Anda di halaman 1dari 61

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

LAPORAN PRAKTIKUM
INJEKSI VOLUME KECIL

KELAS A / KELOMPOK III


ASISTEN : PUTRI INGRID SEPTITA, S.Farm
REXSI MANGETEK NH0518074
RISKA PRATIWI NH0518075
RISMA INDAH NH0518076
RISMAWATI NH0518077
SANTI SAPUTRI ARRUAN NH0518078
SARTIKA DAMAYANTI NH0518079
SISMA NH0518080
SITI MUTIA LASAANI NH0518081
SITI RAHMA NURDIN NH0518082
SITTI WARDAH NURJANNAH NH0518083
SRI WAHYUNI NH0518084

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Farmasi atau farmasetika adalah ilmu yang mempelajari

tentang cara penyediaan obat menjadi bentuk tertentu hingga siap

digunakan sebagai obat, serta perkembangan obat yang meliputi

ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang

dapat digunakan dan diberikan kepada pasien (Inggriani, 2016).

Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari

mikroba hidup. Baik yang pathogen (menimbulkan penyakit) maupun

apatogen atau non pathogen (tidak menimbulkan penyakit), baik

dalam bentuk vegetative (siap untuk berkembang biak) maupun

dalam bentuk spora (dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang

biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat) ((Tim

MGMP Pati, 2015).

Injeksi adalah sediaan steril yang diberikan secara parenteral

menggunakan alat suntik, dapat berupa larutan, suspense, emulsi,

atau serbuk yang harus dilarutkan dahulu sebelum diberikan.

Sediaan injeksi dalam dikemas dalam bentuk ampul dan vial

(Lestari, 2017).

Adapun alasan dilakukannya percobaan ini adalah agar

mahasiswa dapat mengetahui yang termasuk injeksi volume besar

dan cara pembuatannya.


I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Adapun maksud dari percobaan ini yaitu untuk

mengetahui formulasi sediaan ampul serta membuat dan

mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk

menentukan formulasi sediaan ini ampul serta membuat dan

mengevaluasi hasil dari sediaan yang dibuat.

I.3 Prinsip Percobaan

Adapun prinsip dari percobaan ini yaitu membuat formulasi

sediaan ampul serta membuat dan mengevaluasi hasil dari sediaan

yang dibuat.

I.4 Manfaat Percobaan

Adapun manfaat dari percobaan ini yaitu praktikan dapat

mengetahui formulasi sediaan ampul serta mengetahui cara

pembuatan sediaan injeksi volume kecil terutama pada ampul.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Teori Umum

A. Definisi Injeksi

Injeksi adalah sediaan steril yang diberikan secara

parenteral menggunakan alat suntik dapat berupa larutan,

suspensi, emulsi atau yang serbuk yang harus dilarutkan dahulu

sebelum diberikan (Lestari, 2017).

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau

suspensi atau serbuk yang halus dilarutkan atau disuspensikan

lebih dahulu sebelum digunakan ang disuntikkan dengan cara

merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput

lendir (Dirjen POM 1979).

Injeksi adalah obat-obatan steril yang harus diberikan

melalui satu atau lebih lapisan kulit (Parrot, 1970).

B. Perbedaan Ampul dan Vial

1. Menurut Lestari, 2017

a. Ampul adalah wadah injeksi takaran tunggal (satu kali

injeksi) yang terbuat dari bahan gelas berbentuk silindris

dengan ujung runcing dan dasar datar. Ampul dibuka

dengan cara dipatahkan pada bagian lehernya.

b. Vial adalah wadah untuk injeksi takaran tunggal atau

ganda yang terbuat dari bahan gelas, berbentuk botol


dengan penutup karet yang disegel dengan sejenis logam.

Vial dibuka dengan cara merobek bagian segel logamnya,

kemudian penutup karetnya ditembus oleh jarum injeksi

untuk menghisap cairan injeksi.

2. Menurut Parrot 1970

a. Ampul adalah wadah gelas tertutup rapat yang memegang

dosis tunggal suatu obat.

b. Vial merupakan wadah dosis ganda, disegel dengan karet

atau penutup plastik yang memiliki sebuah area yang kecil

dan tipis (sebagai diafragma) di tengahnya.

C. Rute-Rute Injeksi (menurut DOM Martin 1970)

1. Parenteral volume kecil

a. Intradermal

Istilah intradermal (ID) berasal dari kata “intra” yang

berarti lapis dan dermis yang berarti sensitif, lapisan

pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya

mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh

darah betul-betul kecil makanya penyebaran dari injeksi

disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat

dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka

penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk

obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas

terhadap mikroorganisme.
b. Intramuskular

Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi

kedalam obat. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan

aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena

tetapi lebih besar daripada rute subkutan

c. Intravena

Istilah intravena (IV) berarti injeksi kedalam vena.

Ketika tidak ada absorpsi, pucak konsentrasi dalam darah

terjadi dengan segera dan efek yang diinginkan dari obat

diperoleh hampir sekejap.

d. Subkutan

Subkutan (Sc) atau injeksi hipodermik diberikan

dibawah kulit parenteral diberikan dengan rute ini

mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan

absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau

IM.

e. Rute injeksi lain

Selain empat rute parenteral primer, beberapa rute

yang digunakan untuk aksi khusus kadang-kadang untuk

aksi lokal dan pada efek sistemik.

1) Rute intra-arterial, disuntikkan langsung kedalam arteri,

digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera

diinginkan dalam daerah perifer tubuh.


2) Intrakardial disuntikkan langsung kedalam jantung

digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan

darurat seperti gagal jantung

3) Intra serebral, injeksi kedalam serebrum, digunakan

khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan

fenol dalam pengobatan trigeminal neuroglia

4) Intraspinal, injeksi kedalam kanal spinal akan

mengasilkan konsentrasi tinggi dan obat dalam daerah

lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti

leukemia.

5) Intraperitorial dan intrapleural

2. Parenteral volume besar

a. Intravena

Keuntungan rute ini adalah jenis-jenis cairan yang

disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan

banyak digunakan IV daripada melalui Sc, cairan volume

besar dapat disuntikkan relative lebih cepat, efek sistemik

dapat segera dicapai, level darah dari obat ang terus

menerus disiapkan dan kebanyakan secara langsung

untuk membuka vena untk pemberian obat rutin dan

menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.

Kerugiannya adalah meliputi gangguan

kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume


cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat

volume cairan dalam jumla besar. Perkembangan potensial

trombophlebitis, kemungkinan infeksi lokal atau sistemik

dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septic dan

pembatasan cairan berair.

b. Subkutan

Penyuntikkan subkutan (hipodermolisis)

menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak

dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatife

dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara

lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsi

lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan. Jenis

cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk

larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.

D. Keuntungan dan Kerugian Injeksi

1. Menurut Syamsuni 2012

a. Keuntungan

1) Bekerja cepat, misalnya injeksi adrenalin pada syok

arafilatik

2) Dapat digunakan untuk obat yang rusak jika terkena

cairan lambung

3) Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin

4) Dapat digunakan sebagai kemoterapi


b. Kerugian

1) Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar

dilakukan pencegahan

2) Cara pemberiaan lebih sukar, harus memakai tenaga

khusus

3) Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan

4) Secara ekonomis, lebih mahal dibandingkan sediaan

per oral

2. Menurut Parrot 1970

a. Keuntungan

1) Memberikan efek cepat

2) Tidak melalui first pass effect

3) Dapat diberikan apabila penderita dalam keadaan tidak

sadar

4) Dapat bekerja sama dengan baik

5) Dapat dengan pemberian oral

6) Kadar obat didalam darah yang hasilnya lebih bisa

diramalkan

7) Dapat untuk obat yang rusak atau tidak diabsorpsi

dalam sistem saluran

b. Kerugian

1) Apabila sudah masuk kedalam tubuh susah untuk

dikeluarkan, terutama apabila terjadi kasus toksisitas


2) Harga lebih mahal

3) Pemakaiannya tidak praktis karena membutuhkannya

tenaga medis

E. Komposisi Injeksi

1. Menurut Anief 2012

a. Zat aktif

b. Bahan pelarut yang cocok seperti aquadest, olea

netralisata ad injectionem dan pelarut lain yang cocok

c. Bahan tambahan seperti :

1) Bahan penambah kelarutan obat agent

2) Bahan pembentuk senyawa chelat

3) Bahan pembuat isotonis

4) Buffer

5) Bahan pengawet

6) Antioksidan

2. Menurut Sulanjani

a. Bahan obat atau zat berkhasiat

b. Zat pembawa atau zat pelarut

1) Zat pembawa air

2) Zat pembawa tidak berair

c. Zat pengawet

Penambahan bahan pengawet tergantung pada

bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan formula


obat suntik.

d. Zat pendapar

Merupakan zat yang digunakan untuk meningkatkan

stabilitas obat.

F. Syarat-Syarat Injeksi

1. Menurut Anief 2012

a. Aman. Tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek

toksis. Pelarut dan bahan penolong harus dicoba pada

hewan dulu, untuk meyakinkan keamanan pemakaian bagi

manusia.

b. Harus jernih, tidak ada partikel padat, kecuali yang

berbentuk suspensi.

c. Tidak berwarna, kecuali bila obatnya memang berwarna.

d. Sedapat mungkin isohidris, agar tidak terasa sakit dan

penyerapan obat dapat optimal. Isohidris artinya

mempunyai pH yang sama dengan darah dan cairan tubuh

lain yaitu pH 7,4.

e. Sedapat mungkin isotonis agar tidak terasa sakit. Isotonis

artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan

darah dan cairan tubuh yang lain. Tekanan osmosa cairan-

cairan tubuh seperti darah, air mata, cairan lumbal, sama

dengan tekanan osmosa larutan NaCl 0,9%.


2. Menurut Dirjen POM 1979

a. Keseragaman bobot

Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi

dilarutkan terlebih dahulu, harus memenuhi syarat

keseragaman bobot.

b. Keseragaman volume

Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih

dari volume yang ditetapkan.

c. Pirogenitas

Untuk sediaan lebih dari 10 ml, memenuhi syarat uji

pirogenitas yang tertera pada uji keamanan hayati.

d. Sterilisasi

Injeksi harus memenuhi syarat uji sterilitas yang

tertera pada uji keamanan hayati.

e. Penyimpanan

Penyimpanan dilakukan menurut cara yang tertera

pada masing-masing monografi.

f. Penandaan

1) Pada etiket harus juga tertera, untuk:

a) Injeksi berupa suspensi “kocok dahulu”

b) Injeksi yang mengandung antibiotic

c) Serbuk untuk injeksi


2) Untuk sediaan yang tidak dapat disterilkan dengan

salah satu cara diatas, pembuatan dilakukan dengan

cara teknik aseptik yang umumnya sebagai berikut:

a) Masing-masing bahan dan wadah disterilkan.

b) Pencampuran dilakukan sesempurna mungkin

hingga memenuhi syarat uji bebas jasad renik.

G. Evaluasi sediaan injeksi (uji sterilisasi, uji keseragaman

bobot, uji keseragaman volume)

1. Menurut Dirjen POM 1979

a. Uji sterilitas

Injeksi harus memenuhi syarat uji sterilitas yang

tertera pada uji keamanan hayati.

b. Uji keseragaman bobot

Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi

dilarutkan terlebih dahulu, harus mematuhi syarat

keseragaman bobot berikut : hidangkan etiket 10 wadah.

Cuci bagian luar wadah dengan air keringkan, timbang

satu per satu dalam keadaan terbuka. Keluarkan isi wadah,

cuci wadah dengan air kemudian cuci wadah dengan air

kemudian dengan etanol (95%), keringkan pada suhu

105°© hingga bobot tetap, dinginkan, timbang timbang satu

persatu, bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari

batas yang tertera pada daftar berikut, kecuali satu wadah


yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2x batas yang

tertera.

Bobot yang tertera pada


Bobot penyimpang (%)
etiket

Tidak lebih dari 120 mg +1

Antara 120 mg dan 300 + 7,5

mg

300 mg atau lebih +5

c. Uji keseragaman volume

Volume isi netto wadah harus sedikit berlebih dari

volume yang disiapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan

tertera dalam daftar ini.

Volume tambahan yang


Volume
dianjurkan Cairan kental
Pada etiket
Cairan encer

O,5 ml 0,10 ml 0,12 ml

10 ml 0,10 ml 0,15 ml

7,0 ml 0,15 ml 0,25 ml

5,0 ml 0,30 ml 0,50 ml

10,0 ml 0,50 ml 0,70 ml

20,0 ml 0,60 ml 0,90 ml

30,0 ml 0,80 ml 1,20 ml

50,0 mlatau lebih 2% 3%


H. Pewadahan injeksi

1. Dirjen POM 1979

a. Wadah untuk injeksi dibuat kaca atau plastic, tidak boleh

bereaksi dengan obat atau memungkinkan melakukan

pemeriksaan isinya dengan mudah.

b. Wadah kaca ditutup kedap dengan cara malabuhkan mulut

wadah atau dengan cara lain yang cocok.

c. Wadah harus memenuhi syarat isi wadah kaca untuk

injeksi.

d. Tutup dibuat dari kaca alam atau karet sintesis atau bahan

lain yang cocok. Untuk injeksi minyak, tutup harus dibuat

dari bahan minyak atau dilapisi dengan bahan pelindung

yang cocok.

2. Menurut Ansel 2008

a. Wadah dosis tunggal adalah sutu yang terhadap udara

yang mempertahankan jumlah obat steril yang dimasukkan

untuk pemberian parental tenaga dosis tunggal, dan yang

bila dibuka tidak dapat ditutup rapat kemali dengan

jaminan tetap steril.

b. Wadah dosis berganda ialah wadah kedap udara yang

memungkinkan pengambilan isinya per bagian

Berturut-turut tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas

atau kemurnian bagian yang tertinggal.


I. Faktor yang memengaruhi distribusi obat injeksi (pustaka

wajib Parental Dosage Forms)

1. Menurut Avis 1984

a. Kelarutan obat

Obat-obat yang perlu dilarutkan secra sempurnah

sebelum mereka dapat melewatiobat atau hambatan

jaringan dan masuk keadaan system sirkulasi. Ada 2 tipe

kelarutan yang penting yaitu kelarutan dalam pembawa

dari bentuk sediaan dan kelarutan dalam cairan tubuh.

b. Kofesien partisi obat

Kelarutan dalam lemak rendah dan obat yang lebih

kofesien partisipasinya dan lebih lambat kecepaan

absorbsinya kedalam cairan darah dan tempat yang

diinjeksikan.

c. Kecepatan aliran darah pada daerah yang disuntikkan

Fakta yang lebih diketahui bahwa aliran darah yang

lebih besar dalam jaringan kapiler ked an dari tempat

dimana ia diinjeksikan, maka akan semakin magi kecepaan

absorbsi dari obat. Inkjeksi kedalam obat laterat paha tau

bokong dihubungkan dengan absorbs obat yang lebih

lambat dan rendah (karena vaskuler yang kurang dan

bahan emak lebih tinggi) dari pada injeksi dalam obat.,

meningkatkan aliran darah, seperti istilah meningkatkan


absorbsi obat setelah intramusarlar atau subkutan,

sendikma factor-faktor yang dapat mengurangi aliran dara,

seperti obat vosokontriksi seperti apinetkin, jika diberikan

secara concurrently pada daerah yang diinjeksikan

mengurangi kecepatan absorbs obat.

d. Degradasi obat pada daerah yang diinjeksian

Distribusikan dari bahan aktif obat secara diologis

dikurangi jika obat dimetabolisme atau dalam cara lain

didegradasi pada daerah terinfeksi.

e. Ukuran partikel dari obat

Ukuran partikel obat yang tersuspensi memengaruhi

kecepatan disosulusinya dalam bentuk sediaan. Ukuran

partikel yang lebih besar, kecepatan disolusi lebih lambat,

luas permukaan obat kurang tersedia untuk interaksi

dengan cairan tubuh. Obat-obat yang sedikit larut. Seperti

diazepam, fenition, dan diaoxim, meskipun perlahan-lahan

larut dalam bentuk kosuluennya, mereka tidak larut dalam

cairan berair tubuh. Pengendapan partikel dapat dilarutkan

kembali, tetapi kecepatan disolusinya lambat.

f. Bahan-bahan formulasi

Bahan-bahan yang ditambhakan untuk fprmulasi

sediaan obat untuk dapat disuspnsikan kembali (seperti

derivate selulosa), untuk melarutkan (seperti gliserin) dan


atau untuk peingkatan kestabilan (antioksidan) yang

secara potesial dapat memengaruhi distribusi obat dan

daerah pemberian.

2. Menurut Nila 2016

a. Ukuran molekul

b. Ikatan pada protein plasma

c. Kelarutan dan sifat kimia

d. Pasokan darah dari organ dan jaringan

e. Perbedaan PH antara plasma dan jaringan.

J. Cara penyegelan Ampul

1. Menurut Lachman 1945

Ampul dapat ditiup dengan melehkan bagian gelas

leher ampul sehingga membentuk segel penutup atau segel

tarik. Segel penutup dibuat dengan melelhkan sebagian gelas

pada bagian atas leher ampul bulatan gelas dan menutup

bagian yang terbuka. Segel tarik dibuat dengan memanaskan

lehel dari suatu ampul yang berputar didaerah ujungnya

kemydian menarik ujungnya hingga membentuk kapilar kecil

yang dapat diputar sebelum bagian yang meleh tersebut

ditutup.

2. Menurut DOM King 1984


Sesegera mungkin setelah pengisian selesai, unit

pengemasan secara individual ditutup (disegel). Untuk ampul

ini meliputi fusi temperature tinggi dan gelas untuk segel

pembuka atau pemberian tutup karet langkah ini dilakukan

oleh mesin otomatis.

K. Cara pengisian Ampul

1. Menurut Jenkins 1969

Untuk pengisian ampul, jarum hipodemik panjang

adalah penting karena lubangnya kecil. Jarum harus

dimasukkan kedalam ampul sampai dibawah. Leher ampul,

tetapi tidak cukup jauh untuk masuk kedalam larutan yang

dimasukkan kedalam ampul. Jarum harus dikelurkan dari

ampul tanpa menggunakan tetes larutan pada dinding primer

dari leher ampul. Metode ini digunakan untuk mencegah

pengurangan dan pengotoran jika ampul disegel.

2. Menurut King 1984

Operasi pengisian dapat dilakukan perlengkapan yang

relatif sederhana pada skala kecil. Menggunakan syringe

hipodemik diletakkan pada penggerak. Alat ini memindahkan

pengisap dan volume cairan secara teratur kedalam unit

wadah.
II.2 Urauan Bahan

1. Aminophilin (Dirjen Pom, 1979 hal 82)

Nama resmi : AMINOPHYLLINUM

Nama lain : Aminofilina

Rm/Bm : C16H24N10O4 / 420,43

Pemerian : Butir atau serbuk;putih atau agak

kekuningan; bau lemah mirip

amoniak; rasa pahit

Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 5 bagian

air, jika dibiarkan mungkin menjadi

keruh, praktis tidak larut dalam etanol

(95%) P dan dalam eter P

Penyimpanan : Dalam wadah terutup rapat,

terlindung dari cahaya

Kegunaan : Zat aktif

2. Etilendiamin (Dierjen Pom , 1979 hal 71)

Nama Resmi : AETHYLENDIAMINUM

Nama lain : Etilendiamin

Rm/Bm : C2H8N2.H2O / 78,11

Rumus stuktur : H2N – CH2 – CH2 – NH2 . H20

Pemerian : cairan jernih; tidak berwarna atau

agak kuning; bau mirip amoniak


Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan

dengan etanol (95%) P

Kegunaan : Zat aktif

Penyimpanan : Dalam wadah terutup rapat,

terlindung dari cahaya

3. Air steril untuk Injeksi (Dirjen POM, 2014 hal 64-65)

Nama resmi : STERILE WATER FOR INJECTION


Nama lain : Air steril untuk injeksi
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau.
Kegunaan : Sebagai Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal, dari
kaca atau plastik, tidak lebih besar
dari 1 liter wadah kaca sebaiknya
dari kaca tipe 1 atau tipe II.
BAB III

FORMULASI SEDIAAN

III.1 Formula Asli

Ampul Aminophyllinum

III.2 Rancangan Formula

Tiap ampul 2 ml mengandung:

Aminophyllin 48 mg

Etilendiamin 10 mg

API ad 2 ml

III.3 Master Formula

Nama produk : Ampul kelompok 3

Jumlah produk :5

No. Registrasi :-

No. Batch :-

Produksi

kelompok III Tanggal Tanggal Disetujuhi oleh

SNHN. DIII formula produksi Yusnita Usman, s.si.,

Farmasi M.si., Apt

No. Kode Nama bahan Fungsi Perkemasan Perbac

bahan bahan tch

1. Aminophyllin Zat aktif 0.24 g 0,246 g

2. Etilendiamin Pelarut 0.05 g 0.055 g

3. API ad Pelarut 10 ml 11 ml
III.4 Alasan Pembuatan Formula

Sediaan parenteral yaitu sediaan yang tanpa menalului

mulut atau dapat dikatakan obat di masukkan kedalam tubuh

saluran cerna sehingga memperoleh efek yang cepat dan langsung

ke sasaran .pada umumnya , sediian paranteral di lakukan bila di

inginkan kerja obat yang cepat seperti pada keadaan gawat bila

penderita tidak dapat ajak bekerja sama dengan baik , tidak sadar,

tidak tahan menerima pengobatan melalui mulut.

III. 5 Perhitungan

1. Perhitungan bahan

a. Perkemasan

Aminophilin : 48 mg = 0.048𝑔 ×5 = 0.24 g

Etilendiamin : 10 mg = 0.01𝑔 × 5 = 0.05 g

API ad : 2 ml x 5 = 10ml

b. Perbatch (dilebihkan 10%)

Aminophilin : 0,24 g + 10% = 0,264 g

Etilendiamin : 0,05 g + 10% = 0,055 g

API ad : 10 ml + 10% = 11 ml

2. Perhitungan tonisitas

a. Rumus PTB
0,52−𝑎.𝑐
W= 0,576

0,52 − (0,10 . 2,4)


W=
0,576
0,52 − 0.24
W=
0,576

0.28
W=
0,576

W = 0,48 gram/mol

b. Rumus Catalyne

%𝑏⁄𝑣 𝐵𝑀′
W = (𝐹 − ( . 𝑓𝑑)) ×
𝐵𝑀 𝐹𝑑′

2.4 58.44
= (0.031- (420.43 × 2) 2

58.44
= (0.031- ( 0.011) 2

= (0.031- 0.011) × 29.22

= 0.02 × 29.22

= 0.58 gram/mol

III.6 Alasan Pemilihan Zat Aktif

A. Dosis

Di berikan melalui infus/ drip dengan dosis 0,5 – 0,9

mg/kg / BB / jam. Pemberian per drip di dahului dengan

pemberian secara bolus apabila belum di berikan. Dosis drip

aminophilin direndahkan pada penderita dengan penyakit hati,

gagal jantung atau bila penderita menggunakan simetidin,

siprofloksasin atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada

perokok. Gejala toksik pemberian aminophilin perlu di

perhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis

harus diturunkan. Bila terjadi terjadi konvulsi , aritmia jantung


drip aminophilin segera dihentikan karena terjadi gejala tiksik

yang berbaya.

B. Indikasi

Pengobatan dan propilaksis spasme bronchus yang

berhubungan dengan asma, amfisema dan bronchitis kronik.

C. Mekanisme Kerja

Aminofilin bekerja dengan cara membuka sluran

pernapasan di paru-paru, sehingga udara dapat mengalir

kedalam paru tanpa hambatan. Kondisi ini akan membuat

pernapasan menjadi lega dan membantu meringankan gejala

batuk dan sesak nafas.

D. Efek Samping

ritasi gastro intestinal, tachycardia, palpitasi dan

hipotensi.

III. 7 Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Disterilkan alat dan bahan

3. Di timbang Aminophilin sebanyak 0.26 g, Etilediamin 0.055 g,

dan API sebanyak 11 ml

4. Dicampur semua bahan dan cek pH

5. Dicukupkan volume sediaan

6. Disaring larutan dengan kertas saring hingga jernih

7. Dimasukkan dalam vial sampe tanda batas


8. Dilebur leher ampul hingga membentuk

9. Diberikan wadah, etiket dan lain – lain

III.8 Prosedur Kerja di Area


No. Ruang Prosedur

1. Black area Menghubungkan ruang ganti dengan ruang


produksi
2. Grey area Menggunakan gowning (pakaian dan sepatu
gray area)
3. White area Sterilisasi alat dan bahan

4. White area Pembuatan,pengujian dan pengemasan


primer sediaan steril
5. Grey area Pengemasan sediaan dalam box

III.9 Sterilisasi

No. Alat Jumlah Ukuran Sterilitas Waktu


1. Bekerglass 1 1L Autoklaf 121˚C 15
menit
2. Batang 1 Besar Autoklaf 121˚C 15
Pengaduk menit
3. Corong 1 Besar Autoklaf 121˚C 15
Kaca menit
4. Pipet Tetes 1 Besar Autoklaf 121˚C 15
menit
5. Cawan 1 Sedang Dibasahi 20
Porselen dengan Detik
alkohol/dipanas
kan di oven
6. Botol 5 Kecil Autoklaf 121˚C 15
ampul menit
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

NO. Kategori pengamatan Hasil


1. Warna sediaan Putih keruh
2. Bau Menyengat
3. Bentuk Tidak homogen
4. Berat 2 ml

IV.2 Pembahasan

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau

suspensi atau serbuk yang halus dilarutkan atau disuspensikan

lebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara

merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput

lendir.

Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan parenteral

berupa injeksi volume kecil ampul yang berbahan aktif Aminophilin.

Aminophilin adalah obat yang di gunakan untuk mengobati

gangguan pernapasan, seperti asma, penyakit paru, obstruktifn

kronis, bronkitis, dan emfisema. Obat ini terkadang juga untuk

menangani gangguan pernapasan pada bayi yan lahir prematur

aminphilin bekerja dengan cara membuka saluran pernapasan di

paru-paru kondisi ini akan membuat pernpasan menjadi legah dan

membantu meringankan gejala batuk dan sesak napas. Selain dari


zat aktif diatas kami juga menggunakan zat tambahan yaitu

etilediamin yang berfungsi yaitu di gunakan agar terbentuk kompleks

amonopifilin yang mudah larut dalam air.

Secara umum, prosedur kerja dari pembuatan sediaan volume

kecil berupa Ampul Aminofilin ini adalah yang pertama kita harus

melakukan proses sterilisasi. Alat yang berbahan kaca dan bahan

aktif dan tambahan yang digunakan dan disterilisasi menggunakan

oven. Sementara untuk botol ampul digunakan autoklaf..

Selanjutnya aminophilin dan etilediamin dilarutkan menggunakan

aqua pro injeksi dan di add hingga 50 ml. Setelah semua bahan di

campurkan dan homogenkan kemudian di ukur PH nya. Kemudian

dilakukan proses penyaringan hingga diperoleh larutan yang jernih.

Selanjutnya sediaan yang sudah jernih dimasukkan ke dalam botol

ampul menggunakan spoit. Terakhir, kemudian di lakukan

penyegelan ampul dengan cara meleburkan bagian atas ampul agar

membentuk tanda segel, setelah itu di beri etiket dan dimasukkan ke

dalam wadah.

Pemeriksaan PH dengan menggunakan PH stik bertujuan

untuk meningkatakan stabilitas injeksi volume kecil supaya tidak

terjadi kristalisasi, mengurangi rasa sakit dan iritasi juga mencegah

pertumbuhan bakteri karena jika PH terlalau asam/basa sangan

mudah di tumbuhi bakteri. Untuk hasil percobaan uji kotrol

kualitasnya di ketahui bahwa PH sebesar 8 maka dia bersifat Basa.


Adapun faktor kesalahn pada saat uji PH yaitun karena sediaan

yang di buat pada saat praktikum tidak homogen dan masih terdapat

kristal-kristal pada sediaan tersebut dan sediaan yang di buat tidak

jernih dan warnahnya putih keruh.

Adapun faktor kesalahan yang bisa terjadi dalam praktikum ini

adalah kesalahan saat menimbang, kesalahan saat mencampur

seperti bahan yang tidak larut, kesalahan saat menyaringan sediaan

yang tidak steril, kesalahan saat mengisi campuran ke dalam botol

ampul yang mengakibatkan campuran tumpah pada saat

penyegelan sehingga mengurangi bobot yang diinginkan.


BAB V

PENUTUP

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum dapat disimpulkan bahwa Injeksi

adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau

serbuk yang halus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu

sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan

ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender. Ampul

aminopilin dapat di gunakan untuk orang dewasa dan anak-anak. Uji

yang di lakukan pada sediaan ampul aminopilin adalah uji ph, uji

kejernihan dan warna. Sediaan yang kami buat tidak memenuhi

syarat uji kejernihan karena larutan yang kami buat tidaj jernih atau

tidak homogen.

V.2. Saran

Sebaiknya sebelum melakukan percobaan bahan dan alat

disiapkan terlebih dahulu agar untuk mengefisienkan waktu dan

praktikan harus berhati hati dalam mencampurkan semua bahan.


DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2012. Farmasetika. Gadjah Mada University Press:


Yogyakarta

Ansel, C Howard. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. UI


Press: Jakarta

Avis, Kenneth. 1984. Pharmaceutical Dosage Forms Parenteral


Medications Volume 1. Marcell Dekker, INC: Philaderphia

Buanasita, Annas. 2015. Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi, Lemak,


Cairan, dan Status Hidrasi Mahasiswa Obesitas dan Non Obesitas.
Akademi Gizi Surabaya : Surabaya

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan


RI:; Jakarta

Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan


RI:; Jakarta

Inggriani, Rini. 2016. Kuliah Jurusan Apa? Jurusan Farmasi. PT.


Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Irmanesia, Erlinda. 2017. Infus NACL. Yayasan Farmasi Semarang :
Semarang
Jenkins, G. L. 1969. Scoville’s : The Art of Compounding. Burgess
Publiishing Co: New York City

King, R E. 1984. Dispensing of Medications 9th Edition. Marck Publishing


Company: Philaderphia

Lachman, dkk. 1994. Teori dan Praktik Farmasi Industri Edisi III. UI Press:
Jakarta

Lestari, Bayu. 2017. Buku Ajar Farmakologi Dasar. UB Press: Malang

Martin. 1971. Dispensing of Medication. Marck Publishing Company:


Pensilvania

Mujizat, Aan. 2016. Formulasi Sediaan Steril Larutan Parenteral. Sekolah


Tingga Farmasi Muhammadiyah : Tangerang

Nila, Aster. 2016. Teknik Sediaan Tablet, Steril dan Pelajaran Farmasi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: Depok
Parrot, Eugene. 1979. Pharmaceutical Technology Druggers. Publishing
Company: Minirsaphaus

Sari, Nika Anita. 2017. Hubungan Asupan Cairan, Status Gizi Dengan
Status Hidrasi Pada Pekerja Di Bengkel Divisi General Engineering
PT PAL Indonesia. Universitas Airlangga : Surabaya

Sulanjani, Ian. 2013. Dasar-Dasar Farmakologi I. Kementerian Pendidikan


dan Kebudayaan: Depok

Syamsuni, H A. 2012. Ilmu Resep. UI Press: Jakarta

Tim MGMP Pati. 2015. Ilmu Resep Teori Jilid III. Deepublish: Yogyakarta
SKEMA KERJA

Di siapkan alat dan bahan

Di sterilkan alat dan Bahan

Di timbang semua bahan

Di campur semua bahan dan cek PH

Di cukupkan volume sediaan

Di saring larutan dengan kertas saring hingga


jernih

Di masukkan dalam vial sampai tanda batas

Di lebur leher ampul hingga membentuk

Di berikan wadah, Etiket, dan Lain-lain


LAMPIRAN KERJA

Gambar Keterangan

Proses penimbangan etiladiamin

Proses penimbangan aminopilin

Diukur API 11 ml
Proses pencampuran semua bahan

Proses evaluasi pH

Dicukupkan volume sediaan


Proses pengisian ampul

Proses peleburan leher ampul

Hasil sediaan
LAMPIRAN BUKU

Anda mungkin juga menyukai