SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Puspita Ayu Kristianti
028114075
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tuhanku. . . . . . . . . .
Bicaralah padaku bila aku kesepian
Bisikkanlah dukungan-Mu bila aku dirudung kecemasan
Dengarkanlah suaraku bila aku jatuh
Sudilah menjadi bagiku penghiburan dalam perjalanan
Tempat bernaung diwaktu panas
Tempat berteduh di kala hujan
Tongkat penuntun dalam kelelahan
Dan penolong dalam bahaya
Semoga aku berhasil mencapai tujuanku
Sekarang, dan juga nanti pada akhir hidupku
Every story has an end. But in life, every ending is just the new beginning.
. PRAKATA
6. Bapak dan Ibu ku, atas doa, dukungan, pengorbanan dan kasih sayangnya.
Terima kasih sudah mau menjadi kedua sayapku selama ini, tanpa kalian aku
tidak mungkin bisa terbang sejauh ini.
7. Sahabat-sahabatku, Lena, Ulin, Elly, Puri, Asti, Leni, terima kasih sudah mau
berbagi tawa dan air mata denganku. Terima kasih juga karena selama ini
sudah berjalan bersamaku menapaki jalan yang sama.
8. Shinta dan Prima, atas kerjasama dan semangatnya selama penyelesaian
skripsi ini. Terima kasih juga karena sudah mau berjuang bersamaku.
Akhirnya kita bisa melewati semua ini.
9. Semua teman yang melakukan penelitian di Lab.FF, Christin, Yuni, Titien,
Rosa, Wira, Vivi. Terima kasih atas kebersamaan, kerjasama dan informasi
yang diberikan selama penelitian di Lab.
10. Teman-teman satu angkatan (2002), terutama kelompok C, Meta, Ina, Asti,
Lia, Riasa, Ricka, Maria, Tepe, Yiyin, Haryu, Elly, Puri, Wenny, Peter,
Shinta, Nowo, Rika, Ulin, Prima, Leni. Terima kasih sudah menjadi pelangi
dalam hidupku selama masa kuliah.
11. Sarah, Beni, Devi, Didit, Ardian, Yiyin, Vita, atas bantuan dan dukungannya
selama penyelesaian skripsi ini.
12. Mas Wagiran, mas Sigit, mas Sarwanto, mas Andre dan Pak Mukmim, terima
kasih atas semua bantuan dan informasi yang diberikan selama penelitian.
13. Mas Minto, mas Jianto dan mas Purwanto, terima kasih atas bantuannya
mencarikan krokot untuk bahan penelitianku.
14. Sahabatku eks-SMUDA, Vida dan Setyo, terima kasih atas dukungan,
semangat, dan persahabatan yang diberikan sejak SMA.
15. Semua orang-orang yang kutemui baik secara sengaja atau tidak, yang telah
banyak memberikan pelajaran hidup yang berharga.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak
memberikan bantuan, dukungan, dan doanya selama ini.
Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan, kasih, dan ketulusan yang
selama ini telah dirasakan penulis.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki. Maka
dari itu, penulis menerima segala saran maupun kritik yang bersifat membangun,
dan yang dapat membantu dan mendukung skripsi ini agar dapat menjadi lebih
sempurna. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang kefarmasian.
Wassalammualaikum wr.wb
INTISARI
Krokot (Portulaca oleracea L.) dapat dikonsumsi sebagai sayuran, dan dapat
juga digunakan sebagai tanaman obat karena memiliki kandungan kimia yang
cukup bermanfaat. Salah satu golongan senyawa kimia metabolit sekunder yang
terkandung di dalam herba krokot adalah glikosida saponin. Saponin merupakan
senyawa kimia yang mempunyai aktivitas hemolisis, mempunyai sifat
antimikroba, antibakteri, antiinflamasi dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh isolat dan identitas golongan glikosida saponin herba krokot dalam
isolat secara Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri UV.
Melalui penelitian non eksperimental ini diharapkan diperoleh informasi
mengenai golongan saponin yang terkandung di dalam herba krokot. Sebagai
langkah awal dilakukan determinasi tumbuhan krokot, pengumpulan bahan, uji
pendahuluan glikosida saponin, penyarian glikosida saponin herba krokot dengan
pelarut etanol 70%, pemeriksaan KLT ekstrak etanol dan identifikasi glikosida
saponin, isolasi glikosida saponin dengan metode KLT Preparatif, pemeriksaan
kemurnian isolat dengan KLT multi eluen, identifikasi isolat dengan
spektrofotometri UV.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa herba krokot mengandung glikosida
saponin golongan triterpenoida. Pada uji KLT pendahuluan ada dua bercak yang
diprediksi sebagai glikosida saponin. Sehingga dari dua bercak tersebut diisolasi
dan diuji kemurniannya. Isolat 1 dan isolat 2 hasil isolasi menunjukkan 1 macam
bercak pada kromatogram KLT multi eluen, sehingga kedua macam isolat
tersebut dapat dipastikan kemurniannya. Hasil pengukuran pada spektrofotometer
diketahui bahwa isolat 1 memiliki (panjang gelombang) maksimum 224nm,
sedangkan isolat 2 memiliki maksimum 221nm. Hasil identifikasi isolat tersebut
menunjukkan bahwa isolat 1 dengan maksimum 224 nm memiliki bentuk
spektra yang hampir sama dengan isolat 2 ( maksimum 221 nm), sehingga
keduanya merupakan jenis senyawa yang sama yaitu senyawa glikosida saponin
golongan triterpenoid
Kata kunci : Krokot, Glikosida saponin, KLT, Spektrofotometri UV
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...........................................................................
ii
iii
iv
PRAKATA ....................................................................................................
vi
ix
INTISARI .....................................................................................................
ABSTRACT ....................................................................................................
xi
xii
DAFTAR TABEL..........................................................................................
xv
xvi
xvii
1. Permasalahan ......................................................................
Keterangan botani...............................................................
2. Deskripsi. ............................................................................
1.
3. Ekologi ................................................................................
C. Penyarian. ........................................................................................
12
15
18
20
24
25
25
25
25
26
26
26
27
4. Uji pendahuluan..................................................................
27
28
28
29
30
9. Spektrofotometri ultraviolet...............................................
30
31
32
A. Determinasi. ....................................................................................
32
32
33
33
38
39
45
48
55
61
A. Kesimpulan......................................................................................
61
B. Saran ................................................................................................
61
62
LAMPIRAN ................................................................................................
64
81
I.
DAFTAR TABEL
40
46
47
49
DAFTAR GAMBAR
10
34
Gambar 3
35
36
37
41
43
46
50
51
52
53
58
59
60
DAFTAR LAMPIRAN
64
65
66
67
68
70
72
74
76
78
80
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Manusia sering memanfaatkan berbagai macam tanaman untuk kelangsungan
hidupnya. Dalam hal ini, bukan saja tanaman pangan tetapi juga tanaman obat
yang mengandung metabolit sekunder yang cukup bermanfaat dalam pengobatan.
Berbagai jenis senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan memiliki khasiat
dan manfaat yang spesifik. Tanaman obat merupakan tanaman yang dapat
digunakan dalam pengobatan baik sebagai pemeliharaan kesehatan maupun untuk
penyembuhan penyakit. Hal ini telah dikenal sejak jaman dahulu dan digunakan
berdasarkan pengalaman secara turun temurun. Salah satu jenis tanaman obat
yang belum begitu dikenal oleh masyarakat adalah krokot (Portulaca oleracea
L.). Selama ini masyarakat mengenal krokot sebagai sayuran atau gulma bukan
sebagai tanaman obat.
Krokot merupakan tanaman gulma yang pada daerah tertentu sering
dikonsumsi sebagai sayuran. Tanaman ini merupakan gulma pada tanaman
semusim, palawija, sayuran, maupun tanaman perkebunan (Djauhariya,2004).
Selain dikonsumsi sebagai sayuran, ternyata krokot juga dapat digunakan untuk
pengobatan pada beberapa penyakit, seperti disentri, radang usus buntu, sakit
perut, radang gusi, demam, digigit binatang berbisa, eczema, jantung berdebar,
kencing darah dan bisul. Cara penggunaanya bisa dengan di makan langsung
ataupun dengan direbus bersama bahan lain (Djauhariya,2004).
1. Permasalahan
Apakah glikosida saponin herba krokot dapat diisolasi kemudian
selanjutnya diidentifikasi untuk mengetahui golongan glikosida saponinnya
dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Spektrofotometri
ultraviolet ?
2. Keaslian penelitian
Isolasi dan identifikasi aglikon saponin herba lerak (Sapindus rarak D.C)
pernah dilakukan oleh Yanuarsih (2001). Perbedaan dari penelitian ini adalah
tanaman yang digunakan. Penelitian tentang isolasi dan identifikasi glikosida
saponin pada herba krokot belum pernah dilakukan.
3. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan baru bagi
perkembangan ilmu kefarmasian, kedokteran, maupun kesehatan pada umumnya.
Hal tersebut dapat berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis.
a. Manfaat secara teoritis
Untuk melengkapi informasi mengenai golongan glikosida saponin yang
terkandung dalam herba krokot dan juga dapat memberikan pengetahuan dalam
bidang fitofarmaka.
b. Manfaat secara praktis
Untuk melengkapi informasi tentang penggunaan herba krokot berdasarkan
dari efektivitas golongan glikosida saponin yang terkandung dalam herba krokot.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian tentang isolasi dan identifikasi glikosida
saponin herba krokot ada dua yaitu :
1. Umum : Untuk lebih mendalami pengetahuan tentang herba krokot dalam
hal fitokimia.
2. Khusus : Untuk memperoleh isolat dan identitas golongan glikosida
saponin
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Krokot
1. Keterangan botani
Krokot memiliki nama ilmiah Portulaca oleracea L. , termasuk dalam suku
Portulacaceae. Tanaman krokot juga dikenal dengan berbagai nama daerah seperti
Krokot (Jawa), Gelang (Sunda), Re-serejan (Madura), Gelang (Sumatera), Jalujalu kiki (Ternate) (Anonim,1995).
2. Deskripsi
Krokot memiliki daun tunggal, tersebar atau berhadapan, umumnya rontok,
dalam keadaan segar berdaging dan berwarna hijau. Helaian daun berbentuk
bundar telur atau bundar telur terbalik, ujung dan pangkal membundar atau
tumpul, panjang tiap helaian sampai 10 mm dan lebar sampai 4 mm
(Anonim,1995). Ujung daun melekuk ke dalam. Pangkal daun meruncing, tepi
daun rata, panjang 1-4 cm. Permukaan atas daun warna hijau tua sedangkan
bagian bawah merah tua. Bunga berkelompok, keluar dari ujung-ujung cabang,
mahkota bunga kecil, berjumlah 5, warna kuning. Bunga mekar dari jam 8-10
pagi, layu menjelang sore. Buah berkotak, biji banyak, kecil. Buah yang sudah
matang bijinya warna hitam. Tumbuhan ini berkembang biak dengan biji. Krokot
merupakan tumbuhan berumur setahun, batang merebah, bentuk bulat, lunak dan
berair, tidak berkayu, kulit batang warna coklat keunguan, panjang batang 10-50
cm (Djauhariya, 2004).
3. Ekologi
Krokot tumbuh liar di tempat terbuka, tempat agak terlindung, dan pada tanah
agak lembab seperti di pekarangan, pinggiran kampung, pinggir selokan, dan
pinggir jalan (Djauhariya, 2004).
4. Khasiat dan kegunaan
Krokot berkhasiat sebagai obat disentri, radang usus buntu, sakit perut, radang
gusi, demam, digigit binatang berbisa, eksim, jantung berdebar, kencing darah,
dan bisul (Djauhariya,2004). Dalam MMI, disebutkan bahwa krokot dapat
digunakan sebagai obat gatal dan memperbaiki pencernaan.
5. Kandungan kimia
Diperkirakan krokot mempunyai kandungan kimia berupa KCl, K2SO4,
KNO3, asam nikotinat, tannin, saponin, vitamin A, vitamin B, vitamin C,
1-noradrenalin, noradrenalin, dopamine, dan dopa (Djauhariya, 2004).
B. Glikosida Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa
jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan
hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat
beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan
sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun. Beberapa saponin bekerja sebagai
antimikroba (Robinson,1995).
Saponin adalah glikosida, yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat di
alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau sapogenin.
Sifat-sifat saponin : berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat deterjen
yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin, mempunyai aktivitas
haemolisis, merusak sel darah merah, tidak beracun bagi binatang berdarah panas,
mempunyai sifat antieksudatif, mempunyai sifat antiinflamasi.
Beberapa daya kerja dan pemakaian dari saponin adalah sebagai berikut:
1. Semua saponin menyebabkan hemolisa, karena itu beracun untuk semua
organisme bila diberikan secara parenteral setengah sampai beberapa mg per
kg berat badan ,dapat mematikan pada pemberian intravena.
2. Pengaruh terhadap alat pernafasan dapat dibuktikan dengan kenyataan dengan
digunakannya obat yang mengandung saponin untuk mencari ikan oleh rakyat
yang primitif. Kadar saponin yang sangat kecil melumpuhkan fungsi
pernafasan dari insang.
3. Kegunaan saponin dalam pengobatan nampaknya terutama oleh sifatnya yang
berpengaruh terhadap absorbsi zat aktif secara farmakologi. Beberapa contoh
untuk menggambarkan sifat tersebut antara lain: Penggunaan secara simultan
digitoksin dan saponin digitonin, meningkatkan efek digitoksin sampai kurang
lebih 50 kali bila diberikan secara oral terhadap katak.
4. Saponin juga menaikkan permeabilitas kertas saring. Filter dengan pori yang
cukup kecil untuk menahan partikel yang berukuran tertentu akan dapat
meloloskan partikel tersebut karena adanya saponin.
5. Secara teknik saponin digunakan sebagai emulsifier.
6. Saponin menimbulkan iritasi berbagai tingkat terhadap selaput lendir mulut,
perut, dan usus bergantung dari sifat masing-masing saponin.
Haemolisa
Campur bahan yang akan diperiksa dengan larutan dapar fosfat pH 7,4 ,
c. Reaksi warna
Reaksi warna dapat digunakan untuk menggolongkan saponin (sapogenin)
yang digunakan untuk membuktikan identitas dari suatu obat, dan jika perlu untuk
memonitor pada waktu pemisahan. Tidak ada reaksi warna yang secara spesifik
untuk tiap jenis saponin. Reaksi berikut ini dapat digunakan yaitu:
1) Dengan menggunakan asam asetat anhidrat dan asam sulfat ( disebut reaksi
Liebermannn-Burchard). Hasilnya ditunjukkan dengan adanya perubahan
warna yang bergantung dari aglikonnya yaitu, merah muda sampai merah
berarti termasuk golongan triterpenoid. Sedangkan jika warnanya biru hijau
maka menunjukkan adanya senyawa golongan steroid (Bruneton,1999).
2) Dengan menggunakan vanillin, anisaldehid, dan aldehid aromatik lainnya
yang ditambah dengan asam mineral kuat. Senyawa yang mengandung
saponin akan berwarna kuat, yang kemungkinan hasil reaksi antara aldehid
dan aglikon (Bruneton,1999).
Dikenal dua jenis saponin yaitu, glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida
struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis
saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter
(Robinson,1995).
Menurut struktur aglikon atau sapogenin, saponin dapat dibedakan menjadi
dua macam tipe yaitu tipe steroida dan triterpenoida. Kedua macam senyawa
tersebut mempunyai hubungan glikosidal pada C-3 dan mempunyai asal-usul
biogenetika yang sama melalui asam mevalonat dan satuan isoprenoid.
(Brotosisworo,1979; Evans,2002).
21
26
O
25
23
22
20
24
18
E
O
12
17
13
15
11
D
C
19
R1
16
14
1
9
R2
2
8
10
A
B
H
3
7
5
4
6
OH
H
Kerangka steroid
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
COOH
D
25
9
14
16
26
15
1
R1
8
2
10
A
27
B
3
7
5
4
OH
H
23
24
R2
Kerangka triterpenoid
tumbuhan (Harborne, 1987). Nama sterol digunakan khusus untuk steroid alkohol,
tetapi karena ternyata semua steroid tumbuhan adalah alkohol dengan sebuah
hidroksi group pada C-3, maka steroid tumbuhan sering disebut sterol.
Triterpenoida adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintetis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan
berupa senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali titik leleh tinggi dan
aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya
(Harborne, 1987). Saponin triterpenoida dapat dibedakan dalam tiga golongan
yang diwakili oleh amirin, -amirin, dan lupeol.
Saponin steroid kebanyakan ditemukan di dalam famili monokotil, terutama
Liliaceae (Allium, Smilax, Asparagus), Agavaceae (Agave, Yucca) dan
Dioscoreaceae (Dioscorea). Selain itu juga ditemukan dalam Fabaceae (fenugrek),
Solanaceae (tobacco), atau Scrophulariaceae (foxgloves). Berbeda dengan steroid,
saponin triterpenoid jarang terdapat pada monokotil. Sebagian besar terdapat
dalam famili dikotil seperti Araliaceae, Caryophyllaceae, Cucurbitaceae, Fabales,
Primulaceae, Ranunculaceae, Rosaceae dan Sapindaceae (Bruneton,1999).
Saponin steroid mempunyai peran penting pada bidang pharmaceutical karena
hubungannya dengan beberapa senyawa seperti hormon sex, kortison, diuretic
steroid, vitamin D dan glikosida jantung. Beberapa saponin digunakan sebagai
starting material pada sintesis senyawa tersebut. Selain itu kandungan saponin
steroid dalam akar Sarsaparilla dapat digunakan untuk pengobatan pada penyakit
syphilis, reumatik, penyakit kulit, psoriasis, dan eczema. Saponin steroid pada
akar Ginseng sering digunakan untuk pengobatan pada anemia, diabetes, gastritis,
dan impotensi (Evans, 1989). Saponin triterpenoid pada kulit kayu Quillaia dapat
digunakan sebagai emulsifying agent. Sedangkan pada akar Senega dan akar
Primula digunakan sebagai stimulant expectoran pada bronkhitis kronik. Selain itu
saponin triterpenoid juga digunakan sebagai antiinflamasi, antifungi, antibakteri
(Evans, 1989).
C. Penyarian
Penyarian adalah kegiatan pengambilan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari ,mengandung zat aktif
yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan
lain-lain.
Beberapa golongan zat aktif yang terdapat dalam simplisia adalah alkaloida,
glikosida dan flavonoid. Stuktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi
kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa terhadap pemanasan, logam berat,
udara, cahaya, dan derajat keasaman. Jika zat aktif yang dikandung simplisia
diketahui maka akan lebih mudah dalam pemilihan cairan penyari dan cara
penyariannya.
Penyarian disamping memperhatikan sifat-sifat fisik simplisia dan sifat zat
aktifnya, harus juga memperhatikan zat-zat yang sering terdapat dalam simplisia
seperti protein, karbohidrat, lemak, dan gula.
a. Infudasi
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air
pada suhu 900C selama 15 menit (Anonim,1986). Infudasi adalah proses
penyarian yang biasanya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut
dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari
yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Maka dari itu, sari
yang diperoleh tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.
b. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka
larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel
(Anonim,1986). Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung
zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang
mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak dan
lain-lain.
c. Perkolasi
Perkolasi adalah penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip perkolasi adalah serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori (Anonim,1986). Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui
serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui
sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
berat sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung
untuk menahan.
d. Penyarian berkesinambungan
Penyarian berkesinambungan menggabungkan antara proses menghasilkan
ekstrak cair dan proses penguapan. Penyarian berkesinambungan dapat dilakukan
dalam skala laboratorium dan skala besar tergantung dari keperluannya dan alat
yang digunakan. Intinya cairan penyari dipanaskan hingga mendidih, uap penyari
akan naik keatas melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun karena
didinginkan oleh pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia sambil
melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap kembali dan
prosesnya akan berulang (Anonim,1986) .
Secara garis besar KLT dapat dilakukan dengan cara membuat lempeng
kromatografi, yaitu untuk membentangkan penjerap dalam lapis tipis yang
berkelakuan sebagai penyokong yang inert. Penjerap padat yang berbentuk
bubukan halus biasanya dibuat menjadi bubur (slurry) dengan air dan
dibentangkan di atas plat gelas. Pembuatan lapis tipis di atas kaca ada beberapa
cara yaitu dengan jalan penyemprotan atau pencelupan, disamping dikerjakan
dengan tangan dapat juga dengan mesin. Plat yang telah dilapisi dipanaskan atau
diaktifkan dengan jalan memanaskannya pada suhu kira-kira 1000C selama waktu
tertentu. Campuran yang akan dikromatografi harus dilarutkan di dalam pelarut
yang agak nonpolar untuk ditotolkan pada lempang KLT. Pada umumnya, dipakai
larutan 0,1-1%. Hampir segala macam pelarut dapat dipakai, tetapi yang terbaik
yang bertitik didih antara 500-1000C. Pelarut yang demikian mudah ditangani dan
mudah menguap dari lempeng. Larutan cuplikan dalam pelarut yang akan
diidentifikasi ditotolkan dengan menggunakan pipet kapiler atau pipet mikro.
Bila bercak hasil penotolan telah kering plat diletakkan secara vertikal dalam
bejana yang sesuai dengan tepi yang dibawah dicelupkan dalam fase bergerak
yang dipilih, maka pemisahan kromatografi akan diperoleh. Pada akhir
pengembangan, pelarut dibiarkan menguap dari plat dan bercak yang terpisah
dilokalisir dan diidentifikasi dengan cara-cara fisika dan kimia (Sastrohamidjojo,
2002).
Penjerap yang dipakai untuk KLT ialah silika gel, alumina, kiselgur, dan
selulosa. Silika gel merupakan penjerap yang paling banyak dipakai dalam KLT
dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Karena sebagian besar silika gel
bersifat sedikit asam, maka asam sering agak mudah dipisahkan. Jadi
meminimumkan reaksi asam-basa antara penjerap dan senyawa yang dipisahkan.
Alumina, berbeda dengan silika gel alumina bersifat sedikit basa dan sering
dipakai untuk pemisahan basa. Cara ini juga meminimumkan reaksi asam-basa.
Kiselgur dan selulosa merupakan bahan penyangga lapisan zat cair yang dipakai
dalam sistem Kromatografi Cair-cair (KCC). Kromatografi jenis ini selalu dipakai
untuk pemisahan senyawa polar seperti asam amino, karbohidrat, nukleotida, dan
berbagai senyawa hidrofil alam lainnya (Gritter, 1985).
Lapisan penjerap dapat terikat dan melekat pada pelat kaca karena adanya
berbagai pengikat. Pengikat yang paling umum digunakan adalah kalsium sulfat
(CaSO4) yang ditambahkan ke dalam penjerap sampai 10-15%. Maka nama dari
penjerap biasanya diberi tanda G, misal silica gel G (Redja, 1980). Lapisan
penjerap sering mengandung indikator fluoresensi yang ditambahkan untuk
membantu penampakan bercak tidak berwarna pada lapisan yang telah
dikembangkan. Indikator fluoresensi adalah senyawa yang memancarkan sinar
tampak jika disinari dengan sinar berpanjang gelombang lain, biasanya sinar
ultraviolet. Dan biasanya penjerap yang dicampur dengan indikator fluoresensi
diberi tanda F, misalnya silica gel GF. Jika senyawa pada bercak yang
ditampakkan mengandung ikatan rangkap terkonjugasi atau cincin aromatis, maka
sinar UV yang mengeksitasi tidak dapat mencapai indikator fluoresensi sehingga
tidak ada cahaya yang dipancarkan. Dengan demikian hasilnya ialah bercak gelap
dengan latar belakang yang bersinar. Cara ini sangat peka dan tidak merusak
senyawa yang ditampakkan. Indikator fluoresensi yang paling sering digunakan
adalah sulfida anorganik, yang dapat memancarkan cahaya jika disinari pada 254
nm (Gritter, 1985).
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada KLT lebih baik
dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi dapat juga
menggunakan harga Rf, hal ini dapat didefinisikan sebagai berikut :
Jarak titik pusat bercak dari titik awal penotolan
Harga Rf =
Jarak pengembangan
berupa pita yang harus sesempit mungkin karena pemisahan bergantung pada
lebar pita.
Pada umumnya penjerap pada KLTP mengandung indikator fluoresensi yang
membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah, asalkan senyawa yang akan
dipisahkan menyerap sinar UV. Pita penjerap yang diperkirakan mengandung
komponen campuran murni, kemudian dari pelat kaca dengan spatula, silet, atau
pengaduk karet pipih dan selanjutnya hasi kerokan ditampung. Penjerap
diletakkan di dalam corong kaca memakai kertas saring lalu diekstraksi (di elusi)
beberapa kali dengan pelarut yang cocok. Pelarut yang digunakan harus cukup
polar untuk mengekstraksi cuplikan (Gritter, 1985).
F. Spektrofotometri Ultraviolet
Di bidang farmasi, analisa spektrofotometri cahaya tampak dan ultraviolet
telah dikenal sebagai metode utama baik untuk identifikasi, karakterisasi,
pemeriksaan kemurnian maupun penetapan kadar obat. Metode ini disamping
dapat dipakai untuk analisis zat dalam jumlah atau kadar kecil, cepat, sederhana,
spesifik, sensitif dan non destruktif. Selain itu dalam batas-batas tertentu dapat
juga dilakukan analisa zat campuran (Redja, 1980).
Spektrofotometri ultraviolet merupakan tehnik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat 190-380 nm. Satuan
yang akan digunakan untuk memberikan panjang gelombang ini adalah nanometer
( 1nm = 10-9 m) (Fessenden & Fessenden, 1986).
menggunakan
digunakan pada sistem yang menyebabkan terjadinya warna pada suatu senyawa
(Sastrohamidjojo, 2001 ).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
B. Definisi Operasional
1. Tanaman krokot yang digunakan untuk penelitian ini adalah krokot yang
mempunyai batang berwarna merah yang diperoleh dari sawah di Jampirejo,
Temanggung, Jawa Tengah.
2. Uji saponin secara sederhana adalah uji untuk memastikan adanya glikosida
saponin dengan menggunakan uji indeks buih, reaksi Lieberman-Burchard dan
reaksi Salkowski.
3. Isolasi glikosida saponin adalah pengambilan glikosida saponin pada herba
krokot dengan menggunakan metode KLTP.
4. Identifikasi
glikosida
saponin
secara
kualitatif
dilakukan
dengan
dengan derajat pro analisis, produksi MERCK yaitu anisaldehida, asam sulfat,
asam asetat anhidrida, etil asetat, kloroform, metanol, etanol, dan silika gel
GF254. Bahan pembanding sekunder glikosida saponin yaitu buah lerak
(Sapindi rarak Fructus).
2. Alat penelitian
Alat-alat gelas (Pyrex), neraca analitik (Metler Toledo), oven, seperangkat alat
refluks, Rotary vacuum evaporator ( Janke & Kunkel RV 05-ST), sintered
glass, waterbath, pipet mikroliter, seperangkat alat KLT dan KLTP,
seperangkat alat spektrofotometer ultra violet (Genesis TM 6), alat fotografi.
D. Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Determinasi tanaman krokot.
Determinasi dilakukan menggunakan buku acuan determinasi menurut Van
Stennis (1992).
2. Persiapan bahan
Persiapan yang dilakukan meliputi, pengumpulan herba, pencucian, dan
perajangan. Pengumpulan herba krokot dilakukan dan diambil dari sawah di
Jampirejo, Temanggung pada bulan Febuari 2006. Pada penelitian ini semua
bagian tanaman dapat digunakan mulai dari akar, batang, daun dan bunga.
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan sortasi awal yaitu
memisahkan herba dari bahan asing seperti kotoran hewan, tanah, kerikil, rumput,
bagian tanaman lain yang mungkin melekat atau ikut terambil pada waktu
pengumpulan herba krokot, dan juga bahan pengotor lain yang akan mengacaukan
penelitian dan mempengaruhi hasil penelitian. Setelah itu herba krokot dicuci
dengan air mengalir agar kotoran yang sudah lepas dari herba tidak menempel
kembali sehingga herba yang akan digunakan benar-benar bersih. Herba yang
sudah dicuci dengan air mengalir dirajang halus untuk memperoleh ukuran herba
yang lebih kecil.
3. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik
Pemeriksaan
organoleptik
dan
makroskopik
dilakukan
berdasarkan
pengamatan terhadap rasa, warna, bau, dan bentuk herba krokot. Pemeriksaan ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ciri khas yang dapat digunakan
untuk pengenalan terhadap tanaman krokot.
4. Uji pendahuluan
a. Uji indeks buih
Sebanyak 500 mg herba segar yang akan diperiksa, dihancurkan, kemudian
dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan air kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit
(Anonim,1995).
b. Reaksi Lieberman- Burchard
Diambil sebanyak 3 mg bahan (herba segar yang sudah dihancurkan), dipanasi
dengan 1 ml asam asetat anhidrida lalu ditetesi dengan asam sulfat pekat 2 tetes,
jika terbentuk warna hijau biru menandakan adanya senyawa steroid dan jika
terbentuk warna merah muda sampai merah menandakan adanya senyawa
triterpenoid (Bruneton,1999).
c. Reaksi Salkowski
Sebanyak 3 mg krokot yang sudah dihancurkan, ditambah kloroform,
kemudian ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Apabila terbentuk warna kuning
yang lama-kelamaan berubah menjadi merah tua membuktikan adanya senyawa
triterpenoid (Paech and Tracey,1955).
5. Penyarian glikosida saponin dari herba krokot dan buah lerak (Sapindi
rarak Fructus) yang digunakan sebagai pembanding.
Sebanyak 20 gram herba krokot diekstraksi menggunakan pemanasan
dengan refluks selama 10 menit dengan 50ml etanol 70%. Kemudian filtrat yang
didapat diuapkan. Lalu 25-40 l dari fraksi etanol tersebut digunakan untuk
Kromatografi Lapis Tipis (Wagner, 1984).
Sebanyak 2 gram buah lerak diekstraksi menggunakan pemanasan dengan
refluks selama 10 menit dengan 10ml etanol 70%. Kemudian filtrat yang didapat
diuapkan. Lalu 25-40 l dari fraksi etanol tersebut digunakan sebagai pembanding
pada uji Kromatografi Lapis Tipis (Wagner, 1984).
6. Pemeriksaan pendahuluan glikosida saponin dengan KLT
Pemisahan dengan metode KLT ini menggunakan fase diam silika gel GF254
dan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v). Pada titik pertama
lempeng ditotolkan ekstrak etanol buah lerak (pembanding) sebanyak 25 l dan
pada titik kedua ditotolkan ekstrak etanol herba krokot dengan jumlah yang sama.
Jarak penotolan 1,5 cm dari tepi bawah lempeng dengan jarak pengembangan 10
cm. Setelah elusi mencapai batas tersebut, lempeng diangkat dan dikeringkan di
udara selama 10 menit, lalu diamati dengan sinar tampak, dibawah lampu UV 254
nm dan 365 nm. Kemudian, disemprot dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat
LP, dipanaskan pada suhu 1100C selama 5-10 menit lalu diamati dengan sinar
tampak.
7. Isolasi glikosida saponin herba krokot dengan metode KLT Preparatif
Isolasi atau pemisahan glikosida saponin dari senyawa-senyawa lain
dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Tebal
penjerap yang digunakan adalah 0,6 mm dengan ukuran pelat kaca 15 x 10 cm.
Metode ini menggunakan fase diam silika gel GF254 dan fase geraknya adalah etil
asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v).
Ekstrak etanol dari herba krokot ditotolkan berupa pita atau garis di pelat
KLTP dengan menggunakan pipet mikroliter 5l. Jumlah totolan pada satu baris
ada 10 totolan. Jumlah cuplikan yang ditotolkan adalah 25l tiap totolan. Karena
jika jumlah cuplikan yang ditotolkan terlalu sedikit dikhawatirkan bercak yang
timbul sulit diidentifikasi karena kurang tebal. Setelah dikembangkan dengan
menggunakan fase geraknya, dilihat pada sinar UV 254nm dan 365nm. Pita
penjerap yang diperkirakan mengandung glikosida saponin dikerok. Hasil
kerokannya dikumpulkan untuk kemudian dilarutkan dengan etanol Pa dan
disaring dengan sintered glass. Hasil yang diperoleh diuapkan sampai kering.
Kemudian dihitung bobot keringnya. Filtrat yang diperoleh itu diperkirakan isolat
glikosida saponin. Filtrat yang merupakan isolat glikosida saponin herba krokot
kemudian diuji kemurniannya dengan KLT multi eluen dan diidentifikasi dengan
spektrofotometri ultra violet.
8.
menggunakan silika gel GF254 sebagai fase diam dan menggunakan 3 fase gerak
yang berbeda. Ketiga fase gerak yang digunakan adalah :
1. etil asetat, metanol, air dengan perbandingan volume 100:16,5:13,5 v/v.
2. kloroform, metanol dengan perbandingan volume 95 : 5 v/v.
3. kloroform, metanol, air dengan perbandingan volume 70: 30: 4 v/v
Pada lempeng ditotolkan isolat glikosida saponin yang sebelumnya telah
dilarutkan dengan etanol. Cuplikan ditotolkan sebanyak 50 l dengan jarak 1,5
cm dari tepi bawah lempeng. Selanjutnya ketiga lempeng dielusi dengan ketiga
fase gerak tersebut dalam bejana yang sudah dijenuhkan dengan batas elusi 10
cm. Setelah elusi mencapai batas tersebut, lempeng diangkat dan dikeringkan di
udara selama 10 menit, lalu diamati dengan sinar tampak, dibawah lampu UV 254
nm dan 365 nm. Selanjutnya disemprot dengan pereaksi anisaldehida-asam sulfat
LP, dipanaskan pada suhu 1100 C selama 5-10 menit lalu diamati dengan sinar
tampak.
9 Spektrofotometri Ultra Violet (UV)
Isolat yang berisi glikosida saponin herba krokot diencerkan dengan etanol
sesuai dengan kadar pengenceran yang di butuhkan, larutan ini kemudian dibaca
serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-350 nm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi
Tanaman krokot yang akan digunakan dalam penelitian ini dideterminasi
terlebih dahulu. Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa
tanaman yang diteliti sesuai dengan yang dimaksud sehingga tidak terjadi
kekeliruan pada jenis tanaman yang digunakan dalam penelitian ini. Determinasi
dilakukan menggunakan buku acuan determinasi menurut Van Stennis (1992).
Berdasarkan hasil determinasi dapat disimpulkan bahwa tanaman yang
digunakan dalam penelitian ini benar yaitu Portulaca oleracea L. (krokot)
(lampiran 1).
B. Persiapan bahan
Tanaman krokot yang digunakan sebagai bahan penelitian diambil di
daerah sawah karena tanaman krokot merupakan tanaman liar berupa gulma yang
biasanya banyak tumbuh di daerah sawah (lampiran 2). Herba yang digunakan
pada penelitian ini digunakan herba segar, dengan alasan bahwa herba krokot sulit
untuk dikeringkan karena mengandung banyak air. Jika dipaksakan dikeringkan
maka herba tersebut justru akan busuk. Untuk itu lebih dipilih menggunakan
herba segar untuk penelitian ini, walaupun bahan yang digunakan menjadi
semakin banyak dibandingkan jika menggunakan herba kering.
D. Uji pendahuluan
1.
menit buih mencapai tinggi lebih kurang 5 cm. Hal tersebut menunjukkan bahwa
herba krokot mengandung saponin. Hasil uji yang diperoleh tersebut sudah sesuai
dengan ketentuan yang digunakan sebagai panduan (Anonim,1995) yaitu
terbentuknya buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit. Dapat
terbentuk buih dikarenakan oleh sifat saponin yang dapat menurunkan tegangan
permukaan air. Seperti sabun atau detergen, saponin mempunyai molekul besar
yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik (hidrofobik). Dalam air, molekul
saponin mensejajarkan atau meluruskan diri secara vertikal pada permukaannya,
dengan gugus lipofilik (hidrofobik) menjauhi air (gambar 2 ).
k
i
ofil
li p
s
u
g
gu
29
30
20
21
19
gu g
u
E
s hi
12
drof
22
il ik
18
13
17
28
11
COO H
D
25
9
14
16
gugus hidrofilik
26
15
1
R1
8
2
10
B
27
7
5
O
4
OH
H
23
R2
24
O
H
Reaksi Liebermann-Burchard
Uji reaksi ini dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya senyawa
triterpenoid atau steroid dalam herba krokot. Karena reaksi ini positif dengan
kebanyakan triterpenoid dan steroid. Hasil dari uji reaksi ini menunjukkan bahwa
herba krokot mengandung senyawa triterpenoid, karena setelah dipanasi dengan
asam asetat anhidrat sebagai pereaksi menghasilkan warna kuning kecoklatan
yang berubah menjadi merah keunguan setelah ditetesi dengan asam sulfat yang
berfungsi sebagai oksidator (gambar 4 ).
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
H 2SO 4
COO H
D
25
9
14
16
26
(CH 3 CO)2O
15
1
R1
8
2
10
A
27
B
3
7
5
4
OH
H
23
24
R2
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
COOH
D
CH 3 COOH
25
9
14
16
+
26
15
1
R1
8
2
10
A
B
27
3
7
5
4
H
CH3 COO
23
24
R2
: R1 = H , R2 = CH2OH
Gypsogenin
R1 = H , R2 = CHO
Asam oleat
R1 = H , R2 = CH3
Reaksi Salkowski
3.
Reaksi warna lain yang digunakan adalah reaksi Salkowski. Reaksi ini
untuk menentukan atau mempertegas bahwa senyawa yang terdapat dalam herba
krokot adalah triterpenoid. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil positif adanya
warna kuning kecoklatan yang lama-kelamaan berubah menjadi merah tua setelah
ditambah dengan asam sulfat pekat. Kloroform digunakan sebagai pelarut, karena
aglikon yang terdapat dalam herba krokot larut dalam kloroform. Sedangkan asam
sulfat pekat yang ditambahkan digunakan sebagai katalis dalam reaksi tersebut.
Dari warna yang terbentuk herba krokot mengandung saponin golongan
triterpenoid (gambar 5).
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
COO H
D
25
9
14
16
+
H 2 SO 4
26
15
-H +
R1
8
2
10
A
B
27
7
5
4
OH
H
23
24
R2
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
COO H
D
25
9
14
16
26
15
1
R1
8
2
10
A
B
3
27
7
5
4
O
23
24
R2
Dari hasil uji pendahuluan ini dapat disimpulkan bahwa senyawa ini
merupakan saponin jenis triterpenoid (lampiran 3).
sekitar 78
yang tahan terhadap pemanasan. Dilihat dari strukturnya yang rigid dan planar
maka saponin bersifat sangat stabil dalam keadaan apapun.
Herba krokot yang digunakan untuk penyarian ini sebanyak 20 gram di
dalam cairan penyari (etanol 70%) sebanyak 50 ml. Ekstrak yang diperoleh dari
proses penyarian disaring dan dikumpulkan, kemudian diuapkan di atas waterbath
untuk memperoleh ekstrak etanol herba krokot yang lebih pekat sebanyak 5 ml
yang akan digunakan untuk proses penelitian lebih lanjut.
ditimbulkan
dibandingkan
dengan
pembanding
yang
digunakan.
Tabel I .
Warna bercak
No
Nama bercak
hRf
bercak
A1
UV254nm
UV365nm
hijau
kuning
muda
terang
10
ungu tua
A2
28
kuning
kelabu
ungu coklat
A3
42
hijau
kelabu
Ungu biru
A4
55
hijau
kelabu
hijau
A5
89
hijau
kelabu
hijau keunguan
B1
11
kelabu
kuning
A
(Pembanding)
merah
muda
hijau
B
B2
38
kelabu
coklat
terang
(Sampel)
merah
B3
51
hijau
hijau
orange
B4
89
hijau
kelabu
Keterangan :
A (pembanding) = ekstrak etanol buah lerak
B (sampel)
hijau keunguan
H + + HSO 4 -
H2SO 4
29
30
20
21
19
OCH3
E
12
22
18
13
17
28
11
H+
COOH
+
25
9
14
16
26
15
1
R1
8
2
10
A
27
B
C
3
7
5
4
OH
H
O-
23
24
R2
Saponin triterpenoid
anisaldehid
29
30
20
OCH3
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
COOH
D
25
9
14
16
26
15
1
R1
+C
8
2
10
A
27
B
3
7
5
4
H
OH
OH
H
23
R2
24
29
30
20
21
19
E
12
22
-H+
18
13
17
28
11
COOH
D
25
9
OCH3
14
16
26
OH
15
1
R1
8
2
10
A
B
3
6
O
C
H
23
24
R2
H
H
27
7
5
4
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
CO OH
D
25
9
14
OCH 3
16
26
15
OH
1
R1
8
2
10
A
B
27
7
5
4
O
C
H
23
[O ]
24
R2
29
30
20
21
19
E
12
22
18
13
17
28
11
C OOH
D
25
9
14
16
+
OCH 3
H2
26
15
1
O
R1
8
2
10
A
27
B
3
7
5
4
O
C
H
23
24
R2
warna hijau
Gambar 7. Reaksi antara saponin triterpenoid dengan deteksi
anisaldehid-asam sulfat
Disimpulkan bahwa
triterpenoid dilihat dari hasil hRf dan warna bercak yang hampir mirip dengan
pembanding. Hal tersebut ditunjang juga dengan adanya literatur, yang
menyatakan bahwa glikosida saponin triterpenoid memiliki rentang hRf sekitar
50-89 (Stahl, 1973). Selain itu dari hasil penelitian sebelumnya tentang aglikon
saponin yang menyatakan bahwa hRf saponin triterpenoid golongan -amirin
sekitar 55 dengan warna hijau setelah dideteksi dengan anisaldehid-asam sulfat
(Yanuarsih, 2001). Bercak tersebut diyakini sebagai saponin triterpenoid dan
bukannya saponin steroid, karena dari literatur disebutkan bahwa saponin steroid
mempunyai hRf pada rentang 60-69, 83-87 yang dengan pereaksi asam
kebanyakan menghasilkan warna kuning (Tarigan,1980).
Warna bercak
Nama
bercak
B
(sampel)
Keterangan :
No
hRf
bercak
B1
18
B2
B3
B4
24
51
79
UV
254 nm
Merah
muda
kelabu
hijau
hijau
UV
365 nm
kelabu
orange
kelabu
kelabu
kelabu
Ungu keabu-abuan
Hijau tua
Hijau keunguan
Gambar 8. Hasil kromatogram KLTP sampel (ekstrak etanol herba krokot) dengan
menggunakan fase diam silica gel GF245 dan fase gerak etil asetat,
metanol, air (100:16,5:13,5 v/v), dengan deteksi pereaksi anisaldehid
0
asam sulfat dipanaskan pada suhu 110
C selama 5 10 menit.
Nama isolat
Isolat 1
6,8 mg
Isolat 2
3,2 mg
Dari hasil bobot kering yang diperoleh, dapat diprediksi bahwa dari 2,5 ml
(2500l) ekstrak etanol herba krokot mengandung 10 mg (6,8mg + 3,2mg)
glikosida saponin triterpenoid. Walaupun harga tersebut tidak mutlak sepenuhnya,
karena tidak bisa dipastikan. Isolat 1 dibuat konsentrasi 0,2 % sedangkan untuk
isolat 2 dibuat konsentrasi 0,1%. Konsentrasi isolat dibuat demikian dengan
pertimbangan agar jumlah kedua isolat tersebut cukup untuk digunakan analisis
lebih lanjut.
Selanjutnya dari hasil isolat 1 dan 2 masing-masing dianalisis untuk uji
kemurnian dengan menggunakan metode KLT multi eluen.
Warna bercak
Nama
Sinar tampak (deteksi
No
Fase gerak
hRf
isolat
Anisaldehid -Asam
254 nm
365 nm
sulfat)
Hijau
etil asetat,metanol,air
85
1
Ungu kemerahan
(100:16,5:13,5 v/v)
terang
Hijau
Kloroform,metanol
2
81
Ungu
Ungu muda kuning
ISOLAT
(95 : 5 v/v)
1
terang
Hijau
Kloroform,metanol,
3
83
Ungu
Ungu muda kuning
Ungu
etil asetat,metanol,air
83
Ungu kemerahan
kuning
(100:16,5:13,5 v/v)
muda
terang
Hijau
Kloroform,metanol
2
Ungu
82
Ungu kemerahan
kuning
ISOLAT
(95 : 5 v/v)
muda
terang
Hijau
Kloroform,metanol,
3
Ungu
81
Ungu kemerahan
kuning
muda
terang
Keterangan gambar :
1 = isolat 1 dengan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v)
2 = isolat 1 dengan fase gerak kloroform, metanol (95 : 5 v/v)
Keterangan gambar :
3 = isolat 1 dengan fase gerak kloroform, metanol, air (70: 30: 4 v/v)
Gambar11.
Keterangan gambar :
1 = isolat 2 dengan fase gerak etil asetat, metanol, air (100:16,5:13,5 v/v)
2 = isolat 2 dengan fase gerak kloroform, metanol (95 : 5 v/v)
Keterangan gambar :
3 = isolat 2 dengan fase gerak kloroform, metanol, air (70: 30: 4 v/v)
Dari hasil KLT multi eluen tersebut dapat dilihat bahwa, dari kedua isolat
tersebut sama-sama menghasilkan satu macam bercak pada kromatogramnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua isolat tersebut merupakan senyawa
murni hasil isolasi. Tetapi dari hasil kromatogram tersebut terdapat suatu
kejanggalan, yaitu dari kedua isolat tersebut setelah diuji kemurniannya ternyata
menghasilkan hRf dan warna bercak yang hampir mirip (setelah disemprot
menggunakan pereaksi anisaldehid-asam sulfat dan dipanaskan selama 5-10 menit
dan dilihat pada sinar tampak). Padahal dari hasil KLT pendahuluan dan hasil
KLT preparatif kedua isolat tersebut memiliki hRf dan warna bercak yang berbeda
satu sama lain, walaupun keduanya diprediksi sebagai glikosida saponin. Untuk
isolat 1 , hRf dari ketiga kromatogramnya adalah 85, 81, 83 dengan warna bercak
ungu, hal tersebut ternyata berbeda dengan hasil KLT pendahuluan dan KLTP
yang mempunyai hRf 51 dengan warna bercak hijau. Sedangkan untuk isolat 2 ,
hRf ketiga kromatogram KLT multi eluen 83, 82, 81 dengan warna bercak merah
keunguan., hasil tersebut hampir mirip jika dibandingkan dengan KLT
pendahuluan dan KLT preparatif, yaitu hRf 89 dengan warna bercak pada sinar
tampak hijau keunguan.
Hasil KLT multi eluen dari isolat 1 bisa berbeda dari KLT pendahuluan,
diprediksikan karena ketidakstabilan dari rantai samping yang terdapat dalam
struktur kimia saponin triterpenoid. Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa
struktur kimia saponin triterpenoid sangat rigid dan planar, sehingga dengan
kondisi apapun tidak mungkin berubah. Tetapi dalam struktur kimia saponin
terdapat rantai samping (R1 dan R2 ) yang berbeda-beda tergantung jenisnya.
dengan molekul senyawa yang dianalisis, dan kemurnian atau derajat untuk
analisisnya tinggi.
Hasil spektra isolat 1 menunjukkan puncak tunggal pada panjang
gelombang 224 nm. Untuk isolat 2 menunjukkan puncak tunggal pada panjang
gelombang 221 nm. Dilihat dari selisih panjang gelombang isolat 1 dan isolat 2
sebesar 3 nm (masih dalam batas toleransi), dan bentuk spektra kedua isolat yang
hampir mirip, maka dapat dikatakan bahwa isolat 1 dan isolat 2 merupakan dua
jenis senyawa yang sama. Sehingga disimpulkan kedua isolat tersebut merupakan
senyawa golongan saponin triterpenoid (gambar 13, 14).
Dari jurnal yang diperoleh, disebutkan bahwa absorbansi maksimum isolat
triterpenoid dalam tumbuhan krokot pada panjang gelombang 209,0 nm (Efendi,
1995). Hasil spektra panjang gelombang maksimum tersebut berbeda dengan hasil
spektra panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari penelitian ini (221 nm
dan 224 nm). Hal tersebut dikarenakan dalam jurnal tersebut hanya
mencantumkan hasil absorbansi maksimum isolat triterpenoid secara umum dan
bukannya saponin triterpenoid. Selain itu penelitian dalam jurnal tersebut
menggunakan pelarut yang berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini menggunakan pelarut etanol yang bersifat lebih polar,
sedangkan penelitian yang disebutkan dalam jurnal tersebut menggunakan pelarut
eter minyak tanah yang bersifat lebih nonpolar. Polaritas semakin tinggi maka
akan mempengaruhi bentuk, intensitas, dan letak serapan maksimum dari
spektrum peresapan suatu zat (Redja,1980). Spektrofotometri UV merupakan
metode yang spesifik dan sensitif, sehingga dengan adanya perbedaan pelarut,
kadar larutan, tebal larutan, kalibrasi alat, dan lain sebagainya akan dapat
menyebabkan
perbedaan
panjang
gelombang
maksimum
yang
didapat
(Redja,1980).
Isolat 1 dengan konsentrasi 0,02% menunjukkan puncak tunggal dengan
panjang gelombang maksimum (224 nm) dengan absorbansi sekitar 0,7.
Sedangkan untuk isolat 2 dengan konsentrasi 0,01% baru dapat menunjukkan
puncak tunggal gelombang maksimum (221 nm) dengan absorbansi sekitar 0,8.
Adanya perbedaan konsentrasi dan absorbansi yang diperoleh dikarenakan
perbedaan kandungan senyawa yang terkandung di dalam isolat. Selain itu
konsentrasi yang digunakan untuk pengukuran spektra berbeda, karena didasarkan
pada perolehan absorbansi yang lebih baik jika berada pada rentang 0,2 0,8
(Skoog,1998).
Untuk memastikan bahwa kedua spektra isolat tersebut memang benarbenar spektra isolat hasil isolasi yang dilakukan, dan bukannya spektra pelarut
yang digunakan maka dapat dilihat bentuk spektra etanol 70% sebagai berikut :
Bentuk spektra dan panjang gelombang maksimum dari isolat 1 dan 2, jika
dibandingkan dengan bentuk spektra dan panjang gelombang maksimum dari
etanol sangat berbeda, sehingga dapat dipastikan bahwa hasil spektra isolat 1 dan
2 merupakan spektra isolat murni hasil isolasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Herba krokot mengandung glikosida saponin golongan triterpenoid.
B. Saran
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji stabilitas dari isolat 1
senyawa tersebut dengan menggunakan metode KLT. Dengan cara
setelah isolasi, isolat diperiksa hasil kromatogramnya tiap hari dengan
metode KLT.
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA
2002,
Kromatografi,
26-36,
Lieberty
Yogyakarta,
Siti, Nunik, 1998, Penggunaan Buah Lerak Sapindus Rarak De Candole sebagai
Insektisida, Available from http://digilib.litbang.depkes.go.id , Di akses
pada 17 Desember 2006, 20:36:04 .
Skoog, D.A., Holler, F.J., Noeman, T.A., 1998, Principles of Instrumental
Analysis, Fifth Ed., 11-14, 314-316, 329-332, Harcout Brace College,
Philadelphia.
Stahl, E, 1973, Drug Analisis by Chromatography, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata dan Soediro L, 119-123, ITB-Press, Bandung.
Tarigan, Ponis, 1980, Sapogenin Steroid, 151, Penerbit Alumni, Bandung.
Van Steenis, C.G.G.J, 1992, Flora, cetakan ke-6, 34-37,48-56,182-183,
PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Wagner, H , Bladt, S, Zgainski, E.M, 1984, Plant Drug Analysis, 225-227,
translated by Th.A.Scott, Springer-Verlag, Berlin.
William,Dudley H, Fleming, Ian, 1980, Spectroskopic Methods in Organic
Chemistry, 24-25, McGrow-Hill book company, UK.
Yanuarsih, Sri Siswati, 2001, Isolasi dan Identifikasi Aglikon Saponin Herba
Lerak (Sapindus rarak D.C), Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.