Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI REMPAH DAN MINYAK ATSIRI


EKSTRAKSI JAHE MENGGUNAKAN METODE
MASERASI.

DOSEN PENGAMPU : Ade Yulia, S. TP .,M. Sc


Lisani, S. TP ., MP
ASISTEN DOSEN : Yoda Damanik

DISUSUN OLEH :
Niken Giovanny (J1A216063)
R-001

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Jahe merupakan salah satu jenis tanaman yang hidup sepanjang tahun. Jahe
biasanya digunakan sebagai bumbu masakan, campuran jamu, atau bisa juga
dibuat untuk wedang jahe atau sebagai campuran berbagai jenis makanan olahan.
Selain dapat diolah menjadi bermacam-macam jenis makanan, jahe ternyata
memiliki begitu banyak manfaat dan khasiat bagi kesehatan tubuh. Jahe memiliki
banyak kegunaan dan khasiat karena memiliki dua jenis senyawa yang utama
yaitu senyawa volatil dan non-volatil.
Senyawa volatil biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi
aroma yang khas pada jahe. Sedangkan senyawa non-volatil biasa disebut
oleoresin. Oleoresin merupakan salah satu senyawa non-volatil, senyawa ini
merupakan senyawa antioksidan. Untuk mendapatkan oleoresin dari jahe dapat
dilakukan ekstraksi.
Pada praktikum kali ini metode ekstraksi yang digunakan adalah metode
maserasi yang menggunakan pelarut etanol. Ekstraksi yang dilakukan
menggunakan jahe yang sebelumnya dikeringkan dan dilakukan pengecilan
ukurannya terlebih dahulu untuk mempermudah proses ekstraksi. Praktikum ini
dilakukan untuk mengetahui proses ekstraksi jahe menggunakan metode maserasi.

1.2.Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses ekstraksi jahe menggunakan
metode maserasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jahe
Tanaman jahe yang dapat tumbuh subur di sebagian besar wilayah Indonesia
mempunyai ciri-ciri pada akarnya tumbuh tunas yang kelak akan tumbuh menjadi
tanaman. Akar tanaman jahe berupa rimpang yang menggerombol. Batang
tanaman jahe berupa batang semu yang tumbuh tegak lurus, merupakan selubung
daun tanaman dan pelepah yang menutupi batang. Bagian luar batang agak licin
dan sedikit mengkilap berwarna hijau tua dengan dihiasi titik-titik berwarna putih.
Daun berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun rumput–rumputan besar.
Pada bagian atas, daun lebar dengan ujung yang agak lancip, bertangkai pendek,
berwarna hijau tua agak mengkilap, sementara bagian bawah berwarna hijau muda
dan berbulu halus. Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0,8-2,5 cm. Bunga
jahe berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berbulu, dengan panjang 5-7 cm
dan bergaris tengah 2-2,5 cm. Bulir itu menempel pada tangkai bulir yang keluar
dari akar rimpang dengan panjang 15-25 cm. Bunga terletak pada ketiak daun
pelindung dengan beberapa bentuk yakni panjang, bulat telur, lonjong, runcing,
atau tumpul (Rostiana et al., 2005).
Jahe adalah salah satu tanaman rempah yang digunakan sebagai bumbu
masakan dan obat-obatan. Jahe pada umumnya mengandung banyak kadar air
dibandingkan dengan senyawa organik lainnya. Walaupun demikian jahe juga
mengandung pati, abu, minyak atsiri, damar, asam-asam organik seperti asam
malat dan asam oksalat, Vitamin A, B, dan C, serta senyawa-senyawa flavonoid
dan polifenol. Jahe (Zingiber officiale) merupakan salah satu temu-temuan dari
suku Zingiberaceae. Jahe secara luas digunakan sebagai bumbu untuk bermacam-
macam masakan seperti roti, acar, kue dan kembang gula. Selain itu jahe juga
digunakan untuk memberi cita rasa pada minuman seperti soft drink serta banyak
digunakan sebagai obat. Penggunaan jahe tersebut disebabkan karena sifat jahe
yang dapat memberikan rasa pedas, hangat dan bau harum. Halia atau jahe
(Zingiber officnale Roscoe) yang terhimpun di dalam famili Zingiberaceae
merupakan herbal. Didasarkan pada bentuk, warna dan aroma rimpang serta
komposisi kimiawinya, di Indonesia dikenal 3 tipe jahe, yaitu jahe putih besar,
jahe putih kecil dan jahe merah (Hakim, 2015).
Menurut Hakim (2015) Berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpang, jahe
dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Jahe putih/kuning besar disebut juga jahe gajah atau jahe badak. Ditandai
ukuran rimpangnya besar dan gemuk, warna kuning muda atau kuning,
berserat halus dan sedikit. Beraroma tapi berasa kurang tajam. Dikonsumsi
baik saat berumur muda maupun tua, baik sebagai jahe segar maupun
olahan. Pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan dan
minuman.
2. Jahe kuning kecil disebut juga jahe sunti atau jahe emprit. Jahe ini ditandai
ukuran rimpangnya termasuk katagori sedang, dengan bentuk agak pipih,
berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma serta berasa tajam. Jahe ini
selalu dipanen setelah umur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar
dari jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas. Jahe ini cocok untuk ramuan
obat- obatan, atau diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya.
3. Jahe merah ditandai dengan ukuran rimpang yang kecil, berwarna merah
jingga, berserat kasar, beraroma serta berasa tajam (pedas). Dipanen
setelah tua dan memiliki minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil
sehingga jahe merah pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku
obat-obatan.
Jahe diketahui memiliki aktivitas analgesik, antiaggregan, antialkohol,
antiallergik, antimikroba, antikanker, antidepresan, antiedemik, antiemetik,
antiinflamasi, antimutagenik, antinarkotik, antioksidan, antiserotonigenik,
antipiretik, antitrombik, antitusif, immunostimulan (Duke et al., 2002). Jahe
terdiri dari minyak esensial dan oleoresin , minyak jahe berperan dalam aroma
jahe dan oleoresin berperan sebagai timbulnya rasa pedas. Minyak jahe memiliki
kandungan antara 1,0 – 3,0 %, sedangkan oleoresin pada jahe memiliki
kandungan berkisar antara 4,0 – 7,5 % (Widiyanti, 2009).
Menurut Widiyanti (2009) Rimpang jahe mengandung 2 komponen utama,
yaitu :
1. Volatil oil (minyak menguap)
Biasa disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi aroma
yang khas pada jahe, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut
dalam air. Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama
minyak jahe. Jahe kering mengandung minyak atsiri 1-3%, sedangkan jahe
segar yang tidak dikuliti kandungan minyak atsiri lebih banyak dari jahe
kering. Bagian tepi dari umbi atau di bawah kulit pada jaringan epidermis
jahe mengandung lebih banyak minyak atsiri dari bagian tengah demikian
pula dengan baunya. Kandungan minyak atsiri juga ditentukan umur panen
dan jenis jahe. Pada umur panen muda, kandungan minyak atsirinya
tinggi. Sedangkan pada umur tua, kandungannya pun makin menyusut
walau baunya semakin menyengat.
2. Non-volatil oil (minyak tidak menguap)
Biasa disebut oleoresin salah satu senyawa kandungan jahe yang
sering diambil, dan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat pedas
tergantung dari umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas
dan pahit. Oleoresin merupakan minyak berwarna coklat tua dan
mengandung minyak atsiri 15-35% yang diekstraksi dari bubuk jahe.
Kandungan oleoresin dapat menentukan jenis jahe. Jahe rasa pedasnya
tinggi, seperti jahe emprit, mengandung oleoresin yang tinggi dan jenis
jahe badak rasa. pedas kurang karena kandungan oleoresin sedikit. Jenis
pelarut yang digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar
matahari atau dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoresin
yang dihasilkan.

2.2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi
komponen-komponen terpisah. Ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan
kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang
diisolasi. Bila mengisolasi senyawa dari jaringan hijau, keberhasilan ekstraksi
dengan alkohol berkaitan langsung dengan seberapa jauh klorofil tertarik oleh
pelarut tersebut. Bila ampas jaringan pada ekstraksi ulang sama sekali tak
berwarna hijau kembali, dapat dianggap semua senyawa berbobot molekul rendah
telah terekstraksi (Harborne 1987).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa
aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000)
Ekstraksi dapat dikerjakan dengan pelarut organik seperti eter, aseton,
benzena, etanol, diklorometana atau campuran larutan tersebut (Achmadi 1990).
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses ekstraksi menurut Yuliani dan
Rusli (2003) adalah sebagai berikut: persiapan bahan, pemilihan pelarut, metode
ekstraksi, proses penyaringan, dan proses pemekatan. Bahan yang akan
diekstraksi sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu, pengeringan tanaman yang
digunakan untuk pestisida nabati sebaiknya sampai kadar air mencapai 10%
dengan suhu kurang dari 50ºC agar bahan aktif yang terkandung tidak rusak.
Sebelum ekstraksi bahan perlu dikeringkan agar tidak terlalu banyak terjadi
perubahan kimia dan suhu rendah bertujuan agar komponen tertentu yang
diinginkan tidak rusak selama ekstraksi.

2.3. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.Secara teknologi maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI,2000 dalam
Istiqomah, 2013).
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk ke dalam sel dari
tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi (biasanya berkisar 2-14 hari) dilakukan pengadukan/
pengocokkan dan penggantian pelarut setiap hari. Pengocokkan memungkinkan
pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh permukaan simplisia
yang sudah halus. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan
(Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15º - 20º C dalam waktu selama
3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel, 1989). Pada umumnya
maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan
yang cocok, dimasukkan kedalam bejana kemudian dituangi dengan 75 bagian
cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil
berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas
ditambahkan cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh
seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk,
terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan dipisahkan (Ansel,
1989).
Cairan penyari yang biasa digunakan dalam metode maserasi dapat berupa air,
etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk
mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet, yang diberikan
pada awal penyarian (Depkes RI, 1986).
Kerugiannya adalah pengerjaanya lama dan penyarian kurang sempurna.
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengulangan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya (Depkes RI,2000 dalam Istiqomah, 2013).
2.4. Etanol/Alkohol
Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroksil (-OH) dengan 2
atom karbon (C). Spesies alkohol yang banyak digunakan adalah CH3CH2OH
yang disebut metil alkohol (metanol), C2H5OH yang diberi nama etil alkohol
(etanol), dan C3H7OH yang disebut isopropil alkohol (IPA) atau propanol2.
Dalam dunia perdagangan yang disebut alkohol adalah etanol atau etil alkohol
atau metil karbinol dengan rumus kimia C2H5OH (Rama, 2008).
Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau
CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4° C. Etanol memiliki sifat tidak berwarna,
volatil dan dapat bercampur dengan air (Kartika dkk., 1997). Menurut Trifani
(2012), etanol dan air digunakan sebagai pelarut karena bersifat polar, universal,
dan mudah didapat.
Etanol 70% merupakan pelarut yang terdiri atas etanol sebesar 70% dan air
sebesar 30%. Berdasarkan prinsip ekstraksi bahwa penarikan suatu senyawa
didasarkan pada kepolarannya, dan disimpulkan bahwa etanol 70% dapat menarik
senyawa-senyawa baik polar atau non polar seperti alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin, dan steroid (Indraswari, 2008)

2.5. Rotary evaporator


Rotary evaporator adalah alat yang digunakan untuk melakukan ekstraksi,
penguapan pelarut yang efisien dan lembut. Komponen utamanya adalah pipa
vakum, pengontrol, labu evaporasi, kondensator dan labu penampung hasil
kodensasi (Rahayu, 2009). Prinsip rotary evaporator adalah proses pemisahan
ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran
dari labu, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya
disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa
vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami
kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam
labu penampung. Prinsip ini membuat pelarut dapat dipisahkan dari zat terlarut di
dalamnya tanpa pemanasan yang tinggi (Rachman, 2009).
Sampel atau ekstrak cair yang akan diuapkan dimasukkan ke dalam labu alas bulat
dengan volume 2/3 bagian dari volume labu alas bulat yang digunakan, kemudian
waterbath dipanaskan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah suhu
tercapai, labu alas bulat yang telah berisi sampel atau ekstrak cair dipasang
dengan kuat pada ujung rotor yang menghubungkan kondensor. Aliran air
pendingin dan pompa vakum dijalankan, kemudian tombol rotor diputar dengan
kecepatan tertentu (5-8putaran) (Ahyari, 2009). Proses penguapan ini dilakukan
hingga diperoleh ekstrak kental yang ditandai dengan terbentuknya gelembung-
gelembung udara yang pecah-pecah pada permukaan ekstrak atau jika sudah tidak
ada lagi pelarut yang menetes pada labu alas bulat penampung. Setelah proses
penguapan selesai, Rotary Evaporator dihentikan dengan cara terlebih dahulu
dilakukan pemutaran tombol rotor kearah nol (menghentikan putaran rotor) dan
temperatur pada waterbath di-nol-kan. Pompa vakum dihentikan, kemudian labu
alas bulat dikeluarkan setelah sebelumnya kran pengatur tekanan pada ujung
kondensor dibuka (Ahyari, 2009).
BAB III
METODELOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin 25 Maret 2019 pada pukul 10:00-
12:00 WIB. Dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jambi.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pisau, talenan, blender, beaker
glass, kertas saring, alumunium foil, Rotary Evaporator, dan botol kaca kecil.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah jahe, dan etanol (70%).

3.3.Prosedur Kerja
3.3.1.Pengeringan Rimpang Jahe.
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Rimpang jahe yang akan
diekstraksi di iris lalu dikeringkan. Rimpang jahe yang telah dikeringkan di
kecilkan ukurannya dengan blender.

3.3.2.Metode Maserasi
Serbuk jahe sebanyak 10,025 gram dimasukkan kedalam beaker glass 500 ml
kemudian Etanol ditambahkan sampai batas 100 ml pada beaker glass. Campuran
jahe dan pelarut ditutup dengan alumunium foil dan di maserasi selama 3 jam.
Setelah maserasi, hasil disaring menggunakan kertas saring agar diperoleh ekstrak
jahe. Ekstrak jahe kemudian di simpan beberapa minggu lalu dievaporasi pada
suhu 78-80oC sampai tidak ada lagi pelarut yang menetes pada labu alas bulat
penampung dan kemudian akan dihasilkan ekstrak jahe pekat hasil maserasi
dengan pelarut etanol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Ekstraksi Jahe
Bahan Pelarut Bobot Awal Bobot Akhir % Rendemen
Jahe Etanol 100 gr 2,256 gr 22,5 %

Perhitungan Rendemen :

𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
Rendemen = × 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
2,256 𝑔𝑟
= × 100%
10,025

= 22,5 %
= 22,5%

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas mengenai ekstraksi yang dilakukan pada
komoditas jahe. Adapun metode ekstraksi pada jahe dapat dilakukan dengan
menggunakan metode maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia
dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat
berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan.Secara
teknologi maserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan.Maserasi dilakukan dengan beberapa kali
pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan atau kamar (Depkes
RI,2000 dalam Istiqomah, 2013).
Metode ekstraksi yang dilakukan pada praktikum ini adalah metode maserasi,
prinsip dari maserasi adalah pemisahan komponen dari jahe menggunakan pelarut
sehingga zat yang ingin diambil dapat larut dalam pelarut selanjutnya zat terlarut
dan pelarut dapat dipisahkan menggunakan Rotary Evaporator karena perbedaan
titik didih larutan. Proses ekstraksi jahe pertama-tama dilakukan pengecilan
ukuran terlebih dahulu dengan cara jahe di iris menjadi tipis-tipis kemudian
dijemur hingga kering. Jahe kering tersebut dilakukan pengecilan ukuran lagi
hingga menjadi serbuk dengan menggunakan blender. Pengecilan ukuran ini
bertujuan agar memperluas permukaan jahe sehingga proses ekstraksi dapat lebih
cepat dan agar komponen jahe dapat terekstrak secara maksimal. Selanjutnya
serbuk jahe tersebut ditimbang sebanyak 10,025 gr dan di masukkan kedalam
beaker glass kemudian ditambahkan pelarut etanol 70% sampai batas 100 ml
penggunaan etano 70% dikarenakan etanol 70% dapat menarik senyawa-senyawa
baik polar atau non polar seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid
(Indraswari, 2008). Campuran serbuk jahe dan etanol kemudian ditutup dengan
alumunium foil agar etanol tidak menguap setelah itu campura serbuk jahe dan
etanol di maserasi selama 3 jam.
Proses selanjutnya adalah pemisahan serbuk jahe dengan larutan etanol
yang sudah dimaserasi selama 3 jam. Pemisahan dilakukan dengan kertas saring,
setelah disaring larutan tersebut ditutup kembali menggunakan alumunium foil
dan disimpani selama beberapa minggu. Setelah larutan disimpan selama
beberapa minggu larutan tersebuat kemudian dipisahkan antara pelarut dan
ekstrak jahenya. Pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan alat Rotary
Evaporator. Evaporator ini memiliki prinsip pemanasan sampel yang disimpan
pada labu bulat yang dipanaskan dengan suhu tertentu sehingga pelarut dapat
menguap karena perbedaan titik didih, Pada praktikum ini suhu yang digunakan
adalah 78oC dan titik didih etanol adalah 78oC. Ekstrak oleoresin jahe dari proses
ekstraksi dengan metode maserasi dan pelarut etanol tersebut menghasilkan warna
coklat dan menghasilkan berat akhir sebanyak 2,256 (rendemen 22,5%).
Rendemen dari ekstrak jahe dengan pelarut etanol dan metode maserasi tersebut
berbeda dengan rendemen ekstrak oleoresin jahe pada literatur yaitu 4,0-7,5%
(Widiyanti, 2009). Tingginya rendemen pada pelarut etanol dapat terjadi karena
suhu saat evaporasi tidak tepat/ tidak stabil sehingga pelarut masih terdapat pada
ekstrak jahe. Selain itu juga dapat disebabkan karena Jenis pelarut yang
digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar matahari atau
dengan mesin mempengaruhi terhadap banyaknya oleoresin yang dihasilkan
(Widiyanti, 2009).
Adapun keuntungan dari metode maserasi adalah prosesnya menggunakan
peralatan sederhana, selain itu senyawa yang diekstraksi dapat digunakan yang
tahan panas maupun yang tidak tahan panas. Ada juga kerugian dari metode
maresari adalah pengerjaanya lama dan penyarian kurang sempurna.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan, jahe dapat
diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Metode ekstraksi maserasi
adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).
Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan
maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi termasuk
ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
Maserasi dilakukan dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan atau kamar (Depkes RI,2000 dalam Istiqomah, 2013).
Oleoresin yang dihasilkan dari ekstraksi dengan metode ekstraksi maserasi
dan pelarut etanol adalah berwarna coklat. Rendemen yang dihasilkan dari
ekstraksi dengan metode ekstraksi maserasi dan pelarut etanol adalah 22,5 %.
Tingginya rendemen pada pelarut etanol dapat terjadi karena suhu saat evaporasi
tidak tepat/ tidak stabil sehingga pelarut masih terdapat pada ekstrak jahe. Selain
itu juga dapat disebabkan karena Jenis pelarut yang digunakan, pengulitan serta
proses pengeringan dengan sinar matahari atau dengan mesin mempengaruhi
terhadap banyaknya oleoresin yang dihasilkan (Widiyanti, 2009).

5.2. Saran
Adapun saran dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut. Sebaiknya
seluruh praktikan melakukan seluruh kegiatan praktikum sehingga mengetahui
hasil dari praktikum.
Daftar Pustaka

Achmadi. 1990. Kimia Kayu. Bahan Pengajaran Universitas Ilmu Hayati. Institut
Pertanian Bogor.120 Hlm.

Ahyari, J. 2009. Rotary Evaporator. http://blogkita.info.com. Diakses pada


tanggal 12 Mei 2019.

Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi 4. Jakarta : UI-press.

Ditjen Pom, Depkes RI , 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 9-11,16.

Duke, J.A., M.J. Bogenschutz-Godwin, J. duCellier dan P.A.K. Duke. 2002.


Handbook of Medicinal Herbs Second Edition. CRC Press, Florida.

Hakim, Luchman. 2015. Rempah Dan Herba Kebun-Pekarangan Rumah


Masyarakat: Keragaman, Sumber Fitofarmaka Dan Wisata Kesehatan-
Kebugaran. Diandra Creative. Yogyakarta.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Penerbit Itb. Bandung.

Indraswari, A. (2008). Optimasi Pembuatan Ekstrak Daun Dewan Daru (Eugenia


Uniflora L.) Menggunakan Metode Maserasi dengan Paramater Kadar
Total Senyawa Fenolik dan Flavonoid. Surakarta: Tugas Akhir Teknik
Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Istiqomah. 2013. Perbandingan Metode Ektraksi Maserasi dan Sokletasi


Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus).
[skripsi] Prodi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Kartika, B., P, Hastuti dan W, Supartomo. 1997. Pedoman Uji Inderawi Bahan
Pangan. Pusat Antar Universitas. Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

Rachman, D. 2009. Jenis-Jenis Ekstraksi. http://www.blogpribadi.com. Diakses


pada 12 Mei 2019.

Rahayu, S.S. 2009. Proses evaporasi. http://www.chem-is-try.org. Diakses


pada 12 Mei 2019.

Rama, P. 2008. Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Penerbit Agro
Media. Jakarta.

Rostiana, O., Bermawie, N dan Rahardjo, M. 2005. Budidaya Tanaman Jahe


Merah. Sirkuler No. 11.

Trifani.2012. Ekstraksi Pelarut Cair-Cair. http://awjee.blog.com /2012/11/24/


ekstraks-pelarut-cair-cair/. Diakses pada tanggal 12 Mei 2019.

Widiyanti, Ratna. 2009. Analisis Kandungan Literatur. FK. UI.

Yuliani S Dan Rusli S. 2003. Ekstraksi Pestisida Nabati. Bogor : Badan


Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman
Rempah Dan Obat.
Lampiran

Gambar 1. Penimbangan Gambar 2. proses Gambar 4. Oleoresin


serbuk jahe Evaporasi rimpang jahe

Gambar 5. Penimbangan Gambar 6. Penimbangan


botol kaca botol kaca dengan
oleoresin

Anda mungkin juga menyukai