UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
“TETES HIDUNG DAN TELINGA”
I. FORMULASI
1.1. Formulasi Tetes Hidung
Tetes hidung adalah obat bebas yang digunakan dengan cara meneteskan obat
ke dalam rongga hidung yang mengandung zat aktif, suspensi, pendapar, dan
pengawet. Cairan pembawa pada tetes hidung adalah air dengan pH 5,5-7,5 dengan
kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis, dan tidak boleh menggunakan
cairan pembawa berupa minyak, mineral atau minyak lemak. Zat pensuspensi yang
digunakan umumnya sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok dengan
kadar tidak lebih dari 0,01% b/v. Zat pendapar digunakan zat yang cocok dengan pH
6,5 dan dibuat isotonis dengan Natrii Chloridum. Zat pengawet yang digunakan
yaitu Benzalkonium Chlorida 0,01%-0,1% b/v. Sediaan disimpan pada wadah
tertutup rapat (Dirjen POM, 1979).
Obat tetes telinga atau guttae auritulares merupakan obat tetes yang digunakan
untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Umumnya obat tetes
menggunakan air sebagai zat pembawanya, kecuali obat tetes telinga. Hal ini
dikarenakan obat tetes telinga harus memperhatikan kekentalan agar dapat
menempel dengan baik pada dinding telinga. Obat tetes telinga menggunakan
gliserol dan propilenglikol sebagai zat pembawa, dapat juga menggunakan etanol,
heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Zat pensuspensi pada tetes telinga dapat
menggunakan sorbitan, polisorbat, atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-
kebasaan kecuali dinyatakan lain, pH 5,0-6,0. Penyimpanan kecuali dinyatakan lain,
dalam wadah tertutup rapat (Dirjen POM, 1979).
II. MANUFAKTUR
2.1. Manufaktur Tetes Hidung
Menurut Aurelia (2010), manufaktur tetes hidung adalah sebagai berikut :
2.1.1. Prosedur pembuatan bahan pengental dan pensuspensi
a. HPMC didespersikan dan dihidrasi dalam air sebanyak 20-30% dari
jumlah air yang dibutuhkan. Lalu HPMC yang telah dihidrasi ini
ditambah ke dalam air sambil terus diaduk dan dipanaskan pada suhu 80-
900C. Untuk mencapai volume yang diinginkan dapat ditambahkan air
dingin.
b. Metil sesulose
Dalam air dingin, metil selulose akan mengembang dan berdispersi
perlahan membentuk disperse koloid yang opalens dan kental.
2.1.2. Prosedur pembuatan
a. Larutan
Sterilisasi semua peralatan yang akan digunakan
Timbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan
lakukan sterilisasi disesuaikan dengan monografi zat
Untuk pembuatan dengan metode aseptic, lakukan di bawah LAF
(Laminar Air Flow)
1) Larutkan masing-masing bahan, baik zat aktif maupun eksipien,
di dalam pelarutnya, sesuai dengan kelarutan zat tersebut
2) Masukkan semua bahan yang telah larut ke dalam gelas piala
yang dilengkapi batang pengaduk, dan bilas kaca arloji dengan
aquabidest minimal 2 kali
3) Aduk homogeny, lalu tuang larutan tersebut ke dalam gelas
ukur dan tambahkan aqua pro injection hingga 90% volume
akhir yang diinginkan
4) Lakukan IPC baru add volume akhir sesuai yang diinginkan
5) Saring dengan membrane filter 0,45 mikrometer untuk bebas
partikulat, dilanjutkan dengan membrane filter 0,22 mikrometer
untuk menyaring bakteri.
6) Larutan yang bebas bakteri dan bebas partikulat dimasukkan ke
dalam buret, lalu diisikan ke dalam botol tetes
Untuk pembuatan dengan sterilisasi akhir, lakukan di ruang
pencampuran :
1) Larutkan masing-masing bahan, baik zat aktif maupun eksipien,
di dalam pelarutnya, sesuai dengan kelarutan zat tersebut
2) Masukkan semua bahan yang telah larut ke dalam gelas piala
yang dilengkapi batang pengaduk, dan bilas kaca arloji dengan
aquabidest minimal 2 kali
3) Aduk homogen, lalu tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur
dan tambahkan aqua pro injection hingga 90% volume akhir
yang diinginkan
4) Lakukan IPC baru add volume akhir sesuai yang diinginkan
5) Saring dengan membrane filter 0,45 mikrometer untuk bebas
partikulat,
6) Masukkan ke dalam flakon dan ditutup dengan tutup flakon
(karet), lalu diikat dengan simpul champangne, kemudian di
sterilkan di dalam (autoklaf)
7) Larutan yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam buret, lalu
diisikan ke dalam botol tetes
Kemasan botol dalam dos dan berietiket luar
Lakukan evaluasi mutu pada sediaan
b. Suspensi
1. Suspending agent dikembangkan dalam air panas, lalu di campur
dengan wetting agent, bahan pengawet dan bahan pembantu lainnya
2. Zat aktif yang sudah ditimbang digerus berturut–turut dalam mortar
steril dan dicampur dengan pembawa yang telah disterilkan (dalam
keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus
3. suspense ini dituang dalam gelas ukur yang dilengkapi dengan
batang pengaduk dan volume akhir dicapai dengan penambahan air
steril
4. Sambil diaduk suspensi yang sudah homogeny dituang ke dalam
wadah tetes hidung yang telah dikalibrasi
2.2. Manufaktur Tetes Telinga
Menurut Ansel (1989), manufaktur tetes telinga adalah sebagai berikut :
1. Semua alat dan bahan disterilkan dengan caranya masing masing sesuai
farmakope yang ada.
2. Zat aktif ditimbang di atas kaca arloji steril dan pelarutnya diukur dengan gelas
ukur steril (hati-hati bila pembawa OTT yang akan digunakan).
3. Zat aktif dilarutkan didalam gelas kimia dengan pelarut yang sudah ditentukan.
4. Larutan disaring dengan membran 0,45 mikrometer dan membran 0,22
mikrometer.
5. Larutan disaring dengan kertas saring.
6. Masukkan sediaan dalam wadah obat tetes telinga secara aseptis dengan
menggunakan spuit steril yang sudah dibilas dengan larutan sediaan.
7. Pasang tutup wadah yang telah disiapkan.
8. Diberi etiket, brosur dan kemasan.
Pembuatan sediaan suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana semua
bahan yang akan dibuat sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai, kemudian
dicampur di bawah Laminar Air Flow. Penandaan pada etiket harus juga tertera
’Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka.
III. PERSYARATAN
3.1. Persyaratan Tetes Hidung
Menurut King (1984), persyaratan dalam obat tetes hidung adalah sebagai berikut :
1. Isohidris dengan sekresi hidung yaitu dengan mempunyai pH dalam rentang
5,5-7,5 pada orang dewasa dan anak antara 5,0-6,7
2. Mempunyai kapasitas buffer yang baik
3. Isotonik atau sedikit hipertonis agar tidak terjadi iritasi mukosa hidung
4. Tidak mengubah viskositas normal muskus hidung (viskositas larutan harus
seimbang dengan mukosa)
5. Dapat bercampur dengan gerakan silia normal dan bahan ionik sekresi nasal
6. Dapat bercampur homogen antara zat aktif dengan pembawa
7. Cukup stabil untuk disimpan jangka panjang sepanjang pemakaian pasien
8. Harus steril dari kontaminasi
9. Mengandung pengawet untuk menekan pertumbuhan bakteri yang mungkin ada
melalui penetes
10. Tidak boleh menggunakan cairan pembawa minyak mineral atau minyak
lemak. Larutan yang berminyak tidak mampu menyebar pada membran mukosa
11. Umumnya digunakan air sebagai cairan pembawa
12. Tidak mengganggu fungsi rambut getar epitel
13. Zat aktif berkhasiat dekongestan, anestetik lokal atau antiseptic
3.2. Persyaratan Tetes Telinga
Menurut King (1984), persyaratan dalam obat tetes telinga adalah sebagai berikut :
1. Kelarutan
Kebanyakan senyawa obat dapat larut dalam cairan pembawa yang umum
digunakan padasediaan tetes telinga, jika senyawa obat tidak larut dalam cairan
pembawa maka dapat dibuat sediaan suspensi.
2. Viskositas
Viskositas sediaan tetes telinga untuk menjamin sediaan dapat lama berada di
dalam saluran telinga.
3. Sifat surfaktan
Dengan adanya surfaktan akan membantu proses penyebaran sediaan dan
melepaskan kotoran pada telinga.
4. Pengawet
Beberapa guttae auriculares memerlukan pengawetan terhadappertumbuhan
mikroba.
5. Sterilisasi
Sediaan tetes telinga harus steril
6. pH Optimum
Kecuali dinyatakan lain pH tetes telinga adalah 5,0-6,0 dan harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat. pH optimum untuk larutan berair yang digunakan
pada telinga utamanya adalah dalam pH asam (5,0-6,0). Larutan alkali biasanya
tidak diinginkan karena tidak fisiologis dan menyediakan media yang subur
untuk penggandaan infeksi. Ketika pH telinga berubah dari asam menjadi alkali,
bakteri dan fungi akan tumbuh lebih cepat.
IV. EVALUASI
4.1. Evaluasi Tetes Hidung
Uji Timbanglah massa sediaan tetes Tidak lebih dari dua bobot
Keseragaman hidung secara satu persatu tiap wadah menyimpang
Bobot sebanyak 10 wadah, dan tentukan dengan lebih dari 10 persen
rata-rata bobotnya. dari rata-rata bobot dan sama
sekali tidak menyimpang
lebih dari 20%.
V. KEMASAN
tahan terhadap benturan sehingan biaya pengangkutan lebih murah dan resiko wadah
pecah lebih kecil.
Desain wadahnya beragam dan penerimaan pasien terhadap wadah plastic cukup
baik.
Penggunaan wadah plastic relative efektif. Dalam bentuk botol plastic yang dapat
Aurelia, Adipose. 2010. Metode Pembuatan Sediaan Steril – OTH. Surabaya : ITS
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta : Depkes RI
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Kurniawan, Dhadang Wahyu & Teuku Nanda, S.S . 2012. Teknologi Sediaan Farmasi.
Purwokerto : Laboratorium Farmasetika Unsoed.
Rundfeldt, Chris. 2011. Drug Development a Case Study Based Insight Into Modern
Strategies. Croatia: InTech.
Stefanus,Lukas. 2006. Formulasi Sediaan Steril. Yogyakarta : CV Andi Offset..