= 2,0 ml
II. Dosis tikus 158,9 g =
x 150 mg = 23,83 mg/ 158,9 gBB
Vp aloksan =
= 1,98 ml
III. Dosis tikus 150,8 g =
x 150 mg = 22,62 mg/ 150,8 gBB
Vp aloksan =
= 1,88 ml
Tikus uji Mahkota dewa =
I. Dosis tikus 176,3 g =
x 150 mg = 26,44 mg/ 176,3 gBB
Vp aloksan =
= 2,20 ml
II. Dosis tikus 123,7 g =
x 150 mg = 18,55 mg/ 123,7 gBB
Vp aloksan =
= 1,54 ml
III. Dosis tikus 176,2 g =
x 150 mg = 26,43 mg/ 176,2 gBB
Vp aloksan =
= 2,20 ml
Setelah pemberian aloksan selama tiga hari.
Hari pertama =
Tikus Berat
Uji Kontrol
I 150,6mg
II 152,7 mg
III 125,5 mg
Uji Glibenklamid
I 153,5 mg
II 166,09 mg
III 137,0 mg
Uji Kontrol =
Pemberian Vp CMC sebanyak 2,5 ml pada tiap tikus.
Uji Glibenklamid=
Dosis Glibenklamid = 1,89 mg/kg BB tikus
Konsentrasi stok = 3,78 mg/ 25 ml = 0,1512 mg/ml
I. Dosis tikus 153,5 g =
x 1,89 mg = 0,290 mg/ 153,5 gBB
Vp aloksan =
= 1,92 ml
II. Dosis tikus 166,09 g =
x 1,89 mg = 0,314 mg/ 166,09 gBB
Vp aloksan =
= 2,08 ml
III. Dosis tikus 137 g =
x 1,89 mg = 0,259 mg/ 137 gBB
Vp aloksan =
= 1,71 ml
Perhitungan Anava Satu Jalan
Obat / Induksi Kontrol Glibenklamid Mahkota dewa
ALOKSAN 99 118 57
118 49 44
119 91 68
KELOMPOK DURASI
KONTROL
99 = 112
118 = 336
119
= 37886
n = 3
GLIBENKLAMID
118 = 86
49 = 258
91 = 24606
n = 3
MAHKOTA
DEWA
57 = 56,33
44 = 169
68
= 9809
n = 3
= 254,33
= 72301
= 763
n= 9
1. = T
2.
3.
2960,67
4.
5.
6. F hitung =
7. F tabel ;
F tabel = 5,14
F hitung (4,46) < F tabel (5,14), kesimpulannya tidak ada perbedaan antara
kelompok.
Obat / Induksi Kontrol Glibenklamid Mahkota dewa
GLUKOSA 88 45 78
91 34 71
141 37 91
KELOMPOK DURASI
KONTROL
88 = 106,67
91 = 320
141
= 35906
n = 3
GLIBENKLAMID
45 = 38,67
34 = 116
37 = 4550
n = 3
MAHKOTA
DEWA
78 = 80
71 = 240
91
= 19406
n = 3
= 225,34
= 59862
= 676
n= 9
1. = T
9086,89
2.
3.
2043,33
4.
5.
6. F hitung =
7. F tabel ;
F tabel = 5,14
F hitung (10,34) > F tabel (5,14), kesimpulannya ada perbedaan antara
kelompok
UJI PASCA ANAVA ( Uji Scheffle )
Kontras F hitung F Keterangan
F hitung =
(k-1) F
tabel
= (3-1).
5,14
= 10,28
F hit < F maka
berbeda tidak
signifikan
1 vs 2
F hitung =
= 20,37
10,28
F hit > F maka
berbeda signifikan
1 vs 3
F hitung =
= 3,13
10,28
F hit < F maka
tidak berbeda
signifikan
2 vs 3
F hitung =
= 7,52
10,28
F hit < F maka
tidak
berbedacsignifikan
VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
potensi obat antihiperglikemia bahan sintesis yaitu obat glibenklamid
dan obat bahan alam yaitu mahkota dewa. Hiperglikemia sendiri
merupakan suatu keadaan dimana kadar gula darah lebih dari ambang
batas ginjal menyaring gula yaitu 10 mmol/l atau 180 mg/dl (pada tubuh
manusia) dan merupakan tanda (gejala klinis) diabetes. Diabetes sendiri
terbagi menjadi dua yaitu DM tipe 1 dan DM tipe 2. DM tipe 1
merupakan suatu penyakit kelebihan gula darah yang dikarena faktor
genetik, dengan rusaknya sel beta pangkreas. Sedangkan DM tipe 2
merupakan suatu penyakit kelebihan gula darah yang disebabkaan
karena faktor pola makan yang salah serta dapat disebabkan karena
obesitas.
Pada percobaan yang kami lakukan untuk mengetahui efektivitas
suatu obat antihiperglikemia untuk penderita DM tipe 1 maka hewan uji
dikondisikan mengalami kerusakan pada sel beta pangkkreas. Dengan
cara pemberian aloksan selama tiga hari berturut-turut. Aloksan adalah
suatu substrat yang secara struktural adalah derivate pirimidin
sederhana.1-3 Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada
larutan encer.
Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam
nitrat. Aloksan merupakan bahan kimia yang memang digunakan untuk
menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan bisa
merusak sel beta pangkreas karena aloksan mengubah permeabilitas sel
membran secara selektif yaitu merusak molekul makro pembentukan sel
yaitu protein, karbohidrat, lemak dan Deoxyribo Nukleat Acid (DNA),
akibatnya sel menjadi rusak dan mati.
Sebelum pemberian dan setelah pemberian aloksan dilakukan
pengecekan gula darah menggunakan cara penggunaan dari alat
glukometer. Cara penggunaannya dengan yaitu dengan penyiapan alat
dan strip glukotest, di masukkan strip glukotest ke dalam bagian ujung
glukometer, diteteskan darah pada tempat reagen strip glukotest,
kemudian dibaca kadar gula yang tertera pada layar glukometer, dimana
mekanisme kerja dari alat glukometer yaitu dalam strip terdapat enzim
glukooksigenase yang mana jika sampel darah mengenai strip maka
akan langsung terbaca oleh glukometer.
Setelah dilakukan pengukuran gula darah maka kelompok tikus
uji diberi perlakuan sesuai kelompok yang ditetapkan. Tikus diberi
suspensi CMC sebagai kelompok kontrol, tikus diberi suspensi
glibenklamid sebagai kelompok uji keefektifan obat glibenklamid dan
tikus diberi suspensi mahkota dewa sebagai kelompok uji keefektifan
obat mahkota dewa. Pemberian tersebut dilakukan selama tiga hari
berturut-turut dan setelah pemberian tersebut maka dilakukan
pengecekan gula darah.
Dari perlakuan tersebut memberikan hasil bahwa kelompok
kontrol mengalami penurunan kadar gula darah. Seharusnya kelompok
kontrol tidak mengalami penurunan gula darah tapi pada kenyataannya
mengalami penurunan gula darah hal ini kemungkinan disebabkan
perusakan sel beta pangkreas dengan senyawa aloksan tidak begitu
parah. Sehingga kemungkinan sel beta pangkreas masih dapat
mengeluarkan hormon insulin. Jadi, hormon tersebut dapat mengkatalis
glukosa yang ada di dalam darah yang menyebabkan penurunan ggula
darah.
Pada kelompok uji glibenklamid terdapat satu hewan uji yang
mati dan pada kelompok uji mahkota dewa terdapat dua hewan uji yang
mati. Kematian hewan uji ini mungkin disebabkan karena mengalami
poliuria (sering kencing) akan tetapi tikus uji tidak terlalu suka minum
polidipsia dan makanan yang diberikan pada hari pertama sedikit
sehingga badan terlihat kurus terjadi penurunan berat badan. Penurunan
berat badan ini terjadi karena hilangnya lemak dalam otot akibat
kekurangan insulin sehingga tubuh kehilangan glukosa secara terus
menerus menyebabkan glukosa yang masuk ke dalam sel berkurang
maka protein dan lemak akan dimetabolisme menjadi energi karena
hewan uji sedikit minum maka proses metabolisme tidak berjalan
dengan sempurna maka menyebabkan kematian. Karena ada sebagian
tikus yang mati maka kami mengambil data dari kelompok J yang
memiliki perlakuan sama.
Selanjutnya dilakukan uji anava satu jalan dan memberikan hasil
bahwa F hitung lebih kecil daripada F tabel berarti tidak ada perbedaan
antara kelompok kontrol, kelompok uji glibenklamid, dan kelompok uji
mahkkota dewa.
Pada praktikum kali ini juga dilakukan uji Tes toleransi glukosa
oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT). TTGO merupakan
pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan larutan glukosa.
Sebelum dilakukan pemberian tersebut maka dilakukan pemeriksaan
kadar glukosa darah, lalu akan diperiksa kembali 2 jam setelah
pemberian larutan glukosa tersebut. Seperti pada uji sebelumnya, uji
TTGO dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok kontrol, kelompok
uji glibenklamid, dan kelompook uji mahkota dewa.
Pada kelompok kontrol juga terjadi penurunaan kadar gula darah
padahal sesuai teori seharusnya tidak terjadi penurunan hal ini mungkin
juga disebabkan karena adanya hormon insulin yang masih mampu
untuk membantu dalam metabolisme gula darah sehingga dapat
menurunkan gula darah. Pada kelompok uji glibenklamid dan
kelompok uji mahkota dewa terdapat penurunan gula darah dan untuk
mengetahui keefektivitasan secara matematis maka dilakukan uji
statistika. Pada uji statistika F hitung lebih besar daripada F tabel
sehingga terjadi perbedaan antara kelompok lalu diuji pasca anava dari
uji tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi perbedaan significant
antara kelompok kontrol dan kelompok uji glibenklamid . Dan tidak
berbeda significant antara kelompok kontrol dan kelompok mahkota
dewa maupun kelompok mahkota dewa dan kelompok glibenklamid.
Jadi dapat disimpulkan bahwa glibenklamid dapat digunakan untuk
menurunkan kadar gula darah.
Sesuai dengan hasil praktikum glibenklamid secara significant
dapat digunakan untuk menurunkan gula darah TTGO hal ini sesuai
teorinnya. Menurut teorinya glibenklamid golongan sulfonilurea yang
dapat meningkatkan sekresi insulin dari sel beta pulau langerhans,
sedangkan pada pengobatan jangka panjang efek utamanya adalah
meningkatkan efek insulin terhadap jaringan perifer dan penurunan
pengeluaran glukosa dari hati (efek ekstra pankreatik). Maka jika
terjadi kerusaakan sel beta pangkreas maka obat ini tidak baik
digunakan referensi utama untuk pengobatan DM tipe 1.
Hal ini juga dibuktikan pada percobaan yang telah diberi
suspensi aloksan dengan tujuan perusakan sel beta pankreas. Sedangkan
pada mahkota dewa Mekanisme kerjanya adalah senyawa aktifnya
membantu melancarkan peredaran darah dengan mengurangi derajat
viskositas (kekentalan) darah, dengan begitu kerja jantung memompa
darahpun semakin ringan dan otomatis tekanan (darah) rendah. Semua
itu tak lepas dari peran asam organik polisakarida dan flavonoid yang
terkandung di dalamnya. Pada praktikum kali ini tidak ada perbedaan
yang significant untuk menurunkan gula darah pada uji dengan
perlakuan perusakan aloksan dan TTGO.
VII. KESIMPULAN
1. Pemberian aloksan berguna untuk merusak sel beta pancreas.
2. Pada uji keefektivan obat yang sebelumnya tikus diberi aloksan
tidak terdapat perbedaan antara kelompok control, kelompok uji
dengan obat Glibenklamid maupun mahkkota dewa.
3. Pada uji dengan TTGO terjadi perbedaan antar kelompok. Pada
kelompok control dan kelompok uji glibenklamid terjadi perbedaan
significant sedangkan kelompok uji glibenklamid dan kelompok uji
mahkota dewa maupun kelompok uji mahkota dewa dengan
kelompok control tidak berbeda significant.
4. Glibenklamid dan mahkota dewa kurang baik jika digunakan untuk
menurunkan gula darah yang disebabkan pancreas rusak (DM tipe
1)
5. Glibenklamid lebih efektif menurunkan gula darah dibandingkan
mahkota dewa dengan uji TTGO.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, E. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta :Penerbit EGC
2. Ganiswara, S. 1995. Farmakologi dan Terapi, ed. Ke-4, Bag.
farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Jakarta: UI press
3. Handoko, T dan B, Suharto. 1995. Insulin, Glukagon dan Anti
Diabetik Oral. Jakarta: UI press
4. Katzung, G. B. Farmakologi Dasar Dan Klinik. 2002. Jakarta :
Salemba Medika
5. Koolman, Jan dan Klaus - Heinrich Roehm. 2005. Color Atlas of
Biochemistry, 2nd edition. New York: Thieme
6. Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:
Erlangga
Mengetahui, Semarang,9 Mei 2013
Dosen Pengampu Praktikan
Ebta Narasukma, S.Farm.,Apt RevanovEko H
Yustisia Advistasari, S.Farm.,Apt (1041111126)
Rosary Ray T
(1041111134)
Safira
(1041111137)
Shelly Silviani
(1041111143)
Siti Zulaichah
(1041111150)