Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“TETES HIDUNG DAN TELINGA”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8 :

DZURROTUN NASICHAH 22010317120010

RONA SAGA SUWANDI 22010317120015

CINDYANA AKHMADI 22010317120022

NORMA YUNITA C.D. 22010317130032

SYIFA MEDIATI 22010317130040

EKA APRILIA 22010317130055

CHILMIA AIDA UMRIANA 22010317130057

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2019
“TETES HIDUNG DAN TELINGA”

I. FORMULASI
1.1. Formulasi Tetes Hidung

Tetes hidung adalah obat bebas yang digunakan dengan cara meneteskan obat
ke dalam rongga hidung yang mengandung zat aktif, suspensi, pendapar, dan
pengawet. Cairan pembawa pada tetes hidung adalah air dengan pH 5,5-7,5 dengan
kapasitas dapar sedang, isotonis atau hampir isotonis, dan tidak boleh menggunakan
cairan pembawa berupa minyak, mineral atau minyak lemak. Zat pensuspensi yang
digunakan umumnya sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok dengan
kadar tidak lebih dari 0,01% b/v. Zat pendapar digunakan zat yang cocok dengan pH
6,5 dan dibuat isotonis dengan Natrii Chloridum. Zat pengawet yang digunakan
yaitu Benzalkonium Chlorida 0,01%-0,1% b/v. Sediaan disimpan pada wadah
tertutup rapat (Dirjen POM, 1979).

1.2. Formulasi Tetes Telinga

Obat tetes telinga atau guttae auritulares merupakan obat tetes yang digunakan
untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Umumnya obat tetes
menggunakan air sebagai zat pembawanya, kecuali obat tetes telinga. Hal ini
dikarenakan obat tetes telinga harus memperhatikan kekentalan agar dapat
menempel dengan baik pada dinding telinga. Obat tetes telinga menggunakan
gliserol dan propilenglikol sebagai zat pembawa, dapat juga menggunakan etanol,
heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Zat pensuspensi pada tetes telinga dapat
menggunakan sorbitan, polisorbat, atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-
kebasaan kecuali dinyatakan lain, pH 5,0-6,0. Penyimpanan kecuali dinyatakan lain,
dalam wadah tertutup rapat (Dirjen POM, 1979).

II. MANUFAKTUR
2.1. Manufaktur Tetes Hidung
Menurut Aurelia (2010), manufaktur tetes hidung adalah sebagai berikut :
2.1.1. Prosedur pembuatan bahan pengental dan pensuspensi
a. HPMC didespersikan dan dihidrasi dalam air sebanyak 20-30% dari
jumlah air yang dibutuhkan. Lalu HPMC yang telah dihidrasi ini
ditambah ke dalam air sambil terus diaduk dan dipanaskan pada suhu 80-
900C. Untuk mencapai volume yang diinginkan dapat ditambahkan air
dingin.
b. Metil sesulose
Dalam air dingin, metil selulose akan mengembang dan berdispersi
perlahan membentuk disperse koloid yang opalens dan kental.
2.1.2. Prosedur pembuatan
a. Larutan
 Sterilisasi semua peralatan yang akan digunakan
 Timbang semua bahan pada kaca arloji sesuai dengan formula dan
lakukan sterilisasi disesuaikan dengan monografi zat
 Untuk pembuatan dengan metode aseptic, lakukan di bawah LAF
(Laminar Air Flow)
1) Larutkan masing-masing bahan, baik zat aktif maupun eksipien,
di dalam pelarutnya, sesuai dengan kelarutan zat tersebut
2) Masukkan semua bahan yang telah larut ke dalam gelas piala
yang dilengkapi batang pengaduk, dan bilas kaca arloji dengan
aquabidest minimal 2 kali
3) Aduk homogeny, lalu tuang larutan tersebut ke dalam gelas
ukur dan tambahkan aqua pro injection hingga 90% volume
akhir yang diinginkan
4) Lakukan IPC baru add volume akhir sesuai yang diinginkan
5) Saring dengan membrane filter 0,45 mikrometer untuk bebas
partikulat, dilanjutkan dengan membrane filter 0,22 mikrometer
untuk menyaring bakteri.
6) Larutan yang bebas bakteri dan bebas partikulat dimasukkan ke
dalam buret, lalu diisikan ke dalam botol tetes
 Untuk pembuatan dengan sterilisasi akhir, lakukan di ruang
pencampuran :
1) Larutkan masing-masing bahan, baik zat aktif maupun eksipien,
di dalam pelarutnya, sesuai dengan kelarutan zat tersebut
2) Masukkan semua bahan yang telah larut ke dalam gelas piala
yang dilengkapi batang pengaduk, dan bilas kaca arloji dengan
aquabidest minimal 2 kali
3) Aduk homogen, lalu tuang larutan tersebut ke dalam gelas ukur
dan tambahkan aqua pro injection hingga 90% volume akhir
yang diinginkan
4) Lakukan IPC baru add volume akhir sesuai yang diinginkan
5) Saring dengan membrane filter 0,45 mikrometer untuk bebas
partikulat,
6) Masukkan ke dalam flakon dan ditutup dengan tutup flakon
(karet), lalu diikat dengan simpul champangne, kemudian di
sterilkan di dalam (autoklaf)
7) Larutan yang telah disterilkan dimasukkan ke dalam buret, lalu
diisikan ke dalam botol tetes
 Kemasan botol dalam dos dan berietiket luar
 Lakukan evaluasi mutu pada sediaan
b. Suspensi
1. Suspending agent dikembangkan dalam air panas, lalu di campur
dengan wetting agent, bahan pengawet dan bahan pembantu lainnya
2. Zat aktif yang sudah ditimbang digerus berturut–turut dalam mortar
steril dan dicampur dengan pembawa yang telah disterilkan (dalam
keadaan dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus
3. suspense ini dituang dalam gelas ukur yang dilengkapi dengan
batang pengaduk dan volume akhir dicapai dengan penambahan air
steril
4. Sambil diaduk suspensi yang sudah homogeny dituang ke dalam
wadah tetes hidung yang telah dikalibrasi
2.2. Manufaktur Tetes Telinga
Menurut Ansel (1989), manufaktur tetes telinga adalah sebagai berikut :
1. Semua alat dan bahan disterilkan dengan caranya masing masing sesuai
farmakope yang ada.
2. Zat aktif ditimbang di atas kaca arloji steril dan pelarutnya diukur dengan gelas
ukur steril (hati-hati bila pembawa OTT yang akan digunakan).
3. Zat aktif dilarutkan didalam gelas kimia dengan pelarut yang sudah ditentukan.
4. Larutan disaring dengan membran 0,45 mikrometer dan membran 0,22
mikrometer.
5. Larutan disaring dengan kertas saring.
6. Masukkan sediaan dalam wadah obat tetes telinga secara aseptis dengan
menggunakan spuit steril yang sudah dibilas dengan larutan sediaan.
7. Pasang tutup wadah yang telah disiapkan.
8. Diberi etiket, brosur dan kemasan.
Pembuatan sediaan suspensi steril dilakukan secara aseptik, di mana semua
bahan yang akan dibuat sediaan disterilisasi dulu dengan cara yang sesuai, kemudian
dicampur di bawah Laminar Air Flow. Penandaan pada etiket harus juga tertera
’Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka.
III. PERSYARATAN
3.1. Persyaratan Tetes Hidung
Menurut King (1984), persyaratan dalam obat tetes hidung adalah sebagai berikut :
1. Isohidris dengan sekresi hidung yaitu dengan mempunyai pH dalam rentang
5,5-7,5 pada orang dewasa dan anak antara 5,0-6,7
2. Mempunyai kapasitas buffer yang baik
3. Isotonik atau sedikit hipertonis agar tidak terjadi iritasi mukosa hidung
4. Tidak mengubah viskositas normal muskus hidung (viskositas larutan harus
seimbang dengan mukosa)
5. Dapat bercampur dengan gerakan silia normal dan bahan ionik sekresi nasal
6. Dapat bercampur homogen antara zat aktif dengan pembawa
7. Cukup stabil untuk disimpan jangka panjang sepanjang pemakaian pasien
8. Harus steril dari kontaminasi
9. Mengandung pengawet untuk menekan pertumbuhan bakteri yang mungkin ada
melalui penetes
10. Tidak boleh menggunakan cairan pembawa minyak mineral atau minyak
lemak. Larutan yang berminyak tidak mampu menyebar pada membran mukosa
11. Umumnya digunakan air sebagai cairan pembawa
12. Tidak mengganggu fungsi rambut getar epitel
13. Zat aktif berkhasiat dekongestan, anestetik lokal atau antiseptic
3.2. Persyaratan Tetes Telinga
Menurut King (1984), persyaratan dalam obat tetes telinga adalah sebagai berikut :
1. Kelarutan
Kebanyakan senyawa obat dapat larut dalam cairan pembawa yang umum
digunakan padasediaan tetes telinga, jika senyawa obat tidak larut dalam cairan
pembawa maka dapat dibuat sediaan suspensi.
2. Viskositas
Viskositas sediaan tetes telinga untuk menjamin sediaan dapat lama berada di
dalam saluran telinga.
3. Sifat surfaktan
Dengan adanya surfaktan akan membantu proses penyebaran sediaan dan
melepaskan kotoran pada telinga.
4. Pengawet
Beberapa guttae auriculares memerlukan pengawetan terhadappertumbuhan
mikroba.
5. Sterilisasi
Sediaan tetes telinga harus steril
6. pH Optimum
Kecuali dinyatakan lain pH tetes telinga adalah 5,0-6,0 dan harus disimpan
dalam wadah tertutup rapat. pH optimum untuk larutan berair yang digunakan
pada telinga utamanya adalah dalam pH asam (5,0-6,0). Larutan alkali biasanya
tidak diinginkan karena tidak fisiologis dan menyediakan media yang subur
untuk penggandaan infeksi. Ketika pH telinga berubah dari asam menjadi alkali,
bakteri dan fungi akan tumbuh lebih cepat.

IV. EVALUASI
4.1. Evaluasi Tetes Hidung

Jenis Prinsip Syarat


Evaluasi
Organoleptis Pengamatan bau, bentuk, warna Bau, bentuk, dan warna
sesuai bahan standar

PH Meggunakan PH meter PH sediaan 5,5 - 6,5 (FI IV)

Uji Timbanglah massa sediaan tetes Tidak lebih dari dua bobot
Keseragaman hidung secara satu persatu tiap wadah menyimpang
Bobot sebanyak 10 wadah, dan tentukan dengan lebih dari 10 persen
rata-rata bobotnya. dari rata-rata bobot dan sama
sekali tidak menyimpang
lebih dari 20%.

Kebocoran Sediaan dalam kemasan Tidak Terdapat Kebocoran


diletakkan terbalik dengan ujung pada kemasan.
dibawah ketika disterilisasi akhir.
Kejernihan Sediaan yang diuji dilihat dengan Tidak Terdapat zat pengotor
latar berwarna hitam
Melihat ada tidaknya partikel
yang tidak larut.
4.2.Evaluasi Tetes Telinga

Jenis Evaluasi Prinsip Syarat


Organoleptis Pengamatan bau, bentuk, Bau, bentuk, dan warna
warna sesuai bahan standar

PH Meggunakan PH meter PH sediaan 4-8


(FI IV hal 191)
Kejernihan Digunakan 2 tabung reaksi Kejernihannya sama dengan
yang berisi sediaan dan air atau pelarut yang
larutan pembawa, dan digunakan. Dan tidak
digunakan latar belakang terdapat partikel pengotor.
hitam

Volume Pengukuran jumlah sediaan Volume rata-rata yang


Terpindahkan dengan hasil disesuaikan diperoleh dari 10 wadah
yang tertulis di etiket tidak kurang dari 100%
Dan tidak satupun wadah
kurang dari 95% dari etiket.
(FI IV, hal 881)

V. KEMASAN

Kesesuaian sistem penutupan wadah yang digunakan untuk penyimpanan,


transportasi (pengiriman) dan penggunaan produk obat harus didiskusikan. Pemilihan
wadah harus mempertimbangkan, misalnya, pilihan bahan, perlindungan dari
kelembaban dan cahaya, kompatibilitas bahan konstruksi dengan bentuk sediaan
(termasuk penyerapan ke wadah dan pelindian) keamanan bahan konstruksi, dan kinerja
(seperti reproduktifitas dosis pengiriman dari perangkat ketika disajikan sebagai bagian
dari produk obat (ICH Guideline, 2005).
Kemasan untuk obat tetes hidung maupun obat tetes telinga dapat digunakan
botol kaca dan botol plastik. Botol kaca tidak mudah menyebabkan interaksi dan akan
memberikan perlindungan yang baik terhadap formulasi bahkan selama interval
penyimpanan yang lama. Namun kadang-kadang kaca dapat mempengaruhi stabilitas
formulasi (perubahan pH, pelepasan logam) (Rundfeldt, 2011).
Gambar 1. Sediaan obat Gambar 2. Sediaan obat
tetes hidung kemasan kaca tetes telinga kemasan kaca

Gelas yang digunakan untuk mengemas sediaan farmasi digolongkan menjadi 4


katagori, tergantung pada bahan kimia gelas tersebut dan kemampuan untuk mencegah
penguraian, antara lain (Dhadhang, WK., Teuku, NSS. 2012):
Gelas Komposisi Sifat-sifat Aplikasi

Tipe 1 Borosilikat Resistensi terhadap Sediaan parenteral asidik dan


hidrolisis netral, bisa juga untuk
tinggi,eksporasi termal sediaan alkali yang sama
rendah
Tipe II Kaca soda Resistensi hidrolitik Sediaan parenteral asidik dan
kapur relatif tinggi netral, bisa juga untuk
(diperlukan sediaan alkalin yang sesuai
dealkalisasi)
Tipe III Kaca soda Sama dengan tipe II, Cairan anhidrat, sediaan
kapur (tidak tapi dengan pelepasan parenteral jika data uji
mengalami oksida stabilitas yang sesuai
perlakuan) menunjukkan bahwa kaca
Tipe III memenuhi untuk
sediaan parenteral
Tipe NP Kaca soda Resistensi hidrolitik Hanya digunakan
kapur sangat rendah untuksediaaan non parenteral
(penggunaan (oral, tipikal, dsb)
umum)
Kemasan gelas/kaca mempunyai sifat sebagai berikut : tembus pandang, kuat,
mudah dibentuk, lembam, tahan pemanasan, pelindung terbaik terhadap kontaminasi dan
flavor, tidak tembus gas, cairan dan padatan, dapat diberi warna, dapat dipakai kembali
(returnable), relatif murah (Stefanus, 2006).
Botol yang terbuat dari bahan plastik biasanya munggunakan bahan Polietilena,
polipropilen, PET dankadang-kadang digunakan untuk semprotan hidung. Kerugian
paling penting untuk semua botol yang terbuat dari bahan plastik adalah penguapan /
penurunan berat sediaan. Bahan plastik bukan penghalang yang sempurna untuk
penguapan gas atau air. Masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan bahan laminasi
tetapi ini lebih mahal. Risiko potensial lain harus dipertimbangkan yaitu tinta dan perekat
dari label dapat bermigrasi melalui dinding botol dan larut ke dalam
formulasi(Rundfeldt, 2011).
Beberapa faktor yang menyebabkan industri farmasi semakin banyak
menggunakan wadah plastic antara lain :
 Jika dibandingan dengan wadah gelas, wadah plastic beratnya lebih ringan dan lebih

tahan terhadap benturan sehingan biaya pengangkutan lebih murah dan resiko wadah
pecah lebih kecil.
 Desain wadahnya beragam dan penerimaan pasien terhadap wadah plastic cukup

baik.
 Penggunaan wadah plastic relative efektif. Dalam bentuk botol plastic yang dapat

dipencet dapat menyebabkan wadah berfungsi ganda baik sebagai pengemas


maupun sebagai aplikator sediaan-sediaan seperti obat mata, obat hidung, dan lotio
(Dhadhang, WK., Teuku, NSS. 2012)

Gambar 3. Sediaan obat tetes Gambar 4. Sediaan obat tetes


hidung kemasan plastik telinga kemasan plastik
DAFTAR PUSTAKA

Aurelia, Adipose. 2010. Metode Pembuatan Sediaan Steril – OTH. Surabaya : ITS
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta : Depkes RI
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

ICH Harmonised Tripartite Guideline. 2005. Pharmaceutical Development Q8 Step 4


version. ICH Expert Working Group.
King, R. E. 1984. Dispensing of Medication, Ninth Edition. Philadelphia: Marck publishing
company

Kurniawan, Dhadang Wahyu & Teuku Nanda, S.S . 2012. Teknologi Sediaan Farmasi.
Purwokerto : Laboratorium Farmasetika Unsoed.
Rundfeldt, Chris. 2011. Drug Development a Case Study Based Insight Into Modern
Strategies. Croatia: InTech.
Stefanus,Lukas. 2006. Formulasi Sediaan Steril. Yogyakarta : CV Andi Offset..

Anda mungkin juga menyukai