Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH SWAMEDIKASI

DIARE

KELAS B

DISUSUN OLEH :

1. NALA GHASANI (1061711078)


2. NANA JANNATIN (1061711079)
3. NAOMI KRISTI (1061711080)
4. NELLY ISTINA SARI (1061711081)
5. NERISSA ARVIANA S. (1041311082)
6. NICOLAS YOAKIM C. W. (1061711083)
7. NUFADIKA AIDA HUSNA (1061711084)
8. NUR ROCHMAH (1061711085)
9. NURKIE ISNAINI Y. (1061711086)
10. NURUL FITRI RIZKILLA (1061711087)

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI


YAYASAN PHARMASI SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI
1. Diare
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam
sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Diare bisa dikatakan
sebagai keadaan dimana frekuensi dan likuiditas buang air besar yang tidak normal, walaupun
keadaan frekuensi dan konsistensi BAB berbeda pada masing-masing individu. Diare sering
merupakan gejala dari suatu penyakit sistemik.

Diare juga dapat dikatakan sebagai kondisi peningkatan frekuensi dan penurunan
konsistensi tinja dibandingkan dengan individu yang normal. Frekuensi dan konsistensi dapat
sangat bervariasi tergantung individunya. Sebagai contoh, beberapa individu buang air besar tiga
kali per hari, sedangkan yang lain buang air besar hanya dua atau tiga kali per minggu. (Dipiro et
al, 2015).

Diet yang sering dilakukan oleh orang-orang barat biasanya menghasilkan tinja harian
dengan berat antara 100 dan 300 g, tergantung pada jumlah yang dikonsumsi. Pasien dengan
diare serius mungkin memiliki berat tinja harian lebih dari 300 gram. Selain itu, diet sayuran
yang kaya serat, seperti yang dikonsumsi di beberapa Budaya timur seperti di Afrika,
menghasilkan tinja berat lebih dari 300 g per hari. Diare dapat berhubungan dengan penyakit
tertentu dari usus atau penyakit di luar usus. Contohnya, disentri langsung mempengaruhi usus,
sedangkan diabetes mellitus menyebabkan episode diare neuropatik. Selanjutnya, diare dapat
dianggap sebagai penyakit akut atau kronis (Dipiro et al, 2015).
2. Konstipasi
Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan dimana seseorang mengalami
pengerasan feses atau tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang atau dikeluarkan dan
dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada penderitanya. Konstipasi sendiri sebenarnya
bukanlah suatu penyakit, tetapi lebih tepat disebut gejala yang dapat menandai adanya suatu
penyakit atau masalah dalam tubuh (Dipiro et al., 2015).
Seseorang dikatakan mengalami konstipasi apabila frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam
seminggu disertai konsistensi feses yang keras, kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran
feses besar-besar maupun akibat terjadinya gangguan refleks defekasi), serta mengalami sensasi
rasa tidak puas pada saat buang air besar. Frekuensi defekasi yang kurang dari normal belum
tentu dapat dikatakan menderita konstipasi apabila ukuran ataupun konsistensi fesesnya masih
normal.
BAB untuk orang normal minimal 3 kali/minggu. Beberapa definisi konstipasi dalam studi
klinis meliputi (a) Periode BAB kurang dari 3 kali per minggu untuk perempuan dan 5 kali per
minggu untuk laki-laki atau periode lebih dari 3 hari tanpa buang air besar; (b) BAB yang
dipaksakan lebih dari 25% dari keseluruhan waktu dan atau 2 kali (c) ketegangan saat defekasi
dan BAB kurang dari sekali dalam satu hari. Definisi yang berbeda-beda menunjukkan kesulitan
dalam menggambarkan masalah ini. Komite internasional mendefinisikan dan
mengklasifikasikan konstipasi berdasarkan frekuensi tinja, konsistensi, dan kesulitan buang air
besar.
BAB II
ISI

A. EPIDEMIOLOGI
1. Diare

Epidemiologi diare bervariasi tergantung dari kemajuan suatu Negara atau wilayah. Di
Amerika Serikat, penyakit diare biasanya tidak dilaporkan ke Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) kecuali terkait dengan wabah atau organisme yang tidak biasa,
misalnya seperti penyakit AIDS yang memiliki keterkaitan dengan penyakit diare
berkepanjangan. Diare adalah masalah utama di pusat-pusat penitipan anak dan panti jompo,
mungkin karena kondisi anak usia dini dan penuaan ditambah lingkungan dan faktor risiko.

Organisme bakteri yang dikategorikan sebagai penyebab diare adalah Shigella, Salmonella,
Campylobacter, Staphylococcus, dan Escherichia coli. Makanan-makanan yang telah tercemar
mikroba harus menjadi perhatian, karena beberapa kasus keracunan makanan telah terjadi saat
ditelusuri ternyata berhubungan dengan kondisi sanitasi yang buruk di pabrik atau tempat
pembuatan makanan tersebut.

Insiden dan period prevalen diare untuk seluruh kelompok umur di Indonesia adalah 3,5
persen dan 7,0 persen. Lima provinsi yang tertinggi diantaranya adalah Papua (6,3% dan 14,7%),
Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%),
dan Sulawesi Tengah (4,4% dan 8,8%). Berdasarkan karakteristik penduduk, kelompok umur
balita adalah kelompok yang paling tinggi menderita diare yaitu (10,2%). Karakteristik diare
balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12-23 bulan (7,6%), laki-laki (5,5%) dan tinggal di
daerah pedesaan (5,3%)

(KemenKes RI, 2013).

2. Konstipasi

Konstipasi adalah gangguan pencernaan umum yang dapat menyerang hingga 30% dari
populasi umum. Sekitar 85% dari pasien konstipasi yang membutuhkan perawatan medis sudah
menggunakan obat pencahar dan, setiap tahun. Prevalensi konstipasi meningkat pada usia di atas
65 tahun. Prevalensi konstipasi yang dilaporkan diselidiki dalam survei door-to-door pada 209
lansia, 30% pria dan 29% wanita dilaporkan mereka mengalami konstipasi setidaknya sekali
dalam sebulan. Kelemahan pada orang lanjut usia sangat berhubungan dengan imobilitas, asupan
makanan yang buruk, dan dehidrasi. Sebuah studi di Finlandia menunjukkan prevalensi
konstipasi dapat mecapai 57% pada perempuan dan 64% laki-laki dipopulasi umum sedangkan
prevalensi meningkat menjadi 79% dan 81% pada lansia di sebuah panti jompo (Roberto, 2016).
Faktor yang berkorelasi dengan konstipasi yang dilaporkan adalah usia, jenis kelamin, jumlah
dan jenis obat yang diminum, dan penyakit lain yang mungkin diderita dan dapat memicu
konstipasi.

B. PATOFISIOLOGI
1. Diare
Diare merupakan kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara absorbsi dan sekresi
air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh.

Adapun beberapa mekanisme patofisiologis yang mengganggu keseimbangan air dan


elektrolit tersebut, yang selanjutnya akan menyebabkan diare. Mekanisme tersebut antara lain :

Perubahan transport ion aktif yang disebabkan oleh penurunan absorbs natrium atau
peningkatan sekresi klorida.
Perubahan motilitas usus.
Peningkatan osmolaritas luminal.
Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.

Keempat mekanisme diatas terkait dengan empat kelompok diare klinis yaitu sekretori,
osmotik, eksudatif, dan perubahan transit usus. Diare sekretori terjadi ketika zat yang memicu
(misalnya obat pencahar, atau racun bakteri) meningkatkan sekresi atau menurun penyerapan
dari sejumlah besar air dan elektrolit.
Penyakit inflamasi pada saluran gastrointestinal juga dapat menyebabkan diare
eksudatif dengan mengeluarkan lendir, protein atau darah kedalam usus. Dengan diubah transit
usus, yaitu motilitas usus diubah dengan dikuranginya waktu kontak dalam usus kecil,
pengosongan dini usus besar atau pertumbuhan bakteri yang berlebihan.
(Dipiro et al, 2015)

Diare dapat disebabkan oleh beberapa senyawa termasuk antibiotic dan obat-obat lain seperti
laksativ, antasida yang mengandung magnesium,antineoplastik, dan senyawa-senyawa yang
mempengaruhi kerja jantung.

Tabel obat-obat yang menyebabkan diare

(Dipiro et al, 2015)

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga
timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis
metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi.
(Marissa, 2015)

Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya:
a. Faktor infeksi
Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk dalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus
yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit.
Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transport aktif
dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
b. Faktor malabsorbsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat
meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor makanan
Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi
peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap
makanan yang kemudian menyebabkan diare.
d. Faktor psikologis
Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang akhirnya
mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.
Faktor

Malabsorbsi Makanan Psikologis


Infeksi

Hiperpeistalti
Kuman masuk Tekanan Toksin tidak
k
dan berkembang osmotik dapat
dalam usus meningkat diabsorbsi

Kemampuan
Toksin dalam Pergeseran air dan Hiperperistalti
dinding usus halus elektrolit ke absorbsi
k
rongga usus menurun

Hipersekresi air Isi rongga Kemampuan


elektrolit (isi usus absorbsi
rongga) usus
meningkat menurun
meningkat

Diare

(Rosyidah, 2014)

Tipe Diare terbagi menjadi 2 yaitu Diare karena infeksi bakteri patogen dan Diare karena
faktor lain. Tipe diare karena infeksi terbagi menjadi 4 yaitu:
a) Bakteri
Bakteri patogen merupakan salah satu penyebab diare dengan prosentase 15
sampai 20% termasuk Salmonella spp., Campylobacter spp, dan Escherichia
coli. Bakteremia, sepsis, menyebar ke organ lain merupakan gejala sistemik yang
berhubungan dengan infeksi gastrointestinal kompleks, terutama oleh
Campylobacter, E. coli, Salmonella, Shigella, Aeromonas dan Yersinia.
Clostridium difficile juga termasuk salah satu bakteri patogen yang dapat
menyebabkan diare. Pencegahan dilakukan melalui langkah-langkah pengendalian
infeksi baik klinis dan epidemiologi. Banyak serotipe patogen dari E. coli dapat
menyebabkan kondisi diare yang berbeda. Beberapa E. coli telah berevolusi
sehingga kemampuan untuk menyebabkan penyakit pada manusia menjadi
semakin luas seperti infeksi saluran kemih, sepsis dan atau meningitis dan demam
tipus ataupun juga penyakit diare. Juga, Helicobacter pylori dan Vibrio cholerae
dapat menjadi masalah, karena mereka adalah patogen yang menjajah mukosa
lambung dan menyebabkan peradangan akut, merusak epitel lambung dengan
akibat serius sebagai gastritis ringan, gastritis atrofi kronis dan kanker lambung.
b) Fungi
Salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak terkait oleh
infeksi invasif jamur (IFI), yang disebabkan oleh Candida dan spesies Aspergillus.
Candida menginduksi diare dengan sekretori diare yang berkepanjangan disertai
sakit perut dan kram, tanpa darah, lendir, demam, mual dan muntah.
c) Protozoa dan parasit
Parasit cacing mempengaruhi orang dewasa dan anak-anak di seluruh dunia
disebabkan oleh lingkungan tempat tinggal, kebersihan pribadi yang rendah, air
minum yang tidak bersih, sanitasi yang buruk, tidak menggunakan toilet dan status
kekebalan anak.
d) Virus
Adenovirus, Human Bocavirus, Manusia astrovirus, Norovirus, Sapovirus dan
Rotavirus dikenal sebagai patogen penyebab umum dari gastroenteritis (50 sampai
70%) dan dibandingkan dengan enteritis bakteri, biasanya memiliki prognosis yang
lebih baik dengan angka kematian yang lebih rendah, tetapi menunjukkan
morbiditas yang tinggi. Produksi toksin, invasi sel dan jaringan intestinal, yang
mengakibatkan perubahan fungsi, biasanya merupakan mekanisme diare dari
infeksi virus.

Jenis-jenis diare berdasarkan tingkat dehidrasi :

a. Tanpa dehidrasi
Keadaan Umum baik, sadar
Mata tidak cekung
Minum biasa, tidak haus
Cubitan kulit perut / turgor kembali segera
b. Dehidrasi Ringan/Sedang
Gelisah, rewel
Mata cekung
Ingin minum terus, ada rasa haus
Cubitan kulit perut / turgor kembali lambat
c. Dehidrasi Berat
Lesu, lunglai / tidak sadar
Mata cekung
Malas minum
Cubitan kulit perut / turgor kembali sangat lambat

2. Konstipasi

Konstipasi dapat bersifat primer (terjadi tanpa penyebab yang mendasari) atau sekunder
(hasil obat yang menyebabkan sembelit, faktor gaya hidup, atau gangguan medis). Konstipasi
bukanlah sebuah penyakit, melainkan gejala yang mendasari suatu penyakit.
Konstipasi umumnya hasil dari diet rendah serat, asupan cairan yang tidak memadai, penurunan
aktivitas fisik, atau dari penggunaan obat-obatan seperti opiat. Konstipasi terkadang juga dapat
disebabkan oleh faktor psikogenik.
Penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan konstipasi diantaranya :
Gangguan Gastrointestinal (GI) : Irritable bowel syndrome (IBS), divertikulitis, penyakit
saluran pencernaan atas dan bawah, wasir, anal fissures, ulcerative proctitis, tumor,
hernia, volvulus usus, sifilis, tuberkulosis, limfogranuloma venereum, dan penyakit
Hirschsprung.
Gangguan metabolik endokrin : Diabetes mellitus dengan neuropati, hipotiroidisme,
panhypopituitarism, pheochromocytoma, hiperkalsemia, dan kelebihan enterik glukagon
Kehamilan
Gangguan jantung (misalnya, gagal jantung)
Sembelit Neurogenik : Trauma Kepala, tumor CNS, cedera tulang belakang, kerusakan
cerebrospinal, dan penyakit Parkinson
Penyebab psikogenik

C. MANISFESTASI KLINIK
1. Diare

Penyakit diare dapat dikategorikan menjadi akut dan kronik. Pada umunya diare yang
dikategorikan sebagai diare akut memiliki episode selama 72 jam dan pada penderita diare akut
umumnya mengeluhkan serangan pertama yang tidak terduga yang di tandai dengan konsistensi
BAB yang encer, terasa kembung, rasa tidak nyaman dan nyeri perut. Sedangkan diare kronis
melibatkan serangan yang lebih sering selama 2-3 periode yang lebih panjang (Dipiro et al,
2015)

Pada pemeriksaan pasien diare dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik abdomen yang
dapat mendeteksi hiperperistaltik dengan borborygini, pemeriksaan pada rectal dapat mendeteksi
massa atau kemungkinan fecal impaction yang menjadi penyebab diare pada pasien usia lanjut.
Dapat juga dilakukan pemeriksaan pada turgor kulit dan tingkat keberadaan saliva oral yang
berguna untuk memperkirakan status cairan tubuh.

(Dipiro et al, 2015)


a. Tanda dan Gejala Diare
Onset tiba-tiba mual, muntah, sakit perut, sakit kepala, demam, menggigil, dan
malaise.
Gerakan usus sering dan tidak pernah berdarah, dan diare berlangsung 12-60 jam.
Intermittent nyeri kuadran periumbilikalis atau kanan bawah dengan kram dan
terdengar suara dari usus.
Nyeri melokalisasi ke daerah hipogastrik, kanan atau kiri bawah kuadran, atau
wilayah sakral.
Dalam diare kronis, riwayat serangan sebelumnya, penurunan berat badan, anoreksia,
dan kelemahan kronis adalah temuan penting.
(Dipiro et al, 2015)
b. Pemeriksaan
Tes Fisik
Biasanya menunjukkan hyperperistalsis dengan borborygmi dan umum atau
lokal kelembutan.
Tes Laboratorium
- Studi analisis feses termasuk pemeriksaan untuk mikroorganisme, darah, lendir,
lemak, osmolalitas, pH, elektrolit dan konsentrasi mineral.
- Alat tes feses yang berguna untuk mendeteksi virus gastrointestinal khususnya
rotavirus.
- Pengujian antibodi serologis menunjukkan kenaikan titer lebih dari 3 sampai 6 per
hari, tetapi tes ini tidak praktis dan tidak spesifik.
- Kadang-kadang, total volume tinja harian juga ditentukan.
- Langsung visualisasi endoskopi dan biopsi dari usus besar mungkin dilakukan
untuk menilai adanya kondisi seperti kolitis atau kanker.
- Studi radiografi membantu dalam neoplastik dan kondisi inflamasi.
(Dipiro et al, 2015)
2. Konstipasi

Pada anamnesis, didapatkan riwayat berkurangmya frekuensi defekasi. Dengan terjadinya


retensi feses, gejala dan tanda lain konstipasi berangsur muncul seperti nyeri dan distensi
abdomen, yang sering hilang setelah defekasi. Riwayat feses yang keras dan/ feses yang sangat
besar yang mungkin menyumbat saluran toilet. Kecepirit (enkopresis) di antara feses yang
keras sering salah didiagnosis sebagai diare.

Anak yang mengalami konstipasi biasanya mengalami anoreksia dan kurangnya kenaikan
berat badan, yang akan membaik jika konstipasinya diobati. Berbagai posisi tubuh,
menyilangkan kedua kaki, menarik kaki kanan dan kiri secara bergantian ke depan dan belakang
(seperti berdansa) merupakan manuver menahan feses dan kadang kala perilaku tersebut
menyerupai kejang.

Inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih seringkali berkaitan dengan konstipasi pada
anak. Jika feses berada lama di rektum, lebih banyak bakteri berkolonisasi di perineum sehingga
akan meningkatkan risiko infeksi saluaran kemih.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi abdomen dengan bising usus normal,
meningkat atau berkurang. Massa abdomen teraba pada palpasi abdomen kiri dan kanan bawah
dan daerah suprapubis. Pada kasus berat, massa tinja kadang dapat teraba di daerah epigastrium.
Fisura ani serta ampula rekti yang besar dan lebar merupakan tanda penting pada konstipasi.

D. TATALAKSANA TERAPI
1. Diare
a. Tujuan terapi
Tujuan terapi pada pengobatan diare adalah untuk mengatur diet; mencegah pengeluaran air
berlebihan, elektrolit dan gangguan asam basa; menyembuhkan gejala; mengatasi penyebab
diare; dan mengatur gangguan sekunder penyebab diare.

b. Pendekatan Umum
Pengaturan diet merupakan perioritas untama untuk pengobatan diare.klinisi
merekomendasikan untuk menghentikan makanan padat selama 24 jam dan menghindari produk-
produk yang mengandung susu.
Apabila terjadi mual dan muntah tingkat sedang, diberikan diet residu rendah yang mudah
ducerna selama 24 jam.
Jika terjadi muntah dan tidak dapat dikontrol dengan pemberian antiemetik, tidak ada yang
diberikan melalui mulut. Pemberian diet makanan lunak dimulai seiring adanya penurunan
gerakan usus. Pemberian makanan sebaiknya diteruskan pada anak-aanak dengan diare akibat
bakteri akut.
Rehidrasi dan perbaikan air dan elektrolit adalah perawatan primer sampai diare berakhir.
Apabila muntah dan dehidrasi tidak parah, pemberian makanan enteral merupakan metode yang
terpilih.

c. Terapi Farmakologi
1) Penggantian Cairan dan Elektrolit

Dehidrasi adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan
elektrolit. Dehidrasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya kekurangan cairan dan
kelebihan asupan zat terlarut (misalnya protein dan klorida atau natrium). Kelebihan asupan
zat terlarut dapat menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta
pengeluaran keringat yang banyak dan dalam waktu yang lama (Saputra, 2013). Pasien
mengalami dehidrasi dikarenakan usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar air
dan zat-zat yang terlarut di dalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya tubuh
kekurangan cairan (Mardayani, 2014). Cairan dan elektrolit merupakan komponen tubuh
yang berperan dalam memelihara fungsi tubuh dan homeostatis (Tarwoto, 2015). Elektrolit
ada di seluruh cairan tubuh (Saputra, 2013),elektrolit merupakan komponen yang berada baik
dalam cairan intrasel maupun ekstrasel. Ketidakseimbangan satu atau lebih komponen
elektrolit akan terjadi mekanisme pertahanan homeostatis (Tarwoto, 2015).
Derajat keparahannya dehidrasi dibagi menjadi tiga, yaitu: dehidrasi ringan tubuh
kehilangan cairan sebesar 5% dari berat badan, dehidrasi sedang tubuh kehilangan cairan
sebesar 5-10% dari berat badan. Serum natrium dalam tubuh mencapai 152-158 mEq/L.
Dehidrasi berat tubuh kehilangan cairan sebesar lebih dari 10 % dari berat badan (Saputra,
2013).
Oralit adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl), Kalium Klorida
(KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat (Mardayani, 2014), digunakan untuk
meningkatkan keseimbangan elektrolit dan pencegahan komplikasi akibat kadar cairan yang
tidak normal.Oralit sendiri diberikan untuk menganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang
hilang karena diare (Mardayani, 2014). Natrium digunakan untuk keseimbangan air, hantaran
impuls saraf, dan kontraksi otot. Gangguan elektrolit natrium jika <135 mmol/L dinamakan
Hiponatremia. Kalium berfungsi untuk kontraksi otot. Gangguan elektrolit kalium jika <3,5
mmol/L dinamakan Hipokalemia. Dua gangguan elektrolit tersebut disebabkan karena diare
(Tarwoto, 2015). Pada pasien ini yang terjadi adalah Natrium 131 mmol/L rendah (135-148),
Kalium 3,2 mmol/L rendah (3,5-5,3). Cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram
Natrium klorida; 2,5 gram Natrium bikarbonat; 1,5 gram Kalium klorida; dan 20 gram
glukosa per Liter air dan biasanya telah tersedia dalam kemasan.
Cara pembuatan larutan oralit manual:
- sendok teh garam
- sendok teh baking soda
- 2-4 sendok makan gula
- Air hingga 1 Liter
Regimen (aturan) upaya rehidrasi oral

(Grouzard et al.,2016:346)
2) Suplementasi Zink

Pemberian Zinc yang berfungsi untuk proses pertumbuhan dan diferensiasi sel, sintesis
DNA serta menjaga stabilitas dinding sel. Beberapa penelitian di Bangladesh, India, Brazil
dan Indonesia melaporkan pemberian suplementasi zinc menurunkan prevalensi diare serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas penderita diare (Mardayani, 2014). Mekanismenya
adalah memperbaiki atau meningkatkan absorbsi air dan elektrolit dengan cara mengurangi
kadar air dalam lumen usus yang menghasilkan perbaikan pada konsistensi feses. Perbaikan
konsistensi feses akan dapat mengurangi frekuensi BAB yang timbul sehingga hal tersebut
dapat mempersingkat lama diare (Lolopayung, 2014).
Memurut MTBS, pemberian tablet Zinc selama 10 hari. Cara pemberian tablet zinc
adalah, larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan larut 30
detik), segera berikan kepada pasien. Apabila pasien muntah sekitar setengah jam setelah
pemberian tablet zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan obat lebih kecil
dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh. Tablet zinc diberikan setiap hari selama 10
hari penuh, meskipun diare sudah berhenti. Bila anak dehidrasi berat dan memerlukan cairan
infus, tetapi berikan tablet zinc segera setelah pasien bisa minum atau makan.
Dosis
Anak usia < 6 bulan : 10mg sekali sehari (1/2 tablet sekali sehari) selama 10 hari

Anak usia 6 bulan-5 tahun : 20mg sekali sehari (1 tablet sekali sehari) selama 10 hari.
(Grouzard et al.,2016:90)

3) Probiotik
Probiotik adalah istilah yang digunakan pada mikroorganisme hidup yang dapat
memberikan efek baik atau kesehatan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora
normal. Probiotik bekerja dengan menstimulasi sistem imun dan berkompetisi untuk
berikatan dengan dinding sel epitel intestinal. Penggunaanya pada anak-anak dengan diare
akut akan mengurangi keparahan serta durasi penyakit diare (American Academy of Family
Physicians, 2015). Sediaan lactobacillus digunakan dalam terapi diare, dikarenakan sediaan
ini dapat mengganti mikroflora usus sehingga membantu mengembalikan fungsi normal usus
dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme patogen.

Contoh: Lactobacillus acidophilus, L bulgaricus

Dosis yang tersedia :-


Dosis dewasa : 2 tab atau 1 paket granul (3-4 X sehari), diberikan bersama susu,
juice atau air.

4) Obat Obat Antidiare


A. Antimotilitas
Obat antimotilitas bekerja dengan mengurangi gerakan peristaltik usus sehingga
diharapkan akan memperpanjang waktu kontak dan penyerapan di usus. Obat
antimotilitas digunakan apabila diare berlangsung terus menerus selama 48 jam. Pada
pasien yang mengalami demam dan di dalam tinjanya terdapat darah, maka sangat
mungkin sekali diare yang terjadi disebabkan karena adanya infeksi bakteri. Perlu
diingat, bahwa diare sendiri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh untuk
mengeluarkan kontaminasi (termasuk bakteri) dari dalam tubuh. Pada kasus ini,
antimotilitas tidak boleh digunakan karena hanya akan memperlama keberadaan
bakteri di dalam tubuh.
a) Difenoksilat
Dosis yang tersedia : 2,5 mg/tab ; 2,5 mg/5ml.
Dosis dewasa : 5 mg (4 X sehari), tidak >20 mg/hari.
b) Loperamid
Dosis yang tersedia : 2 mg/cap.
Dosis dewasa : awal 4 mg, dilanjutkan 2 mg tiap setelah BAB, tidak >16 mg/hari.
c) Paregorik
Dosis yang tersedia : 1 mg/5ml ; 2 mg/5ml (morfin).
Dosis dewasa : 5-10 ml (1-4 X sehari).
d) Tintur opium
Dosis yang tersedia : 5mg/ml (morfin).
Dosis dewasa : 0,6 ml (4 X sehari).
e) Difenoxin
Dosis yang tersedia : 1 mg/tab.
Dosis dewasa : 2 tab, dilanjutkan 1 tab tiap setelah BAB, dapat
ditingkatkan 8 tab sehari.

B. Adsorben
Adsorben digunakan untuk mengatasi gejala diare. Namun kerja dari adsorben
tidak spesifik, sehingga dapat menyerap nutrisi, toksin (racun) maupun obat. Pemberian
adsorben bersama dengan obat lain dapat menurunkan bioavailabilitas tersebut.
a) Campuran Kaolin-Pectin
Dosis yang tersedia : 5,7 gram kaolin + 130,2 mg pectin per 30 ml.
Dosis dewasa : 30-120 tiap setelah BAB.
b) Polycarbophil
Dosis yang tersedia : 500 mg/tab.
Dosis dewasa : 2 tab kunyah (4 X sehari) tiap setelah BAB, tidak >12 tab/hari.
c) Attapulgit
Attapulgit berbentuk seperti serbuk tanah lempung dan terdiri dari magnesium-
aluminiumsilikat. Digunakan sebagai adsorben kuman dan toksin yang menyebabkan
diare, selain itu digunakan pula untuk mengatasi kekurangan cairan tubuh, megurangi
frekuensi diare, dan memperbaiki konsistensi feses.
Dosis yang tersedia : 750 mg/15 ml, 300 mg/7,5 ml, 750 mg/tab, 600 mg/tab, 300
mg/tab.
Dosis dewasa : 1200-1500 mg tiap setelah BAB atau tiap 2 jam,
maksimal 900 mg/hari.

C. Antisekretori
a) Bismut subsalisilat
Bisa digunakan untuk pengobatan dan pencegahan diare karena mempunyai efek
sebagai antisecretory, antiinflamasi dan antibakteri.
Dosis yang tersedia : 1050 mg/30 ml, 262 mg/15ml, 524 mg/15 ml, 262 mg/tab.
Dosis dewasa : 2 tab atau 30 ml tiap 30 menit 1 jam sesuai kebutuhan,
dapat ditingkatkan 8 dosis/hari.
b) Enzym (lactase)
Dosis yang tersedia : 1250 unit lactase/tetes, 3300 unit FCC lactase/tab.
Dosis dewasa : 3-4 tetes diberikan bersama susu, 1 atau 2 tab.

D. Oktreotid
Oktreotid merupakan suatu analog somatostatin endogen sintetis yang digunakan untuk
mengatasi gejala karsinoid tumor dan vasoaktif peptida yang disekresikan tumor. Dalam
kerjanya, oktreotid menghambat pelepasan serotonin dan peptida aktif lain serta efektif
untuk mengontrol diare.
Dosis yang tersedia : 0.05 mg/ml; 0,1 mg/ml; 0,5 mg/ml.
Dosis dewasa : awal 50 g sc (1-2 X sehari) dan ditingkatkan sedikit
demi sedikit sampai 600 g/hari, terbagi dalam 2-6 dosis.
E. Antimikroba pada diare spesifik berdasarkan etiologi

(American Academy of Family Physicians, 2015)


PENATALAKSANAAN TERAPI DIARE AKUT DAN KRONIS

Diare

Riwayat dan
pemeriksaan fisik

Diare akut (<3 Diare kronik (>14


hari) hari)

Skema

Tidak panas atau Panas atau gejala


gejala sistemik sistemik

Terapi simtomatik: Pemeriksaan WBC/RBC, dan


parasit dalam feses
a. Penggantian cairan
elektrolit
b. Loperamid,
difenoksilat, atau Negative Positif
absorben
c. diet
Terapi Antibiotika yang
simpatomatik tepat dan terapi
simpatomatik

Skema Penatalaksanaan Terapi Diare Akut

(Dipiro et al, 2015)


Diare kronik > 14 hari

Riwayat dan pemeriksaan


fisik

Kemungkinnan penyebab :

1. Infeksi intestinal
2. IBW (inflammatory bowel disiease)
3. Malabsorbsi
4. Secretory hormonal tumor
5. Obat, factitious
6. Gangguan motilitas

Lakukan pemeriksaan dengan tepat, contoh :

1. Kultur
Feses / parasit / SDP / SDM / Lemak
2. Sigmoidoscopi
3. Biopsy intestinal

Tidak ada diagnosis diagnosa

Terapi penyebab spesifik


Terapi simptomatik :

1. Rehidrasi
2. Hentikan pengobatan
yang menyebabkan
diare
3. Diet
4. Loperamid / absorben

Skema Penatalaksanaan Terapi Diare Kronik (Dipiro et al, 2015)


Penatalaksanaan terapi diare berdasarkan tingkat dehidrasi :

a. Tanpa dehidrasi
1. BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan oralit atau
cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb)
Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit
demi sedikit.
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
2. BERI OBAT ZINC
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan
cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2
minggu
4. ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI. MISAL:
DISENTERI, KOLERA dll
5. NASIHATI IBU/ PENGASUH
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :
Berak cair lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari

b. Dehidrasi Ringan/Sedang
Jumlah pemberian oralit dalam 3 jam pertama :
ORALIT yang diberikan = 75 ml x BERAT BADAN anak
Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:
Umur Sampai 4 bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.


Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.
Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air masak
selama masa ini.
Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan oralit
Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak
atau ASI.. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang.
Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih
rencana terapi a, b atau c untuk melanjutkan terapi
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak
biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana Terapi B
Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
c. Dehidrasi Berat
2. Konstipasi
Tindakan umum yang diyakini bermanfaat dalam mengatasi konstipasi adalah modifikasi
diet untuk meningkatkan jumlah serat yang dikonsumsi tiap hari, olahraga, penyesuaian pola
buang air besar sehingga teratur dan waktu yang memadai dibuat untuk merespon dorongan
untuk buang air besar, dan meningkatkan asupan cairan. Jika yang mendasari penyebab
konstipasi adalah penyakit lain, maka lakukan upaya untuk menyembuhkannya.Gangguan GI
yang berbahaya bisa dihilangkan melalui bedah reseksi. Penyakit pada endokrin dan metabolik
harus ditangani dengan metode yang tepat. Obat yang berpotensi menyebabkan konstipasi harus
diidentifikasi dan dipertimbangkan diganti dengan agen lainnya. Jika tidak ada alternatif yang
rasional untuk menggantinya, maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan dosis dari obat
tersebut. Jika pasien masih sembelit menggunakan obat itu, maka perhatian harus diberikan pada
langkah-langkah umum untuk pencegahan sembelit. Manajemen yang tepat dari sembelit akan
memerlukan kombinasi non farmakologis dan terapi farmakologis (Dipiro et al., 2015).
a. Tujuan utama dari pengobatan :
i. Mengurangi gejala
ii. Membangun kembali kebiasaan buang air besar yang normal
iii. Meningkatkan kualitas hidup dengan meminimalkan efek samping obat

b. Obat yang menyebabkan sembelit


c. Terapi non-farmakologi
1. Modifikasi diet untuk meningkatkan jumlah serat yan dikonsumsi yang dilakukan secara
bertahap dengan menngkatkan jumlah serat harian 20-25g, baik melalui perubahan diet
atau melalui suplemen berat. Buah-buahan, sayuran dan sereal memiliki kandungan serat
yang sangat tinggi.
2. Modifikasi diet dengan kandungan serat yang tinggi harus dilanjutkan selama
setidaknya 1 bulan. Dilihat efek fungsi usus nya 3-5 hari setelah memulai diet tinggi
serat.
3. Distensi abdomen dan flatus mungkin sangat mengganggu dalam beberapa minggu
pertama, terutama dengan konsumsi dedak tinggi.

d. Algoritma Terapi Konstipasi


1. Tanda dan Gejala
Buang air besar yang jarang (kurang dari 3 per minggu)
Kotoran yang keras, kecil, atau kering
Kesulitan atau sakit buang air besar
Perasaan tidak nyaman pada perut atau kembung
2. Tanda Penting dan Gejala
Hematochezia
Melena
Riwayat keluarga kanker usus
Riwayat keluarga penyakit inflamasi usus
Anemia
Berat badan
Anoreksia
Mual dan muntah
Keparahan, sembelit terus-menerus yang refrakter terhadap pengobatan
Sembelit memburuk pada lansia tanpa bukti penyebab utama
3. Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan rektal untuk adanya kelainan anatomi (seperti fistula,
fisura, wasir, prolaps rektum) atau kelainan keturunan perianal
Pemeriksaan digital rektum untuk memeriksa impaksi tinja, striktur anal, atau
massa dubur
4. Diagnostik dan tes Laboratorium
Tidak ada rekomendasi rutin untuk laboratorium pengujian-seperti yang
ditunjukkan oleh kebijaksanaan klinis
Pada pasien dengan tanda dan gejala sugestif dari gangguan organik, pengujian
tertentu mungkin dilakukan (yaitu, tes fungsi tiroid, elektrolit, glukosa, hitung
darah lengkap) berdasarkan presentasi klinis
Pada pasien dengan tanda-tanda penting dan gejalanya atau ketika kemungkinan
penyakit struktural, pilih studi diagnostik yang sesuai:
1. Protoscopy
2. Sigmoidoskopi
3. Kolonoskopi
4. enema barium

e. Terapi Farmakologi
Jika pengobatan pencahar diperlukan selama lebih dari 1 minggu, orang tersebut
harus disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan apakah ada
penyebab yang mendasari konstipasi yang membutuhkan pengobatan dengan agen
lain selain obat pencahar.
Untuk beberapa pasien yang terbaring di tempat tidur atau geriatri, atau orang lain
dengan sembelit kronis, obat pencahar bulk forming tetap menjadi pilihan pertama
pengobatan, tetapi penggunaan pencahar yang lebih kuat mungkin diperlukan relatif
sering. Agen yang dapat digunakan dalam situasi ini termasuk sorbitol, laktulosa,
solusi PEG dosis rendah, dan susu magnesium.
Pada pasien yang dirawat di rumah sakit tanpa penyakit GI, konstipasi mungkin
berhubungan dengan penggunaan anestesi umum dan / atau zat opiat. Kebanyakan
pencahar oral atau rektal dapat digunakan. Untuk mempercepat buang air besar,
cairan enema atau supositoria gliserin dianjurkan, atau susu magnesium.
Pendekatan untuk pengobatan konstipasi pada bayi dan anak-anak harus
mempertimbangkan neurologis, metabolik, atau kelainan anatomi ketika sembelit
terus-menerus. Ketika tidak berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya,
pendekatan untuk sembelit adalah sama dengan orang dewasa. Diet tinggi serat harus
ditekankan.

Obat yang dapat digunakan dalam terapi farmakologis konstipasi adalah :


1. Emolien
Emolien adalah agen surfaktan yang bekerja dalam pencampuran bahan berair dan
lemak dalam saluran usus. Emolien dapat meningkatkan sekresi air dan elektrolit dalam
usus kecil dan besar. Produk-produk ini umumnya diberikan secara oral, namun ada juga
yang digunakan melalui dubur. Produk-produk ini melunakkan tinja dalam terapi 1-3
hari. Sebenarnya emolien tidak efektif dalam mengobati konstipasi, tetapi sering
digunakan untuk mencegah kondisi konstipasi. Mereka dapat meredakan kram yang
terjadi, seperti setelah pemulihan dari infark miokard, penyakit perianal akut, atau
setelah operasi dubur. Selain itu agen ini mungkin tidak akan efektif dalam mencegah
konstipasi jika faktor-faktor penyebab utama seperti penggunaan opiat, patologi yang
tidak dikoreksi, atau serat diet yang tidak memadai tidak ditangani bersamaan.
2. Lubrikan
Minyak mineral adalah satu-satunya pencahar yang dapat digunakan secara rutin.
Umumnya, efek pada fungsi usus dicatat setelah 2 atau 3
hari penggunaan. Minyak mineral yang sangat membantu dalam situasi yang sama adalah
docusate yang merupakan emolien dan menghindari mengejan untuk waktu yang singkat
(beberapa hari untuk 2 minggu) tetapi harus dihindari pada pasien yang terbaring di
tempat tidur karena beresiko aspirasi dan lipoid pneumonia. Minyak mineral dapat
diserap secara sistemik dan menyebabkan reaksi asing dalam jaringan limfoid.
3. Laktulosa dan Sorbitol
Laktulosa umumnya tidak dianjurkan sebagai agen lini pertama untuk pengobatan
konstipasi karena mahal dan mengakibatkan perut kembung, kram, dan mual. Biasanya
laktulosa digunakan sebagai alternatif untuk konstipasi akut, dan sangat berguna pada
pasien usia lanjut. Sorbitol dan monosakarida direkomendasikan sebagai agen utama
dalam pengobatan sembelit untuk pasien karena sama efektifnya dengan laktulosa, dapat
menyebabkan mual dan harganya jauh lebih murah.
4. Katartik Saline
Garam cathartics terdiri dari ion-ion yang relatif sulit diserap seperti magnesium,
sulfat, fosfat, dan sitrat, yang menghasilkan efek yaitu mempertahankan cairan di saluran
pencernaan. Agen ini dapat diberikan secara oral atau rekatal. Efek BAB nya dalam
beberapa jam dari dosis oral dan dalam 1 jam atau lebih cepat setelah pemberian melalui
dubur. Agen ini harus digunakan dalam penanganan usus akut, yang mungkin dilakukan
sebelum pemeriksaan diagnostik, setelah keracunan dan dalam hubungannya dengan
beberapa antelmintik untuk mengilangkan parasit. Agen seperti susu magnesium
(suspensi 8% dari magnesium hidroksida) dapat
digunakan sesekali (setiap beberapa minggu) untuk mengobati konstipasi pada orang
dewasa. Cathartics garam tidak boleh digunakan secara rutin. Dengan BAB keras,
formulasi agen enema mungkin dapat membantu.
5. Gliserin
Gliserin biasanya diberikan pada komponen 3g suppositoria dan memberikan aksi
osmotik dalam rektum. Seperti kebanyakan agen diberikan sebagai supositoria, efeknya
baru muncul biasanya kurang dari 30 menit. Gliserin dianggap pencahar sangat aman,
meskipun kadang-kadang menyebabkan iritasi rektum. Penggunaannya dapat diterima
sembelit intermiten untuk, terutama pada anak-anak.
6. Larutan Polyethylene GlycolElectrolyte Lavage
Pengobatan dengan larutan Polyethylene Glycol-electrolite Lavage sudah populer
digunakan sebagai pengosong usus untuk keperluan diagnostik maupun untuk operasi.
Biasanya 4L larutan ini diberikan selama 3 jam untuk mendapatkan penanganan lengkap
dari saluran GI. Namun tetap saja penggunaannya tidak dianjurkan secara rutin dan
pasien dengan obstruksi usus baiknya menghindari pengobatan dengan larutan ini. Dosis
rendah solusi PEG (10-30 g atau 17-34 g per 120-240 ml) sekali atau 2 kali sehari dapat
digunakan untuk pengobatan sembelit.
7. Lubiprostone dan linaclotide
Lubiprostone (Amitiza) disetujui untuk sembelit idiopatik kronis dan
sembelit-IBS pada orang dewasa. dosisnya adalah 24 mg kapsul dua kali sehari dengan
makanan. Lubiprostone dapat menyebabkan sakit kepala, diare, dan mual.
Linaclotide (Linzess) adalah agen terbaru disetujui untuk pengobatan konstipasi
dan IBS. Hal ini disetujui dalam dosis 145 mcg dan tidak boleh digunakan pada pasien
yang kurang dari 18 tahun.
8. Opioid-Receptor Antagonists
Alvimopan adalah antagonis -reseptor GI-spesifik oral untuk penggunaan jangka
pendek pasien yang d irumah sakit untuk mempercepat pemulihan fungsi usus setelah
pemotongan usus besar atau kecil. Hal ini diberikan 12 mg (kapsul) 30 menit sampai 5
jam sebelum operasi dan kemudian 12 mg dua kali sehari selama 7 hari atau sampai
keluar rumah sakit (maksimum 15 dosis).
Methylnaltrexone adalah antagonis -reseptor lain yang disetujui untuk sembelit
opioid-induced pada pasien dengan penyakit lanjut yang menerima perawatan paliatif
atau ketika respon terapi pencahar telah cukup.
9. Agen lainnya
Cairan enema dapat digunakan untuk mengobati konstipasi sederhana.
Penggunaanya 200 mL cairan enema untuk orang dewasa sering menyebabkan buang air
besar dalam waktu 1,5 jam. Busa sabun tidak lagi direkomendasikan dalam enema karena
penggunaannya dapat mengakibatkan proctitis atau radang usus.
(Dipiro et al., 2015)
Sediaan Suppositoria banyak digunakan sebagai sediaan obat pencahar.
BAB III
KASUS

A. DIARE

ANALISA S.O.A.P

a. Subject
Nama : An.M
Umur : 4 tahun
Berat Badan : 12 Kg
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kelurahan Panasakan
Tanggal/jam MRS : 20-07-2012/23.00 wita
Tanggal/jam pengkajian : 21-07-2012/10.00 wita
No. Register : 070061
Diagnosa Medis : DIARE
Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama : BAB encer lebih dari 7 kali sehari
2. Riwayat keluhan utama :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan buang air besar encer lebih dari 7 kali di
rumah dan muntah 1 kali, sejak 3 hari sebelum pasien di bawa ke RS, orang tua pasien
mengatakan awalnya keluhan pasien di rasakan karena pasien terlalu banyak makan
mangga. Dan orang tua pasien hanya memberikan obat-obatan yaitu enterostop yang
dibeli di apotik, namun tidak ada perubahan. karena khawatir akan kondisi anaknya orang
tua pasien memutuskan untuk membawa pasien ke RSU Mokopido tolitoli pada tanggal
20-07-2012, jam 23.00 WITA
b. Object

Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 21/07/2012

NO NAMA HASIL SATUAN NILAI NORMAL


1. WBC 19,5 103/L 5,0-10,0

2. RBC 4,73 103/L 4,50-5,50

3. HGB 12,7 g/dl 14,0-17,0

4. HCT 38,3 % 40,0-48,0

5. MCV 81,0 103/ L 82,0-92,0

6. MCH 26,8 g/dl 27,0-31,0

7. MCHC 33,2 g/dl 32,0-36,0

8. RDW 12,4 % 10,0-18,3

9. PLT 331 103/ L 150-400

10. MPV 4,2 5,0-10,0

Data Kultur Feses: Positif E.coli

Terapi yang diberikan di Rumah Sakit

Hari/Tanggal Terapi Dosis


21/07/2012 Dialac 3 x 1gr/oral

Cefotaxim 2 x 1 gr/IV

Ketorolac 2 x 1 amp/IV

IVFD RL 28 tetes per menit


22/07/2012 Cefotaxim 2 x 1 gr/IV

Ketorolac 2 x 1 amp/IV
IVFD RL RL 28 tetes per menit
23/07/2012 Cefotaxim 2 x 1 gr/IV
IVFD RL 28 tetes per menit
24/07/2012 - -

Hari/ Keluhan dan TTV Perlakuan dari Rumah Keterangan


Sakit
Tanggal (assessment)

Sabtu, -BAB encer 4 kali, 1. Diberikan IVFD Pemberian infus RL


faces cair campur RL 28 tetes per sudah tepat, RL
21/07/2012
lendir. menit diberikan pada
2. Diberikan Dialac penderita diare yang
- Kondisi umum :
3x1g/oral mengalami dehidrasi
lemah
3. Diberikan injeksi berat atau berpotensi
cefotaxim 1 gr/Iv menjadi berat menurut
-TTV:
4. Diberikan injeksi siswidiasari (2014)
HR :100x/menit ketorolac 1 Penggunaan dialac
amp/IV sudah tepat karena
SB : 36,5c
diallac berisi zink,
Lactobacillus
RR : 14x/menit
acidophilus, niasin
thiamin, riboflavin,

- Skala nyeri 6 piridoksin, asam


askorbat
Penggunaan cefotaxime
secara injeksi sudah
tepat, karena keadaan
pasien yang sudah
lemas, pasien tidak bisa
minum obat secara oral
sehingga diberikan
antibiotic secara i.v.
Selain itu, cefotaxime
merupakan antibiotik
firstchoice untuk terapi
diare (menurut
Medscape).
Penggunaan ketorolac
kurang tepat karena
dalam penatalaksanaan
nyeri ringan sedang
drug of choice nya
adalah paracetamol.
Minggu,22/ -BAB encer 1. Diberikan IVFD Penggunaan cefotaxime
07/2012 berampas sebanyak 1 RL 28 tetes per dilanjutkan sebagai
kali. menit antibiotic sudah tepat.
2. Dianjurkan Infus RL pada pasien
- Kondisi umum :
kepada pasien opname tetap diberikan
lemah
dan keluarga untuk kontrol elektrolit

-TTV:
untuk Analgesik masih tetap
memberikan diberikan karena pasien
HR :80x/menit banyak minum masih serasa nyeri.
3. Tidak
SB : 37c
memberikan
minuman dingin
RR : 16x/menit
kepada klien
4. Diberikan injeksi
cefotaxim 1
- Skala nyeri 5
gr/IV
5. Kolaborasi
pemberian obat
analgetik
(ketorolac)

Senin,23/0 -BAB encer 1. Diberikan IVFD Infus RL pada pasien


7/2012 berampas sebanyak 1 RL 28 tetes per opname tetap diberikan
kali. menit untuk kontrol elektrolit
2. Diberikan injeksi Terapi analgesic masih
- Kondisi umum :
ketorolac 1 dilanjutkan karena
lemah
amp/IV pasien masih merasa
3. Diberikan injeksi nyeri
-TTV:
cefotaxim 1 Terapi antibiotic
HR :76x/menit gr/IV cefotaxime tetap
dilanjutkan karena
SB : 37,5c
minimal penggunaan

RR : 20x/menit antibiotic yaitu 3 hari.

- Skala nyeri 3

Selasa,24/0 -BAB lunak sebanyak


7/2012 1 kali.

-TTV:

HR : 78x/menit

SB : 37c

RR : 20x/menit

- Sudah tidak
merasakan nyeri

- Pasien tenang dan


kondisi umumnya
baik

c. Assesment
Penggunaan antibiotic cefotaxime sudah tepat karena cefotaxime merupakan antibiotic
pilihan pertama yang digunakan untuk diare yang disebabkan karena bakteri (E. coli).
Penggunaan infus Ringer Lactat sudah tepat karena infus Ringer Lactat ini digunakan
untuk memperbaiki keseimbangan cairan di tubuh pasien karena pasien mengalami
dehidrasi yang berat. Terbukti dari keadaan pasien yang sudah lemas dan mata yang
terlihat cekung.
Penggunaan injeksi ketorolac dinilai kurang tepat karena menurut skala yang dirasakan
oleh pasien, nyeri masih tergolong nyeri ringan-sedang, sehingga lebih tepat diberikan
obat paracetamol yang merupakan obat pilihan pertama untuk nyeri ringan-sedang.

d. Plan
1. Terapi Farmakologi
Terapi sebaiknya ditambahkan dengan penggunaan Zinc dengan dosis 20 mg (1 tablet)
/hari hingga 10 hari yang bertujuan untuk mengobati dan mencegah diare akut, selain
itu Zinc juga dapat menurunkan resiko dehidrasi dan bisa mengurangi resiko diare
20%-40% serta mencegah kekambuhan hingga 3 bulan berikutnya. Menurut Negi et al
(2014) terapi zink sangat efektif diberikan pada pasien yang berusia kurang dari 5
tahun, sedangkan di atas 5 tahun menjadi tidak efektif sehingga hal ini sesuai dengan
pasien pada kasus di atas.
Penggunaan ketorolac sebagai analgesic sebaiknya diganti dengan Paracetamol yang
merupakan obat pilihan pertama untuk jenis nyeri ringan-sedang.
Terapi ditambahkan dengan penggunaan probiotik dengan dosis 2x sehari 1 sachet
karena probiotik ini berisi bakteri yang berfungsi untuk memperbaiki kembali sistem
pencernaan sehingga bisa membantu menururunkan durasi diare akut serta mengurasi
resiko dari diare akut. Menurut Caramia, et al (2015) terapi kombinasi probiotik dan
zink dapat menurunkan durasi diare secara lebih efektif dan signifikan serta manfaat
lainnya secara efektif pada anak.

2. Terapi Non Farmakologi


Menghindari makanan yang berserat tinggi
Menghindari produk yang mengandung susu
Menghindari makanan yang pedas
Menjaga kebersihan makanan dan lingkungan

B. KONSTIPASI

Nn. Ermi datang ke apotek dan mengeluh bahwa Ia sudah 1 bulan mengalami kesulitan
buang air besar, kadang terlalu jarang, terlalu sedikit atau bentuknya terlalu keras. Ia
mengaku bahwa dalam seminggu BAB cuma 3x. Ia berujar bahwa jarang makan sayur dan
sering menahan BAB. Ia meminta apoteker untuk memberikan obat yang dapat ia minum
agar BAB nya lancar.

Analisa S.O.A.P
1. Subject
a. Pasien : perempuan
b. Nama : Nn.Ermi
c. Umur : 20 tahun
d. Keluhan utama : 1 bulan kesulitan BAB, kadang terlalu jarang, terlalu sedikit atau
bentuknya terlalu keras
2. Object
Hasil pemeriksaan fisik :
Suhu tubuh : 37 C
Denyut nadi : 90/menit
Respirasi : 20x/menit
3. Assessment
Pemberian Bisakodil oleh apoteker sudah tepat, namun sebaiknya penggunaan Bisakodil
juga didampingi dengan terapi non farmakologis untuk mengontrol agar BAB pasien
menjadi lancar tanpa harus mengulangi konsumsi Bisakodil.
4. Plan
a. Terapi farmakologi
Dulcolax tab : mengandung Bisakodil 5 mg/tab
Dosis : Dewasa : Sehari 1 x 2 tab, bila perlu 4 tablet.
Perhatian : Obat ini jangan diminum lebih dari 3-4 hari kemudian menunggu sampai 1
minggu untuk melihat apakah BAB nya sudah kembali normal. Bial tidak maka
dianjurkan ke dokter agar mengetahui mungkin terdapat gangguan yang lebih serius.
b. Terapi non farmakologi
makan cukup serat bergizi
mengkonsumsi buah-buah dan sayur mayur
melakukan aktifitas fisik setiap hari
minum air sekurang-kurangnya 6-8 gelas air putih
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Family Physicians. 2014. Acute Diarrhea in Adults.


Caramia, Giuseppe., Silvi, S., Verdenelli, M.C., Coman, M.M. 2015. Treatment of Acute
Diarrhoea: Past and Now. Int Jenteric Pathog 3(4):e28612
Dipiro Joseph T., Robert L. Talbert, Gary C. Yee, Gary R. Matzke, Barbara G. Wells, L. Michael
Posey. 2015. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach Nineth Edition. the United
States of America : The McGraw-Hill Companies, Inc
Grouzard Veronique, Jean Rigal, Marianne Sutton. 2016. Clinical guidelines diagnosis and
treatment manual. Medecins San Frontieres
Negi, R., Dewan, P., Shah, D., Das, S., Bhatnagar, S., dan Ghupta, P. 2014. Oral Zinc
Supplements are Ineffective for Treating Acute Dehydrating Diarrhoea in 5-12 Years Old.
Acta Paediatrica, 100:6
Marissa, Oktavia Juliah. 2015. Hubungan Sanitasi Lingkungan, Social Ekonomi Dan Perilaku
Ibu Terhadap Kejadian Diare Dengan Dehidrasi Sedang Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Mangkang Kota Semarang Tahun 2015. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri
Semarang.
Roberto De Giorgio, Eugenio Ruggeri, Vincenzo Stanghellini, Leonardo H. Eusebi, Franco
Bazzoli and Giuseppe Chiarioni. 2015. Chronic constipation in the elderly: a primer for the
gastroenterologist. BMC Gastroenterology
Rosydah, Alif Nurul. 2014. Hubungan Perilaku Cuci Tangan Terhadap Kejadian Diare Pada
Siswa Di Sekolah Dasar Negeri Ciputat 02. Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
Tarwoto, Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai