Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN AKHIR

PELAYANAN KEFARMASIAN II (PBL) FAI 302


SEMESTER GENAP 2018/2019

RESPONDING TO SYMPTOMS
KONSTIPASI DAN SAKIT KEPALA

OLEH :
KELOMPOK V (SELASA) / KELAS D

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Nama dan NIM Anggota Kelompok :


1. Frederic Grorio Duka (051211133030)
2. Dwi Safitri Syafiatuddin (051511133004)
3. Fini Firdini Aifa (051511133012)
4. Hudiya Syadida (051511133016)
5. An Nisa Nur Laila (051511133020)
6. Fiona Lisa Yulinar (051511133028)
7. Ridho Robby Imanta (051511133032)
8. Hilda Kurniawati (051511133076)
9. Nuraini (051511133100)
10. Nada Sofiyah (051511133128)
11. Nisma Abdurahman B. (051511133140)
12. Ferrico April Dwi Prayitno (051511133172)
13. Firly Fajar Imani (051511133192)
14. Nur Syarif Hidayatullah (051511133236)

Laporan Akhir ini telah disetujui oleh :

Dosen Tutor

Gesnita Nugraheni, S.Farm., M.Sc., Apt


NIP.198512022008122003

2
DAFTAR ISI

COVER LAPORAN ................................................................................................................ 1


LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
1.1 Pendahuluan ....................................................................................................................... 4
1.1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4
1.1.2 Identifikasi Problem ....................................................................................................... 5
1.1.2.1 Problem 1 ...................................................................................................................... 5
1.1.2.2 Problem 2 ...................................................................................................................... 5
1.1.2.3 Problem 3 ...................................................................................................................... 6
1.1.2.4 Problem 4 ...................................................................................................................... 6
1.1.2.5 Problem 5 ...................................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 8
2.1 Tinjauan Pustaka tentang Konstipasi .............................................................................. 8
2.2 Tinjauan Pustaka tentang Sakit Kepala ........................................................................ 21
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 31
3.1 Problem 1 .......................................................................................................................... 31
3.2 Problem 2 .......................................................................................................................... 31
3.3 Problem 3 .......................................................................................................................... 32
3.4 Problem 4 .......................................................................................................................... 32
3.5 Problem 5 .......................................................................................................................... 33
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 37
LAMPIRAN............................................................................................................................ 40

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
1.1.1 Latar Belakang
Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat
menjaga kesehatannya sendiri. Pada pelaksanaanya, swamedikasi /pengobatan sendiri
dapat menjadi masalah terkait obat (Drug Related Problem) akibat terbatasnya
pengetahuan mengenai obat dan penggunaannya. Swamedikasi bergantung pada
pengetahuan induvidu itu sendiri maupun keluarga terdekat terkait pengalaman
mengobati suatu gejala penyakit maupun penyakit tertentu (Berardi, 2009).
Konstipasi adalah keluhan yang paling umum terjadi karena masalah
gastrointestinal (GI). Umumnya, pasien akan mengeluhkan feses berdarah, rasa sulit
untuk mengeluarkan feses, dan berkurangnya frekuensi buang air besar (BAB).
Penderita konstipasi biasanya mengatasi keluhan konstipasi dengan mengobati diri
sendiri (swamedikasi), apabila keluhan ini sudah kronis dan tidak dapat diatasi
sendiri, maka penderita akan mengkonsultasikan ke dokter. Swamedikasi dengan
terapi non farmakologi untuk konstipasi dapat dilakukan dengan perubahan pola
makan atau aktivitas fisik dan terapi farmakologi dapat menggunakan obat golongan
laksatif, contohnya bisakodil dan laktulosa. Efek samping dari obat laksatif ini adalah
perut kram, ketergantungan dan bisa sampai terjadi hipokalemia jika digunakan dalam
jangka waktu lama (Berardi, 2009).
Sebanyak 90% manusia selama hidupnya pernah mengalami sakit kepala.
Hampir setengah dari pasien akan menggunakan pereda nyeri untuk mengatasi sakit
kepala yang dialami. Sakit kepala sendiri, terbagi menjadi tension type headaches,
migain, dan sinus headaches. Umumnya, pasien yang mengalami tension type
headaches akan mengeluhkan sakit didaerah kepala bagian atas hingga ke bawah
tengkorak (menyeluruh) dan durasi yang dialami adalah menit hingga hari.
Sedangkan, pasien yang mengalami migraine akan merasakan sakit pada setengah
kepala saja dengan durasi jam hingga dua hari. Penderita sakit kepala biasanya
mengatasi keluhan nyeri ini dengan mengobati diri sendiri (swamedikasi), apabila
keluhan ini sudah kronis dan tidak dapat diatasi sendiri, maka penderita akan
mengkonsultasikan ke dokter. Swamedikasi dengan terapi non farmakologi untuk

4
mengatasi sakit kepala khususnya migrain dapat dilakukan dengan latihan untuk
mengatasi stres (hiburan saat bekerja bila memungkinkan), mengompres es pada
dahi/pelipis, dan stirahat pada tempat yang tenang dan pada ruangan yang gelap.
Terapi farmakologi dapat menggunakan obat kombinasi aspirin, parasetamol, dan
kafein, aspirin tunggal, ibuprofen, dan parasetamol tunggal (Berardi, 2009).

1.1.2 Identifikasi Problem


1.1.2.1 Problem 1
Berikut ini merupakan History taking dari problem 1:
Tabel 1.1 Hasil History Taking Problem 1
Who is the patient An. Maryam (1,5 th; 10 kg)
What are the symptoms Susah buang air besar, tidak ada danger symptom
How long have the symptoms Untuk pertama kali mengalami kesulitan BAB, sudah 5
been taken hari tidak bisa BAB, biasanya 2 kali sehari
Action taken Belum ada tindakan yang diberikan
Medication being taken An. Maryam tidak sedang mengkonsumsi obat apapun,
mengkonsumsi susu kombinasi ASI dan SGM sejak 6
bulan terakir

1.1.2.2 Problem 2
Berikut ini merupakan History taking dari problem 2:
Tabel 1.1 Hasil History Taking Problem 2
Who is the patient Tn. Saman (76 tahun), Jl. Mulyorejo (0856317266),
pensiunan
What are the symptoms Susah BAB selama 1 minggu (sebelumnya 2 hari sekali
BAB), perut terasa kembung dan sebah.
How long have the symptoms 1 minggu terakhir belum BAB, tidak ada danger
been taken symptom, pasien kadang makan sayuran dan minum air
putih
Action taken -
Medication being taken Juga sedang mengalami nyeri punggung, dan diketahui
bahwa pasien sedang mengkonsumsi obat Copar
(racikan dokter) untuk terapi selama 10 hari terhitung

5
mulai tanggal 14/4/2019. Terkadang mengkonsumsi
susu.

1.1.2.3 Problem 3
Berikut ini merupakan History taking dari problem 3:
Tabel 1.1 Hasil History Taking Problem 3
Who is the patient Ny. Bella (27 tahun, 60 kg), mahasiswa sedang mau
ujian thesis, Jl. Dharmahusada
What are the symptoms 3 hari terakhir belum BAB, normal frekuensi BAB
sehari sekali, perut kembung sedang hamil 12 minggu,
makan tidak teratur, sering duduk
How long have the symptoms 3 hari terakhir belum BAB, tidak ada denger symptom
been taken
Action taken Belum melakukan tindakan medis
Medication being taken Mengonsumsi asam folat dankalsium untuk kehamilan

1.1.2.4 Problem 4
Berikut ini merupakan History taking dari problem 4:
Tabel 1.1 Hasil History Taking Problem 4
Who is the patient Tn. Joni - 51 th (Jl. Dharmawangsa 33B, 5011)
Seorang security di ruko dengan 3 sifth (pagi, siang,
malam)
What are the symptoms Sakit kepala setengah (bagian kanan) hingga belakang
How long have the symptoms Beberapa kali kambuh dalam 1 bulan terakhir, tidak ada
been taken denger symptom
Action taken Apabila kambuh minum panadol dan dibuat tidur
Medication being taken Terkadang pasien mengkonsumsi vitacimin dan tidak
menkonsumsi alkohol

1.1.2.5 Problem 5
Berikut ini merupakan History taking dari problem 5:
Tabel 1.1 Hasil History Taking Problem 5

6
Who is the patient Tn. Joni - 51 th (Jl. Dharmawangsa 33B, 5011)
Karena sedang mengalami kesulitan keuangan, Tn. Joni
bekerja sebagai satpam pada malam hari dan bekerja di
cucian mobil pada siang hari
What are the symptoms Sakit kepala setengah pada bagian kanan dari depan
sampai belakang, rasa sakitnya seperti ditusuk-tusuk
hingga terasa mau pingsan, adanya kilatan cahaya pada
mata, merasa mual, tapi tidak demam.
How long have the symptoms Beberapa kali kambuh dalam 1 bulan terakhir. Tapi
been taken selama 1 minggu terakhir terasa lebih sakit
Action taken Tn. Joni mengkonsumsi obat poldanmig dari apotek 1
minggu yang lalu, terakhir dikonsumsi 2 hari yang lalu
dan sekarang obatnya sudah habis
Medication being taken Terkadang pasien mengkonsumsi vitacimin dan tidak
menkonsumsi alkohol

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka tentang Konstipasi


2.1.1 Pengertian Konstipasi
Kondisi mengenai adanya gangguan pada frekuensi buang air besar, ukuran atau
konsistensi feses, dan proses defekasi dalam rentang waktu tertentu (Arnaund,2003).
2.1.2 Etiologi Konstipasi
Etiologi
Anak a. Anak berusia sama atau kurang dari 4 tahun adanya
konstipasi disebabkan oleh gejala klinis berikut,
○ defekasi kurang dari 3 kali seminggu
○ nyeri saat Buang Air Besar (BAB)
○ impaksi rektum
○ adanya masa feses di abdomen
b. Anak berusia di atas 4 tahun
○ frekuensi b.a.b kurang atau sama dengan dua kali
seminggu tanpa menggunakan laksatif
○ dua kali atau lebih episode soiling/enkopresis
(keluarnya tinja di pakaian dalam) dalam seminggu
○ teraba masa feses di abdomen atau rektum pada
pemeriksaan feses
( Benninga MA, 1994)
Lansia a. Konstipasi Primer (functional constipation)
Disebabkan oleh disfungsi dari kolon dan rektal.
Konstipasi ini dibagi lagi menjadi 3 sub bagian yaitu
- Normal transit konstipasi
- Slow transit konstipasi
- Disorders of defecation
b. Konstipasi Sekunder
Disebabkan oleh penggunaan obat, proses penyakit
kronik dan permasalahn psikososial.
(Hill, Jason. 2019)

8
Ibu Hamil a. Asupan cairan dan fiber yang berkurang
b. Aktivitas fisik atau olahraga yang berkurang
sehingga pergerakan usus juga berkurang transit GIT
mengalami perlambatan
c. Distensi dan penurunan refleks rektum
d. Obstruksi usus atau terjadi penekanan pada usus
karena tekanan uterus
e. Konsumsi suplemen dengan kandungan zat besi dan
kalsium
f. Perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron
menyebabkan aktivitas usus berubah
(Bonapace et al., 1998)

2.1.3 Fisiologi dan Patofisiologi Konstipasi

Fisiologi
Berikut ini merupakan perbedaan keadaan kolon kondisi normal dan saat terjadi
konstipasi:
Gambar 2.1 Perbandingan Keadaan Colon Kondisi Normal dan Saat Terjadi Konstipasi

Patofisiologi
Terdapat beberapa macam patofisologi dari konstipasi antara lain :
9
a. Sindrom iritasi usus, divertikulitis, penyakit saluran pencernaan atas dan bawah,
wasir, celah anal, proktitis ulseratif, tumor, hernia, volvulus usus, sifilis, TBC,
limfogranuloma venereum, penyakit Hirschsprung.
b. Diabetes mellitus dengan neuropati, hipotiroidisme, panipipituitarisme,
pheochromocytoma, hiperkalsemia, kelebihan glukagon enterik.
c. Kehamilan
d. Trauma kepala, tumor SSP, cedera saraf tulang belakang, kecelakaan
serebrospinal, Penyakit Parkinson.
e. Gangguan kejiwaan, stress, depresi.
f. Induksi obat
(Berardi, 2009)

2.1.4 Gejala Umum Konstipasi


Dikatakan mengalami konstipasi apabila mengalami 2 atau lebih gejala di bawah ini
(Terri, 2018) :
a. Tinja keras, kental dan berbentuk seperti pelet
b. Saat BAB perlu menegang
c. Setelah BAB, perut masih terasa belum kosong (sense of incomplete emptying of
the rectum)
d. Tinja sulit keluar tanpa enema, suppositoria atau laksatif oral
e. Agar BAB teratur perlu adanya stimulasi seperti digital stimulation atau pelvic
floor
f. BAB < 3 kali seminggu untuk wanita dan < 5 kali seminggu untuk pria
g. Bukan merupakan sindrom iritasi usus besar.

Selain itu terdapat Danger Symptom yang merupakan kriteria inklusi dari Self
Medication konstipasi (Berardi, 2009) :
● Nyeri bagian perut atau perut kembung atau mengalami kram perut
● Buang gas tidak beraturan
● Demam, Mual dan/atau muntah
● Paraplegia atau quadriplegia
● Penggunaan laksatif harian
● Terjadi perubahan kondisi usus, terutama disertai dengan berkurangnya BB

10
● Terdapat darah di feses atau feses lebih gelam warnanya atau feses tertinggal
● Terjadi perubahan karakter feses
● Terdapat keluhan pada usus yang terjadi selama 2 minggu atau berulang minimal
pada 3 bulan
● Terjadi gangguan usus setelah menjalani modifikasi pola makan atau penggunaan
laksatif
● Terdapat riwayat Inflammatory Bowel Disease (IBD)
● anorexia
NOTE : a, c, d, h, i merupakan symptom yang harus atau sangat diperhatikan
(alarming symptom)

2.1.5 Algoritma Self-Medication pada Konstipasi

Berikut algoritma Self-Medication pada konstipasi (Gambar 2.2)

Gambar 2.2 Algoritma Self-Medication pada Konstipasi

11
(Berardi, 2009)

2.1.6 Tujuan Terapi


Berikut merupaka tujuan dari terapi dari konstripasi :
a. Meringankan sembelit dan mengembalikan fungsi usus yang normal
b. Memperbaiki pola makan dan kebiasaan berolahraga untuk membentu mencegah
kekambuhan konstipasi
c. Memberikan saran produk laksatif yang aman dan efektif
d. Menghindari penggunaan produk laksatif yang berlebihan
(Berardi et al., 2009)

2.1.7 Terapi Non-Farmakologi


Mengatasi konstipasi dapat dilakukan dengan cara melakukan terapi non farmakologi
antara lain :
a. Mengubah Pola Makan (Dietary modification) : meningkatkan asupan serat,
perbanyak minum air putih/penambah cairan tubuh, batasi makanan yang tinggi
lemak, hindari makan makanan instan (Berardi et al, 2009).
b. Memperbanyak olahraga, olahraga yang teratur dapat menjaga sistem pencernaan
tetap sehat dan aktif (Berardi et al, 2009).
c. Konsumsi air minum yang cukup (normal konsumsi ± 2 liter) (Santucci et al.,
2007).

12
Meningkatkan Aktivitas fisik, Olahraga dilakukan secara rutin (jalan kaki, bersepeda),
Kurangi stress (Christine et al., 2005).

2.1.8 Terapi Farmakologi


Terapi konstipasi secara farmakologi bisa dilakukan dengan menggunakan golongan obat
berikut :
OSMOTIK LAKSATIF
Mekanisme Absorbsi molekul buruk sehingga menciptakan gradien osmotik dalam
lumen usus, menarik air ke dalam lumen dan membuat tinja lunak dan
longgar (A. Gibler, 2015).
Nama Generik Lactulose, Polyethylene glycol 3350

Contoh Nama Microlax


Dagang
Bentuk Enema
Sediaan
Indikasi Mengatasi sembelit atau konstipasi,

Dosis Lactulose:
- Anak 1-11 bulan : 2,5 mL sehari dua kali
- Anak 1-4 tahun : 2,5-10 mL sehari dua kali
- Anak 5-17 tahun : 5-20 mL sehari dua kali
- Dewasa : mulai 15 mL sehari dua kali
(Joint Formulary Committee, 2018)

Polyethylene glycol 3350 :


- Anak : tidak dianjurkan
- Dewasa : 17 g in 8 oz dari air sehari sekali
(Berardi et al, 2009)
OOA Lactulose : 48 jam (Joint Formulary Committee, 2018)
Polyethylene glycol 3350 : 24-72 jam (Berardi et al, 2009)
ESO Lactulose : nyeri perut, diare, flatus, mual, muntah, ketidakseimbngan
elektrolit
Polyethylene glycol 3350 : perut tidak nyaman, flatus, mual, muntah

13
(Joint Formulary Committee, 2018)

Gambar
Produk

BULK LAKSATIF
Mekanisme Meningkatkan massa feses yang merangsang peristaltik.

Nama Generika. Methylcellulose, Malt soup extract, Partially hydrolyzed guar gum,
Polycarbophil, Plantago seeds (psyllium)
Contoh Nama Mulax
Dagang
Bentuk Serbuk
Sediaan
Indikasi Konstipasi kronis

Dosis a. Methylcellulose
Adult : 4-6 g
Children : 1-1,5 g (> 6 years)
b. Malt soup extract
Adult : 12-64 g
Children : 6-32 mL (1 month to 2 years)
c. Partially hydrolyzed guar gum
Adult : 1-6 g
Children : tidak tersedia
d. Polycarbophil
Adult : 1-6 g
Children : 0,5-1,0 g (<2 years); 1-1,5 g (2-< 6 years); 1,5-3,0 g (6-12

14
years)
e. Plantago seeds (psyllium)
Adult : 2,5-30 g
Children :1,25-15 g (> 6 years)

(Berardi, 2009)
OOA 12-72 jam
(Berardi, 2009)
ESO Gangguan pencernaan (awal terapi), flatulen
(Joint Formulary Committee, 2018)
Gambar
Produk

STOOL SOFTENER (Docusate Kalsium)


Mekanisme Memudahkan air berinteraksi dengan feses untuk melunakkan feses,
membuat feses lebih licin sehingga mudah untuk dikeluarkan (Gibler,
2015).
Nama Generik -

Nama Dagang KAO-TIN, DC Softgels, DIOCTOCAL, Pro-Cal-Sof, SULFOLAX,


SURFAK
Bentuk Kapsul Oral
Sediaan
Indikasi Pencegahan sembelit (pada pasien yang harus menghindari mengejan,
seperti setelah MI atau operasi rektum

15
Komposisi -

Dosis Oral (Dewasa) = 1-3 softgel/ hari, 2-11 tahun : 1 softgel/hari

Kelebihan Penggunaan per oral mudah

Kekurangan Mempuyai efek samping : iritasi tenggorokan, kram ringan pada saluran
pencernaan dan ruam pada kulit. OOA lama (12-72 jam) Harga mahal (RP
130.000,-)
Gambar
Produk TIDAK ADA DI INDONESIA

STOOL SOFTENER (Docusate Sodium)


Mekanisme Memudahkan air berinteraksi dengan feses untuk melunakkan feses,
membuat feses lebih licin sehingga mudah untuk dikeluarkan (Gibler,
2015).
Nama Generik -

Nama Dagang COLACE , Correctol Stool Softener Soft Gels, DIOCTO, DOCU, DOK,
DOS Softgels, DOS, DOSS, DSS, Dulcolax Stool Softener
Bentuk Oral = Pencegahan sembelit (pada pasien yang harus menghindari
Sediaan mengejan, seperti setelah MI atau operasi rektum) dan Rectal =
Digunakan sebagai enema untuk pelunak tinja
Indikasi Ducosate sodium 100 mg, sodium 5 mg/softgel

Komposisi  50‐250 mg kapsul / Oral ; 100‐283 mg/5 mL enema/Rectal ; 50 mg/5


mL sol/ Oral ; 60 mg/15 mL syrp/ Oral ; 100 mg tab/ Oral
Dosis Penggunaan per oral mudah, onset per rektal cepat

Kelebihan Mempuyai efek samping : iritasi tenggorokan, kram ringan pada saluran
pencernaan dan ruam pada kulit. OOA lama (12-72 jam). Harga mahal
(RP 130.000,-)

16
Kekurangan Memudahkan air berinteraksi dengan feses untuk melunakkan feses,
membuat feses lebih licin sehingga mudah untuk dikeluarkan (Gibler,
2015).
Gambar
TIDAK ADA DI INDONESIA
Produk

SALINE LAKSATIF
Mekanisme Laksatif saline adalah zat aktif osmotik yang tidak dapat diserap, yang
menarik dan menahan air di lumen usus, meningkatkan tekanan
intraluminal yang secara mekanis merangsang evakuasi usus.
Nama Generik Magnesium citrate, Magnesium hydroxide, Magnesium sulfate, Dibasic
sodium phosphate, Monobasic sodium phosphate, Sodium biphospate
Contoh Nama Fleet Enema
Dagang
Bentuk Enema
Sediaan
Indikasi Mengatasi sembelit dan konstipasi

Dosis Magnesium citrate:


- Anak < 6 tahun : 2-4 mL/kg sehari sekali atau dosis terbagi
- Anak 6-12 tahun : 100-150 mL
- Dewasa: 150-300 mL
Magnesium hydroxide:
- Anak < 2 tahun: 0,5 mL/kg setiap dosis
- Anak 2-< 6 tahun : 5-15 mL
- Anak 6-12 tahun : 15-30 mL
- Dewasa : 30-60 mL
Magnesium sulfate:
- Anak 2-< 6 tahun : 2,5-5 gram
- Anak > 6 tahun : 5-10 gram
- Dewasa : 10-30 gram
Dibasic sodium phosphate:
- Anak 5-<10 tahun : ¼ dosis dewasa

17
- Anak >10 tahun : ½ dosis dewasa
- Dewasa: 1,9 – 3,8 gram
Monobasic sodium phosphate:
- Anak 5-<10 tahun : ¼ dosis dewasa
- Anak >10 tahun : ½ dosis dewasa
- Dewasa: 8,3 – 16,6 gram
Sodium biphospate:
- Anak 5-<10 tahun : ¼ dosis dewasa
- Anak >10 tahun : ½ dosis dewasa
- Dewasa: 9,6-19,2 gram
(Berardi et al, 2009)
OOA Magnesium citrate: 0,5 – 3 jam
Magnesium hydroxide: 0,5 – 3 jam
Magnesium sulfate: 0,5 – 3 jam
Dibasic sodium phosphate: 0,5 – 3 jam
Monobasic sodium phosphate: 0,5 – 3 jam
Sodium biphospate: 0,5 – 3 jam
(Berardi et al, 2009)
ESO Nyeri perut, mual, muntah, dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit
(Berardi et al, 2009)
Gambar
Produk

18
STIMULAN LAKSATIF (Antraquinones)
Mekanisme Senna bekerja dengan cara merangsang otot saluran pencernaan agar bisa
mendorong kotoran mendekati dubur, sekaligus meningkatkan frekuensi
buang air. (Medscape, 2018)
Nama Generik Senna

Nama Dagang Daun Senna Semesta, Herba Senna Aloe, GNC Herbal Plus Senna Leaf
Extract, Senna, Maximus
Bentuk Solid (kapsul, rektal), granul, syrup
Sediaan
Indikasi Mengatasi sembelit atau konstipasi

Dosis Solid
Adult :187-374 mg konsentrasi senna terstandar; 8,6-17,2 mg sennosides
Children : 187 mg konsentrasi senna terstandar
Granul
Adult : 326 mg (1 sdm) konsentrasi senna terstandar
Children : 163 (1/2 sdm) konsentrasi senna terstandar
Syrup
Adult : 436-654 mg ekstrak senna terstandar
Children : 109-218 mg ekstrak senna terstandar (1-5 years)
Solid (rectal)
Adult : 652 mg konsentrasi senna terstandar; 30 mg sennosides
Children : 326 konsentrasi senna terstandar
(Berardi, 2009)
OOA 6-10 jam
(Berardi, 2009)
ESO Kram perut
(Joint Formulary Committee, 2018)
Gambar
Produk

19
STIMULAN LAKSATIF (Diphenylmethane)
Mekanisme merangsang otot-otot usus besar untuk mengeluarkan kotoran (Medscape,
2018)
Nama Generik Bisacodyl

Nama Dagang Tablet : custodiol, dulcolax, laxacod, laxana, bicolax, prolaxan, dan
laxamex
Suppositoria : dulcolax dan stolax
Bentuk Tablet salut selaput dan suppositoria (tablet anus atau dubur)
Sediaan
Indikasi Untuk mengatasi konstipasi dan mengosongkan isi perut

Dosis Bisacodyl
Dewasa: 10-30 mg
Anak : 5-10 mg (>6-11 tahun), 10 mg (>11 tahun)
(Berardi, 2009)
OOA 6-10 jam
(Berardi, 2009)
ESO Kram perut, mual, muntah, iritasi lokal (suppositoria)
(Joint Formulary Committee, 2018)
Gambar
Produk

STIMULAN LAKSATIF (Na Picosulfate)


20
Mekanisme Meningkatkan penyerapan air ke dalam feses, sehingga melunakkan
tekstur tinja.
Merangsang saraf dan otot di usus, sehingga meningkatkan pergerakan
usus dalam proses pembuangan feses.(Medscape, 2018)
Nama Generik Na picosulfate

Nama Dagang Laxoberon

Bentuk Drop Oral


Sediaan
Indikasi Untuk mengatasi konstipasi

Dosis Dewasa: 5-10 mg sehari sekali pada malam hari


Anak 1 bulan – 3 tahun : 2,5 – 10 mg sehari sekali
Anak 4 – 17 tahun : 2,5 – 20 mg sehari sekali
(Berardi, 2009)
OOA 6-12 jam
(Berardi, 2009)
ESO Kram perut, mual muntah
(Joint Formulary Committee, 2018)
Gambar
Produk

2.2 Tinjauan Pustaka tentang Sakit Kepala


2.2.1 Pengertian Sakit Kepala
Sakit kepala adalah rasa sakit di kepala yang berada di atas mata atau telinga,
kepala bagian belakang, atau leher belakang bagian atas (Shiel, 2018).

2.2.2 Klasifikasi Sakit Kepala

21
1. Migraine
a. Migraine without aura: Gangguan sakit kepala berulang yang bermanifestasi
dalam serangan yang berlangsung 4–72 jam. Karakteristik khas sakit kepala adalah
lokasinya di satu sisi saja, berdenyut, intensitas sedang atau berat, diperburuk oleh
aktivitas fisik rutin dan berhubungan dengan mual dan / atau fotofobia (sensitif
terhadap cahaya) dan fonofobia (sensitif terhadap suara).
Kriteria diagnosis:
A. Setidaknya lima serangan memenuhi kriteria B – D
B. Serangan sakit kepala berlangsung selama 4-72 jam (ketika tidak diobati atau
tidak berhasil diobati)
C. Sakit kepala setidaknya memiliki dua dari empat karakteristik berikut :
lokasinya di satu sisi, berdenyut, intensitas nyeri sedang atau berat, diperburuk
dengan atau menyebabkan penghindaran aktivitas fisik rutin (mis. Berjalan atau
menaiki tangga)
D. Selama sakit kepala setidaknya memenuhi satu dari kriteria berikut: mual dan /
atau muntah, fotofobia (sensitif terhadap cahaya) dan fonofobia (sensitif
terhadap suara)
b. Migraine with aura: Serangan berulang, berlangsung lama, sepenuhnya reversibel
di satu sisi seperti gejala pada visual, sensorik atau sistem saraf pusat lainnya
yang biasanya berkembang secara bertahap dan biasanya diikuti oleh sakit kepala
dan gejala migrain terkait.
Kriteria diagnosis:
A. Setidaknya dua serangan memenuhi kriteria B dan C
B. Satu atau lebih dari gejala aura yang sepenuhnya reversibel seperti berikut:
visual, sensorik, cara bicara dan / atau bahasa, batang otak, retina
C. Setidaknya tiga dari enam karakteristik berikut: setidaknya satu gejala aura
menyebar secara bertahap selama ≥ 5 menit, dua atau lebih gejala aura terjadi
berturut-turut, setiap gejala aura masing-masing berlangsung 5-60 menit,
setidaknya satu gejala aura adalah satu sisi, setidaknya satu gejala aura adalah
positif, aura disertai, atau diikuti dalam 60 menit, dengan sakit kepala
c. Chronic migrain: Sakit kepala terjadi dalam 15 hari atau lebih per bulan selama
lebih dari tiga bulan, yang setidaknya delapan hari per bulan, memiliki ciri-ciri
sakit kepala migrain.

22
Kriteria diagnosis:
A. Sakit kepala (seperti migrain atau seperti tension-type) dalam ≥ 15 hari per
bulan selama > 3 bulan, dan memenuhi kriteria B dan C
B. Terjadi pada pasien yang memiliki setidaknya lima serangan memenuhi
kriteria B-D untuk migraine without aura dan / atau kriteria B dan C untuk
migraine with aura
C. Dalam ≥ 8 hari per bulan selama > 3 bulan, memenuhi salah satu kriteria
berikut: kriteria C dan D untuk migraine without aura, kriteria B dan C untuk
migraine with aura, dan diyakini oleh pasien sebagai migrain saat serangan
dan disembuhkan dengan triptan atau turunan ergot
2. Tension-type headache (TTH)
a. Infrequent episodic tension-type headache: Sakit kepala yang jarang terjadi,
biasanya di dua sisi, nyeri seperti ditekan atau dikencangkan dan intensitas ringan
hingga sedang, berlangsung beberapa menit hingga berhari-hari. Nyeri tidak
memburuk dengan aktivitas fisik rutin dan tidak berhubungan dengan mual,
meskipun fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau fonofobia (sensitif terhadap
suara) mungkin ada.
Kriteria diagnosis:
A. Setidaknya 10 kejadian sakit kepala terjadi dalam < 1 hari per bulan dengan
rata-rata (< 12 hari per tahun) dan memenuhi kriteria B – D
B. Berlangsung dari 30 menit hingga tujuh hari
C. Setidaknya memenuhi dua dari empat karakteristik berikut: lokasi di dua sisi
nyeri seperti ditekan atau dikencangkan (tidak berdenyut), intensitas ringan
atau sedang, dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan
atau menaiki tangga.
b. Frequent episodic tension-type headache: Sakit kepala yang sering terjadi, biasanya
di dua sisi, nyeri seperti ditekan atau dikencangkan dan intensitas ringan hingga
sedang, berlangsung beberapa menit hingga berhari-hari. Nyeri tidak memburuk
dengan aktivitas fisik rutin dan tidak berhubungan dengan mual, meskipun
fotofobia (sensitif terhadap cahaya) atau fonofobia (sensitif terhadap suara)
mungkin ada.
Kriteria diagnosis:

23
A. Setidaknya 10 kejadian sakit kepala terjadi dalam 1-14 hari per bulan dengan
rata-rata selama > 3 bulan (≥ 12 dan < 180 hari per tahun) dan memenuhi
kriteria B-D
B. Berlangsung dari 30 menit hingga tujuh hari
C. Setidaknya memenuhi dua dari empat karakteristik berikut: lokasi di dua sisi
nyeri seperti ditekan atau dikencangkan (tidak berdenyut), intensitas ringan
atau sedang, dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau
menaiki tangga.
c. Chronic tension-type headache : Suatu penyakit yang berkembang dari frequent
episodic tension-type headache, dengan sakit kepala yang terjadi harian atau yang
sangat sering, biasanya di dua sisi, nyeri seperti ditekan atau dikencangkan dan
intensitas ringan hingga sedang, berjam-jam hingga berhari-hari, atau tidak henti-
hentinya. Nyeri tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin, tetapi dapat dikaitkan
dengan mual ringan, fotofobia (sensitif terhadap cahaya), atau fonofobia (sensitif
terhadap suara).
Kriteria diagnosis:
A. Sakit kepala terjadi dalam ≥ 15 hari per bulan dengan rata-rata selama > 3
bulan (≥ 180 hari per tahun), memenuhi kriteria B-D
B. Berlangsung berjam-jam hingga berhari-hari, atau tak henti-hentinya
C. Setidaknya memenuhi dua dari empat karakteristik berikut: lokasi di dua sisi,
nyeri seperti ditekan atau dikencangkan (tidak berdenyut), intensitas ringan
atau sedang, tidak diperburuk oleh aktivitas fisik rutin seperti berjalan atau
menaiki tangga
3. Cluster headache : Serangan rasa sakit yang parah dan sangat kuat di satu sisi
orbital, supraorbital, temporal atau dalam kombinasi dari bagian-bagian ini,
berlangsung 15-180 menit dan terjadi dalam satu kali setiap hari hingga delapan
kali sehari. Nyeri berhubungan atau mempengaruhi sisi tubuh yang sama dengan
injeksi konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat, rhinorrhoea, keringat di dahi dan
wajah, miosis, dan / atau edema kelopak mata, dan / atau dengan gelisah atau
agitasi.
Kriteria diagnosis:
A. Setidaknya lima serangan memenuhi kriteria B – D

24
B. Nyeri parah atau sangat parah di satu sisi orbital, supraorbital, dan / atau
temporal yang berlangsung 15-180 menit (jika tidak diobati)
C. Salah satu atau beberapa kriteria berikut ini: injeksi konjungtiva dan / atau
lakrimasi, hidung tersumbat dan / atau rhinorrhea, edema kelopak mata, keringat
di dahi dan wajah, miosis dan / atau ptosis, rasa gelisah atau agitasi
D. Terjadi dengan frekuensi antara satu kali setiap hari dan delapan kali sehari
(Olesen, J., 2018)

2.2.3 Etiologi Sakit Kepala


a) Menurut Remington (2013). Migrain dapat disebabkan karena:
1. Stress
2. Kelelahan
3. Tidur yang berlebihan
4. Puasa atau tidak makan
5. Zat vasoaktif dalam makanan
6. Cafein
7. Alkohol
8. Menstruasi
9. Perubahan tekanan dan ketinggian barometric
10. Obat-obatan, seperti reserpine, nitrat, oral kontrasepsi, dan hormone menopause

b) Menurut Beithon, et al. (2013) migrain dapat disebabkan karena faktor:


1. Lingkungan
2. Kebiasaan gaya hidup
3. Hormonal
4. Emosional
5. Obat-obatan
6. Makanan

2.2.4 Patofisiologi Sakit Kepala


Terjadinya migraine melalui mekanisme berikut :
1. Adanya vasokontriksi aliran darah ke intraserebral
2. Memicu refleks vasodilatasi pembuluh darah ekstraserebral pada intracranial

25
3. menyebabkan teraktivasinya saraf trigeminal.
4. Trigeminavaskular yang teraktivasi ini akan mengeluarkan zat vasoaktif
5. Menyebabkan inflamasi vascular otak dan dirasakan sebagai gangguan migraine
Terjadinya rasa nyeri melalui mekanisme berikut :
1. Cortical Spreading Depression (CSD)
2. Terjadinya penurunan eksitasi neuron
3. Pemanjangan periode depresi neuron
4. Penyebaran depresi menyebabkan penekanan aktivitas neuron ketika melewati
korteks serebri
5. Terjadi nyeri
(Burstein et al, 2015)

2.2.5 Gejala Sakit Kepala (danger symptom)


1. Sakit kepala parah (severe)
2. Sakit kepala selama 10 hari dengan atau tanpa pengobatan
3. Tri semester akhir hamil
4. ≤ 8 tahun
5. Demam tinggi atau ada tanda infeksi serius
6. Riwayat penyakit liver /konsumsi alkohol ≥ 3 minuman ber alkohol / hari
7. Sakit kepala karena patologi (sakit kepala sekunder)
8. Gejala sesuai dengan migraine, tetapi tidak ada diagnosis formal migraine
(Berardi, 2009)

2.2.6 Algoritma Self-Medication pada Sakit Kepala


Berikut algoritma Self-Medication pada konstipasi (Gambar 2.3)

26
Gambar 2.3 Algoritma Self-Medication pada Konstipasi

(Berardi, 2009)

3.1.1 Tujuan Terapi


Berikut merupakan tujuan dari terapi sakit kepala :
1. Mencegah proses stimulasi sistem trigeminovaskular
2. Membalikkan proses stimulasi sistem trigeminovaskular
3. Sehingga meredakan sakit kepala
(Rizzoli and Mullally, 2017)

3.1.2 Terapi Non-Farmakologi


Mengatasi sakit kepala dapat dilakukan dengan terapi non-farmakologi antara lain
dengan melakukan hal berikut :
1. Olahraga yang merelaksasi
2. Terapi fisik yang dapat mengurangi ketegangan pada kepala dan otot leher
3. Menjaga pola tidur
4. Mengatur pola makan : Kurangi makanan pemicu sakit kepala (seperti teh, kopi,
coklat), Jangan sampai lapar (low blood glucose dapat memicu sakit kepala), dan
mengkonsumsi Magnesium supplement
5. Latihan untuk mengatasi stres (hiburan saat bekerja bila memungkinkan)

27
6. Kompres es pada dahi/pelipis
7. Istirahat pada tempat yang tenang dan pada ruangan yang gelap
(Berardi et al., 2009; Johnson et al, 2019; Kennedy et al, 2008)

3.1.3 Terapi Farmakologi


Beberapa pilihan terapi farmakologi yang dapat dilakukan untuk mengatasi sakit
kepala yaitu :

Obat Efficacy Effectiveness Torebility Keterangan


Kombinasi
Paracetamol + ASA + +++ ++ +++ drug of first choice
Cafein
ASA +++ ++ ++ drug of first choice
Ibuprofen +++ ++ +++ drug of first choice
Naratriptan ++ ++ +++ drug of first choice
paracetamol ++ + +++ drug of first choice
phenazone ++ ++ ++ drug of first choice
(Haag et al, 2010)

Kombinasi Paracetamol + ASA +Cafein


Mekanisme Menghambat kerja enzim siklooksigenase (COX). Menekan produksi
prostaglandin. Antagonis reseptor adenosine (Medscape,2018)
Nama Generik -

Contoh Nama Poldan MIG


Dagang
Bentuk Kaplet
Sediaan
Indikasi Untuk meringankan keluhan sakit kepala dan migrain

Dosis Dewasa atau anak > 12 tahun : > 12 thn 1-2 kapl/6 jam. Maks: 8
kapl/hari.
Komposisi Paracetamol 400 mg
ASA 250mg
Caffeine 65 mg

28
Kelebihan Dapat digunakan bersamaan makan

Kekurangan Timbul gangguan pencernaan, iritasi lambung, mual, muntah

Gambar
Produk

ASA (Acetylsalicylic acid)


Mekanisme Asam Asetilsalisilat menghambat pembentukan hormon dalam tubuh
yang dikenal sebagai prostaglandin. Asam Asetilsalisilat mengasetil
enzim siklooksigenase secara irreversible. Prostaglandin adalah hormon
yang dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai efek berbagai di dalam
tubuh termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan
modulasi termostat hipotalamus.
(Medscape,2018)
Nama Generik Aspirin

Contoh Nama Aptor, Aspilet


Dagang
Bentuk Tablet oral
Sediaan
Indikasi Untuk meringankan nyeri dan demam ringan hingga berat

Dosis 325-650 mg setiap 4-6 jam, maksimal 4 gram / hari

Komposisi Asam asetilsalisilat

Kelebihan Dapat digunakan bersamaan makan

Kekurangan Timbul gangguan pencernaan, hepatotoksik

Gambar
Produk

29
Ibuprofen
Mekanisme Diklofenak, NSAID yang berasal dari asam fenilasetat, memiliki sifat
analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik. Dengan demikian menghambat
reversibel siklooksigenase-1 dan 2, juga menghambat sintesis
prostaglandin.
(Medscape,2018)
Nama Generik Diclofenac

Contoh Nama Cataflam


Dagang
Bentuk Tablet oral
Sediaan
Indikasi Untuk penanganan jangka pendek dalam serangan migraine ringan & akut

Dosis Migrain
Awalnya 50 mg, 50 mg dapat diambil jika kurang lega dalam 2 jam. Jika
diperlukan, 50 mg lebih lanjut dapat diambil pada interval 4-6 jam. Maks:
100 mg setiap hari.
Komposisi Diclofenac kalium

Kelebihan Onset of action cepat

Kekurangan • Dapat menggangu saluran cerna


• Tingkat penyerapan menurun ketika dengan makanan

Gambar
Produk

1. Naratriptan
2. Parasetamol
3. Phenazone

30
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Problem 1
An. Maryam (1.5 th, 10 kg) mengalami konstipasi ditandai dengan susah BAB
selama 5 hari, tidak ada danger symptom. Kemungkinan penyebab adalah pasien
sedang beralih makanan susu kombinasi dan SGM. Drug Therapy Problem yang
potensial terjadi pada pasien adalah Adverse Drug Reaction dan Dose too low.
Laktulosa dan makrogol yang merupakan laksatif golongan osmotik laksatif yang
dapat bekerja dengan cara menarik air yang terdapat dalam usus dipilih karena
merupakan laksatif yang efektif untuk konstipasi pada anak-anak. Berdasarkan
kondisi pasien, apoteker memberikan 2 bentuk sediaan obat yaitu Microlax Enema
dan Sirup Dulcolactol yang disertai dengan penjelasan kelebihan dan kekurangan dari
masing-masing produk berdasarkan kondisi pasien yang susah buang air besar, tidak
ada danger symptom, sudah 5 hari tidak bisa BAB padahal biasanya 2 kali sehari dan
belum ada tindakan yang diberikan. An. Maryam tidak sedang mengkonsumsi obat
apapun, mengkonsumsi susu kombinasi ASI dan SGM. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan An. Maryam dapat melakukan self medication, dengan monitoring
swamedikasi dilakukan satu minggu.
An.Maryam juga sudah bisa diperkenalkan dengan makanan lain sebagai
pendamping ASI, hal ini sesuai dengan panduan dari WHO untuk melakukan
pendampingan makanan pendamping ASI untuk bayi berumur 18-24 bulan (sesuai
dengan An.Maryam yang berumur 18 bulan/1.5 tahun) misalnya dengan melakukan
variasi setiap kali makan (WHO, 2018).

3.2 Problem 2
Tn. Saman (76 tahun) mengalami konstipasi ditandai dengan susah BAB
selama 1 minggu, perut kembung dan sebah serta tidak ada danger symptom.
Kemungkinan penyebab karena induksi obat copar yang berisi codeine dan
paracetamol atau disebut drug induced constipation dengan mekanisme nya opioid
menghambat pengosongan lambung dan peristaltic pada saluran GI yang
mengakibatkan keterlambatan penyerapan obat-obatan dan peningkatan penyerapan
cairan. Kurangnya cairan dalam usus menyebabkan pengerasan tinja dan sembelit.

31
Drug Therapy Problem yang potensial terjadi pada pasien adalah Adverse Drug
Reaction dan Dose too low. Berdasarkan literatur, obat konstipasi yang disarankan
pada pasien lansia adalah laksatif jenis stimulan laxative atau osmotic laxative seperti
Bisacodyl dan Microlax. Pasien dapat diberikan dua jenis pilihan obat tersebut, karena
keduanya juga aman digunakan oleh pasien. Selain itu, apoteker perlu menjelaskan
kepada pasien bahwa penggunaan obat Copar (Codein-Paracetamol) yang diresepkan
dokter memberikan efek berupa konstipasi yang diderita oleh Tn. Saman. Saran lain
yang diberikan apoteker adalah menyarankan kepada Tn. Saman untuk
mengkonsultasikan kepada dokter terkait efek yang dirasakan dari obat Copar
sehingga dapat dilakukan tindak lanjut terkait penggunaan obat tersebut (apakah terus
digunakan atau dihentikan dan diganti obat lain). Keputusan dilakukan self
medication karena mengikuti algoritma terapi (Berardi, 2009) dengan pemberian
terapi non farmakologi da farmakologi dengan monitoring selama 1 minggu.
3.3 Problem 3

First Line laksatif yang digunakan untuk pasien konstipasi Ny. Bella (27
tahun, 60 kg) yang sedang hamil 12 minggu adalah bulk Laksatif. Bulk laksatif biasa
digunakan jangka panjang, namun menyebabkan kram perut yang berbahaya bagi ibu
hamil. Bila penggunaan bulk laksatif tidak efektif dan tidak cocok untuk pasien, maka
diberikan emollient, senna, dan bisacodyl. Senna dan bisacodyl termasuk golongan
stimulan laksatif (Berardi, 2009). Penggunaan bulk laksatif biasanya untuk terapi
jangka panjang, sehingga berefek menyebabkan kram perut yang berbahaya bagi ibu
hamil. Osmotik dan stimulant laksatif cocok untuk digunakan pengobatan jangka
pendek (karena efek samping terganggunya keseimbangan elektrolit menjadi rendah)
(Trottier, 2012). Berdasarkan pertimbangan keamanan tersebut, terapi yang terpilih
adalah osmotik (microlax enema) dan stimulant laksatif (dulcolax suppositoria).
Kedua bentuk sediaan tersebut dipilih karena onset of action yang cepat dan
penggunaan untuk ibu hamil dengan umur kehamilan 3 bulan mudah digunakan.
Keputusan dilakukan self medication karena mengikuti algoritma terapi (Berardi,
2009) dengan pemberian terapi non farmakologi da farmakologi dengan monitoring
selama 1 minggu.

3.4 Problem 4

32
Kondisi Tn. Joni - 51 th dapat diidentifikasikan sebagai migraine headache
tanpa danger symptom ditandai dengan sakit kepala separuh bagian kanan hingga
belakang. Penyebab dikarenan pergantian jam tidur dan stress. Drug Therapy Problem
yang potensial terjadi pada pasien adalah Adverse Drug Reaction dan Dose too low.
Berdasarkan literature (Haag, 2010), terapi yang memiliki efektifitas klinik, bukti
literatur terbaik, dan efikasi ilmiah yang paling baik adalah terapi kombinasi
ASA+PCT+Kafein (terpilih: Poldanmig). Setelah memberikan terapi farmakologi,
apoteker juga memberikan saran agar memperbanyak istirahat terutama jika sakit
kepala sedang kambuh, mengatur jadwal tidur dan makan, menghindari makanan
pemicu sakit kepala (kafein, teh, cokelat) dan relaxation exercise. Keputusan
dilakukan self medication karena mengikuti algoritma terapi (Berardi, 2009) dengan
pemberian terapi non farmakologi dan farmakologi dengan monitoring selama 10
hari.

3.5 Problem 5
Pasien (Tn. Joni-51 th) kembali lagi ke apotek akibat masih mengalami
migrain setelah 1 minggu lalu diberi obat bebas yang mengandung aspirin,
parasetamol dan kafein (Poldan Mig). Pasien juga mengatakan bahwa gejala migrain
yang dialaminya semakin parah yakni terdapat kilatan cahaya dan juga mual.
Kemungkinan penyebab semakin parah migrain pasien yaitu akibat aktifitas yang
terlalu berlebihan dan bergantinya jam istirahat. DTP (potensial) yang dapat terjadi
Non Adherence, Dose too low, Dose too high. Menurut algoritma self medication,
pasien tidak lagi dapat melakukan swamedikasi karena kasus yang dialami pasien
termasuk ke dalam kriteria eksklusi self medication untuk terapi sakit kepala yaitu
“Gejala sesuai dengan migraine, tetapi tidak ada diagnosis formal migraine” sehingga
pada algoritma tersebut pasien diarahkan untuk menemui dokter. Setelah pasien ke
dokter dan menebus resep ke apotek, dilakukan skrining resep. Menjelaskan info
nama dan fungsi obat, cara pemakaian, lama penggunaan, cara penyimpanan. Setelah
memberikan terapi farmakologi, diberikan penjelasan terapi non farmakologi, yaitu :
mengatur jadwal tidur dan makan, menghindari makanan pemicu sakit kepala (kafein,
teh, cokelat) dan relaxation exercise. Dilakukan monitoring terapi selama 10 hari.

33
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Problem 1
1. Pasien mengalami konstipasi ditandai dengan susah BAB selama 5 hari, tidak ada
danger symptom. Kemungkinan penyebab adalah pasien sedang beralih makanan
susu kombinasi dan SGM
2. Keputusan dapat dilakukan self medication karena pada algoritma self medication
konstipasi (Berardi, 2009) diberikan terapi non farmakologi dan farmakologi dengan
dimonitoring selama 1 minggu.
3. Pasien diberi terapi farmakologi yaitu laksatif. Apoteker memberikan pilihan
Laktulosa dan makrogol yang merupakan laksatif golongan osmotik laksatif yang
bekerja dengan cara menarik air yang terdapat dalam usus. Berdasarkan kondisi
pasien, apoteker memberikan 2 bentuk sediaan obat yaitu Microlax Enema dan Sirup
Dulcolactol yang disertai dengan penjelasan kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing produk berdasarkan kondisi pasien
4. Pasien dimonitoring selama 1 minggu.
4.2 Problem 2
1. Pasien mengalami konstipasi ditandai dengan susah BAB selama 1 minggu, perut
kembung dan sebah serta tidak ada danger symptom. Kemungkinan penyebab karena
induksi obat (copar) atau disebut drug induced constipatiron serta kurangnya asupan
fiber dan cairan.
2. Keputusan dapat dilakukan self medication karena pada algoritma self medication
konstipasi (Berardi, 2009) diberikan terapi non farmakologi dan farmakologi dengan
dimonitoring selama 1 minggu.
3. Pasien diberikan terapi laksatif jenis Stimulan laxative atau Osmotic laxative seperti
Bisacodyl dan Microlax, dan menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing produk. Serta menyarankan kepada Tn. Saman untuk mengkonsultasikan
kepada dokter terkait efek yang dirasakan dari obat Copar.
4. Pasien dimonitoring selama 1 minggu
4.3 Problem 3

34
1. Pasien mengalami konstipasi ditandai dengan susah BAB 3 hari terakhir.
Kemungkinan penyebab karena pasien hamil, stress, dan mengkonsumsi suplemen
kalsium.
2. Keputusan yaitu dilakukan self medication karena pada algoritma self medication
konstipasi (Berardi, 2009) diberikan terapi non farmakologi dan farmakologi dengan
dimonitoring selama 1 minggu.
3. Pasien diberi saran terapi non farmakologi (kurangi stress, diberitahu bila pasien
konstipasi karena sedang hamil), diberi pengobatan bulk laksatif (MULAX),
4. Pasien dimonitoring selama 1 minggu
4.4 Problem 4
1. Kondisi pasien dapat diidentifikasikan sebagai migraine headache tanpa danger
symptom ditandai dengan sakit kepala separuh bagian kanan hingga belakang.
Penyebab dikarenan pergantian jam tidur, stress.
2. Keputusan yaitu dilakukan self medication karena pada algoritma self medication
sakit kepala (Berardi, 2009) direkomendasikan terapi non farmakologi dan
farmakologi
3. Pasien diberikan terapi kombinasi ASA+PCT+Kafein (terpilih: Poldanmig),
memberikan saran terapi non farmakologi yaitu agar memperbanyak istirahat
terutama jika sakit kepala sedang kambuh, mengatur jadwal tidur dan makan,
menghindari makanan pemicu sakit kepala (kafein, teh, cokelat) dan relaxation
exercise.
4. Pasien dimonitoring selama 10 hari
4.5 Problem 5
1. Setelah 1 minggu penggunaan Poldan MIG untuk mengatasi sakit kepala sebelah
yaang dialami, Tn. Joni datang kembali ke apotek karena mengeluhkan sakit kepala
masih sering kambuh dan seperti melihat kilatan cahaya (photophobia). Pasien
mengeluhkan bahwa beban kerja yang semakin berat, stress, pola tidur berubah dan
kurang istirahat, beberapa faktor yang menyebabkan keparahan migrain..
2. Pasien di rujuk kepada dokter dan jika dokter meminta saran tentang obat bisa
diberikan golongan triptan (sumatriptan) dan golongan ergot. Setelah pasien
mendapatkan resep, perlu diadakan skrining resep dan memberi keputusan resep
dilayani atau tidak. Serta menginformasikan kepada pasien agar tetap melakukan
terapi non farmakologi ketika kambuh.

35
3. Pasien dimonitoring selama 3 minggu

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Arnaud, MJ. 2003. Mild Dehydration: A Risk Factor of Constipation. European Journal
of Clinical Nutrition, Vol. 57, No. 2, p. 88-95.
2. Benninga MA. Constipation and faecal incontinence in childhood (thesis). Amsterdam.
University of Amsterdam, 1994: 13-40
3. Blenkinsopp A, Duerden M, Blenkinsopp J, Symptoms in the Pharmacy: A Guide to the
Management of Common Illness 8thEd, 2018, Wiley Blackwell, Chapter 2.p 53-95,
Chapter 4.p 187-205.
4. Berardi RR, Ferreri SP, Hume AL., Kroon LA, Newton GD, Popovich NG, Remington
TL, Rollins CJ, Shimp LA, Tietze KJ, 2009, Handbook of Non-Prescription Drugs, 16th
Ed, American Pharmaceutical Association
5. Bonapace Eugene S., 1998, Constipation And Diarrhea In Pregnancy, Castroenteology
Clinics Of North America Vol. 27 No. 1, p. 197-211
6. BPOM RI (2018). Cek Produk BPOM. Senna. Bisacodyl. Sodium picosulfate.
7. Cipolle RJ, Strand L, Morley P. Pharmaceutical Care Practice: The Patient Centered
Approach to Medication Management Services, 3rd Ed. 2012, The McGrwa-Hill,
Chapter 5 – 9.
8. CN Andrews, M storr. The Pathophysiology Of Chronic Constipation. Can J
gastroenterol 2011;25(suppl B):16B-21B
9. Dacosta FA, Alvarez-Risco A, Voppe van Mill J.P. The Pharmacist Guide to
Implementing Pharmaceutical Care. Springer International Publishing. 2019. Chapter 8
and 22
10. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM, 2017,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 10th Ed, Mc Graw-Hill Companies,
chapter 36 p. 1627-1669, Chapter 61 p.2731-2768
11. Hag,Gunter et al., 2010. Self-medication of migraine and tension-type headache:
summary of the evidence-based recommendations of the Deutsche Migräne und
Kopfschmerzgesellschaft (DMKG), the Deutsche Gesellschaft für Neurologie (DGN),
the Österreichische Kopfschmerzgesellschaft (ÖKSG) and the Schweizerische
Kopfwehgesellschaft (SKG). Springer –verlag 2010, p206-208
12. Hill, Jason. 2019. Managing Constipation In Older People. Older Person’s Health
Medicines Management Gastroenterology. www.bpac.org.nz

37
13. Hsieh,Christine et al., 2005, Treatment of Constipation in Older Adults, American
Family Physician, Volume 72 No. 11 p. 2277-2283
14. Joint Formulary Committee. (2018). BNF 76 (British National Formulary) September
2018. Pharmaceutical Press.
15. Johnson G, Hill-Smith I & Bakhai C. The Minor Illness Manual, Taylor & Francis, 2019,
chapter 13-14 p.155-162
16. Kennedy A, Clyde J, Braiely A (Ed). Responding to Minor Ailments, NHS, Education
for Scotlands, Pharmacy, 2008, p. 17 - 20
17. Large Intestine. (2013). Canine and Feline Gastroenterology, 729–777.doi:10.1016/b978-
1-4160-3661-6.00058-4
18. Medscape (2018). Senna (OTC). Bisacodyl. Sodium picosulfate.
19. MIMS Indonesia (2018). Senna/ Sennosides A&B. Bisacodyl. Sodium picosulfate.
20. Santucci Gina, Jennifer W. Mack, 2007, Common Gastrointestinal Symptoms in
Pediatric Palliative Care: Nausea, Vomiting, Constipation, Anorexia, Cachexia, Pediatirc
Clinic of North America, p. 673- 689
21. Siregar, CholinaT., 2004. Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi Buang Air Besar.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library
22. Sizar O. , Gupta M., 2019. Opioid Induced Constipation. StatPearls Publishing
23. Sweetman, S.C., 2009. Martindale: The Complete Drug Reference. 36th Edition.USA.
Pharmaceutical Press 2009
24. Terri O’Neill RN, BSN. 2018. Constipation, Michigan Bowel Control Program,
Michigan Medicine, University of Michigan
25. Trottier, M., Erebara, A., dan Bozzo, P., 2012, Treating constipation during pregnancy,
Canadian Family Physician. Vol. 58 Agustus.
26. Vanessa, C., Costilla, M. D., Orenstein, A. E. 2014, Constipation : Understanding
Mechanisms and management. Clin Geriatric Med. P. 107-115.
27. Beithon, J., Gallenberg, M., Johnson, K., Kildahl, P., Krenik, J., Liebow, M., Linbo,
L., Myers, C., Peterson, S., Schmidt, J., Swanson, J.,2013. Diagnosis and Treatment
of Headache. Institute for Clinical Systems Improvement. Diakses dari
www.icsi.org/asset/qwrznq/-Headache.pdf, pada tanggal 10 Mei 2019.
28. Olesen, J., 2018. The International Classification of Headache Disorders, 3rd edition.
Cephalalgia, Vol. 38 (1), p. 1–211, International Headache Society.

38
29. Shiel, William C. 2018. Medical Definition of Headache.
https://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articleke. 13 Mei 2019

39
LAMPIRAN

-SOAP table
 Kasus 4

Subject Tn. Joni - 51 th (Jl. Dharmawangsa 33B, 5011), pekerjaan sebagai security di
ruko dengan 3 sift (pagi, siang, malam), mengalamin sakit kepala sebelah dari
depan hingga belakang selama 1 bulan terakhir ini dan sudah mengkonsumsi
panadol untuk meredakan tetapi tetap kambuh

Object Untuk BB tidak diketahui

Analysis Kondisi yang dialami Tn. Joni yaitu sakit kepala sebelah dari depan sampai
belakang, dapat diidentifikasikan sebagai migraine dengan tidak disertai
timbulnya danger symptomps sesuai algoritma. Hal ini dapat terjadi karena
perubahan pola tidur pasien, beban pekerjaan. DTP yang dapat terjadi adalah
ADR , non adherance dan Dose too High/Low ketika berinteraksi dengan obat
lain atau makanan

Plan Memberikan obat analgesik kombinasi antara Paracetamol 400 mg,


Acetylsalicylic Acid 250 mg dan caffeine 65 mg yaitu Poldanmig karena
terbukti efektivitas dalan meredakan migrain lebih baik.
Terapi non farmakologi harus tetap diingatkan pada pasien agar dilakukan
seperti memperbanyak istirahat terutama jika sakit kepala sedang kambuh,
melakukan relaksasi bagian leher-kepala, menempelkan es batu agar terasa
dingin, mengatur jadwal tidur dan makan, menghindari makanan pemicu sakit
kepala (kafein, teh, cokelat) dan relaxation exercise

 Kasus 5

Subject Tn. Joni - 51 th (Jl. Dharmawangsa 33B, 5011) . Pasien diketahui sedang
mengalami kesulitan keuangan, Tn. Joni bekerja sebagai satpam pada malam
hari dan bekerja di cucian mobil pada siang hari

Object Untuk BB tidak diketahui

Analysis Sakit kepala setengah pada bagian kanan dari depan sampai belakang, rasa
sakitnya seperti ditusuk-tusuk hingga terasa mau pingsan, adanya kilatan cahaya
pada mata, merasa mual, tapi tidak demam. Dengan adanya gejala-gejala seperti
ini, menurut algoritma penanganan Headche sudah terdapat danger symptomps
dan sudah menggunakan analgesik selama seminggu sudah tidak dilakukan

40
pelayanan swamedikasi sehingga harus menemui dokter. Lalu pasien datang
kembali dengan membawa resep yang berisikan Cafergot tab sebanyaak 10
tablet dan Primperan 10 mg tablet sebanyak 10 tablet dan sesuai sengan studi
literatur resep bisa dilayani.

Plan Memberikan kembali Poldanmig sebanyak 4 kaplet dan memberitahu agar pergi
ke dokter terdekat untuk mengetahui kondisi pasein lebih lengkap sehingga
diagnose benar dan tepat sehingga pengobatan selanjutnya diharapkan lebih
baik.Lalu memberikan KIE tentang indikasi, cara penggunaan, penyimpanan,
ESO, KI obat dalam resep.
Terapi non farmakologi harus tetap diingatkan pada pasien agar dilakukan
seperti memperbanyak istirahat terutama jika sakit kepala sedang kambuh,
melakukan relaksasi bagian leher-kepala, menempelkan es batu agar terasa
dingin, mengatur jadwal tidur dan makan, menghindari makanan pemicu sakit
kepala (kafein, teh, cokelat) dan relaxation exercise

41
- SOAP note
• KASUS 1

• KASUS 2

42
• KASUS 3

• KASUS 4

43
• KASUS 5

- Power Point Presentasi

44

Anda mungkin juga menyukai