Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit diare masih menjadi penyebab kematian balita (bayi dibawah 5


tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1 balita meninggal
karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit sepele, padahal di
tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya. Menurut catatan
WHO, diare membunuh 2 juta anak didunia setiap tahun, sedangkan di Indonesia,
menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu penyebab kematian ke 2
terbesar pada balita.

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian


Kesehatan, tingkat kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare
mencapai 31,4 persen. Adapun pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2 persen.
Bayi meninggal karena kekurangan cairan tubuh. Diare masih merupakan masalah
kesehatan di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam,
tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi. Kematian akibat penyakit diare di
Indonesia juga terukur lebih tinggi dari pneumonia (radang paru akut) yang
selama ini didengungkan sebagai penyebab tipikal kematian bayi.

Faktor lingkungan yang meliputi air bersih dan sanitasi ini memiliki
peranan sangat penting sebagai media penularan dan dominan dalam siklus
penularan penyakit diare. Biasanya anak-anak mudah dan sering terkena diare,
klasifikasi usia anak yang dimaksudkan adalah antara usia 5-11 tahun menurut
Depkes RI (2009). Dikarenakan anak-anak senang sekali jajan sembarangan yang
tentunya makanan tersebut tidak terjamin kebersihan serta keamanan makanannya
sehingga anak tersebut mengalami diare. Anak usia sekolah pada umumnya juga
belum paham betul akan arti kesehatan bagi tubuhnya.

Konstipasi atau sembelit merupakan suatu gangguan proses defekasi


yang ditandai dengan berkurangnya frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per
minggu, dengan konsistensi faeces yang keras dan disertai rasa tidak enak di
dalam pencernaan. Konstipasi dapat dirasakan oleh semua umur baik dari anak –
anak sampai lanjut usia (Global, 2010). Gejala konstipasi disebabkan menurunnya
gerakan peristaltik usus sehingga menyebabkan konsistensi faeces menjadi keras
dan usus tidak dapat mendorong kotoran (faeces) ke arah rektum. Faktor – faktor
seperti mengonsumsi makanan yang tidak sesuai dan kurangnya aktivitas fisik
dapat terjadinya konstipasi. Pada orang normal, proses pergerakan eristaltis usus
terjadi selama 24 – 48 jam, pada pasien konstipasi, pergerakan peristaltik ususnya
melambat sehingga frekuensi defekasi kurang dari 3 kali dalam seminggu.
Konstipasi sering disertai faeces yang keras, defekasi terasa nyeri, dan rasa
pengosongan perut tidak sepenuhnya.
Penderita biasanya mengatasi keluhan ini dengan mengobati diri sendiri
(swamedikasi), apabila keluhan ini sudah kronis dan tidak dapat diatasi sendiri,
maka penderita konsultasi ke dokter. Swamedikasi untuk konstipasi dapat
dilakukan dengan perubahan pola makan atau aktivitas fisik dan dapat
menggunakan obat sintetik maupun obat herbal atau yang disebut laksatif,
contohnya obat seperti golongan bisakodil dan laktulosa yang selalu dijadikan
alternatif bagi penderita konstipasi. Efek samping dari obat laksatif ini adalah
perut kram, ketergantungan dan bisa sampai terjadi hipokalemia jika digunakan
dalam jangka waktu lama (Sholekhudin, 2014). Obat herbal sekarang ini lebih
disukai oleh masyarakat jaman sekarang sebagai kebutuhan dan dari segi
ekonomis obat herbal lebih terjangkau dan murah daripada obat modern. Selain
murah dan terjangkau, obat herbal memiliki efek samping yang lebih rendah
daripada obat sintetik, salah satunya adalah daun jati cina atau 2 Universitas
Kristen Maranatha yang lebih dikenal dengan daun senna, yang secara empiris
digunakan untuk mengatasi konstipasi (Agency, 2007; Heinrich, 2009)

B. Tujuan

1. Mahasiswa mampu memahami penyakit diare dan konstipasi.


2. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan pada penyakit diare dan
konstipasi.
3. Mahasiswa mampu melakukan swamedikasi.
4. Mahasiswa mampu memberikan informasi kepada pasien tentang
swamedikasi diare dan konstipasi.
5. Mahasiswa mampu memberikan informasi terapi farmakologi dan non
farmakaologi pada kasus diare dan konstipasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSTIPASI
1. Definisi
Orang normal setidaknya buang air besar paling sedikit tiga kali
dalam seminggu. Beberapa definisi sembelit meliputi, kurang dari tiga kali
dalam satu minggu untuk wanita dan lima kali dalam seminggu untuk pria
meskipun diet residu tinggi atau periode lebih dari tiga hari tanpa buang
air besar (Dipiro. 2005 hal 684)
2. Epidemiologi
Sebanyak 40% dari yang berusia lebih dari 65 tahun melaporkan
mengalami sembelit. Hasil dari 42.375 relawan dari Intenational Health
Interview Survei tentang gangguan saluran pencernaan menunjukkan
bahwa tidak ada peningkatan insiden terkait usia yang jarang terkait usia.
Namun, ada peningkatan insiden terkait usia penggunaan pencahar.
Frekuensi subjek melaporkan dua atau lebih sedikit adalah 9% untuk
penderita kurang dari 4 tahun ; 3,8% untuk subjek 60-69 tahun dan 6,3%
untuk usia lebih dari 80 tahun. Dalam perspektif 3166 orang lebih dari
17,26% wanita dan 15,8% pria (Dipiro. 2005 hal 684)
3. Patofisiologi
Sembelit bukan penyakit tetapi merupakan gejala yang
medasarinya penyakit atau masalah. Pendekatan untuk pengobatan
konstipasi harus dimulai dengan upaya untuk menentukan penyebabnya.
Penyebab kemungkinan sembelit ; Gangguan pada saluran GI (Syphlis,
TBC, hernia), Kehamilan (motilitas usus tertekan), obat yang menginduksi
konstipasi (analgetik, antikoliergik), Konstipasi neurogenik (tumor CNS),
Gangguan metabolisme (Diabetes), pola hidup. (Dipiro. 2005 hal 685)
4. Tanda dan Gejala
a. Tinja keras ukurannya kecil atau kering
b. Perut kembung
c. Keram perut dan ketidaknyamanan
d. Sulit BAB
e. Perut berasa begah (Dipiro 2005 hal 685)
5. Diagnosa
Amnesia yang lengkap harus diperoleh sehingga gejala-gejala
pasien dapat dievaluasi dan diagnosis konstipasi dikonfirmasi. Diagnosis
konstipasi disarankan oleh kurang dari 3 buang air besar perminggu.
Konsistensi tinja yang keras mengenjan, BAB dalam waktu lama. Riwayat
keluarga keluarga lengkap harus diperoleh, terutama yang berkaitan
dengan penyakit radang usus dan kanker usus besar catatan lengkap resep
dan obat-obatan yang dijual bebas wajib untuk mengidentifikasi terkait
obat penyebab sembelit. Dalam banyak kasus, tidak ada penyebab sembelit
yang mendasarinya dan pemeriksaan fisik dan rektal normal. (Dipiro,
2008)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Sigmoidoskopi, Proktoskopi, kolonoskopi yaitu uji untuk
menentukan adanya patologi kolorektal
b. Uji tes tiroid untuk menentukan adanya gangguan metabolisme atau
endokrin
c. Pengecekan cairan elektrolit dalam tubuh
7. Algoritma Terapi

B. DIARE
1. Definisi
Diare merupakan peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi
feses dalam buang air besar dalam bentuk cair lebih dari tiga kali dalam
sehari biasanya disertai sakit dan kejang perut (Dipiro. 2009 hal 256)
2. Epidemiologi
Masalah utama dipusat perawatan. Virus dan bakteri organisme
untuk sebagaian besar kejadian menular. Bakteri yang sering
menyebabkan diare yaitu Shigella, Staphylococuc, E. Coli (Dipiro. 2005
hal 677)
3. Patofisiologi
Empat mekanisme patofisiologi umu yang mengganggu air dan
elektrolit penyeimbang menyebabkan diare yaitu : (1) Perubahan dalam
transpor ionaktif oleh salah satu penurunan penyerapan Natrium atau
peningkatan sekresi Klorida. (2) Perubahan motilitas usus. (3) peningkatan
osmolaritas tinja. (4) Peningkatan dalam tekanan hidrostaltik jaringan.
Mekanisme ini terkait empat kelompok diare klinis yaitu diare sekretori
ketika ada suatu zat yang merangsang (pencahar), diare osmotik yaitu zat
yang diserap buruk mempertahankan cairan usus, diare eksudatif yaitu
radang saluran pencernaan dengan keluarnya lendir, protein, atau darah ke
usus (Dipiro. 2009 hal 257)
4. Tanda dan Gejala
a. Tanda (Depkes. 2007 hal 48)
1) Frekuensi buang air besar melebihi normal
2) Kotoran encer / cair
3) Sakit / kejang perut
b. Gejala (Depkes. 2007 hal 48)
1) Dehidrasi ringan / sedang ; gelisah ; mata cekung ; mulut kering ;
sangat haus ; kulit kering
2) Dehidrasi berat ; lesu ; mata sangat cekung ; mulut sangat kering ; kulit
sangat kering
5. Diagnosa
Penderita diare harus ditanyai tentang onsetnya dari gejala,
perjalanan terakhir diare, sumber air dan penggunaan obat. Pertimbangan
penting lainnya termasuk durasi dan tingkat keparahan diare bersama
dengan perhitungan adanya nyeri perut atau muntah terkait darah dalam
tinja, konsistensi tinja, penampilan tinja frekuensi tinja, dan penurunan
berat badan. Meskipun sebagai besar kasus diare bersifat swasembada,
bayi, anak-anak, orang tua, dan pasien immunocomprised beresiko
mengalami peningkatan morbiditas. Temuan pada pemeriksaan fisik dapat
membantu dalam menentukan status hidrasi dan keparahan penyakit
kehadiran darah dalam tinja menunjukkan adanya organisme invasif, suatu
peradangan proses, atau mungkin neoplasma tinja volume besar
menyarankan gangguan usus kecil, sedangkan tinja vol kecil,
menunjukkan gangguan usus besar atau dubur, penderita yang lama atau
parah gejala munngkin memerlukan evaluasi kolonoskopi untuk
mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya. (Dipiro, 2008).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Studi analisis tinja meliputi pemeriksaan mikroorganisme, darah,
lendir, lemak, osmolalitas, pH, elektrolit dan mineral konsentrasi dan
budaya.
b. Test kit tinja berguna untuk mendeteksi virus gastrointestinal
khususnya rotavirus.
c. Pengujian serologis antibodi menunjukkan peningkatan titer selama
3-6 hari titik, tetapi tes ini tidak praktis dan tidak spesifik.
d. Kadang-kadang total volume tinja harian juga ditentukan.
e. Visualisasi endoskopi langsung dan biopsi usus mungkin dilakukan
untuk menilai adanya kondisi seperti radang usus atau kanker.
f. Studi radiografi membantu dalam kondisi neoplastik dan inflamasi
7. Algoritma Terapi

C. KATEGORI KEAMANAN IBU HAMIL

Menurut Food Drug Administration digolongkan menjadi:

Kategori A : Studi kontrol pada wanita tidak memperlihatkan


adanya resiko terhadap janin pada kehamilan trimester I (dan tidak ada
bukti mengenai resiko pada trimester selanjutnya), dan sangat rendah
kemungkinannya untuk membahayakan janin. Contoh : Vitamin C, asam
folat, vitamin B6, zinc. Kebanyakan golongan obat yang masuk dalam
kategori ini adalah golongan vitamin, meski demikian terdapat beberapa
antibiotik yang masuk dalam Ketegori A ini

Kategori B : Studi pada sistem reproduksi binatang percobaan


tidak memperlihatkan adanya resiko terhadap janin, tetapi studi terkontrol
terhadap wanita hamil belum pernah dilakukan. Atau studi terhadap
reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping obat
(selain penurunan fertilitas) yang tidak diperlihatkan pada studi terkontrol
pada wanita hamil trimester I (dan tidak ada bukti mengenai resiko pada
trimester berikutnya). Contoh : acarbose, acyclovir, amiloride, amoxicillin,
ampicillin, azithromycine, bisacodyl, buspirone, caffeine, cefaclor.
Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan
adanya efek samping pada janin (teratogenik atau embriosidal atau efek
samping lainnya) dan belum ada studi terkontrol pada wanita, atau studi
terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat dilakukan. Obat hanya
dapat diberikan jika manfaat yang diperoleh melebihi besarnya resiko yang
mungkin timbul pada janin. Contoh : acetazolamide, albendazole, albumin,
allopurinol, aminophylin, amitriptyline, aspirin.

Kategori D : Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin manusia,


tetapi besarnya manfaat yang diperoleh jika digunakan pada wanita hamil
dapat dipertimbangkan (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi
situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih
aman tidak efektif atau tidak dapat diberikan). Contoh: alprazolam,
amikacin, amiodarone, atenolol, bleomycin, carbamazepine.

Kategori X : Studi pada binatang percobaan atau manusia telah


memperlihatkan adanya abnormalitas janin dan besarnya resiko obat ini
pada wanita hamil jelas-jelas melebihi manfaatnya. Dikontraindikasikan
bagi wanita hamil atau wanita usia subur. Contoh : alkohol dalam jumlah
banyak dan pemakaian jangka panjang, amlodipin + atorvastatin,
atorvastatin.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Tempat dan Waktu


1. Tempat
Praktikum dilakukan di Laboratorium Farmakoterapi, Fakultas Farmasi Dan
Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
2. Waktu
Praktikum dilaksanakan pada hari Jum’at, 25 Oktober 2019 pukul 08.00
sampai 10.30 WIB.
B. Judul Praktikum
Kasus Swamedikasi Diare Konstipasi
C. Kasus dan Pertanyaan
1. Kasus
Ny. B usia 28 tahun datang ke apotek mengeluhkan susah BAB sudah 2
hari, dikarenakan tidak suka makan sayur, keadaan sedang hamil 7 bulan.
Riwayat penyakit : tidak ada
Riwayat obat : belum mengkonsumsi obat apapun hanya banyak minum air
putih tetapi masih sulit BAB
Selain itu, Ny. B juga menanyakan obat diare untuk anaknya umur 3 tahun
mengeluhkan diare sejak kemarin akibat makan makanan pedas BAB nya
menjadi encer dengan frekuensi BAB menjadi 4x sehari, tidak ada demam
dan tidak berdarah.
Riwayat pengobatan : belum ada
Riwayat penyakit : tidak ada
2. Pertanyaan
a. Buatlah draft penggalian informasi
b. Tuliskan informasi yang perlu diberikan kepada pasien, baik informasi
yang berhubungan dengan farmakologi dan non farmakologi
c. Lakukan swamedikasi dengan teman sekelompok
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Draft penggalian informasi

Untuk siapa : Ny. B Riwayat penyakit : tidak ada


Umur : 28 th Riwayat pengobatan: belum
mengkonsumsi obat apapun hanya banyak
minum air putih tetapi masih sulit BAB

Berat badan : - Riwayat alergi :-


Alamat :- Kondisi Khusus : sedang hamil 7 bulan
Keluhan : susah BAB sudah 2 hari Penyebab sakit : karena tidak suka makan
sayur

Terapi pengobatan: Lactulax sirup 15- Terapi non-farmakologi :


30 ml/hari. - Minum air putih minimal 8 gelas per hari
(± 200ml per gelas)
- Perbanyak makan sayur dan buah
- Perbanyak olahraga

Untuk siapa : Anak Ny B Riwayat penyakit : tidak ada


Umur : 3 tahun Riwayat pengobatan : tidak ada
Berat badan : - Riwayat alergi :-
Alamat :- Kondisi Khusus : tidak ada demam dan
tidak ada darah
Keluhan : diare, BAB nya menjadi Penyebab sakit : akibat makan makanan
encer dengan frekuensi BAB menjadi 4x pedas
sehari
Terapi pengobatan : Terapi non-farmakologi :
- Zincid sirup (Zinc sulfate), dengan - Makan-makanan berserat tinggi
dosis : Anak 6 bln-5 th : 10 ml/hari - Menjaga kebersihan
(diberikan selama 10 hari berturut- - Kurangi makanan makanan pedas
turut walaupun diare sudah berhenti)
- Indoralyte sachet (oralit) 200 mg
dilarutkan dalam 200 ml air
B. Informasi yang diberikan kepada pasien:
1. Terapi farmakologi konstipasi diberikan:
a. Lactulax sirup 60 ml (Ikapharmindo)
Dalam 5 ml sirup mengandung Laktulosa 3,335 g. Obat ini bekerja
dengan mengalirkan cairan ke usus sehingga membuat tinja menjadi
lebih lunak dan mudah untuk dikeluarkan. Dosis pada dewasa yaitu
dosis awal 15-30 ml (10-20 g)/hari sebagai dosis tunggal atau dalam 2
dosis terbagi, dapat ditingkatkan hingga 45 ml atau 40 g/hari
disesuaikan dengan respons. Dosis maksimal per hari 60 ml. Simpan
ditempat sejuk dan kering, jauhkan dari jangkauan anak-anak. Harga
Rp. 31.900,-/botol.
b. Alasan diberikan laktulosa yaitu:
- Termasuk obat kategori B pada table FDA
- Sediaan sirup sehingga kerja obat akan lebih cepat diabsorbsi
- Pengunaan lebih nyaman dan mudah disbanding suppositoria /
enema karena pasien sedang hamil 7 bulan
- Harga ekonomis

2. Terapi farmakologi diare diberikan :


a. Indoralyte sachet / Oralit (Indofarma)
Dalam oralit mengandung natrium klorida, natrium sitrat dihidrat,
kalium klorida, glukosa anhidrat. Obat ini digunakan untuk mengatasi
kondisi kekurangan elektrolit dan mineral didalam tubuh akibat
dehidrasi pada diare. Dosis pada anak usia 1-5 tahun, 2 jam pertama 4
gelas larutan, selanjutnya 1 gelas setiap buang air besar. Simpan
ditempat sejuk dan kering terhindar cahaya matahari. Harga Rp. 1.100,-
/sachet.
b. Alasan diberikan oralit yaitu:
- Oralit memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan terapi
cairan intravena, lebih mudah diberikan dan tidak menyebabkan
rasa sakit.
- Rasa jeruk pada oralit sehingga lebih disukai anak-anak
- Oralit telah berhasil digunakan dalam pengobatan penyakit diare
dan telah mengakibatkan penurunan angka kematian anak-anak
akibat diare.
- Harga ekonomis
c. Zincid sirup 100 ml (Indofarma)
Dalam 5 ml sirup mengandung Zinc Sulfate 27,45 mg setara dengan
Zinc 10 mg. Obat ini digunakan untuk mengobati diare pada anak,
diberikan sebagai salah satu, obat komplementer (pelengkap) untuk
mengganti cairan tubuh yang hilang dan mencegah dehidrasi pada anak.
Dosis pada anak 6 bulan – 5 tahun yaitu 10 ml diberikan setiap hari
selama 10 hari berturut-turut (bahkan ketika diare telah terhenti).
Diminum sesudah makan. Simpan ditempat sejuk dan kering terhindar
dari cahaya matahari. Harga Rp. 36.905,-/botol.
d. Alasan diberikan zinc yaitu:
- Zinc oral memberikan manfaat yang substansial dalam
pengurangan keluaran tinja.
- Sediaan sirup sehingga kerja obat akan lebih cepat disbanding
bentuk tablet.
- Rasa yang manis sehingga lebih disukai anak-anak.
- Harga ekonomis

3. Terapi non farmakologi yang diberikan:


a. Untuk konstipasi:
- Konsumsi buah dan sayur kaya akan serat untuk melancarkan BAB
(pepaya, buah naga, brokoli, kacang-kacangan)
- Banyak konsumsi air putih
- Perbanyak olahraga karena pada kondisi hamil saluran pencernaan
mengalami perubahan dan biasanya menyebabkan konstipasi.
b. Untuk diare:
- Banyak konsumsi air putih
- Hindari makanan pedas atau yang dapat memicu diare
- Jaga kebersihan seperti cuci tangan sebelum memegang makanan.
SWAMEDIKASI KONSTIPASI DAN DIARE

KASUS
Ny. B usia 28 tahun datang ke apotek mengeluhkan susah BAB. Sudah 2 hari
dikarenakan tidak suka makan sayur. Keadaan sedang hamil 7 bulan

Riwayat pentakit : tidak ada

Riwayat obat : belum mengkonsumsi obat apapun, hanya banyak minum air
putih saja tetapi mbaih susah BAB.

Selain itu Ny. B juga menanyakan obat diare untuk anaknya umur 3 tahun
yang mengeluhkan diare sejak kemarin akibat makan-makanan pedas BABnya
menjadi encer, dengan frekuensi BAB 4 kali sehari, tidak ada demam dan
tidak ada darah.

Riwayat pengobatan: -

Riwayat penyakit: -

Apoteker : “Selamat siang bu, ada yang bisa saya bantu?”

Pasien : “Iya siang mba, saya mau membeli obat untuk susah buang air
besar mba..“

Apoteker : “ Yang sakit siapa bu?”

Pasien : “Saya sendiri mba.”


Apoteker : “ Maaf sebelumnya, saya berbicara dengan ibu siapa?”
Pasien : “ Ibu Risyana.”
Apoteker : “ Baik ibu Risyana, Perkenalkan nama saya Ade. Saya Apoteker
Di Apotek ini. Baik Bu, bisa ibu jelaskan kembali keluhan nya
seperti apa ?”
Pasien : “ Jadi begini mba, saya susah buang air besar nih mba sudah 2
hari.”
Apoteker : “Oh baik ibu, Apa ibu sebelumnya sudah mengkonsumsi obat
atau melakukan sesuatu untuk mengatasi susah BAB nya?”
Pasien : “ Saya sudah minum banyak air putih mba tapi BAB saya masih
susah mba. Saya juga belum minum obat apapun mba soalnya saya
lagi hamil mba“

Apoteker : “ Baik ibu.. maaf bu sudah berapa usia kandungan ibu?


Pasien : “ usia kandungan saya 7 bulan mba.”
Apoteker : “ Baiklah bu, kalau begitu saya siapkan obatnya dulu ya bu..”
Pasien : “ Baik mba.”
Apoteker :“Baiki bu Risyana, karena ibu sedang hamil jadi saya
merekomendasikan ibu obat Lactulax sirup. Obat ini bekerja
dengan mengalirkan cairan ke usus sehingga membuat tinja
menjadi lebih lunak dan mudah untuk dikeluarkan. Obatnya
diminum 15 ml satu kali sehari sesudah makan pada malam
sebelum tidur yabu supaya besok paginya sudah berefek. Simpan
obat ini ditempat kering dan sejuk, terhindar cahaya matahari
langsung, jauhkan dari jangkauan anak-anak. Selain itu, ibu harus
barengi dengan minum air putih yang lebih banyak saya sarankan
minum lebih dari 8 gelasper hari, olahraga ringan seperti jalan kaki
kecil atau olahraga ringan selama 20 sampai 30 menit, tidak cuman
mengatasi konstipasi, rutin berolah raga juga bisa mencegah posisi
bayi sungsang selain ibu usahakan mengkonsumsi biji-bijian, dan
buah-buahan seperti pisang, apel, papaya, brokoli dll.
Pasien : “ Maaf mba apakah obat ini aman buat saya lagi hamil.”
Apoteker :“Obat ini aman bu untuk ibu hamil”.
Pasien : “ apakah saya perlu mengkonsumsi obat lain mba?”
Apoteker :“tidak bu, obat ini sudah cukup dan informasi yang saya jelaskan
tadi harus rutin ibu lakukan, dan untuk menghindari resiko pada
kondisi ibu yang sedang hamil. Apakah dari penjelasan saya tadi
ibu sudah paham?”
Pasien :“ sudah mba, maaf mba ini anak saya diare sejak kemarin, obat
yang bagus buat anak saya apa ya mba?”
Apoteker :“ baik bu, maaf bu anak ibu usianya sekarang berapa tahun?”
Pasien :“ anak saya berusia 3 tahun mba”
Apoteker :“sebelumnya apakah ibu sudah kasih obat seperti oralit? Dan
apakah anak ibu mengalami demam dan apa fesesnya berdarah?
Pasien :saya belum kasih pengobatan apapun mba, anak saya tidak demam
dan fesesnya juga tidak berdarah, hanya saja dia mengeluh diare
sejak kemarin sepertinya akibat dari makan pedas-pedas mba, BAB
nya encer dari kemaren BAB nya menjadi 4 kali sehari ”
Apoteker :” baik bu, saya ambilkan obatnya dulu:”
Apoteker :“ Untuk anak ibu karena usianya masih dibawah 5 tahun saya
rekomendasikan obatnya Zincid sirup dengan Oralit, untuk zinc
diberikan 10 ml satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut
walaupun BAB nya sudah berhenti dan untuk oralit cara
pemakaiannya Oralit tersedia dalam bentuk serbuk yang harus
dilarutkan terlebih dahulu dengan air. Dalam satu bungkus terdapat
200 mg oralit dan harus dilarutkan dalam 200 ml air. Kemudian
diminum setiap kali anak ibu sehabis BAB. Dan obat ini paling
baik disimpan pada suhu ruangan, jauh kan dari cahaya langsung
dan tempat yang lembap. Jangan disimpan dalam kulkas. Kalau ibu
lupa cara penggunaannya di sachet ada cara melarutkan oralit ini.
Pasien :“ kalau anak saya diarenya belum berhenti juga bagaimana mba?”
Apoteker :“jika anak ibu diarenya belum berhenti juga, kalau terlihat tanda-
tanda badannya lemas, kulitnya menjadi kering segera ibu bawa
kedokter. Apakah ibu sudah paham dengan penjelasan saya dan
apa ada yang ibu tanyakan lagi?”.
Pasien :“ saya sudah paham mba, kalu begitu berapa harga obat saya sama
anak saya mba?
Apoteker :“harga Lactulax sirup Rp. 31.900,-/botol ibu, untuk obat anak ibu
Zincid sirupnya Rp. 36.905,-/botol dan oralitnya Rp. 1.100,-
/sachet. Untuk penyimpanan obatnya, disimpan pada suhu ruang
dan hindari jangkauan anak-anak ya bu. Usahakan anak ibu tidak
jajan sembarangan dan hindari pemicu diare seperti mengkonsumsi
makanan yang pedas”.
Pasien : “Baik mba, terimakasih banyak atas informasinya ya”
Apoteker : “Iya ibu sama-sama, semoga lekas sembuh ya bu.”
( pasien meninggalkan apoteker, dan menuju kasir)
Literatur : Iso vol 52 Hlm 350 dan WHO
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Swamedikasi merupakan pengobatan sendiri sebagai upaya untuk
mengatasi gejala-gejala penyakit yang timbul sehingga dapat memperbaiki
kesehatan. Dalam kasus ini penggalian informasi menggunakan metode
ashmethod. Pemilihan Lactulax sirup (laktulosa) yang bekerja dengan
mengalirkan cairan ke usus sehingga membuat tinja menjadi lebih lunak dan
mudah untuk dikeluarkan. Untuk diare diberikan lini pertama yaitu Indoralyte
sachet (oralit) dan Zincid sirup yang digunakan untuk mengatasi kondisi
kekurangan elektrolit dan mineral didalam tubuh akibat dehidrasi pada diare anak.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Informasi Spesialit Obat ed 48. Jakarta. Isfi


Dipiro Joseph T., Talbert R.L, Yee Gary C, Matzke Gary R., Wells Barbara G.
Posey Michael L. 2005 PHARMACOTHERPY A PATHOPHISIOLOGY
APPROACH Sixth Edition. McGraw-Hill Education, United States

Dipiro Joseph T. Wells Barbara G, Schwinghammer Twerry L, Dipiro Cecily V.


2015. Pharmacotherapy Hanbook Ninth edition. McGraw-Hill Education,
United States
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alkes. 2007. Pedoman Penggunaan Obat Bebas
Dan Bebas Terbatas. Depkes RI: Jakarta
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman
Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Bhakti Husada. Jakarta
Http://www.FDA.com
Informasi Spesialit Obat vol 52 Halaman 350 dan WHO
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

SWAMEDIKASI DIARE DAN KONSTIPASI

DOSEN PENGAMPU: NURHASNAH., M.Farm., Apt

KELAS / KELOMPOK: E1 / 10

DISUSUN OLEH:

1. ADE MUTIARA DWICAHYA 1804019017


2. RISYANA TIAZ 1804019020
3. JOSHUA KOIREWA 1804019029

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2019

Anda mungkin juga menyukai