DIARE
KELAS B
DISUSUN OLEH :
A. DEFINISI
1. Diare
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Diare bisa dikatakan
sebagai keadaan dimana frekuensi dan likuiditas buang air besar yang tidak normal, walaupun
keadaan frekuensi dan konsistensi BAB berbeda pada masing-masing individu. Diare sering
merupakan gejala dari suatu penyakit sistemik.
Diare juga dapat dikatakan sebagai kondisi peningkatan frekuensi dan penurunan
konsistensi tinja dibandingkan dengan individu yang normal. Frekuensi dan konsistensi dapat
sangat bervariasi tergantung individunya. Sebagai contoh, beberapa individu buang air besar tiga
kali per hari, sedangkan yang lain buang air besar hanya dua atau tiga kali per minggu. (Dipiro et
al, 2015).
Diet yang sering dilakukan oleh orang-orang barat biasanya menghasilkan tinja harian
dengan berat antara 100 dan 300 g, tergantung pada jumlah yang dikonsumsi. Pasien dengan
diare serius mungkin memiliki berat tinja harian lebih dari 300 gram. Selain itu, diet sayuran
yang kaya serat, seperti yang dikonsumsi di beberapa Budaya timur seperti di Afrika,
menghasilkan tinja berat lebih dari 300 g per hari. Diare dapat berhubungan dengan penyakit
tertentu dari usus atau penyakit di luar usus. Contohnya, disentri langsung mempengaruhi usus,
sedangkan diabetes mellitus menyebabkan episode diare neuropatik. Selanjutnya, diare dapat
dianggap sebagai penyakit akut atau kronis (Dipiro et al, 2015).
2. Konstipasi
Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan dimana seseorang mengalami
pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan
dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya. Konstipasi sendiri sebenarnya
bukanlah suatu penyakit, tetapi lebih tepat disebut gejala yang dapat menandai adanya suatu
penyakit atau masalah dalam tubuh (Dipiro et al., 2015).
Seseorang dikatakan mengalami konstipasi apabila frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam
seminggu disertai konsistensi feses yang keras, kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran
feses besar-besar maupun akibat terjadinya gangguan refleks defekasi), serta mengalami sensasi
rasa tidak puas pada saat buang air besar. Frekuensi defekasi yang kurang dari normal belum
tentu dapat dikatakan menderita konstipasi apabila ukuran ataupun konsistensi fesesnya masih
normal.
BAB untuk orang normal minimal 3 kali/minggu. Beberapa definisi konstipasi dalam studi
klinis meliputi (a) Periode BAB kurang dari 3 kali per minggu untuk perempuan dan 5 kali per
minggu untuk laki-laki atau periode lebih dari 3 hari tanpa buang air besar; (b) BAB yang
dipaksakan lebih dari 25% dari keseluruhan waktu dan atau 2 kali (c) ketegangan saat defekasi
dan BAB kurang dari sekali dalam satu hari. Definisi yang berbeda-beda menunjukkan kesulitan
dalam menggambarkan masalah ini. Komite internasional mendefinisikan dan
mengklasifikasikan konstipasi berdasarkan frekuensi tinja, konsistensi, dan kesulitan buang air
besar.
BAB II
ISI
A. EPIDEMIOLOGI
1. Diare
Epidemiologi diare bervariasi tergantung dari kemajuan suatu Negara atau wilayah. Di
Amerika Serikat, penyakit diare biasanya tidak dilaporkan ke Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) kecuali terkait dengan wabah atau organisme yang tidak biasa,
misalnya seperti penyakit AIDS yang memiliki keterkaitan dengan penyakit diare
berkepanjangan. Diare adalah masalah utama di pusat-pusat penitipan anak dan panti jompo,
mungkin karena kondisi anak usia dini dan penuaan ditambah lingkungan dan faktor risiko.
Organisme bakteri yang dikategorikan sebagai penyebab diare adalah Shigella, Salmonella,
Campylobacter, Staphylococcus, dan Escherichia coli. Makanan-makanan yang telah tercemar
mikroba harus menjadi perhatian, karena beberapa kasus keracunan makanan telah terjadi saat
ditelusuri ternyata berhubungan dengan kondisi sanitasi yang buruk di pabrik atau tempat
pembuatan makanan tersebut.
Insiden dan period prevalen diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5
persen dan 7,0 persen. Lima provinsi yang tertinggi diantaranya adalah Papua (6,3% dan 14,7%),
Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%),
dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%). Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur
balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare yaitu (10,2%). Karakteristik diare
balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%) dan tinggal di
daerah pedesaan (5,3%)
2. Konstipasi
Konstipasi adalah gangguan pencernaan umum yang dapat menyerang hingga 30% dari
populasi umum. Sekitar 85% dari pasien konstipasi yang membutuhkan perawatan medis sudah
menggunakan obat pencahar dan, setiap tahun. Prevalensi konstipasi meningkat pada usia di atas
65 tahun. Prevalensi konstipasi yang dilaporkan diselidiki dalam survei door-to-door pada 209
lansia, 30% pria dan 29% wanita dilaporkan mereka mengalami konstipasi setidaknya sekali
dalam sebulan. Kelemahan pada orang lanjut usia sangat berhubungan dengan imobilitas, asupan
makanan yang buruk, dan dehidrasi. Sebuah studi di Finlandia menunjukkan prevalensi
konstipasi dapat mecapai 57% pada perempuan dan 64% laki-laki dipopulasi umum sedangkan
prevalensi meningkat menjadi 79% dan 81% pada lansia di sebuah panti jompo (Roberto, 2016).
Faktor yang berkorelasi dengan konstipasi yang dilaporkan adalah usia, jenis kelamin, jumlah
dan jenis obat yang diminum, dan penyakit lain yang mungkin diderita dan dapat memicu
konstipasi.
B. PATOFISIOLOGI
1. Diare
Diare merupakan kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara absorbsi dan sekresi
air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh.
Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorbs natrium atau
peningkatan sekresi klorida.
Perubahan motilitas usus.
Peningkatan osmolaritas luminal.
Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.
Keempat mekanisme diatas terkait dengan empat kelompok diare klinis yaitu sekretori,
osmotik, eksudatif, dan perubahan transit usus. Diare sekretori terjadi ketika zat yang memicu
(misalnya obat pencahar, atau racun bakteri) meningkatkan sekresi atau menurun penyerapan
dari sejumlah besar air dan elektrolit.
Penyakit inflamasi pada saluran gastrointestinal juga dapat menyebabkan diare
eksudatif dengan mengeluarkan lendir, protein atau darah kedalam usus. Dengan diubah transit
usus, yaitu motilitas usus diubah dengan dikuranginya waktu kontak dalam usus kecil,
pengosongan dini usus besar atau pertumbuhan bakteri yang berlebihan.
(Dipiro et al, 2015)
Diare dapat disebabkan oleh beberapa senyawa termasuk antibiotic dan obat-obat lain seperti
laksativ, antasida yang mengandung magnesium,antineoplastik, dan senyawa-senyawa yang
mempengaruhi kerja jantung.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga
timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis
metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi.
(Marissa, 2015)
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:
a. Faktor infeksi
Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus
yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif
dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
b. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi
peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap
makanan yang kemudian menyebabkan diare.
d. Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.
Faktor
Hiperpeistalti
Kuman masuk Tekanan Toksin tidak
k
dan berkembang osmotik dapat
dalam usus meningkat diabsorbsi
Kemampuan
Toksin dalam Pergeseran air dan Hiperperistalti
dinding usus halus elektrolit ke absorbsi
k
rongga usus menurun
Diare
(Rosyidah, 2014)
Tipe Diare terbagi menjadi 2 yaitu Diare karena infeksi bakteri patogen dan Diare karena
faktor lain. Tipe diare karena infeksi terbagi menjadi 4 yaitu:
a) Bakteri
Bakteri patogen merupakan salah satu penyebab diare dengan prosentase 15
sampai 20% termasuk Salmonella spp., Campylobacter spp, dan Escherichia
coli. Bakteremia, sepsis, menyebar ke organ lain merupakan gejala sistemik yang
berhubungan dengan infeksi gastrointestinal kompleks, terutama oleh
Campylobacter, E. coli, Salmonella, Shigella, Aeromonas dan Yersinia.
Clostridium difficile juga termasuk salah satu bakteri patogen yang dapat
menyebabkan diare. Pencegahan dilakukan melalui langkah-langkah pengendalian
infeksi baik klinis dan epidemiologi. Banyak serotipe patogen dari E. coli dapat
menyebabkan kondisi diare yang berbeda. Beberapa E. coli telah berevolusi
sehingga kemampuan untuk menyebabkan penyakit pada manusia menjadi
semakin luas seperti infeksi saluran kemih, sepsis dan atau meningitis dan demam
tipus ataupun juga penyakit diare. Juga, Helicobacter pylori dan Vibrio cholerae
dapat menjadi masalah, karena mereka adalah patogen yang menjajah mukosa
lambung dan menyebabkan peradangan akut, merusak epitel lambung dengan
akibat serius sebagai gastritis ringan, gastritis atrofi kronis dan kanker lambung.
b) Fungi
Salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak terkait oleh
infeksi invasif jamur (IFI), yang disebabkan oleh Candida dan spesies Aspergillus.
Candida menginduksi diare dengan sekretori diare yang berkepanjangan disertai
sakit perut dan kram, tanpa darah, lendir, demam, mual dan muntah.
c) Protozoa dan parasit
Parasit cacing mempengaruhi orang dewasa dan anak-anak di seluruh dunia
disebabkan oleh lingkungan tempat tinggal, kebersihan pribadi yang rendah, air
minum yang tidak bersih, sanitasi yang buruk, tidak menggunakan toilet dan status
kekebalan anak.
d) Virus
Adenovirus, Human Bocavirus, Manusia astrovirus, Norovirus, Sapovirus dan
Rotavirus dikenal sebagai patogen penyebab umum dari gastroenteritis (50 sampai
70%) dan dibandingkan dengan enteritis bakteri, biasanya memiliki prognosis yang
lebih baik dengan angka kematian yang lebih rendah, tetapi menunjukkan
morbiditas yang tinggi. Produksi toksin, invasi sel dan jaringan intestinal, yang
mengakibatkan perubahan fungsi, biasanya merupakan mekanisme diare dari
infeksi virus.
a. Tanpa dehidrasi
Keadaan Umum baik, sadar
Mata tidak cekung
Minum biasa, tidak haus
Cubitan kulit perut / turgor kembali segera
b. Dehidrasi Ringan/Sedang
Gelisah, rewel
Mata cekung
Ingin minum terus, ada rasa haus
Cubitan kulit perut / turgor kembali lambat
c. Dehidrasi Berat
Lesu, lunglai / tidak sadar
Mata cekung
Malas minum
Cubitan kulit perut / turgor kembali sangat lambat
2. Konstipasi
Konstipasi dapat bersifat primer (terjadi tanpa penyebab yang mendasari) atau sekunder
(hasil obat yang menyebabkan sembelit, faktor gaya hidup, atau gangguan medis). Konstipasi
bukanlah sebuah penyakit, melainkan gejala yang mendasari suatu penyakit.
Konstipasi umumnya hasil dari diet rendah serat, asupan cairan yang tidak memadai, penurunan
aktivitas fisik, atau dari penggunaan obat-obatan seperti opiat. Konstipasi terkadang juga dapat
disebabkan oleh faktor psikogenik.
Penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan konstipasi diantaranya :
Gangguan Gastrointestinal (GI) : Irritable bowel syndrome (IBS), divertikulitis, penyakit
saluran pencernaan atas dan bawah, wasir, anal fissures, ulcerative proctitis, tumor,
hernia, volvulus usus, sifilis, tuberkulosis, limfogranuloma venereum, dan penyakit
Hirschsprung.
Gangguan metabolik endokrin : Diabetes mellitus dengan neuropati, hipotiroidisme,
panhypopituitarism, pheochromocytoma, hiperkalsemia, dan kelebihan enterik glukagon
Kehamilan
Gangguan jantung (misalnya, gagal jantung)
Sembelit Neurogenik : Trauma Kepala, tumor CNS, cedera tulang belakang, kerusakan
cerebrospinal, dan penyakit Parkinson
Penyebab psikogenik
C. MANISFESTASI KLINIK
1. Diare
Penyakit diare dapat dikategorikan menjadi akut dan kronik. Pada umunya diare yang
dikategorikan sebagai diare akut memiliki episode selama 72 jam dan pada penderita diare akut
umumnya mengeluhkan serangan pertama yang tidak terduga yang di tandai dengan konsistensi
BAB yang encer, terasa kembung, rasa tidak nyaman dan nyeri perut. Sedangkan diare kronis
melibatkan serangan yang lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang (Dipiro et al,
2015)
Pada pemeriksaan pasien diare dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik abdomen yang
dapat mendeteksi hiperperistaltik dengan borborygini, pemeriksaan pada rectal dapat mendeteksi
massa atau kemungkinan fecal impaction yang menjadi penyebab diare pada pasien usia lanjut.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan pada turgor kulit dan tingkat keberadaan saliva oral yang
berguna untuk memperkirakan status cairan tubuh.
Anak yang mengalami konstipasi biasanya mengalami anoreksia dan kurangnya kenaikan
berat badan, yang akan membaik jika konstipasinya diobati. Berbagai posisi tubuh,
menyilangkan kedua kaki, menarik kaki kanan dan kiri secara bergantian ke depan dan belakang
(seperti berdansa) merupakan manuver menahan feses dan kadang kala perilaku tersebut
menyerupai kejang.
Inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih seringkali berkaitan dengan konstipasi pada
anak. Jika feses berada lama di rektum, lebih banyak bakteri berkolonisasi di perineum sehingga
akan meningkatkan risiko infeksi saluaran kemih.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi abdomen dengan bising usus normal,
meningkat atau berkurang. Massa abdomen teraba pada palpasi abdomen kiri dan kanan bawah
dan daerah suprapubis. Pada kasus berat, massa tinja kadang dapat teraba di daerah epigastrium.
Fisura ani serta ampula rekti yang besar dan lebar merupakan tanda penting pada konstipasi.
D. TATALAKSANA TERAPI
1. Diare
a. Tujuan terapi
Tujuan terapi pada pengobatan diare adalah untuk mengatur diet; mencegah pengeluaran air
berlebihan, elektrolit dan gangguan asam basa; menyembuhkan gejala; mengatasi penyebab
diare; dan mengatur gangguan sekunder penyebab diare.
b. Pendekatan Umum
Pengaturan diet merupakan perioritas untama untuk pengobatan diare.klinisi
merekomendasikan untuk menghentikan makanan padat selama 24 jam dan menghindari produk-
produk yang mengandung susu.
Apabila terjadi mual dan muntah tingkat sedang, diberikan diet residu rendah yang mudah
ducerna selama 24 jam.
Jika terjadi muntah dan tidak dapat dikontrol dengan pemberian antiemetik, tidak ada yang
diberikan melalui mulut. Pemberian diet makanan lunak dimulai seiring adanya penurunan
gerakan usus. Pemberian makanan sebaiknya diteruskan pada anak-aanak dengan diare akibat
bakteri akut.
Rehidrasi dan perbaikan air dan elektrolit adalah perawatan primer sampai diare berakhir.
Apabila muntah dan dehidrasi tidak parah, pemberian makanan enteral merupakan metode yang
terpilih.
c. Terapi Farmakologi
1) Penggantian Cairan dan Elektrolit
Dehidrasi adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan
elektrolit. Dehidrasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kekurangan cairan dan
kelebihan asupan zat terlarut (misalnya protein dan klorida atau natrium). Kelebihan asupan
zat terlarut dapat menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta
pengeluaran keringat yang banyak dan dalam waktu yang lama (Saputra, 2013). Pasien
mengalami dehidrasi dikarenakan usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar air
dan zat-zat yang terlarut di dalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya tubuh
kekurangan cairan (Mardayani, 2014). Cairan dan elektrolit merupakan komponen tubuh
yang berperan dalam memelihara fungsi tubuh dan homeostatis (Tarwoto, 2015). Elektrolit
ada di seluruh cairan tubuh (Saputra, 2013),elektrolit merupakan komponen yang berada baik
dalam cairan intrasel maupun ekstrasel. Ketidakseimbangan satu atau lebih komponen
elektrolit akan terjadi mekanisme pertahanan homeostatis (Tarwoto, 2015).
Derajat keparahannya dehidrasi dibagi menjadi tiga, yaitu: dehidrasi ringan tubuh
kehilangan cairan sebesar 5% dari berat badan, dehidrasi sedang tubuh kehilangan cairan
sebesar 5-10% dari berat badan. Serum natrium dalam tubuh mencapai 152-158 mEq/L.
Dehidrasi berat tubuh kehilangan cairan sebesar lebih dari 10 % dari berat badan (Saputra,
2013).
Oralit adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl), Kalium Klorida
(KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat (Mardayani, 2014), digunakan untuk
meningkatkan keseimbangan elektrolit dan pencegahan komplikasi akibat kadar cairan yang
tidak normal.Oralit sendiri diberikan untuk menganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang
hilang karena diare (Mardayani, 2014). Natrium digunakan untuk keseimbangan air, hantaran
impuls saraf, dan kontraksi otot. Gangguan elektrolit natrium jika <135 mmol/L dinamakan
Hiponatremia. Kalium berfungsi untuk kontraksi otot. Gangguan elektrolit kalium jika <3,5
mmol/L dinamakan Hipokalemia. Dua gangguan elektrolit tersebut disebabkan karena diare
(Tarwoto, 2015). Pada pasien ini yang terjadi adalah Natrium 131 mmol/L rendah (135-148),
Kalium 3,2 mmol/L rendah (3,5-5,3). Cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram
Natrium klorida; 2,5 gram Natrium bikarbonat; 1,5 gram Kalium klorida; dan 20 gram
glukosa per Liter air dan biasanya telah tersedia dalam kemasan.
Cara pembuatan larutan oralit manual:
- sendok teh garam
- sendok teh baking soda
- 2-4 sendok makan gula
- Air hingga 1 Liter
Regimen (aturan) upaya rehidrasi oral
(Grouzard et al.,2016:346)
2) Suplementasi Zink
Pemberian Zinc yang berfungsi untuk proses pertumbuhan dan diferensiasi sel, sintesis
DNA serta menjaga stabilitas dinding sel. Beberapa penelitian di Bangladesh, India, Brazil
dan Indonesia melaporkan pemberian suplementasi zinc menurunkan prevalensi diare serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita diare (Mardayani, 2014). Mekanismenya
adalah memperbaiki atau meningkatkan absorbsi air dan elektrolit dengan cara mengurangi
kadar air dalam lumen usus yang menghasilkan perbaikan pada konsistensi feses. Perbaikan
konsistensi feses akan dapat mengurangi frekuensi BAB yang timbul sehingga hal tersebut
dapat mempersingkat lama diare (Lolopayung, 2014).
Memurut MTBS, pemberian tablet Zinc selama 10 hari. Cara pemberian tablet zinc
adalah, larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan larut 30
detik), segera berikan kepada pasien. Apabila pasien muntah sekitar setengah jam setelah
pemberian tablet zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan obat lebih kecil
dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh. Tablet zinc diberikan setiap hari selama 10
hari penuh, meskipun diare sudah berhenti. Bila anak dehidrasi berat dan memerlukan cairan
infus, tetapi berikan tablet zinc segera setelah pasien bisa minum atau makan.
Dosis
Anak usia < 6 bulan : 10mg sekali sehari (1/2 tablet sekali sehari) selama 10 hari
Anak usia 6 bulan-5 tahun : 20mg sekali sehari (1 tablet sekali sehari) selama 10 hari.
(Grouzard et al.,2016:90)
3) Probiotik
Probiotik adalah istilah yang digunakan pada mikroorganisme hidup yang dapat
memberikan efek baik atau kesehatan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora
normal. Probiotik bekerja dengan menstimulasi sistem imun dan berkompetisi untuk
berikatan dengan dinding sel epitel intestinal. Penggunaanya pada anak-anak dengan diare
akut akan mengurangi keparahan serta durasi penyakit diare (American Academy of Family
Physicians, 2015). Sediaan lactobacillus digunakan dalam terapi diare, dikarenakan sediaan
ini dapat mengganti mikroflora usus sehingga membantu mengembalikan fungsi normal usus
dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen.
B. Adsorben
Adsorben digunakan untuk mengatasi gejala diare. Namun kerja dari adsorben
tidak spesifik, sehingga dapat menyerap nutrisi, toksin (racun) maupun obat. Pemberian
adsorben bersama dengan obat lain dapat menurunkan bioavailabilitas tersebut.
a) Campuran Kaolin-Pectin
Dosis yang tersedia : 5,7 gram kaolin + 130,2 mg pectin per 30 ml.
Dosis dewasa : 30-120 tiap setelah BAB.
b) Polycarbophil
Dosis yang tersedia : 500 mg/tab.
Dosis dewasa : 2 tab kunyah (4 X sehari) tiap setelah BAB, tidak >12 tab/hari.
c) Attapulgit
Attapulgit berbentuk seperti serbuk tanah lempung dan terdiri dari magnesium-
aluminiumsilikat. Digunakan sebagai adsorben kuman dan toksin yang menyebabkan
diare, selain itu digunakan pula untuk mengatasi kekurangan cairan tubuh, megurangi
frekuensi diare, dan memperbaiki konsistensi feses.
Dosis yang tersedia : 750 mg/15 ml, 300 mg/7,5 ml, 750 mg/tab, 600 mg/tab, 300
mg/tab.
Dosis dewasa : 1200-1500 mg tiap setelah BAB atau tiap 2 jam,
maksimal 900 mg/hari.
C. Antisekretori
a) Bismut subsalisilat
Bisa digunakan untuk pengobatan dan pencegahan diare karena mempunyai efek
sebagai antisecretory, antiinflamasi dan antibakteri.
Dosis yang tersedia : 1050 mg/30 ml, 262 mg/15ml, 524 mg/15 ml, 262 mg/tab.
Dosis dewasa : 2 tab atau 30 ml tiap 30 menit 1 jam sesuai kebutuhan,
dapat ditingkatkan 8 dosis/hari.
b) Enzym (lactase)
Dosis yang tersedia : 1250 unit lactase/tetes, 3300 unit FCC lactase/tab.
Dosis dewasa : 3-4 tetes diberikan bersama susu, 1 atau 2 tab.
D. Oktreotid
Oktreotid merupakan suatu analog somatostatin endogen sintetis yang digunakan untuk
mengatasi gejala karsinoid tumor dan vasoaktif peptida yang disekresikan tumor. Dalam
kerjanya, oktreotid menghambat pelepasan serotonin dan peptida aktif lain serta efektif
untuk mengontrol diare.
Dosis yang tersedia : 0.05 mg/ml; 0,1 mg/ml; 0,5 mg/ml.
Dosis dewasa : awal 50 g sc (1-2 X sehari) dan ditingkatkan sedikit
demi sedikit sampai 600 g/hari, terbagi dalam 2-6 dosis.
E. Antimikroba pada diare spesifik berdasarkan etiologi
Diare
Riwayat dan
pemeriksaan fisik
Skema
Kemungkinnan penyebab :
1. Infeksi intestinal
2. IBW (inflammatory bowel disiease)
3. Malabsorbsi
4. Secretory hormonal tumor
5. Obat, factitious
6. Gangguan motilitas
1. Kultur
Feses / parasit / SDP / SDM / Lemak
2. Sigmoidoscopi
3. Biopsy intestinal
1. Rehidrasi
2. Hentikan pengobatan
yang menyebabkan
diare
3. Diet
4. Loperamid / absorben
a. Tanpa dehidrasi
1. BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit atau
cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb)
Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit
demi sedikit.
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
2. BERI OBAT ZINC
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan
cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2
minggu
4. ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI. MISAL:
DISENTERI, KOLERA dll
5. NASIHATI IBU/ PENGASUH
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :
Berak cair lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari
b. Dehidrasi Ringan/Sedang
Jumlah pemberian oralit dalam 3 jam pertama :
ORALIT yang diberikan = 75 ml x BERAT BADAN anak
Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:
Umur Sampai 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400
e. Terapi Farmakologi
Jika pengobatan pencahar diperlukan selama lebih dari 1 minggu, orang tersebut
harus disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan apakah ada
penyebab yang mendasari konstipasi yang membutuhkan pengobatan dengan agen
lain selain obat pencahar.
Untuk beberapa pasien yang terbaring di tempat tidur atau geriatri, atau orang lain
dengan sembelit kronis, obat pencahar bulk forming tetap menjadi pilihan pertama
pengobatan, tetapi penggunaan pencahar yang lebih kuat mungkin diperlukan relatif
sering. Agen yang dapat digunakan dalam situasi ini termasuk sorbitol, laktulosa,
solusi PEG dosis rendah, dan susu magnesium.
Pada pasien yang dirawat di rumah sakit tanpa penyakit GI, konstipasi mungkin
berhubungan dengan penggunaan anestesi umum dan / atau zat opiat. Kebanyakan
pencahar oral atau rektal dapat digunakan. Untuk mempercepat buang air besar,
cairan enema atau supositoria gliserin dianjurkan, atau susu magnesium.
Pendekatan untuk pengobatan konstipasi pada bayi dan anak-anak harus
mempertimbangkan neurologis, metabolik, atau kelainan anatomi ketika sembelit
terus-menerus. Ketika tidak berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya,
pendekatan untuk sembelit adalah sama dengan orang dewasa. Diet tinggi serat harus
ditekankan.
A. DIARE
ANALISA S.O.A.P
a. Subject
Nama : An.M
Umur : 4 tahun
Berat Badan : 12 Kg
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kelurahan Panasakan
Tanggal/jam MRS : 20-07-2012/23.00 wita
Tanggal/jam pengkajian : 21-07-2012/10.00 wita
No. Register : 070061
Diagnosa Medis : DIARE
Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : BAB encer lebih dari 7 kali sehari
2. Riwayat keluhan utama :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan buang air besar encer lebih dari 7 kali di
rumah dan muntah 1 kali, sejak 3 hari sebelum pasien di bawa ke RS, orang tua pasien
mengatakan awalnya keluhan pasien di rasakan karena pasien terlalu banyak makan
mangga. Dan orang tua pasien hanya memberikan obat-obatan yaitu enterostop yang
dibeli di apotik, namun tidak ada perubahan. karena khawatir akan kondisi anaknya orang
tua pasien memutuskan untuk membawa pasien ke RSU Mokopido tolitoli pada tanggal
20-07-2012, jam 23.00 WITA
b. Object
Cefotaxim 2 x 1 gr/IV
Ketorolac 2 x 1 amp/IV
Ketorolac 2 x 1 amp/IV
IVFD RL RL 28 tetes per menit
23/07/2012 Cefotaxim 2 x 1 gr/IV
IVFD RL 28 tetes per menit
24/07/2012 - -
-TTV:
untuk Analgesik masih tetap
memberikan diberikan karena pasien
HR :80x/menit banyak minum masih serasa nyeri.
3. Tidak
SB : 37c
memberikan
minuman dingin
RR : 16x/menit
kepada klien
4. Diberikan injeksi
cefotaxim 1
- Skala nyeri 5
gr/IV
5. Kolaborasi
pemberian obat
analgetik
(ketorolac)
- Skala nyeri 3
-TTV:
HR : 78x/menit
SB : 37c
RR : 20x/menit
- Sudah tidak
merasakan nyeri
c. Assesment
Penggunaan antibiotic cefotaxime sudah tepat karena cefotaxime merupakan antibiotic
pilihan pertama yang digunakan untuk diare yang disebabkan karena bakteri (E. coli).
Penggunaan infus Ringer Lactat sudah tepat karena infus Ringer Lactat ini digunakan
untuk memperbaiki keseimbangan cairan di tubuh pasien karena pasien mengalami
dehidrasi yang berat. Terbukti dari keadaan pasien yang sudah lemas dan mata yang
terlihat cekung.
Penggunaan injeksi ketorolac dinilai kurang tepat karena menurut skala yang dirasakan
oleh pasien, nyeri masih tergolong nyeri ringan-sedang, sehingga lebih tepat diberikan
obat paracetamol yang merupakan obat pilihan pertama untuk nyeri ringan-sedang.
d. Plan
1. Terapi Farmakologi
Terapi sebaiknya ditambahkan dengan penggunaan Zinc dengan dosis 20 mg (1 tablet)
/hari hingga 10 hari yang bertujuan untuk mengobati dan mencegah diare akut, selain
itu Zinc juga dapat menurunkan resiko dehidrasi dan bisa mengurangi resiko diare
20%-40% serta mencegah kekambuhan hingga 3 bulan berikutnya. Menurut Negi et al
(2014) terapi zink sangat efektif diberikan pada pasien yang berusia kurang dari 5
tahun, sedangkan di atas 5 tahun menjadi tidak efektif sehingga hal ini sesuai dengan
pasien pada kasus di atas.
Penggunaan ketorolac sebagai analgesic sebaiknya diganti dengan Paracetamol yang
merupakan obat pilihan pertama untuk jenis nyeri ringan-sedang.
Terapi ditambahkan dengan penggunaan probiotik dengan dosis 2x sehari 1 sachet
karena probiotik ini berisi bakteri yang berfungsi untuk memperbaiki kembali sistem
pencernaan sehingga bisa membantu menururunkan durasi diare akut serta mengurasi
resiko dari diare akut. Menurut Caramia, et al (2015) terapi kombinasi probiotik dan
zink dapat menurunkan durasi diare secara lebih efektif dan signifikan serta manfaat
lainnya secara efektif pada anak.
B. KONSTIPASI
Nn. Ermi datang ke apotek dan mengeluh bahwa Ia sudah 1 bulan mengalami kesulitan
buang air besar, kadang terlalu jarang, terlalu sedikit atau bentuknya terlalu keras. Ia
mengaku bahwa dalam seminggu BAB cuma 3x. Ia berujar bahwa jarang makan sayur dan
sering menahan BAB. Ia meminta apoteker untuk memberikan obat yang dapat ia minum
agar BAB nya lancar.
Analisa S.O.A.P
1. Subject
a. Pasien : perempuan
b. Nama : Nn.Ermi
c. Umur : 20 tahun
d. Keluhan utama : 1 bulan kesulitan BAB, kadang terlalu jarang, terlalu sedikit atau
bentuknya terlalu keras
2. Object
Hasil pemeriksaan fisik :
Suhu tubuh : 37 C
Denyut nadi : 90/menit
Respirasi : 20x/menit
3. Assessment
Pemberian Bisakodil oleh apoteker sudah tepat, namun sebaiknya penggunaan Bisakodil
juga didampingi dengan terapi non farmakologis untuk mengontrol agar BAB pasien
menjadi lancar tanpa harus mengulangi konsumsi Bisakodil.
4. Plan
a. Terapi farmakologi
Dulcolax tab : mengandung Bisakodil 5 mg/tab
Dosis : Dewasa : Sehari 1 x 2 tab, bila perlu 4 tablet.
Perhatian : Obat ini jangan diminum lebih dari 3-4 hari kemudian menunggu sampai 1
minggu untuk melihat apakah BAB nya sudah kembali normal. Bial tidak maka
dianjurkan ke dokter agar mengetahui mungkin terdapat gangguan yang lebih serius.
b. Terapi non farmakologi
makan cukup serat bergizi
mengkonsumsi buah-buah dan sayur mayur
melakukan aktifitas fisik setiap hari
minum air sekurang-kurangnya 6-8 gelas air putih
DAFTAR PUSTAKA