Anda di halaman 1dari 88

SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES CAMPURAN


EKSTRAK KERING HERBA SAMBILOTO
(Andrographis paniculata Ness.) DAN BIJI MAHONI
(Swieteneia mahagoni Jacq.) TERHADAP MENCIT (Mus
musculus) YANG DIINDUKSI ALOKSAN

RAFIDA SUCIATI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA


DEPARTEMEN FARMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA
SURABAYA
2016
SKRIPSI

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES CAMPURAN


EKSTRAK KERING HERBA SAMBILOTO
(Andrographis paniculata Ness.) DAN BIJI MAHONI
(Swieteneia mahagoni Jacq.) TERHADAP MENCIT (Mus
musculus) YANG DIINDUKSI ALOKSAN

RAFIDA SUCIATI

051211133093

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA


DEPARTEMEN FARMAKOGNOSI DAN FITOKIMIA
SURABAYA
2016

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sedalam-dalamnya peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, Oleh
karena rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas skripsi yang
berjudul “Uji Aktivitas Antidiabetes Campuran Ekstrak kering Herba
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dann Biji Mahoni (Swietenia
mahagoni Jacq) Terhadap Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Aloksan”.
Penyusunan skripsi ini terselesaikan tentunya atas bantuan dan dorongan dari
beberapa pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya ingin memberikan ucapan
terima kasih yang begitu besar kepada :
1. Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., Mt., Ak., CMA. selaku rektor
Universitas Airlangga atas kesempatan yang diberikan kepada saya
untuk belajar di Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
2. Prof. Dr. Sukardiman, MS. selaku ketua proyek, pembimbing utama
serta dosen wali saya yang dengan tulus ikhlas dan penuh kesabaran,
membimbing dan memberi dorongan baik moril maupun materiil
kepada saya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dan menyediakan
fasilitas penelitian dalam pengerjaan skripsi ini.
3. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya Dr. Umi
Athiyah, M.S., Apt. atas kesempatan yang sudah diberikan kepada saya
untuk mengikuti pendidikan program sarjana dan selama melakukan
penelitian ini.
4. Suciati, S.Si, M.Phil, Ph.D. selaku pembimbing serta yang dengan tulus
ikhlas dan penuh kesabaran, membimbing dan memberi dorongan
dengan tulus baik moril maupun materiil kepada saya sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan.

vi
5. Dr. Idha Kusumawati, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen penguji proposal
skripsi yang telah meluangkan waktu memberikan masukan dan saran
demi perbaikan skripsi ini.
6. Prof. Dr. Bambang Prajogo, MS. Dan Lusiana Arifianti, S.Farm,
M.Farm selaku dosen penguji skripsi yang telah meluangkan waktu
memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini.
7. Staf karyawan Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, atas bantuan
yang telah diberikan kepada saya selama pengerjaan penelitian ini.
8. Yang paling saya cintai dan sayangi papa, mama dan adik terimakasih
atas segala doa, pendidikan, kasih sayang, pengorbanan, semangat serta
kesabaran yang tak terhingga
9. Kepada sahabat baik saya, Ririn Permatasari yang telah memberikan
semangat dan waktunya untuk penulis dalam pengerjaan skripsi ini
10. Sahabat-sahabat yang membuat penulis tetap semangat menjalani
perkuliahan, Yuni Indrawati, Madina Salma Karima, GDA Novia Pegin,
dan Karina Dwi Saraswati.
11. Kepada Riandi Ramadhan yang telah memberikan semangat dan
inspirasi dalam pengerjaan skripsi ini.
12. Teman-teman seperjuangan satu tim “Sambiloto Mahoni” Novi, Yoga,
Aris, Widya, Indra, Mas Ruli, Mas Ode, Irul, Ricko, Rani, Eva. Sahabat
baik saya teman-teman kelas D “AMIDA” yang selalu kompak dalam
mendukung dan memberikan semangat Semoga persahabatan dan
kebersamaan kita bisa terjalin selamanya.
13. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi saya dan
tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan membalas
kebaikan bapak dan ibu sekalian.

vii
RINGKASAN

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES CAMPURAN EKSTRAK


KERING HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness.)
DAN BIJI MAHONI (Swieteneia mahagoni Jacq.) TERHADAP
MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI ALOKSAN

Rafida Suciati

Diabetes melitus didefinisikan sebagai gangguan pada sistem


metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan disebabkan oleh
gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (Triplitt, et al., 2008).
Herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) merupakan tanaman obat
unggulan yang sedang dikembangkan sebagai obat tradisional, salah satunya
sebagai obat antidiabetes. Sambiloto telah dilaporkan dapat digunakan sebagai
antioksidan, antidiabetes, antifertilitas, anti HIV, antiinfluenza,
antiintraperitoneal adhesion, antimalaria, antidiare, hepatoprotektif, kholeretik
dan kholekinetik. Kandungan zat aktif utama dalam herba sambiloto yaitu
Andrografolid yang diduga berkhasiat sebagai antidiabetes (Subramanian et al.,
2008). Tumbuhan lain digunakan masyarakat untuk pengobatan diabetes
mellitus ialah mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Biji mahoni merupakan
agonis alami reseptor aktif Peroksisom - proliferator (PPAR ). Fungsi reseptor
PPAR yang telah diaktivasi oleh obat adalah meningkatan lipid dan
metabolisme kolesterol, diferensiasi adiposit, dan meningkatan sensitivitas
insulin (Linghuat R, 2008)..

viii
Hewan coba dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol
negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok kombinasi ekstrak kering
herba sambiloto dan biji mahoni dengan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1. Hewan
coba diabetes yang digunakan adalah mencit diabetes hasil induksi aloksan dan
dibagi menjadi 5 kelompok tersebut. Dosis aloksan monohidrat yang
digunakan adalah 189,6mg/kg BB (Karau, 2012) dilarutkan dalam buffer sitrat
0,1M pH4,5 diinjeksikan secara intraperitonial pada seluruh mencit. Sebelum
diinjeksi, mencit terlebih dahulu dipuasakan selama 18 jam dan tetap diberi
minum, setelah 72 jam, kadar glukosa darah mencit dicek dengan mengambil
sampel darah mencit, kadar glukosa darah acak diatas 175mg/dL (Malole &
Pramono, 1989) adalah yang digunakan dalam penelitian. Penurunan kadar
glukosa darah dievaluasi selama tujuh hari berturut-turut.
Kelompok kontrol terdiri dari kelompok kontrol negatif dan positif.
Kelompok kontrol negatif adalah mencit diabetes yang hanya diberikan larutan
suspensi CMC-Na 0,5% dan kelompok kontrol positif adalah mencit diabetes
yang diberi obat terstandar yakni glibenklamid dengan dosis 0,013mg/20g BB
mencit dalam larutan suspensi CMC-Na 0,5%. Kelompok uji, yakni kelompok
I,II,III masing-masing diberi perlakuan kombinasi ekstrak kering daun kumis
kucing dan umbi bawang putih dengan perbandingan masing-masing 1:1, 1:2,
2:1. Besarnya dosis yang diberikan untuk kelompok I, II, III sama besar, yaitu
28 mg/20g BB mencit. Suspensi larutan suspensi kontrol dan larutan suspensi
ekstrak diberikan satu kali selama perlakuan 24 jam secara oral menggunakan
alat sonde.
Dari hasil analisis statistik, kelompok kontrol positif dan semua
kelompok uji memberikan perbedaan bermakna pada kontrol negatif.
Sedangkan secara deskriptif, dari hasil pengamatan kadar glukosa darah mencit
selama 24 jam, didapatkan kelompok perlakuan yang memiliki rata-rata

ix
penurunan paling besar adalah kelompok II, yakni kombinasi ekstrak kering
herba sambiloto dan biji mahoni dengan perbandingan (1:2) dengan penurunan
kadar glukosa darah rata-rata sebanyak 439,17 mg/dL (82,55%). Kelompok I,
yaitu ekstrak kering herba sambiloto dan biji mahoni dengan perbandingan
(1:1) memberikan efek penurunan kadar glukosa darah lebih rendah dengan
rata-rata 302,83 mg/dL (54,19%). Sedangkan kelompok III, yakni kombinasi
ekstrak kering herba sambiloto dan biji mahoni dengan perbandingan (2:1)
memberikan efek penurunan paling rendah, yaitu 337,33 mg/dL (72,18%).

x
ABSTRACT

Antidiabetic Activity of Dry Extract Combination of Andrographis


paniculata Nees Herbs and Swietenia mahagoni Jacq Seeds in Alloxan
Induced Diabetic Mice

Rafida Suciati

The use of traditional medicine as an alternative treatment or complementary


antidiabetic therapies currently being developed. Andrographis paniculata Nees
Herbs and Swietenia mahagoni Jacq Seeds is one of many traditional medicine
which have been studied have properties to lowering blood glucose level. This
purpose’s research was performed to evaluate combination of dry extract from
Andrographis paniculata Nees Herbs and Swietenia mahagoni Jacq Seeds for
antidiabetic activity in alloxan induced diabetic mice.
Combination of dry extract Andrographis paniculata Nees Herbs and
Swietenia mahagoni Jacq Seeds with ratios 1:1, 1:2 and 2:1 (28 mg/20g BW mice),
were administered orally to groups I, II, III respectively. The standardized drug
glibenclamide (0.013 mg/20g BW mice) and CMC-Na also administered orally to
mice as positive and negative control groups respectively.
The respective doses were given once for 24 hours treatment. Blood glucose
levels was determined at 0, 2, 4, 6 and 24 h, respectively. Acquired data were
analyzed by using One Way ANOVA test and Post Hoc Test with LSD method for
the further analysis. It showed that the combination of all dry extract have
antidiabetic activity. The dose with ratio 1:2 is the most effective dose to decrease
blood glucose level with the percent reduction in blood glucose level 82,55%.

Key words: Antidiabetic, Andrographis paniculata Nees, Swietenia mahagoni Jacq,


glucose level, dry extract.

xi
DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR............................................................ iv

RINGKASAN ......................................................................... vi

ABSTRACT ........................................................................... ix

DAFTAR ISI ......................................................................... x

DAFTAR TABEL .................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ............................................................. xiv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ............................................................. 5
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 5
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................ 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan tentang Sambiloto (Andrographis paniculata


Nees.). ...................................................................................... 6
2.1.1. Klasifikasi ...................................................................... 6
2.1.2. Identitas Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata
Nees.) ....................................................................................... 6
2.1.3. Deskripsi Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata
Nees.) ....................................................................................... 9

xii
2.1.4. Kandungan Kimia .......................................................... 7
2.1.5.Manfaat Tanaman ........................................................... 9
2.2 Tinjauan Tentang Mahoni ( Swietenia mahagoni Jacq ). . 10
2.2.1. Klasifikasi ...................................................................... 10
2.2.2. Nama Daerah ................................................................. 11
2.2.3. Morfologi Tanaman ....................................................... 11
2.2.4. Habitat ........................................................................... 12
2.2.5. Kandungan Kimia .......................................................... 13
2.2.6. Manfaat Tanaman .......................................................... 13
2.3 Tinjauan Tentang Diabetes Melitus .................................. 14
2.3.1. Pengertian Diabetes Melitus .......................................... 14
2.3.2. Epidemiologi .................................................................. 14
2.3.3. Batasan Diabetes Melitus ............................................... 16
2.3.4. Klasifikasi ...................................................................... 17
2.3.4.1. Diabetes Melitus Tipe1 ............................................... 17
2.3.4.2. Diabetes Melitus Tipe 2 .............................................. 17
2.3.4.3. Diabetes Gestasional (GDM) ...................................... 18
2.3.4.4. Diabetes Tipe Spesifik Lain……………… ................ 18
2.3.5. Terapi Obat Antidiabetes………………… .................. 18
2.4. Tinjauan Glibenklamid………………… ......................... 21
2.5. Tinjauan Ekstrak………………………………. .............. 22
2.5.1. Definisi Ekstrak…………………… ............... 22
2.5.2. Ekstraksi…………………… .......................... 23
2.5.3. Metode Ekstraksi………………… ................. 24
2.6. Tinjauan Aloksan………………....... ............................... 25
2.7. Tinjauan Hewan Coba…………………… ....................... 27
2.8. Tinjauan Mencit………………… .................................... 28

xiii
2.8.1. Klasifikasi Mencit (Mus musculus)………… ................ .29
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL
3.1. Uraian Kerangka Konseptual………………… ................ 30
3.2. Hipotesis Penelitian…………………............................... 32
3.3. Skema Kerangka Konseptual………………… ................ 33
BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Bahan dan Alat Penelitian ................................................. 34

4.1.1. Bahan Penelitian ................................................... 34

4.1.2. Bahan Kimia ........................................................ 34

4.1.3. Alat ....................................................................... 34

4.2. Variabel Penelitian ............................................................ 34

4.3. Definisi Operasional ......................................................... 36

4.4. Rancangan Percobaan ....................................................... 36

4.4.1. Pembuatan Ekstrak Kering.................................... 36

4.4.2. Uji Aktivitas Antidiabetes ..................................... 37

4.5. Prosedur Kerja .................................................................. 39

4.5.1. Penyiapan Hewan Coba ...................................... 39

4.5.2 Penginduksian Diabetes Melitus .......................... 39

4.5.3. Pemilihan Dosis .................................................. 39

4.5.3.1 Dosis Glibenklamid ........................................... 40

4.5.3.2 Dosis uji herba sambiloto dan biji

xiv
mahoni ............................................................ 40

4.5.4. Penyiapan Bahan Uji ........................................... 40

4.5.5. Pembagian Kelompok Hewan Coba ................... 43

4.5.6 Pengambilan Sampel Darah ................................. 44

4.5.7. Skema Prosedur Kerja ......................................... 45

4.6. Analisis Data ..................................................................... 46

BAB V. HASIL PENELITIAN

5.1. Hasil Uji Aktivitas Antidiabetes ....................................... 47

5.2. Hasil Analisis Statistik ...................................................... 49

BAB VI. PEMBAHASAN ..................................................... 50

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................. 56

DAFTAR PUSTAKA……………………...……. ................. 57

LAMPIRAN

xv
DAFTAR TABEL

Tabel Hal.

Tabel IV.1 Rancangan percobaan ...........................................................38

Tabel V.1 Profil kadar gula darah mencit (mg/dL) pada kelompok
Kontrol Negatif……………………………………………………….....41

Tabel V.2 Profil kadar glukosa darah mencit (mg/dl) pada kelompok

kontrol positif glibenklamid 3 mg/kgbb........................................ ..........41

Tabel V.3 Profil kadar glukosa darah mencit (mg/dl) pada kelompok

kontrol Perbandingan I (sambiloto:mahoni 1:1)……………………… 42

Tabel V.4 Profil kadar glukosa darah mencit (mg/dl) pada kelompok

kontrol Perbandingan II (sambiloto:mahoni 1:2)…………… ...............43

Tabel V.5 Profil kadar glukosa darah mencit (mg/dl) pada kelompok
kontrol Perbandingan III (sambiloto:mahoni 2:1)………………………44

Tabel V.6 Penurunan kadar glukosa darah mencit dari jam ke-0

hingga jam ke24……………………………………………………..… 44

Tabel V.7 Hasil pengolahan data analisis statistic Anova One Way……45

Tabel V.8 Perbedaan harga rata-rata penurunan kadar glukosa darah


dengan metode LSD…………………………………………………….46

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar hal
Gambar 2.1.struktur kandungan Sambiloto…………………………… 9
Gambar 2.2 buah dan biji Swietenia mahagoni Jacq……… ................ 12
Gambar 2.3 Struktur kimia Swietenin ........................................ …… 16
Gambar 2.4 Struktur Glibenklamid ............................................ …… 18
Gambar 2.5 Struktur kimia aloksan ............................................ …… 34
Gambar 2.6 Mus musculus ( Mencit ) ........................................ …… 36
Gambar 3.1Kerangka konseptual ................................................ …… 41
Gambar 4.1Skema prosedur kerja ............................................... …… 56
Gambar 5.1 Grafik kadar glukosa darah mencit……………61

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik


yang ditandai dengan hiperglikemi. Hal ini dihubungkan dengan
abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin (sensitivitas) atau keduanya,
dan mengakibatkan komplikasi kronis termasuk mikrovaskular,
makrovaskular dan neuropati (Triplitt et al., 2008). Diabetes ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa darah disebabkan oleh karena adanya
kelainan pada sel beta pada pulau Langerhans kelenjar pankreas (Suyono,
2002). Kelainan metabolisme lemak dalam tubuh ini dapat meningkatkan
kadar lipid-plasma yang biasa disebut dengan hiperdislipidemia sehingga
dapat meningkatkan risiko penyakit arterosklerosis.

Penurunan sekresi dari sel β-pankreas, penurunan respon jaringan


target terhadap insulin, atau peningkatan hormone counterregulatory yang
bekerja secara antagonis dengan insulin menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin (McPhee & Ganong, 2006). Gejala diabetes antara lain: rasa haus
yang berlebihan (polidipsi), sering kencing (poliuri) terutama malam hari,
sering merasa lapar (poliphagi), berat badan yang turun dengan cepat,
keluhan lemah, kesemutan pada tangan dan kaki, gatal-gatal, penglihatan
jadi kabur, impotensi, luka sulit sembuh, keputihan, penyakit kulit akibat
jamur di bawah lipatan kulit, dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi
besar dengan berat badan >4kg. Seseorang didefinisikan sebagai DM
jika pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter atau
belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi
dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala: sering lapar dan sering haus dan
sering buang air kecil & jumlah banyak dan berat badan turun (Riskesdas,
2013)

WHO mengatakan, pada tahun 2014 , 9 % dari orang dewasa 18


tahun keatas menderita diabetes. Pada tahun 2012, diabetes adalah
penyebab langsung dari 1,5 juta kematian . Lebih dari 80 % kematian
diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. (WHO,
2015)
Prevalensi kejadian diabetes mellitus menurut WHO pada tahun
2000 mencapai 171 juta dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat
pada tahun 2030 menjadi 366 juta, di mana 80% terjadi di negara
berkembang. Data WHO menyebutkan kejadian diabetes mellitus di
Indonesia 8,246 juta pada tahun 2000 dan diperkirakan mencapai 21,257
juta pada tahun 2030 dan menduduki urutan ketiga setelah India dan
Bangladesh dikawasan Asia. Federasi Diabetes Internasional memprediksi
sedikitnya 1 dari 10 orang dewasa akan menderita diabetes di tahun 2030
(Choi et al., 2001; Qin et al., 2004).
Penggunaan obat modern seperti insulin dan obat diabetik oral
yang menimbulkan efek samping memunculkan rasa ketidakpuasan pada
pasien (Samana dan Suryawashi, 2001). Sehingga pada saat ini banyak
pasien memilih untuk menggunakan produk alami sebagai terapi diabetes
(Holman dan Turne, 1991; Rao et al., 2001)
Penggunaan obat tradisional sebagai terapi alternatif maupun terapi
komplementer antidiabetes saat ini sedang berkembang. Herba sambiloto

2
(Andrographis paniculata Nees.) merupakan tanaman obat unggulan yang
sedang dikembangkan sebagai obat tradisional, salah satunya sebagai obat
antidiabetes. Sambiloto telah dilaporkan dapat digunakan sebagai
antioksidan, antidiabetes, antifertilitas, anti HIV, antiinfluenza,
antiintraperitoneal adhesion, antimalaria, antidiare, hepatoprotektif,
kholeretik dan kholekinetik. Kandungan zat aktif utama dalam herba
sambiloto yaitu Andrografolid yang diduga berkhasiat sebagai antidiabetes
(Subramanian et al., 2008). Ekstrak sambiloto dapat merangsang pelepasan
insulin dan menghambat absorbsi glukosa melalui penghambatan enzim
alfaglukosidase dan alfa-amilase (Subramanian dkk, 2008). Dosis 2,0 g/ kg
BB ekstrak etanol herba sambiloto merupakan kadar optimal yang dapat
menurunkan kadar glukosa tikus (Yulinah dkk, 2001).

Tumbuhan lain digunakan masyarakat untuk pengobatan diabetes


mellitus ialah mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Bagian yang digunakan
dari tumbuhan tersebut adalah bijinya. Menurut Hariana (2005) untuk
terapi diabetes mellitus masyarakat Indonesia (50 kg/ orang) membuat
ramuan dari 1/2 sendok teh serbuk biji mahoni diseduh dengan 1/3 gelas air
panas, lalu diminum 2 sampai 3 kali sehari 30 menit sebelum makan.
Penggunaan secara empiris ini ternyata didukung beberapa data ilmiah yang
mengtakan bahwa biji mahoni merupakan agonis alami reseptor aktif
Peroksisom - proliferator (PPAR ). Fungsi reseptor PPAR yang telah
diaktivasi oleh obat adalah meningkatan lipid dan metabolisme kolesterol,
diferensiasi adiposit, dan meningkatan sensitivitas insulin. Terdapat
penelitian lain mengatakan bahwa pemberian ekstrak methanol: air (3:1) biji
mahoni dosis 250 mg/kgBB selama21 hari dapat menurunkan kadar glukosa

3
darah tikus Rattus norvegicus strain wistar yang diinduksi streptozotocin
(STZ) dosis tunggal 4 mg/grBB (Linghuat R, 2008).
Biji mahoni memiliki efek farmakologis antipiretik, antijamur,
menurunkan tekanan darah tinggi (hipertensi), kurang nafsu makan,
rematik, demam, masuk angin, dan eksim (Hariana, 2007). Kandungan
bahan kimia dari biji mahoni adalah flavonoid, alkaloid, terpenoid,
antraquinon, glikosida jantung, saponin dan minyak atsiri (Sahgal G, dkk,
2009).
Kedua tanaman sudah banyak digunakan secara empiris untuk
pengobatan tradisional diabetes di beberapa negara seperti China, India, dan
Indonesia. Kedua tanaman telah terbukti secara ilmiah untuk mampu
menurunkan kadar gula darah secara signifikan pada hewan diabetes
streptozotocin -induced ( Debasis et al, 20 11 ; . . Hossain et al, 200 7 ).
Pada penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas antidiabetes dari
beberapa kombinasi campuran sambiloto dan biji mahoni terhadap mencit
yang diinduksi aloksan. Berdasar pada penelitian yang sudah pernah
dilakukan oleh Sukardiman, dkk (2013) jika kedua tanaman digabungkan,
maka akan menghasilkan efek sinergis dalam menurunkan kadar glukosa
darah. Penelitian ini diharapkan akan diperoleh kombinasi campuran
ekstrak kering yang paling efektif sebagai antidiabetes.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana pengaruh campuran ekstrak kering herba sambiloto
(Andrographis paniculata Ness.) dan ekstrak kering biji mahoni (Swieteneia
mahagoni Jacq.) terhadap penurunan glukosa darah pada mencit yang
diinduksi aloksan?

4
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui aktivitas antidiabetes yang dihasilkan oleh campuran
ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) dan biji
mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.) dari profil kadar glukosa darah mencit
yang telah diinduksi aloksan.

1.4. Manfaat Penelitian


Memberikan alternatif pengobatan DM pada pasien dengan
menggunakan bahan alam sehingga dapat mengurangi efek samping yang
mungkin terjadi pada pemberian obat modern.
Sebagai data ilmiah untuk mendukung penelitian dan
pengembangan formulasi obat tradisional menjadi produk obat herbal
terstandard bagi industri farmasi di Indonesia.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan tentang Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata


Nees.)
2.1.1. Klasifikasi
Klasifikasi dan Tata nama: (Materia Medika Indonesia III, 1979,
Badan POM, 2004)
Divisi : Magnoliophyta
Sup divisi : Spermathophyta
Kelas : Dicothyledonae
Sub Kelas : Asteridae
Bangsa : Scrophulariales/Solanaceae
Suku : Acanthaceae
Marga : Andrographis
Jenis : Andrographis paniculata
Nees.

2.1.2. Identitas Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)


Sambiloto (Melayu); Papitan (Sumatra); Ki Oray, Ki peural,
Takila, Bidara, Sadilata, Sambilata (Jawa Tengah) (Dep Kes RI,
1985:10)

2.1.3. Deskripsi Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)

Habitus sambiloto tergolong terna (herba), tumbuh tegak, tinggi


sekitar 50 cm, tanaman semusim, rasa sangat pahit. Batang berkayu,
pangkal bulat, bentuk segi empat saat muda, dan bulat setelah tua,

6
percabangan monopodial, berwarna hijau. Daun tunggal, barhadapan,
bentuk lanset, tepi rata (integer), ujung dan pangkal tajam atau runcing,
daun bagian atas dari batang berbentuk seperti braktea, permukaan halus,
berwarna hijau, tidak ada stipula (daun penumpu), berukuran 3-12 cm.
Bunga kecil, biseksual, zigimorf, sepal (daun kelopak) 5 buah, petal
(tajuk) 5 buah, mempunyai bibir yang terbelah dua, berwarna putih
dengan strip ungu, stamen (benang sari) 2 buah dengan antenna yang
konatus (digabungkan), filamen (tangkai sari) digabungkan dengan
tabung korola (corola tube), ovarium superior (menumpang) dengan 2
karpela (daun buah) dan 2 ruang, plasenta akselir, bakal biji 2 atau lebih
(dalam tiap ruang), infloresensi (perbungaan) rasemosa yang bercabang
membentuk panikula (malai).Buah kapsula berbentuk jorong
(memanjang) dengan 2 ruang.Biji berbentuk gepeng (Backer and
Bachuizen, 1965:574-575).

2.1.4. Kandungan Kimia

Daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) mengandung:


saponin, flavonoid, dan tannin. Kandungan kimia daun dan cabang
sambiloto mengandung: diterpene lakton terdiri dari: deoksi
andrografolid, andrographolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-
11, 12-didehydroandrografolid, dan homoandrografolide (Akbar S.,
2011), komponen utamanya adalah andrografolid. Merupakan zat aktif
paling banyak dari tanaman, sudah diisolasi dalam bentuk murni dan
menunjukkan berbagai aktivitas farmakologi. Zat aktif ini dapat
ditentukan dengan metode gravimetrik atau dengan HPLC (Hu C.Q.,
1982)

7
Gambar 2.1.struktur kandungan Sambiloto

Berdasarkan penelitian diketahui, bahwa kandungan zat aktif pada


tanaman sambiloto diantaranya diterpenelakton dan glikosida seperti
andrografolid, neoandrografolid, deoksiandrografolid, dan andrografosid
(Akbar S., 2011). Selain lakton, juga dilaporkan ada flavonoid terdapat
pada tanaman ini (Siripong P., 1992). Sambiloto juga mengandung
komponen seperti alkali, keton, aldehid, mineral (kalsium, natrium,
kalium), asam kersik dan damar (Prapanza E., 2003). Daun dan
percabangannya lebih banyak mengandung lakton sedangkan dari akarnya
telah diisolasi flavonoid, yaitu polimetoksiflavon, androrafin, panikulin,
mono-metil dan apigenin-7,4 dimetileten. Di dalam daun, kadar senyawa
andrografolid sebesar 2,5-4,8% dari berat keringnya (Prapanza E.,2004).
Sambiloto distandarisasi dengan kandungan andrografolid sebesar 4-6%
(Siripong P., 1982). Senyawa kimia lain yang sudah diisolasi dari daun
yaitu diterpenoid, Deoksiandro-grafolid-19β-D-glukosid, dan neo-
andrografolid (Wriming C., 2003).

Akar mengandung banyak flavonoid yaitu polimetoksiflavon,


andrografin, panikolin, mono-o-metil, apigenin-7, 4-dimetil ether, alkali,
keton, aldehid, kalium, kalsium, natrium, asam kersik, dan damar. Dua

8
flavonoid glikodisida yang baru ditemukan, yaitu 5-hidroksi-7, 8-
dimetoksi (2R)-flavon-5-O- β -D-glukopiranosid dan 5-hidroksi-7, 8, 2’,
5’- tetrametoksi-flavon-5-O- β -D-glukopiranosid. Dua diterpenoid baru,
adalah asam andrografik dan andrografidin yang diisolasi dari sambiloto
dan strukturnya ditentukan berdasarkan analisis fisikokimia dan
spektroskopik (Li et al., 2007).

2.1.5. Manfaat Tanaman


Komponen utama sambiloto adalah andrografolida yang diduga
berguna sebagai bahan obat. Disamping itu, daun sambiloto mengandung
saponin, falvonoid, alkaloid dan tanin. Secara tradisional sambiloto telah
dipergunakan untuk pengobatan akibat gigitan ular atau serangga, demam,
disentri, rematik, tuberculosis, infeksi pencernaan, dan lain-lain. Sambiloto
juga dimanfaatkan untuk antimikroba/antibakteri, anti sesak napas dan
untuk memperbaiki fungsi hati (Yusron et al, 2005).

Tumbuhan sambiloto berkhasiat sebagai obat amandel, obat asam


urat, obat batuk rejan, obat diabetes melitus, obat hipertensi, hepatitis,
stroke, TBC, menguatkan daya tahan tubuh terhadap serangan flu babi dan
flu burung (Nazaruddin, 2009).
Efek hipoglikemik sambiloto sudah ditelitidengan berbagai cara.
Salah satunya, penelitian Borhanuddin, dkk.21 pada kelinci menunjukkan
bahwa ekstrak air sambiloto dengan dosis 10 mg/kg berat badan dapat
mencegah hiperglikemia yang diinduksi dengan pemberian glukosa per
oral dengan dosis 2 mg/kg berat badan secara signifikan.Mekanismenya
kemungkinan sambiloto mencegah absorpsi glukosa dari usus.

9
2.2 Tinjauan Tentang Tanaman Mahoni ( Swietenia mahagoni Jacq )

2.2.1 Klasifikasi Tanaman

Divisi : Spermathophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dycotyledonae

Subkelas : Dialypetalae

Ordo : Sapindales

Famili : Meliaceae

Genus : Swietenia

Spesies : Swietenia mahagoni Jacq.

2.2.2 Nama Lain (Sinonim)


Sinonim : Swietenia macrophyllaKing
Nama umum : Mahoni
Nama daerah : Swietenia mahagoni Jacq mempunyai nama
daerah atau nama lain disetiap negara ,secara
lokal dikenal sebagai ‘Mahogany’ di
Bangladesh. Tanaman ini ditemukan hampir
disemua bagian Bangladesh. Ini merupakan
tanaman asli Bahamas, Cuba, Haiti, Jamaica,
Netherlands Antilles, United States of America
and exotic to Bangladesh, Benin, Burkina Faso,

10
Cameroon, Chad, Cote d'Ivoire, Fiji, Gambia,
Ghana, Guinea, Guinea-Bissau, India,
Indonesia, Liberia, Malaysia, Mali, Mauritania,
Niger, Nigeria, Philippines, Puerto Rico,
Senegal, Sierra Leone, Sri Lanka, Togo
(Rahman et al, 2010).

2.2.3 Morfologi Tanaman

Mahoni merupakan pohon tahunan dengan tinggi mencapai 30


meter dan ketebalan 4,5 meter, tetapi di India ketinggian mencapai 18 - 24
meter. Batang bulat bercabang, kulit berkerut, berwarna coklat abu-abu
hitam atau gelap. Daun majemuk, bulat telur menyirip genap, ujung dan
pangkal runcing, tepi rata, panjang 3-15 cm, pertulangan menyirip.
Perbungaan pada ketiak panjang 8-15 cm, ramping, lebih pendek dari daun.
Buah berbentuk bulat telur panjang 5-10 cm berlekuk lima berwarna coklat,
diameter 3-6 cm, katup tebal, kayu, permukaannya seperti kulit ketika
dewasa. Di dalam buah terdapat biji berisi 35 - 45 untuk setiap kapsul,
berwarna kecoklatan, panjangnya 4-5 cm, berbentuk pipih (Khare et al,
2012).

Gambar 2.2 buah dan biji Swietenia mahagoni Jacq.

11
2.2.4 Habitat

Mahoni pada habitat aslinya tumbuh di hutan-hutan ataupun mana


saja yang memiliki iklim yang hangat dan tenang, dengan suhu berkisar 16-
32°C. Curah hujan bervariasi dari 1250-2500 mm, sebagian besar di musim
panas tapi menyebar hampir di sepanjang tahun. Perkembangan terbaik
telah diamati di daerah yang menerima curah hujan lebih rendah dari 1000-
1500 mm, di daerah tidak jauh dari laut, dan pada ketinggian permukaan
dekat dengan laut (Orwa et al, 2009).

2.2.5 Kandungan Kimia

Biji mahoni mengandung saponin, flavonoid dan alkaloid,


terpenoid, antraquinon, cardiac glikosida, dan minyak atsiri (Nany suryani,
2013). Dari biji mahoni, terdapat swietenin yang berfungsi sebagai agen
hipoglikemik (Preedy et al, 2011).

Gambar 2.3. Struktur kimia Swietenin (Preedy et al, 2011).

12
2.2.6 Manfaat Tanaman
Biji mahoni memiliki efek farmakologi anti-inflamasi, anti-
mikroba hepatoprotektif, laksativa, anti-oksidan, gastroprotektif, anti-
depresan, anti-konvulsan and neuropharmakologi, antidiabetes, anti HIV,
Immunomodulator, anti-insektisida, dan sitotoksik dan toksisitas akut
(Yelaware et al, 2014).
Ekstrak air-methanol biji mahoni dilaporkan memiliki efek
hipoglikemik dan antihiperglikemik pada tikus diabetes yang diinduksi
streptozotocin. Swietenin yang terdapat pada biji mahoni berperan sebagai
agen hipoglikemik. Biji mahoni merupakan agonist alami dari Peroxisome-
proliferator yang diaktifkan oleh reseptor PPAR γ (Peroxisome Proliferator
Activated Reseptor). Fungsi (PPAR γ) adalah sebagai reseptor setelah
diaktivasi oleh obat sehingga meningkatkan sensitivitas insulin,
metabolisme kolesterol, peningkatan lipid dan deferensiasi adiposit.
Pemberian treatment biji mahoni akan menormalkan kondisi dari serum
urea, asam urat, kreatinin, kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (Yelaware
et al, 2014 ; Hasan et al, 2013).

2.3. Tinjauan tentang Diabetes Melitus


2.3.1. Pengertian Diabetes Melitus
Menurut WHO, diabetes melitus adalah suatu gangguan
metabolisme, yang ditandai oleh hiperglikemia kronik dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak yang disebabkan oleh defek
sekresi insulin, aktivitas insulin maupun keduanya (Chowdhury, 2014).
Komplikasi yang diakibatkan oleh diabetes melitus meliputi gangguan
mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Triplitt, et al., 2008).

13
2.3.2. Epidemiologi
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang dapat berkembang pada
masa anak-anak maupun tahap dewasa awal, walaupun beberapa dalam
bentuk laten dapat terjadi. DM tipe 1 terjadi 5%-10% dari semua kasus DM
yang terjadi dan kemungkinan disebabkan secara genetik ataupun faktor
lingkungan. Perkembangan dari autoimun sel β-pankreas terjadi kurang dari
10% populasi dengan kelainan genetik dan kurang dari 1% karena faktor
lingkungan (Triplitt, et al., 2008).
Prevalensi dari DM tipe 2 sebesar 90% dari semua kasus DM yang
terjadi. Bebarapa faktor resiko yang dapat membawa sesorang pada DM
tipe 2 yaitu riwayat keluarga, obesitas, aktivitas fisik, ras atau etnis. Secara
keseluruhan prevalensi DM tipe 2 di Inggris ±9,6% pada 20 tahun keatas.
Di Indonesia sendiri, prevalensi DM dari tahun ke tahun semakin
meningkat, berdasar Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 terdapat
±133 juta jiwa penduduk diatas 20 tahun terjangkit DM, dengan prevalensi
sebesar 14,7% pada aderah urban dan 7,2% pada daerah rural, maka
diperkirakan terdapat 194 juta penduduk berusia 20 tahun keatas di tahun
2030 (Riskesdas, 2013).
Prevalensi DM tipe 2 bervariasi pada perempuan dibanding pria,
dan sangat bervariasi pula di antara berbagai populasi ras dan etnis.
Terutama meningkat pada beberapa penduduk asli Amerika, Hispanik
Amerika, Asia Amerika, Afrika Amerika dan kepulauan Pasifik. Adapun
jenis lain DM, yaitu DM gestasional adalah diabetes yang diderita ibu pada
masa kehamilan, terjadi sekitar 7% di seluruh kehamilan di Amerika.
Wanita Amerika kebanyakan akan kembali normal setelah melahirkan,
tetapi 30-50% akan berkembang menjadi DM tipe 2 atau intoleransi glukosa
dikemudian hari (Triplitt, et al., 2008)

14
2.3.3. Batasan Diabetes Melitus
Seseorang akan didiagnosis menderita Diabetes melitus apabila
masuk dalam kriteria berikut :

1 . Glukosa darah acak lebih dari 200 mg / dL disertai dengan gejala


diabetes yang sering muncul yaitu poliuria, polidipsia, dan penurunan berat
badan tanpa sebab yang jelas. GDA diartikan sebagai waktu kapan pun
tanpa memperhatikan jangka waktu terakhir makan.

2 . Glukosa darah puasa lebih dari 126mg / dL. Puasa diartikan sebagai
tidak adanya asupan kalori selama minimal 8 jam.

3 . Glukosa darah 2 jam lebih dari 200 mg / dL selama Tes Toleransi


Glukosa Oral ( TTGO ). Asupan glukosa yang direkomendasikan pada tes
ini adalah 75 gram atau yang sebanding.

4 . HbA 1c lebih dari 6,5 %. Tes tersebut harus dilakukan di laboratorium


yang menggunakan metode yang disertifikasi oleh NGSP ( National
Glycohemoglobin Standarization Program ) dan di standarisasi oleh DCCT
( Diabetes Control and Complication Trial ) ( Triplitt et al ., 2008 ; ADA ,
2012).

2.3.4. Klasifikasi
2.3.4.1. Diabetes Melitus tipe 1
Biasa disebut juga Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
adalah penyakit kelainan autoimun yang menyebabkan kerusakan pada sel
β-pankreas, selain itu kerusakan sel β-pankreas disebabkan karena proses

15
idiopatik, namun hal ini jarang terjadi. Proses autoimum diperantarai oleh
makrofag dan sel limfosit T dengan autoantibodi yang bersirkulasi terhadap
antigen sel β. Pengukuran autoantibodi yang lain adalah insulin
autoantibodi, autoantibodi terhadap glutamic acid decarboxylase, insulin
antibodi terhadap islet tyrosin phosphate dan lain sebagainya. Lebih dari
90% pasien yang terdiagnosis, mempunyai satu dari beberapa antibodi
tersebut (Triplitt, et al., 2008).

2.3.4.2. Diabetes Melitus tipe 2


DM tipe 2, yaitu Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) ditandai oleh resistensi insulin dan berkurangnya sekresi insulin,
yang akan semakin berkurang sekresinya dari waktu ke waktu. Sebagian
besar pasien DM tipe 2 memperlihatkan obesitas abdomen, yang mana
obesitas abdomen itu sendiri mengakibatkan resitensi insulin. Sebagai
tambahan, hipertensi, dislipemia ( high triglyceride levels and low HDL-
cholesterol levels) dan peningkatan plasminogen activator inhibitort type
1(PAI-1) sering ditemukan. Sekumpulan abnormalitas ini menunjukkan
sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolisme. Dikarenakan
abnormalitas ini, pasien dengan DM tipe 2 berada dalam risiko tinggi
terkena komplikasi makrovaskular (Triplitt, et al., 2008).

2.3.4.3. Diabetes Melitus Gestasional (GDM)


GDM digambarkan sebagai intoleransi glukosa yang dikenali
selama masa kehamilan. Diabetes gestasional berada pada ±7% dari
keseluruhan kehamilan. Deteksi klinik secara dini sangat penting, sebagai
terapi akan mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas perinatal (Triplitt,
et al., 2008)

16
2.3.4.4. Diabetes tipe spesifik lain
DM tipe lain yang terjadi yaitu DM yang disebabkan penyakit lain,
seperti kelainan endokrin atau pankreas akibat penggunaan obat lain
(Suherman dan Nafrialdi, 2011).

2.3.5. Terapi Antidiabetes

Berdasarkan cara pemberiannya obat hipoglikemik terdiri dari obat


hipoglikemik oral dan obat hipoglikemik suntik yang mengandung insulin.
Saat ini ada beberapa kelas obat oral antidiabetes sebagai berikut :
1) Golongan Sulfonilurea
Mekanisme utamanya adalah peningkatan sekresi insulin.
Sulfonilurea mengikat reseptor sulfonilurea spesifik pada sel β-
pankreas. Ikatan tersebut menutup saluran K+ yang tergantung
pada ATP, akibatnya menurunkan keluaran kalium dan kemudian
terjadi depolarisasi membrane, saluran kalsium terbuka dan
kalsium masuk. Peningkatan jumlah kalsium intraselular
menyebabkan pengeluaran insulin. Efek samping sulfonilurea yang
paling sering adalah hipoglikemik dan peningkatan berat badan
(~2kg) (Triplitt, et al., 2008).

2 ) Golongan Meglitinid (Glinid)

Mekanisme kerja obat ini sama dengan sulfonylurea, menutup


ATP sensitive potassium channel , yang kemudian meneyebabkan
depolarisasi, influx kalsium dan meningkatkan sekresi insulin.
Obat diabsorbsi cepat setelah pemberian peroral dan dieliminasi
secara cepat melalui hati. Efek samping obat golongan ini adalah

17
hipoglikemi, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Contoh obat ini
yaitu repaglinid dan nateglinid.

3) Golongan Biguanid
Contoh obat ini, yaitu metformin, bekerja dengan cara
meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin yang diproduksi
oleh pankreas, tidak merangsang peningkatan produksi insulin
sehingga pemakaian tunggal tidak berakibat hipoglikemia (Kroon
dan Williams, 2013). Metformin tidak mempunyai efek langsung
pada sel β-pankreas, meskipun kadar insulin menurun. Diketahui
bahwa efek utama obat ini adalah menurunkan produksi glukosa
hepatik melalui aktivasi enzim AMP-activated protein kinase dan
meningkatkan stimulasi ambilan glukosa oleh otot skelet dan
jaringan lemak (Katzung, 2011). Efek samping dari obat ini adalah
rasa tidak nyaman pada perut atau diare pada 30% pasien.
Anoreksia, mual, rasa logam dan rasa penuh pada perut juga
dilaporkan terjadi. Obat diberikan pada saat atau sesudah makan
(Triplitt, et al., 2008).

4) Golongan Thiazolidinedion
Golongan ini bekerja dengan cara berikatan pada peroxisome
proliferator activated receptor gamma (PPAR Gamma), yaitu
suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Obat ini juga
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Contohnya antara lain
pioglitazon (actos), rosiglitazon (avandia). Obat ini mempunyai
efek samping retensi cairan (Triplitt et al., 2008 ; Kroon dan
williams , 2013).

18
5) Golongan α-glukosidase inhibitor
Akarbose dan miglitol secara kompetitif menghambat kerja
enzim (maltase, isomaltase, sukrosa dan glukoamilase) pada usus
kecil sehingga menunda pemecahan sukrosa dan karbohidrat. Efek
dari obat ini adalah menurunkan kadar glukosa postpandrial
(Triplitt et al., 2008 ; Kroon dan williams , 2013). Efek samping
yang sering terjadi yaitu flatulen, kembung, ketidaknyamanan pada
perut dan diare.

6) Golongan DPP-IV Inhibitor


Golongan ini menghambat degradasi glucagon like peptide 1
(GLP-1) dan GIP, dengan demikian meningkatkan efek kedua
incretin pada fase awal sekresi insulin dan penghambatan
glukagon. Efek samping obat ini yaitu risiko infeksi ssaluran
pernafasan atas, sakit kepala dan hipersensitivitas.

2.4. Tinjauan Glibenklamid

Gambar 2.4. Struktur Glibenklamid (1-[4-[2-(5-kloro-2-


metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3-sikloheksilurea)

19
Glibenklamid merupakan golongan sulfonilurea yang potensial
sebagai terapi oral antidiabetik. Glibenklamid banyak digunakan pada
penderita DM tipe 2. Glibenklamid menghambat ATP sensitif K + channel
dalam sel β-pankreas, kemudian menyebabkan depolarisasi sel membran
dan keadaan ini akan membuka kanal Ca, sehingga dengan terbukanya
kanal Ca maka masuklah ion Ca++ yang akan masuk ke dalam sel β
pankreas, kemudian akan merangsang granula yang berisi insulin dan akan
terjadi sekresi insulin (Triplitt et al., 2008 ; Kroon dan williams , 2013).
Gliburid (glibenklamid) khasiat hipoglikemisnya yang kira-kira
100 kali lebih kuat daripada tolbutamida. Sering kali ampuh dimana obat-
obat lain tidak efektif lagi, risiko hipoglikemia juga lebih besar dan sering
terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea yang lain yaitu dengan
single-dose pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap
pemasukan glukosa (selama makan) (Triplitt, et al., 2008). Obat ini
dimetabolisme di hepar dengan waktu paruh sekitar 4 jam. Pada
penggunaan dosis tunggal hanya 25% metabolitnya diekskresi melalu urin
dan sisanya melalui empedu. Glibenklamid sebaiknya diberikan bersamaan
dengan makanan, efek samping paling fatal yaitu hipoglikemik
berkepanjangan terlihat pada pasien lanjut usia dengan hati lemah atau
penyakit ginjal (Suherman dan Nafrialdi, 2011).

2.5. Tinjauan Ekstrak


2.5.1. Definisi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan


menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok diluar
pengaruh dari sinar matahari langsung (Farmakope Herbal Indonesia, 2008).

20
Cara pembuatan ekstrak diawali dengan proses penyarian. Penyarian
simplisia dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan
dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dapat
dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi (Farmakope Herbal
Indonesia, 2008).

2.5.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh
kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupan hewan. Cairan
penyari dapat berupa air, etanol dan campuran air etanol (Farmakope Herbal
Indonesia, 2008). Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia
yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan
pelarut cair (Raja, 2008). Proses pembuatan ekstrak yang baik harus
melewati beberapa tahapan proses, yaitu :
1. Pembuatan serbuk simplisia
2. Pemilihan cairan pelarut
3. Separasi dan pemurnian
4. Pemekatan/penguapan
5. Pengeringan ekstrak
6. Rendemen
(Depkes RI, 2000)

2.5.3. Metode Ekstraksi


Adapun beberapa metode ekstraksi yang telah disebutkan oleh
Parameter Standar Umum Ekstrak, 2000 yaitu cara panas dan cara dingin.
Cara dingin dibagi 2 yaitu maserasi dan perkolasi
Cara dingin :

21
1. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan dengan
temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi
dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-
menerus). Remaserasi adalah dilakukan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.
2. Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang berulang-
ulang sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan
Cara panas :
1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik.
2. Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang berulang-ulang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
3. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur 40-50˚C.
4. Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96-98˚C) selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama (30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.

22
2.6. Tinjauan Aloksan
Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivat
pirimidin teroksigenasi yang mana hadir sebagai aloksan hidrat pada
larutan. Nama lain dari aloksan adalah 2,4,5,6 - tetraoxypirimidin; 2,4,5,6-
primidinetetron; 1,3-Diazinan-2,4,5,6-tetron (IUPAC) dan asam
Mesoxalylurea 5-oxobarbiturat. Rumus kimia aloksan adalah C4H2N2O4.
Selain itu, senyawa ini ditemukan oleh von Liebig dan Wohler ditahun 1828
dan telah dianggap sebagai salah satu senyawa kimia tertua yang ada.
Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Aloksan
adalah senyawa kimia tidak stabil dan senyawa hidrofilik (Rohilla dan Ali,
2012). Aloksan stabil pada suhu 2-100C, penyimpanan pada suhu rendah
dalam wadah tidak tembus cahaya dan tertutup rapat (Windolz, 1983).
Bentuk yang biasa digunakan adalah monohidratnya, meskipun dalam
bentuk monohidrat, senyawa ini juga sangat tidak stabil, pada pH 7,4 atau
dalam suhu 370C hanya mempunyai waktu paruh 1,5 menit setelah itu akan
mengalami degradasi menjadi alloxanic acid. Aloksan monohidrat akan
stabil dalam larutan dengan pH asam (Lenzen, 2007).
Sebagai tambahan, model aloksan sebagai induksi diabetes
pertama kali digambarkan pada kelinci oleh Dunn, Sheehan dan McLetchie
di tahun 1943. Semula aloksan disiapkan dengan mengoksidasi asam urat
dan asam nitrit. Bentuk monohidrat sekaligus disiapkan dengan
mengoksidasi asam barbiturat dankromium trioksida. Selain itu, aloksan
telah dianggap sebagai agen pengoksidasi kuat, sehingga menimbulkan stres
oksidatif pada sel β, yang diakibatkan oleh perpindahan keseimbangan
reaksi redoks karena perubahan metabolisme karbohidrat dan lipid yang
akan meningkatkan pembentukan radikal bebas superoksida (ROS) dari
reaksi glikasi dan oksidasi lipid sehingga menurunkan sistem pertahanan

23
antioksidan, diantaranya adalah glutathion (GSH) (Lenzen, 2007). ROS
yang semakin meningkat dan GSH yang menurun akan menyebabkan
resistensi insulin melalui penurunan autofosforilasi dari reseptor insulin dan
akan menurunkan GLUT-4, meningkatkan sirkulasi asam lemak, penyebab
hiperglikemia, merubah fungsi sel β, meningkatkan kadar trigliserida,
menurunkan kadar HDL (Lenzen, 2007) Aloksan merupakan diabetogen
yang digunakan untuk penghancuran sel - β dan mengakibatkan efek yang
selektif sitotoksik pada sel β – pankreas (Rohilla dan Ali, 2012). Diabetes
yang diinduksi menggunakan aloksan berguna untuk memeriksa efek
antidiabetes dari senyawa yang meningkatkan sekresi insulin (Zhang, et al.,
2009). Aloksan telah didemonstrasikan sebagai non-toksik pada sel beta
manusia, pada dosis tinggi, alasannya yang mana ditujukan pada perbedaan
mekanisme ambilan glukosa di manusia dan hewan pengerat (Rohilla dan
Ali, 2012)

Gambar 2.5. Struktur Molekul Aloksan ( 2,4,5,6 – tetraoksipirimidin)

2.7. Tinjauan Hewan Coba


Hewan percobaan adalah hewan yang sering digunakan untuk
sebuah penelitian biomedis sebagai syarat dan standar untuk melakukan
sebuah penelitian. Dalam menggunakan hewan percobaan dibutuhkan
pengetahuan yang cukup dalam pengelolaan hewan coba. Pengelolaan yaitu

24
meliputi perawatan dan pemeliharaan hewan selama penelitian berlangsung,
pengumpulan data, sampai akhirnya dilakukan terminasi hewan percobaan
dalam penelitian ( Depkes RI, 2006 ).
Penggunaan pada hewan coba didalam penelitian harus benar-
benar memperhatikan kesehatan dan kecocokan hewan coba yang akan
digunakan pada penelitian. Hewan tersebut harus berada dalam lingkungan
yang sesuai serta dalam pengawasan dan kontrol yang ketat. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan defined laboratory animals sehingga sifat
genotipe, fenotipe (efek maternal), dan sifat dramatipe (efek lingkungan
terhadap fenotipe) menjadi konstan.

2.8. Tinjauan Mencit


Mencit adalah hewan pengerat (Rodensia) yang cepat berkembang
biak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, sifat anatomis dan
fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Mencit (Mus musculus) hidup
dalam daerah yang cukup luas. Penyebarannya mulai dari iklim dingin,
sedang maupun panas. Mencit paling banyak digunakan di laboratorium
untuk berbagai penelitian (Mallole dan Pramono, 1989). Ukuran tubuh
mencit sangat kecil, selain itu mencit mempunyai kecenderungan tidur dan
istirahat di ujung kandang yang gelap. Sifat anatomis mencit antara lain :
susunan gigi : seri 1/1, tidak ada taring, tidak ada premolar, gerahamnya
3/3. Terdapat 2 pasang mammae di bagian dada dan 2 pasang mammae di
daerah inguinal .

2.8.1. Klasifikasi Mencit (Mus musculus L.)

Kingdom :Animalia

25
Filum :Chordata
Kelas :Mamalia
Ordo :Rodentia
Familia :Muridae
Subfamilia :Murinae
Genus :Mus
Spesies :Mus musculus (LAC NUS, 2007).

Gambar 2.6. Mus musculus ( Mencit )

26
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Uraian Kerangka Konseptual


World Health Organisation (WHO) mendefinisikan diabetes
melitus (DM) sebagai penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja
dan atau sekresi insulin. Maka, dibutuhkan terapi untuk menyeimbangkan
metabolisme tersebut. Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam
penatalaksanaan diabetes, yang pertama adalah pendekatan tanpa obat dan
kedua adalah pendekatan dengan obat.

Terapi tanpa obat diabetes melitus dapat berupa terapi tanpa


penggunaan obat-obat diabetes melitus. Tetapi jenis terapi ini terkhusus
kepada pengaturan gaya hidup, yang berupa pengaturan diet dan olahraga.

Apabila penatalaksaan terapi tanpa obat tidak berhasil


mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan
penatalaksanaan terapi dengan obat OAD maupun obat tradisional. OAD
dapat berupa insulin, obat hipoglikemik oral (golongan sulfonylurea,
meglitinida, turunan fenilalanin, biguanidina, tiazolidindion, inhibitor α-
glukosidase), atau kombinasi keduanya.
Obat Oral Anti Diabetes atau OAD dikenal banyak terdapat efek
samping yang dihasilkan. Sehingga banyak alternatif lain yang digunakan
sebagai obat antidiabetes. Antara lain yaitu obat-obatan tradisional. Obat
tradisional dikenal masyarakat karena harganya yang murah, juga diketahui

27
tidak mempunyai efek samping yang berarti, sehingga obat tradisional
banyak dipilih masyarakat sebagai alternatif pilihan selain obat. Adapun
tanaman obat di Indonesia yang dikenal memiliki khasiat antidiabetes, yaitu
herba sambiloto (Andrographis paniculata (Burm. f) Nees.) dan biji mahoni
((Swietenia mahagoni Jacq.). Kandungan zat aktif utama dalam herba
sambiloto yaitu Andrografolid yang diduga bertanggung jawab terhadap
aktivitas farmakologi (Widyawati, 2007; Niranjan et al., 2010) dan
berkhasiat sebagai antidiabetes (Subramanian et al., 2008). Sedangkan pada
biji mahaoni yang berpotensi sebagai antidiabetes adalah senyawa
swietenin. Penelitian yang menyatakan bahwa tanaman A. paniculata
sebagai antidiabetes mellitus sebagai berikut: Zhang dan Tan (2000)
melaporkan bahwa ekstrak etanolik secara poten menurunkan kadar glukosa
darah pada tikus DM tipe 1 yang diinduksi Streptozotocin (STZ) dimana
aktivitas enzim hepatik glukosa-6-fosfatase menurun secara nyata, ini
membuktikan bahwa efek penurunan glukosa berhubungan dengan
peningkatan metabolisme glukosa pada kelompok tikus yang diberikan
ekstrak sambiloto 400 mg/ kgBB selama 14 hari. Dandu dan Inamdar
(2009) menyatakan bahwa ekstrak larut air herba sambiloto menunjukkan
aktivitas antioksidan dengan menaikkan aktivitas Superoksida Dismutase
(SOD) dan Katalase pada tikus DM tipe 1. Dilaporkan juga rebusan herba
sambiloto menurunkan kadar glukosa darah pada tikus DM tipe 1 yang
diinduksi aloksan (Reyes dkk, 2006). Ekstrak sambiloto juga dapat
merangsang pelepasan insulin dan menghambat absorbsi glukosa melalui
penghambatan enzim alfaglukosidase dan alfa-amilase (Subramanian dkk,
2008). Dosis 2,0 g/ kg BB ekstrak etanol herba sambiloto merupakan kadar
optimal yang dapat menurunkan kadar glukosa tikus (Yulinah dkk, 2011).

28
Sehingga, dilakukan penelitian ini yang bertujuan ingin melihat
aktivitas dari campuran ekstrak kering herba sambiloto dan ekstrak kering
biji mahoni dalam menghasilkan efek antidiabetes yang lebih potensial

3.2. Hipotesis penelitian

Ekstrak kering daun herba sambiloto (Andrographis paniculata


Ness.) dan biji mahoni (Swietenia mahagoni, Jacq.) dalam komposisi
perbandingan tertentu memiliki aktivitas antidiabetes yang lebih potensial
bila dikombinasikan daripada penggunaan tunggal.

29
3.3. Skema Kerangka Konseptual

Diabetes Mellitus (DM)


1. Menurunkan berat
badan (berat
DM TIPE I DM TIPE II badan ideal)
2. Mengurangi
konsumsi
makanan
Terapi Farmakologi Terapi berlemak
NonFarmakologi 3. Mengurangi
konsumsi lemak
jenuh
Obat Modern (Insulin Obat Tradisional 4. Meningkatkan
dan Obat Oral konsumsi
Antidiabetes) makanan berserat
Tanaman Obat yang terbukti secara 5. Olahraga teratur
1. Insulin ilmiah memiliki aktivitas andiabetes (min.
2. Sulfonilurea 30menit/hari)
3. A-glukosidase
inhibitor
4. Biguanid
5. Meglitinid Biji mahoni (Swieteneia Herba Sambiloto
6. Thiazolidenedion mahagoni Jacq.) yang (Andrographis
(TZD) mengandung Swietenin paniculata Nees.)
7. DPP-IV inhibitor engandung senyawa
dapat menurunkan kadar
8. SGLT-2 inhibitor
glukosa andrographolide yang
(Triplitt, et al.,
dapat berkhasiat
2012)
sebagai antidiabetes

Diperoleh ekstrak kering campuran herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) dan biji
mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.) dalam berbagai perbandinga yang memiliki aktivitas
antidiabetes pada mencit yang diinduksi aloksan.

Gambar 3.1. Skema kerangka konseptual

30
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Bahan dan Alat

4.1.1. Bahan Penelitian

Campuran ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis


paniculata) dan biji mahoni (Swieteneia mahagoni) yang digunakan dalam
penelitian ini berupa ekstrak kering yang telah terstandarisasi dan
diproduksi dalam pilot scale industri, diperoleh dari Departemen
Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

4.1.2. Baham Kimia

Aloksan monohidrat, CMC – Na 0,5%, tablet Glibenklamid 5 mg,


asam sitrat anhidrat, natrium sitrat monohidrat, NaCl 0,9% (normal saline).

4.1.3. Alat

Neraca analitik (Adventurer Ohauss ), timbangan hewan (Barkel


type EH No. ), pH meter, mortar dan stamper, beaker glass, aluminium foil,
spuit injeksi, batang pengaduk, spatel logam, cawan timbang, vial,
Glukometer (Easy Touch) dan glukotest strip test (Easy touch)

4.2. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas : Dosis campuran ekstrak kering herba sambiloto dan


biji mahoni

31
b. Variabel tergantung : Kadar glukosa darah

c. Variabel terkendali : Hewan coba

hewan coba yang digunakan sebagai subyek penelitian ini adalah


mencit jantan (Mus muculus L.) yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
dengan kriteria sebagai berikut :

 Berasal dari galur Balb/c


 Berjeis kelamin jantan
 Berada dalam kondisi normal dan sehat
 Berat badan 20-40 gram
Untuk mengetahui banyaknya mencit yang digunakan dalam
satu kelompok dapat dilakukan penghitungan dengan rumus Federer,
dikarenakan penelitian ini adalah eksperimental, yaitu:

Rumus Federer : (n-1) (t-1) > 15

n : besar sampel
t : jumlah kelompok
Menurut rumus Federer, banyaknya sampel yang diperlukan:
(n-1) (t-1) > 15 ;t=6
(n-1) (6-1) > 15
5n-5 > 15
5n > 20
n >4
(Astuti, 2006)

32
Diperoleh sample size (n) sebesar 4 ekor, setelah itu dihitung faktor koreksi
(f) yang digunakan pada penelitian,

Maka didapatkan hasil perhitungan sebesar 5. Jadi mencit yang dibutuhkan


untuk masing-masing kelompok adalah 5 ekor.
d. Variabel penghubung : mekanisme kerja antidiabetes cmpurann ekstrak
kering herba sabiloto dan bii mahoni.

4.3. Definisi Operasional

 Peningkatan glukosa darah setelah induksi aloksan : ≥ 200 mg/dl


 Aktivitas antidiabetes : Terjadi penurunan kadar glukosa darah hewan
coba setelah diberikan ekstrak campuran herba sambiloto
(Andrographis paniculata) dan biji mahoni (Swieteneia mahogani).

4.4. Rancangan Percobaan


4.4.1. Pembuatan Ekstrak Kering
Simplisia kering herba sambiloto dan biji mahoni dicuci lalu
dikeringkan dan dilakukan penyerbukan secara terpisah. Serbuk kemudian
dimasukkan dalam maserator, dilakukan maserasi dengan pelarut etanol
70% teknis dan didiamkan dalam kurun waktu tertentu. Maserat dipisahkan
dengan cara filtrasi. Proses penyarian tersebut diulangi sekurang-kurangnya
dua kali dengan jumlah dan jenis pelarut yang sama hingga pelarut jernih.
Semua maserat dikumpulkan, pelarut diuapkan dengan penguap vakum atau
penguap tekanan rendah (rotavapor) hingga didapatkan ektrak kental.
Setelah berat ekstrak kental konstan, ditambahkan pengering cab-o-sil dan
avicell dengan perbandingan 60 : 40 (Sukardiman, 2013; Studiawan, 2014).

33
4.4.2. Uji Aktivitas Antidiabetes
Pada uji aktivitas ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis
paniculata Ness.) dan biji mahoni (Swietenia mahagoni, Jacq.) yang
diawali dengan menginduksi mencit dengan aloksan, kemudian diberikan
kombinasi ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis paniculata
Ness.) dan biji mahoni (Swietenia mahagoni, Jacq.) dengan memberikan
dosis peroral berulang satu kali sehari selama 24 jam. Dimana akan
terdapat 5 kelompok dalam perlakuan, yaitu, kelompok kontrol negatif
(CMC-Na 0,5%), kelompok kontrol positif (pemberian obat glibenklamid),
dosis 1 (perbandingan 1:1), dosis 2 (perbandingan 1:2), dan dosis 3
(perbandingan 2:1).

34
Tabel IV.1. Rancangan percobaan
Kelompok Perlakuan

Diberikan glibenklamid dengan dosis 0,013mg/20g BB


I
mencit 1(satu) kali sehari

Diberikan pembawa musilago CMC-Na 0,5%, 1(satu) kali


II
sehari

Diberikan suspensi campuran ekstrak kering herba


sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) dan biji mahoni
III (Swietenia mahagoni, Jacq.) dalam dosis 28mg/ 20g BB
dengan perbandingan 1:1 dalam CMC-Na 0,5% 1(satu) kali
sehari
Diberikan suspensi campuran ekstrak kering herba
sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) dan biji mahoni
IV (Swietenia mahagoni, Jacq.) dalam dosis 28mg/ 20g BB
dengan perbandingan 1:2 dalam CMC-Na 0,5% 1(satu) kali
sehari
Diberikan suspensi campuran ekstrak kering herba
sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) dan biji mahoni
V (Swietenia mahagoni, Jacq.) dalam dosis 28mg/ 20g BB
dengan perbandingan 2:1 dalam CMC-Na 0,5% 1(satu) kali
sehari

35
4.5. Prosedur Kerja
4.5.1. Penyiapan Hewan Coba
Pertama-tama hewan coba diadaptasikan dengan lingkungan selama
1 minggu. Semua mencit putih dipelihara dengan cara yang sama dan dapat
mendapat diet yang sama pula. Sebelum dan setelah dilakukan perlakuan,
semua mencit putih ditimbang untuk menghitung pengaturan dosis.

4.5.2. Penginduksian Diabetes Melitus


Perlakuan pada hewan coba mencit diabetes yaitu mencit diinduksi
aloksan monohidrat yang telah dilarutkan dalam buffer sitrat 0,1M pH 4,5
dengan dosis 186,9mg/kg BB dengan rute intraperitonial. Tetapi, sebelum
penginduksian aloksan, berat badan mencit ditimbang dan mencit
dipuasakan terlebih dahulu selama 18 jam (hanya disediakan air). Tiga
sampai empat hari setelah penginduksian aloksan, kadar glukosa darah
mencit diamati. Mencit dengan keadaan diabetes (kadar glukosa darah
meningkat signifikan atau diatas 175mg/dL (Malole&Pramono, 1989)
adalah yang digunakan pada penelitian. Bila kadar glukosa darah mencit
tidak meningkat dalam 3-4 hari ditunggu sampai 7 hari, jika tetap tidak ada
peningkatan maka diinduksi ulang dengan dosis yang lebih rendah.

4.5.3. Pemilihan Dosis

4.5.3.1 Dosis Glibenklamid


Dosis glibenklamid pada manusia adalah 1,25-20mg/hari.
Maintenance dose digunakan dosis 5mg 1 dd (sekali sehari) (Farmakologi
UI, 2009). Konversi perhitungan dosis dari manusia (70kg) ke mencit (20g)
adalah sebesar 0,0026 (Laurence & Bacharach, 1964). Jadi, dosis

36
glibenklamid untuk mencit adalah sebesar 0,0026 x 5mg = 0,013mg/20g BB
mencit

4.5.3.2 Dosis uji campuran ekstrak kering herba sambiloto dan biji
mahoni
Dosis yang digunakan berdasar penilitian yang ada yaitu kombinasi
ekstrak kental herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees.), dan biji
mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.) dengan rasio1:1, 1:2, 2:1 (28 mg/ 20g
BB Mencit), yang akan diberikan secara oral kepada hewan coba mencit
yang dibagi menjadi kelompok I, II dan III, selama 24 jam (Karau, 2012).

Ekstrak kering berisi ekstrak dan pengering dengan perbandingan


60:40. Setelah dikonversikan dalam ekstrak kering herba sambiloto
(Andrographis paniculata Nees.) menjadi 46,7 mg/20g BB mencit.
Sedangkan ekstrak kering biji mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.) menjadi
46,7 mg/20g BB mencit.

4.5.4 Penyiapan Bahan Uji

a. Pembuatan Larutan CMC-Na 0,5%


Ditimbang 0,5 gram CMC-Na, ditaburkan tipis diatas air panas 20
kali CMC-Na dan dibiarkan mengembang (± 15 menit), kemudian digerus
sampai terbentuk musilago.

b. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif


Pada kelompok control negatif diberi campuran larutan CMC-Na
0,5% sebanyak 0,2ml/20 g mencit.

37
c. Pembuatan Larutan Kontrol Positif
Dosis glibenklamid pada tiap hewan coba mencit (20g) adalah
0,013mg/20g BB mencit. Maka untuk membuat 25ml sediaan suspensi
glibenklamid 0,013mg/ml dalam CMC-Na 0,5% dibutuhkan glibenklamid
sebanyak 0,013mg x 25 = 0,325mg dalam 25 ml larutan CMC-Na 0,5%.

d. Pembuatan Larutan Uji Dosis 1 (28mg/20 g BB dengan


perbandingan 1:1)
Sebanyak 23,3 mg ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis
paniculata Nees.), dan 23,3 mg ekstrak kering biji mahoni (Swieteneia
mahagoni Jacq.) ditambahkan 0,2 ml larutan CMC-Na 0,5% sedikit demi
sedikit sambil digerus. Untuk 25 ml larutan yaitu 23,3 mg/0,2ml x 25 ml =
29125,5 mg/25ml ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis paniculata
Nees.) dan 23,3 mg/0,2ml x 25 ml = 29125,5 mg/25ml ekstrak kering biji
mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.).
e. Pembuatan Larutan Uji Dosis 2 (28mg/ 20g BB dengan
perbandingan 1:2)
Sebanyak 15,6 mg ekstrak kental herba sambiloto (Andrographis
paniculata Nees.) dan 31,1 mg ektrak kental biji mahoni (Swieteneia
mahagoni Jacq.) ditambahkan 0,2 ml larutan CMC-Na 0,5% sedikit demi
sedikit sambil digerus. Untuk 25 ml larutan yaitu, 15,6 mg/0,2ml x 25ml =
1950 mg/25ml ekstrak kental herba sambiloto (Andrographis paniculata
Nees.) dan 31,1 mg/0,2ml x 25ml = 3887,5 mg/25ml ektrak kering biji
mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.).

f. Pembuatan Larutan Uji Dosis 3 (28mg/20g BB dengan


perbandingan 2:1)

38
Sebanyak 31.1 mg ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis
paniculata Nees.) dan 15,6 mg biji mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.)
ditambahkan 0,2 ml larutan CMC-Na 0,5% sedikit demi sedikit sambil
digerus. Untuk 25ml larutan yaitu, 31.1 mg/0,2ml x 25ml = 3887,5
mg/25ml ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees.)
dan 15,6 mg/0,2ml x 25ml = 1950 mg/25ml ektrak kering biji mahoni
(Swieteneia mahagoni Jacq.).

4.5.4 Pembagian kelompok hewan coba


Hewan coba mencit ditempatkan secara berkelompok (6 ekor tiap
kelompok) dalam kandang dengan temperatur ruangan. Selama penelitian,
kebutuhan akan makanan dan minuman dijaga dalam jumlah yang cukup
dan sama rata. Kemudia mencit dibagi menjadi enam kelompok, yang
masing-masing kelompok terdapat 6 mencit, yaitu :
1. Kelompok kontrol negatif, diberi suspensi CMC-Na 0,5% + cab-o-sil +
avicell sebanyak 0,2ml/20 g mencit 1(satu) kali sehari.
2. Kelompok kontrol positif, diberi suspensi glibenklamid dengan dosis
0,013mg/20g BB mencit 1(satu) kali sehari.
3. Kelompok I, diberi campuran ekstrak kering herba sambiloto dan biji
mahoni dengan perbandingan (1:1). Dosis ekstrak kering herba
sambiloto 23,3 mg/20g BB mencit dan dosis ekstrak kering biji mahoni
23,3 mg/20g BB mencit yang disuspensikan dengan larutan CMC-Na
0,5% sebanyak 0,2ml/20g bb mencit 1(satu) kali sehari.
4. Kelompok II, diberi campuran ekstrak kering herba sambiloto dan biji
mahoni dengan perbandingan (1:2). Dosis ekstrak kering herba
sambiloto 15,6 mg/20g BB mencit dan dosis ekstrak kering biji mahoni

39
31,1 mg/20g BB mencit yang disuspensikan dengan larutan CMC-Na
sebanyak 0,2ml/20g bb mencit 1(satu) kali sehari.
5. Kelompok III, diberi campuran ekstrak ekstrak kering herba sambiloto
dan biji mahoni dengan perbandingan (2:1). Dosis ekstrak kering kumis
kucing 31,1 mg/20g BB mencit dan dosis ekstrak kering bawang putih
15,6 mg/20g BB mencit yang disuspensikan dengan larutan CMC-Na
0,5% sebanyak 0,2ml/20g bb mencit 1(satu) kali sehari.

4.5.5 Pengambilan sampel darah


1. Kadar glukosa darah di evaluasi pada jam ke 0, 2, 4, 6, dan 24,
dengan cara melukai ujung ekor mencit dengan lanset (jarum)
kemudian dicek dengan alat tes glukosa darah (glukometer)
2. Data ditulis sebagai mean ± SEM
3. Penurunan kadar glukosa dalam darah dihitung dengan rumus :
% Penurunan : Kadar glukosa darah jam ke-0 – Kadar glukosa darah jam ke-
24 x 100%
Kadar glukosa darah jam ke-0

4. Hasil data dilakukan analisis statistik One Way Anova

40
4.5.7. Skema Prosedur Kerja

Hewan Coba Mencit

Dipuasakan 18 jam
sebelum diinduksi
aloksan

Induksi Aloksan dengan dosis 130mg/kg BB mencit

Kadar glukosa dalam darah mencit diamati pada hari ke 3-4, bila tidak meningkat tunggu
samapai 7 hari. Jika tidak ada peningkatan dilakukan induksi ulang dengan dosis yang lebih
rendah

Kadar glukosa dalam darah mencit diatas 175 mg/dL atau yang meningkat secara
signifikan adalah yang digunakan dalam penelitian (sebanyak 30 ekor)

Kontrol (–) Kontrol (+) Kelompok


Kelompok I Kelompok
5 ekor mencit 5 ekor mencit
5 ekor mencit II 5 ekor III 5 ekor
mencit mencit

Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan


CMC- suspensi CMC- suspensi suspensi suspensi
Na 0,5% + CMC-Na
Na 0.5% CMC-Na CMC-Na
glibenklamid 0,5% + herba
+ 0,5% + herba 0,5% + herba
sambiloto : sambiloto : sambiloto :
pengerin biji mahoni
g biji mahoni biji mahoni
(1:2)
(1:1) (2:1)

Evaluasi kadar gula dalam darah pada setiap


hari

Analisis Data

Kesimpulan

Gambar 4.1. Skema pemberian bahan uji 41


aktivitas
4.6. Analisis Data
Data-data yang diperoleh kemudian digunakan untuk menentukan
aktivitas antidiabetes pada ektrak kering herba sambiloto (Andrographis
paniculata Ness.) dan biji mahoni (Swietenia mahagoni, Jacq.) dengan
kontrol positif dan negatifnya, diproses sebagai mean ± SEM. Mean
differences masing-masing kelompok dianaisis dengan One Way Anova
Hipotesis :
H0 = Tidak ada sepasang kelompok yang berbeda secara signifikan
Ha = Minimal ada satu pasang kelompok yang berbeda secara
signifikan
Kemudian ditentukan harga p hitung untuk menilai hipotesis dan
dibandingkan dengan harga tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Bila p
hitung < harga α = 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Apabila terjadi
signifikansi terhadap data yang diperoleh setelah dianalisis dengan One
Way Anova, maka akan dilanjutkan dengan uji LSD.

42
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Uji Aktivitas Antidiabetes


Dalam penelitian uji aktivitas antidiabetes campuran ekstrak kering
herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) dan ekstrak kering biji
mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.) perhitungan dosis didapatkan 3
kelompok uji dosis, yaitu dosis I, dosis II, dosis III. Dosis perbandingan I
didapatkan perbandingan campuran ekstrak kering herba sambiloto dan
ekstrak kering biji mahoni 28mg/20 g BB dengan perbandingan 1:1 yang
terdiri dari 23,3 mg ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis
paniculata Nees.), dan 23,3 mg ekstrak kering biji mahoni (Swieteneia
mahagoni Jacq.). Dosis perbandingan II didapatkan kombinasi ekstrak
kering herba sambiloto dan ekstrak kering biji mahoni 28mg/20 g BB
dengan perbandingan 1:2 yang terdiri 15,6 mg ekstrak kering herba
sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) dan 31,1 mg ektrak kering biji
mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.). Dosis perbandingan III didapatkan
kombinasi ekstrak kering herba sambiloto dan ekstrak kering biji mahoni
28mg/20 g BB dengan perbandingan 2:1 yang terdiri dari 31.1 mg ekstrak
kering herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) dan 15,6 mg biji
mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.). Penelitian ini dilakukan selama 24
jam menggunakan hewan coba mencit yang diinduksi aloksan. Hewan coba
diberi perlakuan sesuai dengan kelompok uji masing-masing. Berikut hasil
pengamatan kadar glukosa darah mencit yang disajikan dalam bentuk kadar
gula darah rata-rata ± SEM.

43
5.1.1 Kelompok Kontrol Negatif

Kelompok kontrol negatif adalah kelompok yang diinduksi


aloksan dan diberi perlakuan suspensi CMC-Na 0,5% selama 24 jam.
Kelompok ini diamati kadar gula darahnya pada jam ke 0, 2, 4, 6, dan 24.
Berikut hasil pengamatan kadar glukosa darah mencit pada kelompok
kontrol negatif.

Tabel V.1 Profil kadar gula darah mencit (mg/dL) pada


kelompok Kontrol Negatif

Mencit GDA Jam Jam Jam Jam Jam Δ


Awal Ke-0 Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-24 (mg/dl)
(mg/dl)
1. 552 600 591 600 600 558 -6
2. 579 600 591 600 600 579 0
3. 600 594 569 600 600 600 0
4. 501 557 507 548 544 569 -68
5. 547 600 529 558 600 600 -53
6. 600 529 569 600 600 585 15
Rata-
563 580 559 584 591 582 -19
rata

SEM 15,5 12,3 13,0 9,9 9,3 6,8 13,7

5.1.2 Kelompok Kontrol Positif

Kelompok kontrol positif adalah kelompok yang diinduksi aloksan


dan diberi perlakuan suspensi glibenklamid dengan dosis 3 mg/kgbb
selama 24 jam. Kelompok ini diamati kadar gula darahnya pada jam ke 0,

44
2, 4, 6, dan 24. Berikut hasil pengamatan kadar glukosa darah mencit pada
kelompok kontrol positif.

Tabel V.2 profil kadar glukosa darah mencit (mg/dl) pada kelompok
kontrol positif glibenklamid 3 mg/kgbb

Mencit GDA Jam Jam Jam Jam Jam Δ


Awal Ke-0 Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-24 (mg/dl)
(mg/dl)
1. 600 387 383 313 240 391 209
2. 600 498 486 395 229 290 310
3. 600 600 530 307 267 328 272
4. 600 600 428 267 241 330 270
5. 580 567 400 302 207 300 280
6. 600 600 570 369 299 362 238
Rata- 596 542 466 325 247 335 236
rata
SEM 3,3 34,9 30,5 19,3 13,0 15,5 14,3

5.1.3 Kelompok Perbandingan I (sambiloto:mahoni 1:1)

Kelompok perbandingan I adalah kelompok yang diinduksi


aloksan dan diberi perlakuan suspensi kombinasi ekstrak kering herba
sambiloto dan ekstrak kering biji mahoni 28mg/20 g BB dengan
perbandingan 1:1 yang terdiri dari 23,3 mg ekstrak kering herba sambiloto
(Andrographis paniculata Nees.), dan 23,3 mg ekstrak kering biji mahoni
(Swieteneia mahagoni Jacq.) selama 24 jam. Kelompok ini diamati kadar
gula darahnya pada jam ke 0, 2, 4, 6, dan 24. Berikut hasil pengamatan
kadar glukosa darah mencit pada kelompok perbandingan I.

45
Tabel V.3 Profil kadar glukosa darah mencit (mg/dl) pada
kelompok kontrol Perbandingan I (sambiloto:mahoni 1:1)

Mencit GDA Jam Jam Jam Jam Jam Δ


Awal Ke-0 Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-24 (mg/dl)
(mg/dl)
1. 589 474 377 313 236 219 370
2. 577 459 412 344 335 303 274
3. 538 359 219 147 127 147 391
4. 508 494 377 366 343 296 212
5. 586 454 368 366 358 277 309
6. 555 409 324 294 230 294 261
Rata- 558 441 346 305 271 256 302
rata
SEM 12.9 20.1 27.9 33.7 36.7 25.1 27.8

5.1.4 Kelompok Perbandingan II (sambiloto:mahoni 1:2)

ekstrak kering herba sambiloto dan ekstrak kering biji mahoni


28mg/20 g BB dengan perbandingan 1:2 yang terdiri 15,6 mg ekstrak kering
herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) dan 31,1 mg ektrak
kering biji mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.) selama 24 jam. Kelompok
ini diamati kadar gula darahnya pada jam ke 0, 2, 4, 6, dan 24. Berikut hasil
pengamatan kadar glukosa darah mencit pada kelompok perbandingan II..

46
Tabel V.4 Profil kadar glukosa darah mencit (mg/dl) pada kelompok
kontrol Perbandingan II (sambiloto:mahoni 1:2)

Mencit GDA Jam Jam Jam Jam Jam Δ


Awal Ke-0 Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-24 (mg/dl)
(mg/dl)
1. 549 419 334 230 136 96 453
2. 549 449 424 344 271 174 375
3. 537 248 165 117 79 54 483
4. 478 302 156 127 111 87 391
5. 559 369 304 183 135 74 485
6. 520 316 255 176 135 72 448
Rata- 532 350 273 196 144 92 439
rata
SEM 12.1 30.9 42.1 33.9 26.9 17.2 18.9

5.1.5 Kelompok Perbandingan III (sambiloto:mahoni 2:1)

Kelompok perbandingan II adalah kelompok yang diinduksi


aloksan dan diberi perlakuan suspensi kombinasi ekstrak kering herba
sambiloto dan ekstrak kering biji mahoni 28mg/20 g BB dengan
perbandingan 1:2 yang terdiri 31,1 mg ekstrak kering herba sambiloto
(Andrographis paniculata Nees.) dan 15,6 mg ektrak kering biji mahoni
(Swieteneia mahagoni Jacq.) selama 24 jam. Kelompok ini diamati kadar
gula darahnya pada jam ke 0, 2, 4, 6, dan 24. Berikut hasil pengamatan
kadar glukosa darah mencit pada kelompok perbandingan III dan tabel dan
grafik penurunan kadar glukosa darah mencit pada masing -masing
kelompok pada jam ke-0 hingga jam ke-24 :

47
Tabel V.5 Profil kadar glukosa darah mencit (mg/dl) pada
kelompok kontrol Perbandingan III (sambiloto:mahoni 2:1)

Mencit GDA Jam Jam Jam Jam Jam Δ


Awal Ke-0 Ke-2 Ke-4 Ke-6 Ke-24 (mg/dl)
(mg/dl)
1. 438 403 339 279 208 123 315
2. 552 514 494 423 213 209 343
3. 407 499 365 309 208 176 231
4. 489 438 377 336 216 69 420
5. 424 423 236 216 135 93 331
6. 494 465 401 309 186 110 384
Mean 467 457 368 312 194 130 337
SEM 22.1 17.8 34.3 27.8 12.6 21.5 264

Tabel V.6 Penurunan kadar glukosa darah mencit dari jam ke-0 hingga jam
ke-24

Kelompok Kadar gula darah (mg/dl)


perlakuan
awal Jam ke-0 Jam ke-2 Jam Jam Jam
ke-4 ke-6 ke-24
CMC-Na 0,5% 563 ± 580 ± 559 ± 584 ± 590 ± 581 ±
15.5 12.3 13.9 9.9 9.3 6.8
Glibenklamid 325 ± 247 ± 333 ±
596 ± 542 ± 466 ±
3mg/kg BB 19.3 13.0 15.5
3.3 34.9 30.5
Dosis 532 ± 350 ± 273 ± 196 ± 144 ± 92 ±
perbandingan 12.1 350.5 42.1 33.9 26.9 17.2
1:2
Dosis 558 ± 441 ± 346 ± 305 ± 271 ± 256 ±
perbandingan 12.9 20.1 27.9 33.7 36.7 25.1
1:1
Dosis 467 ± 457 ± 368 ± 312 ± 194 ± 130 ±
perbandingan 22.1 17.8 34.3 27.8 12.6 21.5
2:1

48
Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit
700
kadar gula darah (mg/dl)

600
500
400 kontrol -

300 Kontrol +
200 Perbandingan 1:2
100 Perbandingan 1:1
0 perbandingan 2:1
GDA 0 2 4 6 24
awal
Jam ke

Gambar 5.1 Grafik kadar glukosa darah mencit

5.2 Hasil Analisis Statistik

Data penurunan glukosa darah mencit masing-masing


menggunakan delta penurunan selama 24 jam. Kemudian data tersebut
diolah menggunakan analisis statistic Anova One Way kemudian
dilanjutkan menggunakan Post Hoc Test dengan metode LSD dengan p
<0,05

Tabel V.7 Hasil pengolahan data analisis statistic Anova One Way

Sumber Variasi Jumlah Kuadrat Derajat Kuadrat Rata- F Prob.


Bebas rata

Antar kelompok 704804.200 4 176201.050 66.196 .000

Dalam kelompok 66545.167 25 2661.807

Total 771349.367 29

49
Tabel V.8 Perbedaan harga rata-rata penurunan kadar glukosa darah dengan
metode LSD

Kelompok kontrol kontrol Dosis I Dosis II Dosis III


negatif positif S:M = 1:1 S:M = S:M =
1:2 2:1
kontrol
negatif 0.000* 0.000* 0.000* 0.000*
kontrol
positif 0.000* 0.195 0.000* 0.020*
Dosis I
S:M = 1:1 0.000* 0.195 0.000* 0.258
Dosis II
S:M = 1:2 0.000* 0.000* 0.000* 0.002*
Dosis III
S:M = 2:1 0.000* 0.020* 0.258 0.002*
Keterangan: *ada perbedaan bermakna (p<0,05)

50
BAB VI

PEMBAHASAN

Penggunaan obat tradisional sebagai terapi alternatif maupun terapi


komplementer antidiabetes saat ini sedang berkembang. Kombinasi herba
sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) dan biji mahoni (Swietenia
mahagoni Jacq.). merupakan tanaman obat unggulan yang sedang
dikembangkan sebagai obat antidiabetes. Pada penelitian ini dilakukan uji
aktivitas antidiabetes dari beberapa kombinasi campuran sambiloto dan biji
mahoni terhadap mencit yang diinduksi aloksan. Berdasar pada penelitian
yang sudah pernah dilakukan oleh Sukardiman, dkk (2013) jika kedua
tanaman digabungkan, maka dapat menghasilkan efek sinergis dalam
menurunkan kadar glukosa darah. Diharapkan dapat diperoleh kombinasi
paling efektif sebagai antidiabetes.
Hewan coba yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit
dengan kriteria: jantan, galur Balb-C, berat 20 – 30 g dan dalam keadaan
sehat (tidak diabetes). Semua mencit ditempatkan dalam kandang dan satu
ruangan dengan temperatur ruangan. Pada penelitian, kebutuhan mencit
seperti makan, minum dan kandang yang bersih selalu dijaga dalam
keadaan tercukupi dan sama rata. Sebelum dilakukan penelitian, mencit
diadaptasikan dalam kandang selama seminggu dan dipuasakan selama 18
jam tetapi tetap disediakan minum sebelum diinduksi dengan aloksan.
Kondisi diabetes pada hewan coba didapat dengan menginjeksi aloksan
monohidrat pada mencit sebanyak 150 mg/Kg BB secara intraperitonial
pada bagian perut (Etuk, 2010). Aloksan menginduksi terjadinya diabetes
mellitus pada mencit melalui pembentukan khelat terhadap Zn, interferensi

51
dengan enzim-enzim serta diaminasi dan dekarboksilasi asam amino,
perusakan sel pankreas terjadi secara selektif oleh aloksan. Aloksan
menginduksi pengeluaran kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan
proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria ini
mengakibatkan gangguan homeostasis yang merupakan awal dari kematian
sel (Halliwel, 1994). Kadar glukosa darah pada mencit diperiksa tiga hari
setelah induksi. Kadar glukosa darah mencit diatas 175mg/dL (Malole &
Pramono, 1989) adalah yang digunakan pada penelitian ini. Dalam
penelitian ini, ditemukan bahwa dosis aloksan 186,9 mg/kgBB dapat
menimbulkan kondisi diabetes pada mencit (Karau, 2012). Dosis tersebut
didapatkan melalui optimasi. Sedangkan untuk pelarut dari aloksan
monohidrat, dari hasil optimasi apabila menggunakan normal saline dan
WFI (Water for Injection) kemampuan aloksan untuk menimbulkan
keadaan diabetes berkurang, sehingga dalam penelitian ini, memakai buffer
asam sitrat 0,1M pH 4,5 dikarenakan aloksan dapat menimbulkan keadaan
diabetes dan juga lebih stabil pada pH asam (Lenzen, 2007).

Perlakuan pertama pada kontrol negatif yaitu dimana mencit


diabetes diberikan larutan suspensi CMC Na 0,5% + pengering (avicell dan
cab-o-sil) sekali dalam sehari secara oral selama 24 jam. Kelompok kontrol
negatif bertujuan untuk memastikan bahwa metode uji aktivitas antidiabetes
yang digunakan tepat atau tidak, dimana diharapkan bahan pembawa (CMC
Na, avicell dan cab-o-sil) tidak berpengaruh terhadap kadar glukosa darah
pada mencit. Perlakuan kedua adalah kelompok kontrol positif, yaitu mencit
diabetes diberi larutan suspensi obat terstandar, yaitu glibenklamid dengan
dosis 0,013 mg/ 20 g BB dengan tujuan untuk melihat bagaimana suatu

52
perlakuan dapat memberikan efek penurunan kadar glukosa darah pada
hewan coba.

Ekstrak yang digunakan untuk perlakuan dibuat dalam bentuk


larutan suspensi CMC Na (Food Grade) dengan konsentrasi 0,5%.
Kelompok I, II, III adalah mencit diabetes yang diberi larutan suspensi
campuran ekstrak kering daun sambiloto dan biji mahoni dengan
perbandingan (1:1), (1:2), dan (2:1) dengan dosis 28mg/20 g BB mencit.

Evaluasi kadar glukosa darah mencit dilakukan selama 24 jam


dimulai dari hari ketiga setelah diinjeksi aloksan. Evaluasi kadar glukosa
darah mencit dilakukan dengan cara melukai ujung ekor mencit, setelah itu
mencit diberikan larutan uji suspensi secara oral. Pada waktu ke-0, ke-2,
ke-4, ke-6, dan ke -24 dilakukan evaluasi glukosa darah mencit. (Karau,
2012).

Dari hasil pengamatan dan perlakuan yang telah diberikan selama


24 jam, didapatkan hasil penelitian profil kadar glukosa darah mencit akibat
pengaruh pemberian ekstrak uji. Data ditampilkan dalam bentuk rata-rata ±
SEM. Adapun besarnya persentase penurunan kadar glukosa darah mencit
dihitung dengan rumus kadar glukosa awal dikurangi kadar glukosa akhir
(jami ke-24) dibagi kadar glukosa awal dikalikan 100%.

Pada kelompok kontrol negatif, yakni perlakuan mencit diabetes


yang hanya diberikan larutan suspensi CMC Na 0,5% didapatkan hasil
kadar gula darah mencit tidak mengalami penurunan selama perlakuan,
yaitu pada jam ke-0 (563,17± 15,508) hingga jam ke-24 (581,83 ± 6,858).
Selanjutnya yaitu kelompok kontrol positif, yaitu mencit diabetes dengan

53
perlakuan diberi larutan suspensi glibenklamid dengan dosis sama seperti
yang digunakan pada manusia setelah dikonversi ke mencit 0,013 mg/20 g
BB mencit. Glibenklamid sendiri adalah obat standar untuk diabetes
golongan sulfonilurea dimana aksi kerjanya adalah merangsang pengeluaran
insulin pada sel-β pankreas sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan
mengakibatkan kadar glukosa dalam darah menurun. Dalam penelitian ini,
didapatkan penurunan kadar glukosa darah yang signifikan dengan waktu
24 jam dengan rata-rata penurunan sebesar 236,17 mg/dL (39,58%) mulai
dari jam ke-0 (596,67 ± 3,333 mg/dL) menurun hingga (335,50± 15,466
mg/dL) pada jam ke-24. Namun dalam penelitian selama 24 jam terdapat
kenaikan glukosa darah mencit dari jam ke-6 ke jam ke-24 dimana
seharusnya tidak ada kenaikan yang bermakna. Hal tersebut dimungkinkan
karena faktor biologis, seperti mencit mengkonsumsi makanan yang
seharusnya mencit dalam kondisi puasa.

Pada kelompok I, yakni kelompok mencit diabetes yang diberikan


larutan uji suspensi dari campuran ekstrak kering sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) dan biji mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.) dengan dosis
28 mg/20 g BB mencit dalam perbandingan 1:1 mengalami penurunan
kadar glukosa darah yang signifikan sebesar 302,83 mg/dL (54,19%) dalam
kurun waktu 24 jam, yaitu jam ke-0 (558,83 ± 12,924 mg/dL) hingga jam
ke-24 (256,00 ± 25,129mg/dL). Penurunan kadar glukosa darah pada
kelompok I ini lebih besar dibandingkan dengan kontrol positif, hal ini
menunjukkan bahwa kombinasi dari ekstrak kering sambiloto dan biji
mahoni memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar glukosa darah
sebanding dengan glibenklamid. Pada kelompok ini dalam kurun waktu 24
jam selama perlakuan tidak ada satupun yang mati.

54
Pada kelompok II, yakni kelompok mencit diabetes yang diberikan
larutan uji suspensi dari campuran ekstrak kering sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) dan biji mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.) dengan dosis
28 mg/20 g BB mencit dalam perbandingan 1:2 mengalami penurunan
kadar glukosa darah yang signifikan sebesar 439,17 mg/dL (82,55%) dalam
kurun waktu 24 jam, yaitu jam ke-0 (532,00± 12,100 mg/dL) hingga jam ke
-24 (92,83± 17,252mg/dL). Hasil penurunan kadar glukosa darah pada
mencit pada kelompok II lebih besar dibandingkan dengan kontrol positif
dan kelompok I. Hal ini menunjukkan bahwa dosis perbandingan 1:2
memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar glukosa darah mencit lebih
baik dibandingkan keduanya.

Pada kelompok III, kelompok mencit diabetes yang diberikan


larutan uji suspensi dari campuran ekstrak kering sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) dan biji mahoni (Swieteneia mahagoni Jacq.) dengan dosis
28 mg/20 g BB mencit dalam perbandingan 2:1 mengalami penurunan
kadar glukosa darah yang signifikan sebesar 337,33 mg/dL (72,18%) dalam
kurun waktu 24 jam, yaitu jam ke-0 (467,33± 22,157 mg/dL) hingga jam ke
-24 (130,00± 21,522mg/dL). Pada kelompok ini dalam kurun waktu 24 jam
selama perlakuan tidak ada satupun yang mati.

Penurunan kadar glukosa darah mencit yang paling besar


ditunjukkan pada kelompok II yaitu dosis perbandingan sambiloto : mahoni
1:2 dengan penurunan sebesar 439,17 mg/dL. Hal ini diduga akibat
kandungan senyawa yang dimiliki oleh sambiloto yaitu andrografolid.
Mekanisme kerja dari senyawa ini dalam menghasilkan efek penurunan
kadar glukosa darah diduga dengan cara penghambatan enzim α-
glukosidase (Mohamed, et al., 2012) Ekstrak sambiloto dapat merangsang

55
pelepasan insulin dan menghambat absorbsi glukosa melalui penghambatan
enzim alfaglukosidase dan alfa-amilase (Subramanian dkk, 2008).
Sedangkan biji mahoni memiliki kandungan senyawa yaitu swietenin yang
berperan sebagai agen hipoglikemik. Biji mahoni merupakan agonist alami
dari Peroxisome-proliferator yang diaktifkan oleh reseptor PPAR γ
(Peroxisome Proliferator Activated Reseptor). Fungsi (PPAR γ) adalah
sebagai reseptor setelah diaktivasi oleh obat sehingga meningkatkan
sensitivitas insulin, metabolisme kolesterol, peningkatan lipid dan
deferensiasi adiposit. Pemberian treatment biji mahoni akan menormalkan
kondisi dari serum urea, asam urat, kreatinin, kolesterol, trigliserida dan
lipoprotein (Yelaware et al, 2014 ; Hasan et al, 2013).
Penurunan kadar glukosa darah mencit yang paling besar
ditunjukkan pada kelompok II yaitu dengan penurunan sebesar 439,17
mg/dL. Hal ini diduga akibat kandungan senyawa yang dimiliki oleh
sambiloto yaitu golongan andrografolida. Mekanisme kerja dari senyawa ini
dapat merangsang pelepasan insulin dan menghambat absorbsi glukosa
melalui penghambatan enzim alfaglukosidase dan alfa-amilase
(Subramanian dkk, 2008). Ekstrak herba sambiloto secara bermakna
menurunkan glukosa darah mencit yang diinduksi dengan aloksan, artinya
merangsang pelepasan insulin pada sel yang tidak rusak sempurna.
Sedangkan pada biji mahoni dari data ilmiah yang mengtakan bahwa biji
mahoni merupakan agonis alami reseptor aktif Peroksisom - proliferator
(PPAR ). Fungsi reseptor PPAR yang telah diaktivasi oleh obat adalah
meningkatan lipid dan metabolisme kolesterol, diferensiasi adiposit, dan
meningkatan sensitivitas insulin dengan mekanisme aksi mengaktifkan
insulin gen - responsif yang dapat merangsang insulin untuk membentuk
dan mentranslokasi GLUT ( glukosa transporter ) ke membran sel di organ

56
perifer sehingga penyerapan dan penggunaan glukosa perifer meningkat ( Li
et al , 2005; Hasan et al . , 2011) .
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa mekanisme
kerja dari masing-masing tanaman berbeda namun mampu bekerja lebih
potensial untuk menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan
ekstrak kering tunggalnya. Persentase penurunan dari masing-masing dosis
membuktikan tidak jauh berbeda dengan kontrol positif. Terlihat pada
penelitian ini bahwa aktivitas penurunan kadar glukosa darah yang paling
besar dialami pada kelompok II dengan penurunan sebesar 439,17 mg/dL.
Hal ini dapat dilihat dari hasil statistic dimana ditunjukkn dengan persen
penurunan paling besar

Pada penelitian ini, data hasil pengamatam kadar glukosa darah


mencit memiliki nilai SEM (Standard Error of Mean) yang cukup besar, hal
ini menunjukkan bahwa data yang diperoleh memiliki variasi yang besar
karena beberapa faktor, misalnya variasi biologis antar hewan (kemurnian
galur mencit, umur mencit, kegiatan hewan yang meliputi makan minum
dan tidur hewan serta perbedaan metabolisme tubuh hewan). Analisis
statistik pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan rata-rata
penurunan kadar glukosa darah mencit antar kelompok. Rata-rata persen
penurunan dari masing-masing kelompok dianalisis statistik menggunakan
One Way ANOVA (ANAVA satu arah). Nilai hipotesis statistik yang
ditentukan, yaitu harga p hitung yang dibandingkan dengan harga tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05). Dalam penelitian ini bila p hitung < harga α =
0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hipotesisnya adalah:

H0 = Tidak ada sepasang kelompok yang berbeda secara


signifikan.

57
Ha = Minimal ada sepasang kelompok yang berbeda secara
signifikan.
Hasil perhitungan statistik dengan program SPSS Statistic 16.0
diperoleh nilai p hitung antar kelompok = 0,000 (p < 0,05). Maka H a
diterima dimana terdapat minimal satu pasang kelompok berbeda secara
signifikan, setelah itu dilanjutkan dengan Post Hoc Test dengan metode
LSD. Hasil analisis Post Hoc Test dengan metode LSD yaitu, kelompok
yang memiliki perbedaan secara bermakna jika dibandingkan dengan
kontrol negatif adalah sebanyak 4 kelompok, yakni kelompok kontrol
positif (larutan suspensi glibenklamid dengan dosis 0,013 mg/20 g BB
mencit), kelompok I yakni larutan suspensi campuran ekstrak kering
sambiloto dan mahoni dengan perbandingan 1:1, kelompok II yakni larutan
suspensi campuran ekstrak sambiloto dan mahoni dengan perbandingan 1:2
dan kelompok III, yakni larutan suspensi campuran ekstrak kering
sambiloto dan mahoni dengan perbandingan 2:1.

58
BAB VII

KESIMPULAN

7.1. Kesimpulan

1. Kombinasi dari ekstrak herba sambiloto (Andrographis paniculata


Nees.) dan biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) dalam
perbandingan (1:1), (1:2), dan (2:1) dengan pengering avicell dan
cab-o-sill pada dosis 28mg/20 g BB memiliki efek penurunan
kadar glukosa darah pada mencit diabetes.
2. Kombinasi dengan perbandingan 2:1 memiliki efek penurunan
kadar glukosa dalam darah yang besar dan tidak menyebabkan
hipoglikemia dalam 24 jam.

7.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang uji toksisitas akut dan


sub akut campuran ekstrak kering herba sambiloto (Andrographis
paniculata Nees.) dan biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.).

59
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. (2011). Andrographis paniculata : A review of pharmacological


activities and clinical effects. Journal of Alternative Medicine
Review, 16(1), 66-77.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset


Kesehatan (RISKESDAS) Nasional Tahun 2013. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Dandu, A.M., & Inamdar. NM, (2009). Evaluation effects of antioxidant


properties of aqueous leaf extract of Andrographis paniculata in
STZ- induced diabetes, Pakistan Journal Pharmacology Science;
22(1), 49-52.

Ghosh S, Besra SE, Roy K, Gupta JK, and Vedasiromoni 154 – 160. JR.
Pharmacological Effects of Methanolic Extract of Mahagoni Jacq
(meliaceae) Seeds. International Journal of Green Pharmacy. 2009; 3:
206-210.

Hariana, A. (2007). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta: Penebar


Swadaya. Halaman 111.

60
Hajli Z. Isolasi Senyawa Golongan Flavonoid Biji Mahoni (Swetenia
mahagoni Jacq) yang Berpotensi sebagai Antioksidan. [Repository].
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2011.

Karau, G.M., E.N.M. Njagi, A.K. Machocho, L.N. Wangai and P.N.
Kamau. Hypoglycemic Activity of Aqueous and Ethylacetate Leaf and
Stem Bark Extracts of Pappea capensis in Alloxan-induced Diabetic
BALB/c Mice. Kenya Bureau of Standards, Kenya. 2012

Lenzen, S., 2007. The Mechanisms of Alloxan and Streptozotocin Induced


Dia betes. Diabetologia 51. p. 216-226.

Linghuat R. Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni


Jacq) terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Tikus Putih.
Universitas Sumatra Utara, Medan. 2008

Li, D., Chen, J., Chen, Q., Li, G., Chen, J., Yue, J.,Chen, M., Wang, X.,
Shen, J.,Shen, X., and Jiang, H., 2005. Swietenia mahagony Extract
Shows Agonistic Activity to PPARγ and Gives Ameliorative Effects
on Diabetic Mice. Acta Pharmacologia Sinica Vol.(2) p. 220–222

Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S, Mordi MN, Ismail S, and Mansor


SM. Phytochemical and Antimicrobial Activity of Swetenia
Mahagoni Crude Methanolic Seed Extract. Tropical Biology. 2009;
26: 274-279.

61
Suherman, K. H. dan Nafrialdi, 2011. Insulin dan Antidiabetik Oral. Di
dalam buku Farmakologi dan Terapi Ed.5. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Suyono S, Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S,Simadibrat M, et al.


Diabetes Melitus Indonesia. Jakarta: IPD FKUI; 2007. Hal.1852-7

Sukardiman, 2013. Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional dari


Ekstrak Bawang Putih, Ekstrak Kulit Manggis dan Ekstrak Tapak
Dara. Laporan Penelitian Tahap Akhir Program Fasilitasi
Pengembagan Bahan Baku Obat Dan Bahan Baku Obat
Tradisional Direktorat Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. Fakultas Farmasi. Universitas
Airlangga: Surabaya.

Sukardiman, Riza Nurayu F., Rakhmawati, Herra Studiawan, Mulja Hadi


S., Abdul Rahman. Hypoglycemic Activity of 96% Ethanolic Extract
of Andrographis paniculata Nees. and Swietenia mahagoni Jacq.
Combination. Departmen and Phytocemistry, Airlangga University,
Surabaya, Indonesia. 2012

Triplitt, A.K., Curtis L., Reasner, C.A. and Isley, W.L., 2008. Diabetes
Melitus In: Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R.,
Wells, B.G. and Posey, L.M., 2008. Pharmacotherapy: A
Patophysiologic Approach, 7thEdition, New York: McGraw Hill.

62
Hajli Z. Isolasi Senyawa Golongan Flavonoid Biji Mahoni (Swetenia
mahagoni Jacq) yang Berpotensi sebagai Antioksidan. [Repository].
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2011.

Preedy,V.R., Watson,R.R., and Patel,V.B., 2011. Nuts and Seeds in Health


and Disease Prevention. United Kingdom: Academic Press

Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S, Mordi MN, Ismail S, and Mansor


SM. Phytochemical and Antimicrobial Activity of Swetenia
Mahagoni Crude Methanolic Seed Extract. Tropical Biology. 2009;
26: 274-279.

World Health Organization. Diabetes. (Online) 2015.


(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/).

Widyawati, T. (2007). Aspek Farmakologi Sambiloto (Andrographis


paniculata Nees), Majalah Kedokteran, Vol 40.

Yulinah, E, Sukrasno, Fitri M.A. (2001). Aktivitas antidiabetika Ekstrak


Etanol Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.
(Acanthaceae), JMS, 6 (1), 13-20.

63
LAMPIRAN

HASIL ANALISIS STATISTIK

Analisis Deskriptif Statistik

Kontrol Negatif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

gdawal 6 501 600 563.17 15.508 37.986

gda0 6 529 600 580.00 12.283 30.087

gda2 6 507 591 559.33 13.966 34.209

gda4 6 548 600 584.33 9.992 24.476

gda6 6 544 600 590.67 9.333 22.862

gda24 6 558 600 581.83 6.858 16.798

delta 6 -68 15 -18.67 13.667 33.476

Valid N (listwise) 6

64
Kontrol Positif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

gdawal 6 580 600 596.67 3.333 8.165

gda0 6 387 600 542.00 34.966 85.648

gda2 6 383 570 466.17 30.551 74.834

gda4 6 267 395 325.50 19.318 47.319

gda6 6 207 299 247.17 13.055 31.978

gda24 6 290 391 333.50 15.466 37.883

delta 6 209 310 263.17 14.340 35.125

Valid N (listwise) 6

Perbandingan Dosis I

Sambiloto : Mahoni 1:1

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

gdawal 6 508 589 558.83 12.924 31.657

gda0 6 359 494 441.50 20.114 49.270

gda2 6 219 412 346.17 27.913 68.374

gda4 6 147 366 305.00 33.720 82.598

gda6 6 127 358 271.50 36.738 89.988

65
gda24 6 147 303 256.00 25.129 61.553

delta 6 212 391 302.83 27.782 68.051

Valid N (listwise) 6

Perbandingan Dosis II

Sambiloto : Mahoni 1:2

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

gdawal 6 478 559 532.00 12.100 29.638

gda0 6 248 449 350.50 30.976 75.876

gda2 6 156 424 273.00 42.095 103.112

gda4 6 117 344 196.17 33.976 83.224

gda6 6 79 271 144.50 26.875 65.829

gda24 6 54 174 92.83 17.252 42.258

delta 6 375 485 439.17 18.911 46.322

Valid N (listwise) 6

66
Perbandingan Dosis III

Sambiloto : Mahoni 2:1

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

gdawal 6 407 552 467.33 22.157 54.272

gda0 6 403 514 457.00 17.804 43.612

gda2 6 236 494 368.67 34.311 84.044

gda4 6 216 423 312.00 27.821 68.147

gda6 6 135 216 194.33 12.624 30.924

gda24 6 69 209 130.00 21.522 52.718

delta 6 231 420 337.33 26.388 64.636

Valid N (listwise) 6

67
Analisis dengan One Way Anova

Deskriptif

95% Confidence
Interval for Mean
Std.
Lower Upper
N Mean Deviation Std. Error Bound Bound Minimum Maximum

kontrol
6 -18.67 33.476 13.667 -53.80 16.46 -68 15
negatif

kontrol
6 263.17 35.125 14.340 226.31 300.03 209 310
positif

perbandinga
6 302.83 68.051 27.782 231.42 374.25 212 391
n 1:1

perbandinga
6 439.17 46.322 18.911 390.55 487.78 375 485
n 1:2

perbandinga
6 337.33 64.636 26.388 269.50 405.17 231 420
n 2:1

Total 30 264.77 163.090 29.776 203.87 325.67 -68 485

Test of Homogenity of Variances

Penurunan

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.018 4 25 .417

68
Post Hoc Test

Multiple Comparisons

LSD

95% Confidence Interval


Mean Difference
(I) dosis (J) dosis (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

kontrol negatif kontrol positif -281.833* 29.787 .000 -343.18 -220.49

perbandingan 1:1 -321.500* 29.787 .000 -382.85 -260.15

perbandingan 1:2 -457.833* 29.787 .000 -519.18 -396.49

perbandingan 2:1 -356.000* 29.787 .000 -417.35 -294.65

kontrol positif kontrol negatif 281.833* 29.787 .000 220.49 343.18

perbandingan 1:1 -39.667 29.787 .195 -101.01 21.68

perbandingan 1:2 -176.000* 29.787 .000 -237.35 -114.65

perbandingan 2:1 -74.167* 29.787 .020 -135.51 -12.82

perbandingan 1:1 kontrol negatif 321.500* 29.787 .000 260.15 382.85

kontrol positif 39.667 29.787 .195 -21.68 101.01

perbandingan 1:2 -136.333* 29.787 .000 -197.68 -74.99

perbandingan 2:1 -34.500 29.787 .258 -95.85 26.85

perbandingan 1:2 kontrol negatif 457.833* 29.787 .000 396.49 519.18

kontrol positif 176.000* 29.787 .000 114.65 237.35

perbandingan 1:1 136.333* 29.787 .000 74.99 197.68

perbandingan 2:1 101.833* 29.787 .002 40.49 163.18

perbandingan 2:1 kontrol negatif 356.000* 29.787 .000 294.65 417.35

69
kontrol positif 74.167* 29.787 .020 12.82 135.51

perbandingan 1:1 34.500 29.787 .258 -26.85 95.85

perbandingan 1:2 -101.833* 29.787 .002 -163.18 -40.49

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

70
Dokumentasi Penelitian

Aloksan monohidrat Proses induksi aloksan secara


intraperitonial

Proses treatment dengan


menggunakan alat sonde

71

Anda mungkin juga menyukai