnosis. Ada perbedaan pendapat dalam literatur tentang yang populasi yang
paling rentan terhadap demam karena obat,. Beberapa publikasi telah menemukan
bahwa wanita dan populasi yang lebih tua berisiko terhadap kejadian demam karena
obat, terutama pada obat selain antibiotik (Roush MK, Nelson KM., 1993). Namun,
pasien yang lebih muda mungkin pada peningkatan risiko untuk risiko terjadinya
2.3. Patofisiologi
bertanggung jawab untuk mempertahankan set titik suhu pada manusia. Selama
demam, ada pergeseran ke atas titik set termoregulasi. Selain itu, berbagai pirogen
eksogen memicu aktivitas leukosit dan sel fagositik untuk menghasilkan pirogen
adenosin monofosfat siklik, dan monoamina di sistem saraf. Semua itu mengakibatkan
5
naiknya titik set termoregulasi. Tubuh memberikan respon dengan meminimalkan
kehilangan panas dan meningkatkan produksi panas hingga titik set termoregulasi
disebabkan oleh lima mekanisme utama yaitu dapat timbul akibat efek obat pada
Levotiroksin adalah contoh obat yang meningkatkan metabolisme, oleh karena itu
langsung meningkatkan produksi panas (Nimmo SM, Kennedy BW, Tullet WM,
2010).
6
Simetidin , anti histamine 2 reseptor di hipotalamus telah dilaporkan menyebabkan
demam obat melalui mekanisme ini (Nimmo SM, Kennedy BW, Tullet WM, 1993)
dikarenakan adanya kontaminasi atau karena efek intrinsik dari obat itu sendiri.
Pirogen yang muncul yang tercampur dalam proses manufaktur dapat mencemari
beberapa antibiotik, agen kemoterapi, dan streptokinase. . Vancomycin pada satu waktu
eksogen yang dikenal sebagai mud missisipy. Obat-obatan seperti amfoterisin B dan
Demam yang berhubungan dengan cara pemberian obat juga dapat terjadi
dengan injeksi, sebagai akibat dari flebitis dari injeksi dan larutan infus dengan berat
molekul tinggi seperti sefalosporin dan vankomisin.. Vaksin dan ekstrak alergi
menyebabkan demam melalui mekanisme yang sama karena mengandung bakteri atau
Terkadang efek farmakologis obat itu sendiri penyebab demam obat. Reaksi
Jarisch-Herxheimer adalah contoh klasik yang terlihat selama terapi antibiotik untuk
penyakit spirochetal seperti sifilis, leptospirosis, dan borreliosis (Roush MK, Nelson
7
terbunuh atau mati menyebabkan reaksi demam. Endotoksin, juga dikenal sebagai
lipopolisakarida, merupakan bagian integral dari dinding sel bakteri gram negatif dan
dilepaskan ketika neutrofil mencerna organisme. Contoh lain termasuk demam yang
disebabkan oleh agen antineoplastic. Agen ini dapat menimbulkan demam ketika sel-
sel neoplastik rusak akibat obat melepaskan pyrogen endogen yang bekerja pada
d. Reaksi Idiosinkrasi
predisposisi genetic yang diturunkan. Contoh yang paling menonjol dari ini adalah
hipertermia (suhu> 106 F atau lebih dari 41c), kekakuan otot, takikardia, aritmia,
dan hipotensi pada pasien yang menjalani pengobatan dengan agen anestesi inhalasi. ,
A
gen yang paling sering terlibat termasuk halotan (sendiri atau dalam kombinasi
oleh genetik yang mengakibatkan rilis abnormal ion kalsium ke dalam myoplasma otot,
yang menyebabkan reaksi katabolik yang menghasilkan sejumlah besar panas (Johson
lebih umum ditemui oleh dokter dan ditandai oleh hipertermia, kekakuan otot,
kesadaran berfluktuasi, dan gangguan otonom. Hal ini paling sering dikaitkan dengan
MK, Nelson KM., 1993).. Beberapa obat dapat menyebabkan reaksi hemolitik pada
8
73
demam. . Banyak obat, seperti sulfonamid, agen antimalarial (misalnya,
reaksi ini. Mekanisme ini menimbulkan demam akibat pelepasan pyrogen endogen
oleh sel-sel darah merah yang pecah selanjutnya menyebabkan peninggian suhu
e. Reaksi hipersensitivitas
Mekanisme yang paling umum untuk demam karena obat adalah reaksi
hipersensitivitas, yang paling mungkin dimediasi oleh respon humoral. Obat atau
produk degradasi dapat bertindak baik sebagai antigen lengkap atau hapten.
Kompleks antigen-antibodi yang beredar akan memacu reaksi komplemen yang dapat
hipersensitivitas lain yang mendasari demam karena obat adalah melalui- respon
imun limfosit sel T atau kekebalan seluler. Mekanisme demam diperantarai imunitas
penting. Suhu yang tinggi dapat muncul beberapa hari atau minggu setelah memulai
terapi obat. Variabilitas dalam timbulnya demam karena obat ini menjadi tantangan
dalam diagnosis, terutama pada pasien yang minum beberapa obat baru secara
9
Tabel 2. Mekanisme Demam karena obat dan obatnya
Mekanisme Obar
Perubahan pada Antikolinergik (misalnya antihistamin, atropin,
mekanisme antidepresan trisiklik), cimetidin, levothyroxine,
termoregulasi inhibitor monoamine oxidase, fenotiazin, agen
simpatomimetik (misalnya amfetamin, kokain,
epinefrin, 3,4-metilen dioxymethamphetamine)
Reaksi akibat pemberian Amfoterisin B, bleomycin, sefalosporin, paraldehida
obat dan pentazocine (injeksi intramuskular), Vaksin dan
Alergi Ekstrak, Vankomisin
Demam terkait Antineoplastik agen (misalnya, 6-mercaptopurine,
farmakologis aksi obat Bleomycin, Klorambucil, Cisplatin, Sitosin
arabinosida, L-asparaginase, streptozocin,
vincristine), heparin, penisilin, Warfarin
Reaksi Idiosinkresi agen anestesi (misalnya, enfluran, halotan atau
bersama dengan suksinilkolin, isoflurane),
kloramfenikol, dopamin-2 reseptor antagonis
(misalnya, haloperidol, fenotiazin, thiothixene),
metildopa, nitrofurantoin ,primakuin fosfat, quinidine,
kina, sulfonamida
Reaksi Hipersensitivitas Allopurinol, agen antimikroba, carbamazepine,
heparin, metildopa, fenitoin, procainamide,
quinidine, kina, sulfonamide, Allopurinol, agen
antimikroba, carbamazepine, heparin, metildopa,
fenitoin, procainamide, quinidine, kina, sulfonamida
Diagnosa demam karena obat, adalah diagnosa ekslusi, sehingga dokter harus
terhadap kejadian demam harus jeli, apakah seiring dengan pemberian obat. Demam
bisa menjadi ciri khas dari banyak proses penyakit selain infeksi, termasuk keganasan,
kolagen, asam urat akut, operasi, dan trauma (Johson DH., Cunha BA, 1996). Pada
10
kasus munculnya demam, terutama dalam situasi ketika seorang pasien dinyatakan
secara klinis baik, maka demam karena obat harus dipertimbangkan dalam diferensial
diagnosis. Diagnosis pasti dapat dibuat hanya ketika demam menghilang setelah
menghentikan agen yang dicurigai. Ada variasi waktu yang signifikan di antara kelas
obat yang berbeda dalam memunculkan kejadian demam karena obat. Waktu rata-
rata antara inisiasi obat dan timbulnya demam adalah 7-10 hari. Interval terpendek
antara inisiasi terapi dan onset demam diamati pada agen antineoplasma (rata-rata
0,5-6 hari) dan antimikroba (median 6 hari, rata-rata 7,8 hari). Interval waktu yang
lebih lama terlihat dengan obat yang bekerja di sistem saraf pusat (median 16 hari,
rerata 18,5 hari) dan obat-obatan kardiovaskuler (median 10 hari, rerata 44,7 hari)
(Hanson., 1991).
Berbagai pola demam terjadi pada penderita demam karena obat. Pola yang
tetapi secara konsisten meningkat dari normal; demam intermiten, demam dimana
masih ada periode oleh suhu normal sehari-hari; dan demam hectic, yang
adalah pola yang paling umum, terutama karena penggunaan obat antipiretik dan
pengunaan kompres dingin yang dapat mengubah pola demam dari respon
alamiahnya (Saper CB, Breder CD, 1994).Petunjuk lain membantu dalam deteksi obat
demam relatif bradikardia, suatu kondisi yang terjadi ketika denyut jantung yang tidak
kelainan kulit dalam demam karena obat diperkirakan terjadi 18-29% dari penderita
11
kecil pasien dan mungkin urtikaria dengan atau tanpa petechiae (Roush MK, Nelson
KM., 1993).
karena obat, walaupun sangat bervariasi dan tidak dapat diandalkan untuk diagnosis
pasti. jumlah leukosit dengan diferensial harus dilakukan untuk semua pasien
dengan hasil yang menunjukkan leukositosis dengan atau tanpa pergeseran kiri.
Tingkat Eosinofil sering meningkat, dan tingkat sedimentasi eritrosit juga. Terdapat
juga peningkatan enzim transaminase hati namun tidak lebih dari 2 kali batas atas
2.6. Pengobatan
Pendekatan yang paling masuk akal untuk mengobati demam karena obat
adalah menghentikan agen penyebabnya. Menentukan agen yang tepat bisa menjadi
suatu tantangan, dan tidak ada pendekatan standar. Tergantung pada keparahan dari
reaksi yang menyertainya, mungkin tepat untuk menghentikan semua obat yang
dicurigai, yang ditambahkan baru-baru ini atau semua obat yang tidak penting. Setelah
penghentian, resolusi demam terjadi dalam 48-72 jam dan dapat bertahan selama
beberapa hari hingga minggu jika disertai manifestasi lainnya seperti ruam
makulopapular, atau waktu eliminasi agen dari tubuh membutuhkan waktu lebih lama.
Di situasi di mana pengobatan terus diperlukan, maka pengalihan ke obat lain yang
memiliki target yang sama diperlukan untuk menghindari terjadinya demam karena
obat lebih lanjut. Beberapa obat tidak memiliki pengganti yang memadai seperti
12
antibiotik yang bekerja di mikroorganisme yang resisten, maka dimungkinkan untuk
prostaglandin inhibitor sambil tetap waspada untuk tanda-tanda lebih lanjut dari
kecuali jika diperlukan dalam reaksi kulit (Patel A., Gallagher J, 2010).
13
BAB III
SIMPULAN
laporan kasus telah menyebutkan berbagai jenis obat yang terlibat dalam
dihadapkan dengan pilihan dan pertimbangan atas risiko dan manfaat menghentikan
agen yang dicurigai. Pada pasien yang demam karena obat menjadi sembuh setelah
penghentian beberapa agen yang tidak mendesak diperlukan (seperti yang dibutuhkan
untuk kondisi kronis yang stabil), agen ini dapat dimulai kembali secara individual,
karena obat juga tidak harus mengalihkan perhatian dokter dari probabilitas
14
DAFTAR PUSTAKA
Fang Y., Xiao H., Tiang S., Liang L., Sha W., and Fang Y, 2014. clinical features and treatment of drug
fever cause anti tuberculosis drug. The Clinical Respiratory Journal.
Hanson, 1991. Drug Fever : remember to consider it in diagnosis. Postgrad Med, Volume 89, pp. 167-
73.
Johson DH., Cunha BA, 1996. Drug Fever. Infect Dis Clin North Am, Volume 10, p. 85.
Lee Chiong, 1995. disorder of temperature regulation. Compr Ther, Volume 21, p. 697.
Nimmo SM, Kennedy BW, Tullet WM, 1993. Drug Induced Hyperthermia. Anasthesia, Volume 48, p.
892.
Patel A., Gallagher J, 2010. Drug Fever. Pharmacotherapy, Volume 30, pp. 57-69.
Roush MK, Nelson KM., 1993. Understanding drug induce febrile reaction. Am Pharm, Volume 33, pp.
39-42.
Saper CB, Breder CD, 1994. The neurology basis of fever. N Engl J Med, Volume 330, p. 1880.
Tisdale JE, M. D., 2005. Drug Induce Disease : prevetion, detection and managemen. American Society
of Health System Pharmacist.
15