Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS DIARE

KELOMPOK 3 DIARE

Nulan Utami (1116038)

Herlinawati (1116048)

Aida Marlyana Malaka (1116051)

Siska Nur Ajri Azizah ( 1116059)

Oktavia Nurul Ulfah (1116062)

Eko Alfianto Krisna S (1116075)

Solihin (1116077)

Dwi Santika (1116078)

Eka Yuliana (1116081)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus diare
pada orang dewasa diseluruh Dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat, insidens
kasus diare mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus/tahun. Sekitar 900.000 kasus
diare perlu perawatan di rumah sakit. Diseluruh dunia sekitar 2,5 juta kasus
kematian karena diare/tahun. Di Amerika Serikat, diare terkait mortalitas tinggi
pada lanjut usia. Satu studi data mortalitas nasional melaporkan lebih dari 280.000
kematian akibat diare dalam waktu 9 tahun, 51% kematian terjadi pada lanjut usia.
Selain itu, diare masih merupakan penyebab kematian anak di seluruh dunia,
meskipun tatalaksana sudah maju (WHO, 2015).

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering
(biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu hari. Secara klinis penyebab diare dapat
dikelompokan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi disebabkan oleh bakteri, virus
atau invasi parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-
sebab lainya (DEPKES RI, 2011).
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan parasit)
alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah kategori besar
penyebab diare. Pada balita, penyebab diare terbanyak adalah infeksi virus
terutama Rotavirs. Virus Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak
(70-80%). Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus
serotype 1,2,8, dan 9 pada manusia, Norwalk Virus, Astrovirus, Adenovirus
(tipe 40,41), Small bowel structure virus, Cytomegalovirus (Permata, 2012).
Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Faktor penyebab
diare yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan tinja.
Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi
dengan perilaku dengan manusia yang tidak sehat pula yaitu melalui makanan
dan minuman,maka dapat menimbulkan penyakit diare.

Banyak faktor baik secara langsung mmaupun tidak langsung dapat menjadi
faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, pejamu,
lingkungan dan perilaku. Faktor lingkungan paling dominan yaitu sarana
penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi
bersama dengan perilaku manusia. Apalbila faktor lingkungan tidak sehat,
karena tercemar kuman diare serta terakumulasi dengan perilaku manusia
yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi.
Beberapa faaktor yang menjadi salah satu penyebab kejadian diare adalah
sumber air minum, kualitas fisik air bersih dan personal hygiene. Sumber air
minum mempunyai peranan dalam penyebaran beberapa penyakit menular.
Sumber air minum merupakan salah satu sarana sanitasi yang berkaitan
dengan diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fekal oral. Merka dapat ditularkan dengan memasukan kedalam
mulut,cairan atau benda yang tercemar dengan tinja.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah ganguan osmotik
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi
air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare. Gangguan motilitas
usus yang mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi
darah (Zein, 2004).

Pencegahan Diare dapat diupayakan melalui berbagai cara umum dan


khusus/imunisasi. Termaksut cara umum antara lain adalah peningkatan
higiene dan sanitasi karena peningkatan higiene dan sanitasi dapat
menurunkan insiden diare. mengonsumsi air yang bersih yang sudah direbus
terlebih dahulu, mencuci tangan setelah BAB dan atau setelah bekerja.
Memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun
(Kasaluhe et al, 2015). Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur,
untuk mencegah dehidrasi bila perlu diberikan infus cairan untuk dehidrasi.
Buang air besar dijamban, Membuang tinja bayi dengan benar, memberikan
imunisasi campak (Depkes RI, 2011).
Oralit merupakan cairan elektrolit–glukosa yang sangat essensial dalam
pencegahan rehidrasi dengan dehidrasi ringan–sedang. Oralit diberikan untuk
mengganti cairan elektrolit yang banyak dibuang dalam tubuh yang terbuang
pada saat diare. Meskipun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air
minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam
oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Aspek yang paling
penting adalah menjaga hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit
selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, yang harus
dilakukan pada semua pasien. kecuali jika tidak dapat minum atau diare hebat
membahayakan jiwa yang memerlukan hidrasi intravena. Idealnya, cairan
hidrasi oral harus terdiri dari 3,5 gram natrium klorida, 2,5 gram garam
natrium bicarbonat, 1,5 gram kalium klorida, dan 20 gram glukosa per liter
air. Jika terapi intravena diperlukan, dapat diberikan cairan normotonik,
seperti cairan salin norma atau ringer laktat, suplemen kalium diberikan
sesuai panduan kimia darah (Amin, 2015). Rehidrasi pada pasien dilakukan
sesuai dengan derajat dehidrasi pasien. Pada dehidrasi ringan-sedang dapat
diberikan secara oral dengan pemberian oralit sebanyak 75ml/kg berat badan
diberikan dalam 3 jam pertama di layanan kesehatan, Namun jika dehidrasi
belum teratasi, anak masih dalam keadaan dehidrasi ringan-sedang maka
terapi rehidrasi ringan-sedang diulang kembali dan jika keadaan anak lebih
memburuk menjadi dehidrasi berat maka anak segera direhidrasi sesuai terapi
dehidrasi berat yaitu diberi cairan resusitasi secara intravena sebanyak
30ml/kg berat badan ½ jam pertama dilanjutkan 70ml/kg berat badan 2 ½ jam
berikutnya. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik
dengan komposisi 29g glukosa, 3,5g NaCl, 2,5g Natrium bikarbonat, dan 1,5g
KCl (Maliny, 2014).
Diare dengan Infeksi enteral yaitu merupakan penyebab utama diare pada
anak. Infeksi interal meliputi: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella dll. Shigella
adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan dan air. Organisme
Shigella menyebabkab disentri basiler dan menghasilkan respon inflamasi
pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Shigellosis timbul dengan
gejala adanya nyeri pada abdomen, demam, BAB berdarah, dan feses
berlendir.Gejal awal terdiri dari demam, nyeria abdomen, diare cair tanpa
darah, kemudian feses berdarah setelah 3-5 hari. Lamanya gejala rata-rata
pada orang dewasa adalah 7 hari, pada kasus yang lebih parah menetap
selama 3-4 minggu. Shigella kronis dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan
status karies kronis dapat terjadi (Zein dkk, 2004). Enterotoxigen E.coli
Menyebabkan Secretory Diarrhoea seperti pada kolera. Strain Kuman ini
mengeluarkan toksin LT atau ST. Faktor-faktor permukaan untuk pelekatan
sel kuman pada mukosa usus penting di dalam patogenesis diare, karena sel
kuman harus melekat dulu pada sel epitel mukosa usus sebelum kuman
mengeluarkan toksin. Kuman menginfeksi sel mukosa, menimbulkan
kerusakan sel dan terlepasnya lapisan mukosa. Ciri khas diare yang disebakan
oleh Strain Enteroinvasive E.coli adalah: tinja mengandung darah, mukus dan
pus. Kolitis hemoragik disebabkan oleh E.coli serotipe 0157:H7, tinja
bercampur darah banyak. Strain E.coli ini menghasilkan substansi yang
bersifat sitotoksik terhadap sel Vero dan sel Hela, identik dengan toksin dari
shigella dysentriae. Toksin ini merusak endotel pembuluh darah, terjadi
perdarahan yang kemudian kuman masuk kedalam usus (Karsinah dkk,
1994). Antibiotika Seftrikson sangat baik digunakan dalam terapi infeksi
yang disebakan Citrobacter, E. Coli, Neisseria, proteus, morganella,
serratia,dan shigella. yang telah resisten terhadap sefalosporin generasi
pertama dan generasi kedua. Dan Mekanisme kerja seftriakson sebagai
antimikroba adalah dengan menghambat sintesa dinding sel mikroba, yang
dihambat ialah enzim transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi
pembentukan dinding sel. Seftriakson dieksresikan terutama melalui ginjal
33-67% dan sisanya dimetabolisme di hati dan dikeluarkan bersama feses
(Revainal dkk, 2013). Seftriakson diberikan secara intravena dengan dosis 1-2
g sehari setiap 12-24 jam selama 5 hari (More et al,2013).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara sumber air minum, kualitas fisik air
bersih, kepemilikan jamban dan personal hygiene dengan kejadian
diare.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan kondisi sumber air minuman,kualitas fisik air
bersih,daan personal hygiene.
b. Mendeskripsikan kejadian diare.
c. Menganalisis hubingan antara sumber air minum dengan
angka kejafian diare
d. Menganalisi hubingan antra kulaitas fisik air bersih dengan
kejadian angka diare
e. Menganalisi hubungan perrsonal hygiene dengan angka
kejadiaan diare .
BAB II
KONSEP DASAR TEORI

Konsep Penyakit

1. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak
dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto,
1999).
Menurut WHO (1992) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih
dari tiga kali sehari.
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi
dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat
berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 2002).

2. Penyebab
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio,
E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus,
Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica,
G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan
yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
 Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang
terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu bisa terjadi
malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
 Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun
dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
 Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas),
jarang terjadi tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar.

3. Anatomi – Fisiologi
1) Anatomi sistem pencernaan
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian :

1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu diruang antara gusi,
bibir dan pipi.
2) Rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi bilaris
disebelah belakang bersambung dengan faring.
b. Faring

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut


dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan nafas dan
jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas
tulang belakang.

c. Esofagus (kerongkongan)

Panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk


kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak dibelakang trakea dan
didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus
diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.

d. Gaster (lambung)

Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat


mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-
bagian lambung, yaitu :

1) Fundus ventrikularis, bagian yang menonjol keatas terletak


disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.
2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada
bagian bawah notura minor.
3) Antrum pilorus, berbentuk tebing mempunyai otot tebal
membentuk spinkter pilorus.
4) Kurtura minor, terletak disebelah kanan lambung, terdiri dari
osteum kordi samapi pilorus.
5) Kurtura mayor, lebih panjang dari kurtura minor terbentang dari
sisi kiri osteum kardium melalui fundus kontrikuli menuju kekanan
sampai ke pilorus anterior.
e. Usus halus

Usus halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan


yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ±
6cm, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan
obstruksi hasil pencernaan makanan.

Usus halus terdiri dari :

1) Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk
sepatu kuda melengkung kekiri, pada lengkungan ini terdapat
pankreas. Pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir
yang nambulir disebut papila vateri.

2) Yeyunum
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus
halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa panjangnya ± 2-3 meter.
3) Ileum
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia panjangnya sekitar ± 4-5 m
dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh
usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam
empedu.

f. Usus besar/interdinum mayor

Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm, fungsinya menyerap air dari


makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces. Usus besar terdiri
atas 8 bagian:

1) Sekum.
2) Kolon asenden.
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari ileum
sampai kehati, panjangnya ± 13 cm.
3) Appendiks (usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan panjang ± 6 cm.
4) Kolon transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan
panjang ± 28 cm.
5) Kolon desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah kiri membujur dari anus ke
bawah dengan panjangnya ± 25 cm.
6) Kolon sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf
"S" ujung bawah berhubungan dengan rektum.
7) Rektum.
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus.
8) Anus.
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan

2) Fisiologi sistem pencernaan


Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu : pencernaan dan
absorpsi bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut
dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap
makanan masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh
kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak,
dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat
dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan
pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati
membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas (Price &
Wilson, 1994).

Isi usus digerakkan oleh peristaltik yang terdiri atas dua jenis
gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf
autonom dan hormon (Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan
segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret
pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik
mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan
yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung
(Price & Wilson, 1994).

Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan


karbohidrat, lemak dan protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan
asa-asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe
untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan vitamin
juga diabsorpsi. Absoprpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme
transpor aktif dan pasif yang sebagian kurang dimengerti (Price &
Wilson, 1994).

Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan


dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting
adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada
kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang
menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi
berlangsung (Preice & Wilson, 1994). Kolon mengabsorpsi air,
natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta mengeluarkan
kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan
air dan elektrolit dan mencegah terjadinya dehidrasi. (Schwartz, 2000)

Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari


kolon kanan dan meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental
merupakan pola yang paling umum, mengisolasi segmen pendek dari
kolon, kontraksai ini menurun oleh antikolinergik, meningkat oleh
makanan dan kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang
umum, pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0
cm/detik, tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari,
terjadi dengan defekasi. (Schwartz, 2000)

Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, dan
produksi intralumen. Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen,
metan. Bakteri membentuk hidrogen dan metan dari protein dan
karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari. (Schwartz,
2000)

4. Pathofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:

1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen
usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.

3. Gangguan motilitas usus


Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

Secara skematis, patofisiologi diare dapat digambarkan sebagai


berikut :

faktor infeksi Faktor malabsorbsi Faktor makanan Faktor


Psikologi

KH,Lemak,Protein

Masuk Tek. Osmotik meningkat toksin


cemas

& berkembang dlm usus

Hipersekresi air Pergeseran air dan hiperperistaltik

dan elektrolit elektrolit ke rongga

( isi rongga usus) usus Menurunya


kesempatan usus

menyerap makanan
Hipertermi DIARE

Frekuensi BAB meningkat Distensi


abdomen

Kehilangan cairan & Gg. integritas kulit

Elektrolit berlebihan perianal

gg. kes. cairan & elektrolit Asidosis Metabolik Mual,


muntah

Resiko hipovolemi syok sesak


Nafsu makan menurun
Gagguan Oksigenasi Perubahan
nutrisi

5. Gejala Klinis
Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
Pada anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja
menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elistitas kulit menurun),
ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan
berat badan.
Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran
menurun.
Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

6. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan tinja
b) Makroskopis dan mikroskopis
c) PH dan kadar gula dalam tinja
d) Bila perlu diadakan uji bakteri

1. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan


menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
2. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
3. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
7. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan diare akut adalah sebagai berikut :


1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan
rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:

1) Jenis cairan yang hendak digunakan.


Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan
karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah
kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja.
Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang
sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada
setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang
ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi
dengan segala akibatnya.

2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.


Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak
diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari
badan. Derajat dehidrasi ringan, sedang, berat dapat dinilai dengan
Skor Mourice King.

Menilai tingkat dehidrasi ringan sedang berat dengan


menggunakan Skor Maurice King, sebagai berikut :
Keterangan:

 Nilai 0-2 : dehidrasi ringan


 Nilai 3-6 : dehidrasi sedang
 Nilai 7-12: dehidrasi berat

2. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan :

a. Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan


lemak tak jenuh.
b. Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi
tim).
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan
misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak
yang berantai sedang atau tak jenuh.
3. Obat-obatan yang diberikan pada anak diare adalah:
a. Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
b. Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
c. Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)

Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari prioritas keperawatan
dengan pengumpulan data-data yang akurat dari klien sehingga akan
diketahui berbagai permasalahan yang ada. (Hidayat, 2004 : 98)

Adapun hal-hal yang dikaji meliputi :

a. Identitas Klien
1) Data umum meliputi : ruang rawat, kamar, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor medical record.
2) Identitas klien
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku dan gaya hidup.

b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Bab cair lebih dari 3x.

2. Riwayat Keperawatan Sekarang


Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan BAB cair
berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat
bercampur lendir dan atau darah. Keluhan lain yang mungkin
didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat,
volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.
3. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari
saprofit menjadi parasit), alergi makanan, dll.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan
rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan,
perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit klien dan lain-lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : klien lemah, lesu, gelisah, kesadaran turun
Pengukuran tanda vital meliputi : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi dan
suhu tubuh.
1) Keadaan sistem tubuh
a. Mata : cekung, kering, sangat cekung
b. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan
kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan tidak bisa minum
c. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt
karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
d. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah,
tensi menurun pada diare sedang .
e. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2
detik, suhu meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin
(waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
f. Sistem perkemihan : oliguria sampai anuria (200-400
ml/24jam).
3. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
diare / output berlebih dan intake yang kurang.
c) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
skunder terhadap diare
d) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.

4. Intervensi Rasional
1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara
maksimal

Kriteria hasil :

o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0


c, RR : < 24 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak
cekung, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :

a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan
kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini
memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit
b. Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus
membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa
metabolisme.

c. Timbang berat badan setiap hari


R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama
dengan kehilangan cairan 1 lt.

d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada klien,


2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral

e. Kolaborasi :
1. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca,
BUN)
R/ Koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk
mengetahui faal ginjal (kompensasi).

2. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur


R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

3. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)


R/ Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit
agar seimbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi
normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas
untuk menghambat endotoksin.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


diare/output berlebih dan tidak adekuatnya intake.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam di
RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :

- Nafsu makan meningkat


- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan


berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat
merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.

2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak


sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang


berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam


R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah
makanan.

5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :


- terapi gizi : Diet TKTP rendah serat
- obat-obatan atau vitamin
R/ Mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh

3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam
tidak terjadi peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
- Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio
laesa)
Intervensi :

1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam


R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh
( adanya infeksi)

2) Berikan kompres hangat


R/ Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan
produksi panas tubuh

3) Kolaborasi pemberian antipirektik


R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

4) Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan


peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama 3 x 24 jam
integritas kulit tidak terganggu

Kriteria hasil :

- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga


- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan
baik dan benar
Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman

2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal


(bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh
karena kelebaban dan keasaman feces

3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang
lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .
BAB III
RESUME KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Ny. N DIARE AKUT DI


RUMAH SAKIT N BANDUNG
TAHUN 2020

Kasus

Seorang pasien bernama Ny.N, usia 67 tahun, Pendidikan D3, Ibu Rumah Tangga,
Agama Islam. MRS tanggal 26 November 2019, No MR 0079546, Diagnosa
Medis Diare akut, Alamat Gunung puyuh RT 06 / RW 11, Penanggung Jawab Ny.
L adik kandung pasien.
Pada saat dikaji tanggal 26 November 2019 Klien mengeluh BAB cair lebih dari
10x / hari, perut terasa mules dan kembung, Pemeriksaan Tekanan darah 110/80
mmHg, Nadi 82 x/menit, Suhu 36,3˚C, Respirasi 20 x/menit TB 150 cm, BB 75
kg.
Gigi sudah memakai gigi palsu, bising usus 32x/menit. Kongjutiva ananemis.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 26 november 2019 Hb. 13,4 gr/dl, Lekosit
8.900 /μl, Hematokrit 42 %, Trombosit 372.000 μl, GDS 121, Urin lengkap: Bj.
1.020, PH 6.0, keton ++, warna kuning tua, agak keruh, lekosit 1-4, eritrosit 0-2,
epitel +, Pemeriksaan feses: konsistensi lembek, warna hijau, lender positif,
leukosit 4-5, eritrosit 1-2, telur cacing negatif, amuba negative, Pseudohypha
positif
Terapi Medis Ofloxacin 3x1 gr, Pantoprazole 1x20 mg/iv, Salofax 2 x 250 mg,
Urispas 3x200 mg, Dogmatil 3x 400 mg, Sucralfat 3 x 15 ml, Alfrazolam 1x25
mg

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Biodata
1) Identitas Klien
Nama : Ny. N
Usia : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Sunda
Golongan Darah : -
Tgl Masuk RS : 26 November 2019
Tgl Pengkajian : 26 November 2019
No. Medrek : 0079546
Ruangan :A
Dx Medis : Diare Akut
Alamat : Gunung Puyuh RT 06/11
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Usia : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : D3
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hub Klien : Adik Kandung Pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : Mules
2) Riwayat kesehatan sekarang : klien mengeluh BAB cair lebih dari
10x/menit, perut terasa mules dan kembung
3) Riwayat kesehatan dahulu : -
4) Riwayat kesehatan keluarga : -
c. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pencernaan
a) Kepala : bentuk kepala normal, rambut sebagian memutih/beruban,
rambut merata, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe, tidak ada
benjolan dan lesi.
b) Mata : simetris kiri dan kanan,mata bersih, konjungtiva anemis,
skelera tidak ikterik, pupil isokor kiri dan kanan, dan tidak ada alat
bantu penglihatan
c) Hidung : simetris kiri dan kana, tidak ada pernafasan
cupinghidung, tidak ada kotoran, tidak ada pembengkakan dan
popil
d) Telinga : simetris kiri dan kanan, bersih tidak ada serumen, tidak
ada laserasi, pendengaran masih baik
e) Mulut : bibir terlihat kering, terpasang gigi palsu
f) Wajah : simetris, tidak ada lesi, tampak pucat
g) Leher : tidak terlihat benjolan dan pembesaran kelenjar tiroid
h) Dada : bentuk normal chest, simetris, pernafasan dada, gerakan
paru simetris, ekspansi dada simetris, tidak ada suara nafas
tambahan, suara nafas vestikuler, suara paru sonor
i) Punggung : tidak ada lesi, tidak ada nyeri, dan kelainan tulang
belakang
j) Abdomen : simetris, bising usus 32x/menit, pasien menyatakan
mules, perut kembung
k) Genetalia : tidak terpasang kateter, tidak odem, tidak ada kelainan
l) Ekstremitas atas : lengkap, pasien bisa menggerakan tangan kiri
dan kanan, tidak terdapat odem, tidak terlihat atropi, tidak terlihat
tanda-tanda infeksi
m) Ekstremitas bawah : lengkap, kaki kiri dan kanan bisa di gerakan,
dan tidak ada gangguan, tidak terdapat odem, otot kaki tidak atropi

d. Data Psikologis
1) Konsep diri
a) Body image : baik
b) Harga diri : baik
c) Peran : baik
d) Identitas diri : -
2) Status Emosional : pasien gelisah
3) Pola koping : baik
4) Gaya komunikasi : baik
5) Persepsi klien terhadap penyakit : klien ingin sembuh dengan cepat
e. Data Sosial
1) Gaya komunikasi : baik
2) Hubungan sosial : baik
f. Data Spiritual
1) Falsafah kehidupan : pasien menerima keadaan hidupnya
2) Sense of tracendence : pasien berharap dapat sembuh
3) Konsep kepercayaan : pasien mampu melakukan ibadah dengan baik
g. Data Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hb 13,4 14-16 g/dl
Leukosit 8.900 5000-10000 mm
Hematrolit 42 (L): 40-49% (P): 37-46%
Trombosit 372.000 150.000-40.000 mm
GDS 121 70-130 mg/dL

2) Pemeriksaan urine lengkap


Komponen Hasil Nilai Normal Satuan
Bj 1.020 1.006-1.022 -
PH 6,0 4,6-8,5 -
Keton ++ Negative mg/dL
Warna Kuning tua agak keruh Kuning -
Lekosit 1-4 2-5 Lpb
Eritrosit 1-2 0-2 Lpb
Epitel + - -

3) Hasil Pemeriksaan analisis fases


Komponen Hasil Nilai Normal Satuan
Konsentrasi Lembek Lembek -
Amuba Negative - -
Warna Hijau Cokelat -
Lender Positif - -
Telur cacing Negative - -
Pseudohypha Positif - -

4) Therapi
1. Obat Oral
- Ofloxacin 3x1 gr
- Salofalk 2x250 mg
- Urispas 3x200 mg
- Dogmatil 3x400 mg
- Sucralfat 3x15 ml
- Alfrazolam 1x25 mg
2. Obat injeksi
- Pantoprazole 1x20 mg/iv

2. Analisa Data
No Data Kemungkinan Masalah
penyebab/dampak
1. DO : Faktor infeksi Diare
- Bising usus
34x/menit
- Pasien terdiagnosis Masuk dan berkembang
GEA dalam usus
- Pasien terlihat
lemah dan lemas
DS : Hipersekresi air dan
- Pasien menyatakan elektrolit
sakit perut
- Pasien mengatakan
BAB 10x dengan Diare
konsistensi
lembek, warna nya
hijau, lendir positif
2. DO : Gastroenteritis akut Resiko
- Pasien terlihat kekurangan
lemah volume cairan
- Bibir terlihat Makanan atau zat tidak
kering dapat diserap tubuh
- Pasien terdiagnosa
GEA
- Tanda-tanda vital Tekanan osmotic rongga
TD : 110/80 usus meningkat
mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,3ºc Diare
RR : 20 x/menit
TB : 150 cm
BB : 75 kg Peningkatan frekuensi
defekasi
DS :
- Pasien mengatakan
BAB lebih dari Konsistensi feses lembek
10x/hari,
konsistensi
lembek, warna Kehilangan cairan tubuh
hijau tua, lendir
positif
Defisit volume cairan
Prioritas diagnosa keperawatan

No Diagnosa Keperawatan
diagnosa
1. Diare berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
output

B. PERENCANAAN
Tanggal/wakt No Tujuan dan Intervensi Rasional
u kriteria hasil Keperawatan
1. Setelah - Manajemen - Dengan
dilakukan elektrolit/cairan dilakukan
tindakan (pemberian manajemen
keperawatan infus) elektrolit/cair
selama 3X24 jam - Manajemen an
diare nutrisi (pemberian
berkurang/hilang (pemberian infus)
dengan kriteria: makanan yang diharapkan
- Diare mengandung dapat
berkurang/hil serat) meningkatka
ang. n cairan
- Pasien tidak elektrolit
mengeluh yang hilang
BAB cair. akibat diare.
- Perut pasien - dengan
tidak mules dilakukannya
dan manajemen
kembung. nutrisi
(pemberian
makanan
yang
mengandung
serat)
diharapkan
dapat
meningkatka
n intake yang
seimbang.
2. Setalah - Pemasangan - Dengan
dilakukan infus dilakukan
tindakan - Terapi pemasangan
keperawatan intravena. infus
selama 3X24 jam - Pemberian diharapkan
kekurangan makan dapat
volume cairan meningkatkan
berkurang volume
dengan kriteria: cairan.
- peningkatan - Dengan
volume dilakukan
cairan. terapi
- tidak intravena
menunjukan untuk
tanda-tanda memberikan
dehidrasi hidrasi cairan
tubuh secara
parenteral
- Dengan
dilakukan
pemberian
makan untuk
menjaga
asupan
makanan
yang
dibutuhkan
tubuh.
C. IMPLEMENTASI
Tanggal / No Implementasi Respon Klien TTD
waktu Keperawatan
1. - Memanajemen 1. Feses berbentuk,
elektrolit/cairan BAB sehari sekali
(pemberian infus) 2. Tidak mengalami
- Memanajemen diare
nutrisi (pemberian 3. Menjelaskan
makanan yang penyebab diare dan
mengandung serat) rasional tindakan
4. Menjaga daerah
sekitar rektal dari
iritasi

2. - Melakukan 1. Mempertahankan
Pemasangan infus urine output sesuai
- Melakukan Terapi dengan usia dan BB,
intravena. BJ urine normal, HT
- Melakukan normal
Pemberian makan 2. TTV dalam batas
Normal
3. Tidak ada tanda
tanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik,
membrane mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan.

D. EVALUASI
Tanggal/Wakt No Evaluasi Keperawatan TTD
u
1 S: Pasien tidak mengeluh diare.
O: BAB pasien normal tidak cair
A: masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
2 S: Pasien tidak mengeluh lemah
O: mukosa bibir tidak kering
A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi
dan komunikasi tentang data klien. Fase proses keperawatan ini mencakup dua
langkah yaitu data dari sumber primer (klien), dan sumber sekunder (keluarga dan
tenaga kesehatan) dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan.
Pengkajian merupakan komponen dasar dalam proses keperawatan, sehingga
dengan pengkajian yang tepat akan menentukan langkah berikutnya (Potter &
Perry, 2005).

Berdasarkan pengkajian terhadap Ny. N ditemukan kesenjangan antara teori


dan kasus dimana pada teori nadi dan respirasi cepat sedangkan pada kasus nadi
dan respirasi pasien normal.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon aktual
atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang mempunyai lisensi dan
kompeten untuk mengatasinya. Diagnose keperawatan memberikan dasar
pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat
(Potter & Perry, 2005).

Berdasarkan pengkajian dan analisa data yang dilakukan pada kasus pasien
Ny. N ditemukan ada 2 diagnosa keperawatan yaitu :

1. Diare berhubungan dengan peningkatan motilitas usus


2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake output

Berdasarkan penjelasan di atas ditemukan ada kesenjangan pada diagnosa


keperawatan antara teoritis dan kasus. Dari 4 diagnosa keperawatan yang ada pada
tinjauan teoritis semua diagnosa keeperawatan tidak ditemukan dalam kasus.
C. Intervensi Keperawatan

Intervensi adalah rencana keperawatan yang akan penulis rencanakan kepada


klien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga kebutuhan pasien dapat
terpenuhi (Wilkinson, 2011). Perencanaan adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang dipekirakan
dan di intervensi kepeawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter &
Perry, 2005).

Dari dua diagnosa keperawatan selanjutnya dibuat rencana keperawatan


sebagai tindakan pemecahan masalah keperawatan dimana penulis membuat
rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan kemudian menetapkan
tujuan dan kriteria hasil, selanjutnya menetapkan tindakan yang tepat.

D. Implementasi Keperawatan

Setelah melakukan intervensi keperawatan, tahap selanjutnya adalah mencatat


intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respons klien. Hal ini dilakukan
karena pencatatan akan lebih akurat bila dilakukan saat intervensi masih segar
dalam ingatan. Tulislah apa yang diobservasi dan apa yang dilakukan (Deswani,
2009). Implementasi yang merupakan kategori dari proses keperawatan adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. (Potter & Perry, 2005).

Implementasi keperawatan dilaksanakan selama tiga hari dimulai dari tanggal


26-28 November dimana semua tindakan yang dilaksanakan selalu berorientasi
pada rencana yang telah dibuat terdahulu dengan mengantisipasi seluruh tanda-
tanda yang timbul sehingga tindakan keperawatan dapat tercapai pada asuhan
keperawatan yang dilaksanakan dengan menerapkan komunikasi therapeutik
dengan prinsip etis. Pada kasus ini tidak jauh beda dengan teori-teori yang ada di
dalam rencana keperawatan.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun, evaluasi dapat
dilakukan pada setiap tahap dari proses perawatan. Evaluasi mengacu pada
penilaian, tahapan dan perbaikan. Pada tahap ini, perawat menemukan penyebab
mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal (Alfaro-Lefevre,
1994 dalam Deswani, 2009).
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun hasil asuhan keperawatan kepada klien yang didapatkan dari


pengkajian, penegakkan diagnosa keperawatan, menentukan rencana keperawatan,
melakukan implementasi dan evaluasi, yaitu:

1. Pengkajian

Berdasarkan pengkajian pada Ny. N tanggal 26 November 2020 dengan diare


akut diperoleh data yang tidak jauh berbeda dengan manifestasi klinis dari diare
akut yaitu BAB cair lebih dari 3x

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil data pengkajian yang telah dilakukan, dirumuskan diagnosa


keperawatan pada Ny. N dengan diare akut tidak sesuai dengna teori yaitu Diare
berhubungan dengan peningkatan motilitas usus dan risiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan intake output

3. Rencana Keperawatan

Dalam membuat rencana keperawatan disesuaikan dengan diagnosa yang


ditegakkan sehingga mendapatkan tujuan yang diinginkan. Tidak ada kesenjangan
rencana keperawatan antara teori dan kasus untuk setiap diagnosa yang sama.
4. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan pada pasien dilakukan sesuai rencana pada teori. Tidak
semua tindakan yang direncanakan dilakukan karena penulis dalam melakukan
tindakan lebih mengutamakan tindakan prioritas dalam proses pengobatan dan
penyembuhan pasien dan juga disesuaikan dengan kondisi, situasi, dan perubahan
yang dialami pasien.
Lampiran1
STANDAR OPERASIONAL (SOP)

TINDAKAN KEPERAWATAN : PEMASANGAN INFUS

Pemasangan infus merupakan tindakan yang dilakukan pada


pasien memerlukan masukan cairan atau obat langsung ke
1 Pengertian dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu
tertentu dengan menggunakan infus set ( Potter & Perry,
2010).

a. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh, cairan


tubuh elektrolit, vitamin, protein, kalori dan nitrogen.
Pada klien yang tidak mampu memulihkan

2 Tujuan keseimbangan asam-basa.


b. Memulihkan keseimbangan asam-basa.
c. Memulihkan volume darah
d. Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-
obatan.
a. Pasien syok
b. Pasien yang mengalami pengeluaran cairan berlebih
c. Infoksikasi berat
3 Indikasi
d. Sebelum transfuse darah
e. Pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu

4 Persiapan Alat Steril


Alat 1. Bak instrument berisi handscon dan kasa steril
2. Infus set steril
3. Jarum/wignidle/abocath dengan nomor yang sesuai
4. Korentang dan tempatnya
5. Kom tutup berisi kapas alcohol
Alat Tidak Steril

1. Standart infus
2. Bidai dan pembalut jika perlu
3. Perlak dan alasnya
4. Pembendung (tourniquet)
5. Plester
6. Gunting perban
7. Bengkok
5. Pelakasanaan Persiapan Pasien :
1. Memperkenalkan diri
2. Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan
3. Meminta kesediaan pasien untuk dirawat
4. Alur posisi yang nyaman bagi klien
Persiapan Lingkungan :

5. Persiapkan lingkungan yang tenang dan aman


6. Gunakan sketsel saat melakukan prosedur
7. Membawa alat ke dekat pasien
Pelaksanaan :

8. Mencuci tangan
9. Memakai sarung tangan
10. Membuka daerah yang akan dipasang infus
11. Memasang alas dibawah anggota badan yang akan
dipasang infus
12. Menusukkan jarum dan meletakkannya pada bak
instrument steril mengalirkan cairan ke selang infus ke
dalam botol infus, kemudian mengalirkan cairan ke
selang infus. Berakhir di bengkok untk mengeluarkan
udara dan mengisi selang infus.
13. Isi tempat tetesan onfus kurang lebih separuhnya
14. Pastikan roller selang infus dalam keadaan menutup ke
arah bawah
15. Menggantungkan selang infus pada standar infus
16. Buka abocath dari bungkusnya
17. Potong 3 lembar plester
18. Pilih pembuluh darah yang akan dipasang infus,
19. Bendung bagian proksimal/atas dari pembuluh dara
yang akan dipasang infus dengan tourniquet
20. Minta pasien menggenggamkan tangan, dengan ibu jari
pasien di dalam genggaman
21. Mendesinfeksi daerah yang akan dipasang infus
22. Menusukan jarum infus ke vena dengan lubang jarum
menghadap keatas. Pastikan darah mengaliri jarum dan
abocath, jika belum teraliri darah temukan pembuluh
darah sampai darah mengaliri jarum dan abocath.
23. Tourniquet dilepas bila darah sudah masuk
24. Lepas jarum sambil meninggalkkan abocath di dalam
pembuluh darah
25. Tekan pangkal abocath untuk mencegah darah keluar
dan masukan ujung selang infus ke abocath
26. Fixasi secara menyilang menggunakan plester abocath
yang sudah terpasang
27. Alirkan cairan dari botol ke pembuluh darah dengan
membuka roller. Bila tetesan lancar, jarum masuk di
pembuluh darah yang benar
28. Fixasi dengan cara kupu-kupu, meletakkan plester
dengan cara terbalik dibawah selang infus, kemudian
disilangkan.
29. Menutup jarum dan tempat tusukan dengan kassa steril
dan diplester
30. Mengatur/menghitung jumlah tetesan
31. Mengatur posisi pada anggota tubuh yang diinfus bila
perlu diberi spalk
32. Menuliskan tanggal pemasangan infus pada plester
terakhir
33. Merapikan alat dan pasien
34. Melepas handscoon dan mencuci tangan
a. Aliran dan tetesan infus lancer
b. Tidak terjadi hematom

6. Evaluasi c. Strilisasi terjaga


d. Infus terpasang rapi
e. Pasien nyaman
f. Lingkungan bersih

STANDAR OPERASIONAL (SOP)

TERAPI PEMBERAN NUTRISI


Terapi nutrisi adalah terapi yang diberikan kepada pasien
1 Pengertian yang mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.

Memberikan makanan yang tepat kepada pasien sesuai


2 Tujuan dengan penyakit dan kondisi umum maupun kondisi
saluran cerna pasien
1. Pasien yang datang ,dilakukan pengisian data
di RM dan dilakukan assesment nutrisi.
2. Assesment nutrisi meliputi IMT (Indeks Masa Tubuh)
bila termasuk gizi kurang atau malnutrisi dilakukan
terapi gizi lanjut dan dilakukan konsultasi gizi, dan yang
mempunyai riwayat penyakit seperti
hipertensi,DM,jantung,kolesterol,asam urat dll.
3. Petugas/ahli gizi melakukan skreening gizi kepada
pasien.
4. Petugas/ahli gizi melakukan penentuan status gizi lebih
lanjut.
5. Jika status gizi pasien kurang bahkan gizi buruk maka
dilakukan assesmen gizi lebih lanjut dan dilakukan
3 Prosedur konsultasi gizi.
6. Jika status gizi pasien adalah normal maka diet yang
diberikan adalah biasa/normal sesuai dengan kondisi dan
penyakit pelanggan dengan bentuk makanan berupa cair,
saring, lunak, biasa dan makanan diberikan secara per
oral. Makanan untuk pasien pembedahan dengan diit
TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein).
7. Perhitungan kebutuhan kalori perhari pada pasien yang
memerlukan terapi.
8. Ahli gizi melakukan edukasi ke pasien dan keluarga
pasien (konsultasi gizi ).
9. Monitoring meliputi keadaan pasien,hasil laboratorium
,pola makan dan kepatuhan pasien menjalankan diit.
10.Evaluasi meliputi perubahan pola makan
DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta


Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6.
EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai