“KONSTIPASI”
Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
FAKULTAS FARMASI
2020/2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tugas
Mata kuliah swamedikasi. Makalah ini berisi tentang Definisi konstipasi, etiologi,
patofisiologi, macam-macam konstipasi, dampak dan komplikasi serta penatalaksanaan
terapi konstipasi.
Dalam menyusun makalah ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini, baik moril maupun materiil. Kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan di bidang pengetahuan khususnya keperawatan dan kesehatan pada
umumnya. Terima kasih.
Wassalamu’alikum Wr.Wb.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari
kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran)
kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih
pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik lebih lambat dan kemungkinan sebab lain.
Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi
ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut.
Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada
kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding
pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya
umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun
ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen.
ISI
A. Pengertian Konstipasi
Konstipasi sama artinya dengan buang air besar yang jarang atau sulit. Frekuensi BAB
pada masing-masing orang berbeda-beda. Periode buang air besar (BAB) kurang dari 3
kali seminggu untuk wanita dan 5 kali seminggu untuk laki-laki, atau periode lebih dari 3
hari tanpa pergerakan usus. Penurunan frekuensi BAB yang tidak seperti biasanya dan
atau disertai gejala nyeri selama buang air besar disebut sebagai konstipasi. Akumulasi
atau pemadatan isi usus halus yang dapat mengakibatkan konsistensi feses yang keras
mengakibatkan kesulitas defekasi (buang air besar). Semua orang dapat mengalami
konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam
memompa pada usus) lebih lambat. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat,
kurang minum, mengonsumsi obat obatan yang menyebabkan konstipasi (antidiare) dan
kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut
(Sukandar dkk. 2013).
Konstipasi dapat menyebabkan gejala seperti sakit perut, BAB mungkin disertai rasa
sakit, turun atau hilangnya napsu makan, mual atau muntah, turunnya berat badan, noda
feses di celana dalam anak yang menandakan banyaknya feses yang tertahan di rektum
(bagian usus besar terdekat dengan anus) disebut encopresis atau fecal incontinence.
Mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat menyebabkan robekan kecil pada
lapisan mukosa anus (anal fissure) dan perdarahan, konstipasi dapat meningkatkan risiko
infeksi saluran kemih (Wald 2015).
Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada
kelompok usia 60 tahun ke atas. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya
umur, terutama usia di atas 65 tahun. Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi
saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung bagaimana caranya
buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab
konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral
atau saraf perifer, karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau
fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis
dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik. Mencegah konstipasi secara umum
ternyata tidaklah sulit yaitu mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah
diperoleh adalah pada buah dan sayur. Konstipasi pada umumnya terjadi akibat dari
rendahnya konsumsi serat atau penggunaan obat-obat yang dapat menimbulkan konstipasi
seperti opiate. Pemberian opiate peroral memiliki efek penghambatan pada saluran cerna
lebih besar dibandingkan pemberian parenteral. Jika penderita konstipasi ini mengalami
kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut
dengan blender (Wald 2015).
B. Klasifikasi Konstipasi
C. Patofisiologi Konstipasi
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantar feses ke
rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan merenggangkan ampula dari rekum diikuti
relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk menghindari pengeluaran feses secara spontan,
terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang
dipersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsangan keinginan untuk buang air
besar dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum
mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan
menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot-otot levator ani
Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan keras.
Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang berlebihan
dalam usus besar (kolon) keluar dari otot, membentuk kantong kecil yang disebut
divertikula. Hemoroid juga bisa sebagai akibat dari tekanan yang berlebihan saat defekasi
(Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004). Hampir 50% dari pasien dengan penyakit
divertikular atau anorektal, ketika ditanya, menyangkal mengalami konstipasi/sembelit.
Namun, hampir semua pasien ini memiliki gejala ketegangan atau jarang defekasi.
Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat megalami hambatan pasase bolus di
kolon atau rektum, sehingga timbul kesulitan defekasi atau timbul obstipasi. Gangguan
pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit atau dapat karena kelainan
psikoneuorosis. Yang termasuk gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit yaitu
disebabkan oleh mikroorganisme (parasit, bakteri, virus), kelainan organ, misalnya
tumor baik jinak maupun ganas, pasca bedah di salah satu bagian saluran cerna (pasca
gastrektomi, pasca kolesistektomi). Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi,
perlu diingat kembali bagaimana mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke
dalam kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan buangan sisa makanan,
atau tinja. Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja ini ke arah rektum. Begitu
mencapai rektum, tinja akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya telah diserap.
Tinja yang keras dan kering pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu banyak
air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan sehingga
menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.
Konstipasi juga dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun pengosongan
rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif
(misalnya, pada kasus hipotiroidisme atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus
besar yang disebabkan oleh kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung). Statis
tinja di kolon menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan
untuk memulai reflek dari rektum yang normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan
rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan oleh
reseptor tekanan pada otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang
belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan dasar panggul. Kelainan pada relaksasi
sfingter ini juga bisa menyebabkan retensi tinja.
Konstipasi bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala yang mengindikasikan
adanya penyakit atau masalah yang dapat menyebabkan konstipasi antara lain kelainan
saluran pencernaan (divertikulitas), gangguan metabolisme (diabetes), gangguan
endokrin (hipotiroidism)
Konstipasi kadang-kadang juga dapat diakibatkan oleh factor psikologis. Penyakit
atau kondisi yang dapat menimbulkan konstipasi:
a. Gangguan saluran pencernaan:
1. Obstruksi gastroduodonal akibat ulser atau kanker
2. Irritable bowel syndrome
3. Divertikulitis
4. Hemorrhoids, anal fissures
5. Proktitis ulseratifTumor
b. Gangguan Metabolisme dan Endokrin:
1. Diabetes mellitus
2. Hipotiroidism
3. Panhipopituitarusme
4. Peokromositoma
5. Hiperkalsemia
c. Kehamilan
d. Konstipasi Neuragik:
1. Trauma kepala
2. Tumor system saraf pusat
3. Strok
4. Parkinson’s disease
e. Konstipasi Psikogenik:
1. Gangguan Pskistri
2. Inappropriate bowel habits
f. Obat-obat yang menginduksi konstipasi:
1. Analgesik
- Penghambat sintesis prostaglandin
- Opiat
2. Antikolinergik
- Antihistamin
- Antiparkinson
- Fenotiazin
3. Antidepresan trisiklik
4. Antasida yang mengandung kalsium karbonat atau alumunium hidroksida
5. Barium sulfat
6. Blok kanal kalsium
7. Klonidin
8. Diuretik(nonpotassium sparing)
9. Ganglion blokers
10. Preparat Besi
11. Muscle blokers ( d-tubokurarin, suksinilkolin)
12. Polistiren sodium sulfonate
1. Tujuan Terapi
Hasil terapi yang diharapkan adalah pencegahan konstipasi lebih lanjut
melalui perubahan gaya hidup terutama makanan. Untuk konstipasi akut, tujuan
terapi adalah untuk menghilangkan gejala dan mengembalikan fungsi normal
usus.
B. Saran
Saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya
adalah dengan mengonsumsi makanan yang berserat.
DAFTAR PUSTAKA
Sukandar EY, dkk. 2013. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan:Jakarta. Wells. BG,
Dipiro JT, Schwinghammer TL, Dipiro C. 2015. Infectius disease ,
pharmacology a pathophysiologic Approach, Ed ke- 9, new york: mc graw-hill
companies 1998
Wald A, Scarpignato C, Mueller-Lissner S, Kamm MA, Hinkel U, Helfrich I, et al. A
multinational survey of prevalence and patterns of laxative use among adults
with self-defined constipation. Aliment Pharmacol Ther. 2008;28:917– 930.
Lindberg G, Hamid S, Malfertheiner P. Understanding the prevalence and impact of
constipation in Canada. Milwaukee: World gastroenterology organisation;
2010.
Peppas G, Alexiou VG, Mourtzoukou E, Fallagas ME. Epidemiology of constipation
in Europe and Oceania: a systematic review. BMC gastroenterology; 2008Feb
12;8:5 doi:10.1186/1471-230X-8-5.