Anda di halaman 1dari 26

LABORATORIUM FITOKIMIA

LAPORAN
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

NAMA : MISFANI ARIB

NIM : NH0518049

KELAS : FARMASI B

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Lembar pengesahan ini disusun sebagai syarat untuk mengikuti ujian

laboratorium fitokimia.

No. JUDUL DOSEN PENDAMING TTD


PRAKTIKUM
1. Kromatografi Lapis RAHMATULLAH MUIN S.Farm.,M.Si
Tipis
2. Kromatografi Lapis ANDI NURPATI, S.Si,M.Si,Apt
Tipis

Makassar, 12 Mei 2020

Koordinator Praktikum

ANDI NURPATI, S.Si,M.Si,Apt


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kemudahan dalam proses pembuatan makalah ini. Laporan yang
berjudul“Kromatigrafi Lapis Tipis” ini dibuat berpedoman buku dan jurnal.
Tujuan khusus dalam pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas dari
mata kuliah Farmakologi.
Dalam pembuatan dan penyusunan laporan ini, tidak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini sehingga laporan ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kritik dan saran sangat kami harapkan agar nantinya dapat membuat laporan yang
lebih baik lagi. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.

Makassar, 12 MEI 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODEOLOGI PERCOBAAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

SKEMA KERJA

LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat
meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan, dan pembakuan bahan obat-
obatan; seni meracikan obat serta pembuatan sediaan farmasi menjadi bentuk
tertentu hingga siap digunakan sebagai obat sertaperkembangan obat yang
meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang dapat
digunakan dan diberikan kepada pasien. (Syamsuni, 2006)
Fitokimia dalam arti luas adalah adalah cabang ilmu yang
mempelajari senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan,
yaitu mencakup struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolisme,
penyebaran secara alamiah, dan fungsi biologis. Fitokimia dalam arti sempit,
biasanya digunakan untuk merujuk pada seenyawa yang ditemukan pada
sayur-sayuran dan buah-buahan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal
tubuh, tetapi memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan manusia.
(Astawan, 2008)
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan
adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT
sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan
menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. (Fessenden,
2003)
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud praktikum adalah untuk mengetahui analisis
kromatografi lapis tipis (KLT) dan aktivitas antihiperurisemia ekstrak
rebung Schizostacyhyum brachyladum Kurz pada mencit putih jantan.
I.2.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum adalah untuk melakukan pemisahan
komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT)
terhadap dan menentukan nilai Rf dari noda yang diperoleh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
A. Pengertian Kromatografi KLT
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode
pemisahan komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan
bahan adsorben inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi
analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak
keuntungan menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah.
KLT termasuk dalam kategori kromatografi planar, selain kromatografi
kertas. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan
bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat
digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya
hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen
untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari
kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi
senyawa murni skala kecil (Fessenden,2003).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang
sederhana yang banyak digunakan, metode ini menggunakan empeng
kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan
kering. Untuk menotolkan karutan cuplikan pada kempeng kaca, pada
dasarnya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian
bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam wadah yang
tertutup (Soebagio,2002).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang
menggunakan kromatografi juga merupakan analisis cepat yang
memerlukan bahan sangat sedikit, baik menyerap maupun merupakan
cuplikan KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan hidrokarbon yang sukar
dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat digunakan untuk
mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi
dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti
silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi
yang lebih reaktif seperti asam sulfat.( Fessenden, 2003 )
Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (aluen)
umumnya sama dengan pemilihan eluen untuk kromatografi kolom.
Dalam kromatografi adsorpsi, pengelusi eluen naik sejalan dengan pelarut
(misalnya dari heksana ke aseton, ke alkohol, ke air). Eluen pengembang
dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan
tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang
tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat
menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan.
KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam
berupa padatan dan fase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat
terlarut yang diadsorpsi oleh permukaan partikel padat..( Soebagio,2002)
B. Prinsip KLT
Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah
penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam
pelarut yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada
lempengan tergantung pada (Soebagil,2002):
Bagaimana kelarutan senyawa dalam pelarut, hal ini bergantung
pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan
pelarut. Bagaimana senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika.
Hal ini tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan
gel silika. Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi
dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun
selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam Fasa gerak yang
digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen
didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan campuran
beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan
tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran eluen
sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh
(Gandjar,2007).
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan
sebagai faktor resensi. Pada fase diam, jika dilihat mekanisme pemisahan,
fase diam dikelompokkan (Gritter,1991). Nilai Rf sangat karakterisitik
untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan
untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel.
Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran
yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam
bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa
diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus
berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan
adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Gandjar,2007).
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja kromatografi KLT antara lain (Anonim, 2015) :
1. Sejumlah larutan yang mengandung logam diasamkan dengan asam
asetat sehingga pH.5. Kemudian ditambahkan sejumlah volume sama
larutan dithizone dalam kloroform kemudian kocok di dalam corong
pisah. Pisahkan lapisan kloroformnya dan cuci dengan larutan asam
nitrat untuk menghilangkan kelebihan dithizonenya.
2. Totolkan sebanyak 10 mikro liter ekstrak kloroform di atas keeping
kromatografi lapis tipis yang telah diaktivir. Sejauh 2 cm dari ujung
bawah dan jarak antara titik totolan kira-kira 1,5 cm dari ujung bawah
dan jarak antara titik totolan kira-kira 1,5 cm satu sama lainnya.
3. Camber kromatografi telah dijenuhkan dengan pelarut selama 2 jam.
Penjenuhan dapat dipercepat dengan menggunakan kertas saring yang
dimasukkan ke dalam chamber.
4. Masukkan keping kromagtografi yang telah ditotoli zat, biarkan
selama beberapa menit sehingga larutan mencapai kira-kira 20 cm dari
bawah. Angkat dan keringkan
5. Hitung Rf tiap-tiap totolan dengan membagi jarak yang ditempuh
boleh zat dengan jarak yang ditempuh pelarut. Kemudian bandingkan
dengan Rf pembanding.
II.2 Uraian Bahan
A. Alkohol (Dirjen POM 1979 : 65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol
Berat molekul : 46,07 g/mol
Rumus molekul : C2H6O
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudh menguap,
mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dengan memberikan warna biru yang tidk
berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform P, dan
eter P
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk jauh dari api.
Rumus struktur :
B. Asam Sulfat ( Dirjen POM 1995 : 52)
Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
Rumus molekul : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Pemeriaan : Cairan jernih, seperti minyak, tidak berwarna,
bau sangat tajam, dan korosif
Kelarutan : Bercampur dengan air dan dengan etanol,
dengan menimbulkan panas
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Rumus struktur :

C. Besi III Klorida (Dirjen POM 1979 : 41)


Nama resmi : FERRI CHLORIDA
Nama lain : Besi (III) Klorida
Rumus molekul : CH3COOH
Berat molekul : 60,05
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan,
bebas warna jingga dari garam hidrat yang
telah berpengaruh oleh kelembapan
Kelarutan : Larut dalam air, larutan berpotensi berwarna
jingga
Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Rumus struktur :

D. Vanilin ( Dirjen POM 1995 : 822)


Nama remsi : VANILLIUM
Nama lain : Vanilin
Rumus molekul : C8H8O3
Berat molekul : 152,15
Pemerian : Hablur halur berbentuk jarum putih hingga
agak kuning, rasa dan bau khas di pengaruhi
oleh cahaya larutan bereaksi asam terhadap
lakmus
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam
etanol, dalam kloroform, dalam eter dan dalam
alkali hidroksida tertentu larut dalam gliserin
dan dalam air panas
Kegunaan : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus
cahaya
Rumus struktur :

II.3 Uraian Tanaman


1. Klasifikasi bambu (Bambusa Vulgaris)
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Viridi plantae
Devisi : Tracheophyta
Super devisi : Embriophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Bambusa schreb
Spesies : Bambusa vulgaris schreb
2. Morfologi
Struktur bambu memiliki bentuk-bentuk yang unik seperti batang,
akar, daun, serta pertumbuhan tunas atau rebung dalam sistem
perkembang biakannya. Batang bambu berbentuk selinder yang beruas
ruas dan ronga di dalamnya. Batangnya tumbuh dari akar akar rimpang
ketika mulai menuai. Batang bambu bersifat lentur serta terdiri dari
serat serat yang kuat.
3. Nama Daerah
Trieng gadeng (aceh), Huo adulo(nisa), Bambu (melayu), awi ampel
(sunda), Taaki(minahasa), penebangan awo (bugis),
4. Ramuan Tradisional
Bambu memiliki banyak manfaat seperti lada daun bambu dapat
menyehatkan jantung.
III.4 Uraian Hewan Coba
A. Klasifikasi Hewan Coba
Mencit (Mus musculus)
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sublium : Vetebrata
Klas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
B. Data biologic normal
1. Konsumsi pecan perhari : 5g (umur 8 minggu)
2. Konsumsi air minum perhari : 6,7 ml (umur 8 minggu)
3. Diet protein : 20-25%
4. Eksresi urine perhari : 0,5-1ml
5. Lama hidup : 1,5 tahun
6. Bobot badan dewasa
a. Betina : 20-40g
b. Jantan : 25-40g
7. Bobot lahir : 1-1,5g
8. Dewasa kelamin : 28-49 hari
9. Siklus estrus : 4-5 hari polyestrus
10. Umur sapih : 21 hari
11. Mulai makan pakan kering : 10 hari
12. Rasio kawin : 1 jantan – 3 betina
13. Jumlah kromosom : 40
14. Suhu rectal : 37,5 C
15. Laju respirasi : 163 x/m
16. Pengambilan darah maksimum : 7,7 ml/kg
17. Jumlah sel darah merah : 8,7-10,5 X 10
18. Kadar haemoglobin : 13,4 g/dl
19. Pack cell volume : 44%
20. Jumlah sel darah putih : 8,4 X 103
BAB III
METODEOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan Percobaan
III.1.1 Alat Percobaan
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah
rotary evaporator, alat maserasi, lampu UV, spektorfometri dan
kromatografi lapis tipis.
III.1.2 Bahan Percobaan
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini
adalah bambu (Schizostachyum brachycladum Kurz), mencit (Mus
musculus), etanol (C2H5OH), pereaksi Dragendorff’s reagent, besi
(iii) klorida (FcCl3), vanillin (C8H8O3) dan asam sulfat(H2SO4).
III.2 Prosedur Kerja
1. Penyiapan Ekstrak
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Diambil sampel rebung dari bamboo
c. Diiris tipis-tipis sampel segar kemudian digiling
d. Diekstraksi sampel dengan metode maserasi menggunakan pelarut
etanol
e. Dikentalkan ekstrak menggunakan rotary evaporator
2. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada Ekstrak
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Dilakukan pemisahan dengan kromatografi lapis tipis menggunaka
n beberapa eluen dengan tingkat kepolaran yang berbeda
c. Dimonitor bercak pada plat KLT dibawah lampu UV 254nm dan Uv
365nm

d. Disemprot plat KLT menggunakan beberapa reaksi untuk menentu


kan golongan senyawa pada uji KLT
3. Evaluasi Aktivitas Antihiperurisemia
a. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Disiapkan 30 ekor mencit putih jantan dengan berat badan 20-30
gram kemudian diaklimatisasi untuk menyesuaikan dengan kondisi
eksperimen
c. Dkelompokkan hewan menjadi kontrol normal (hanya menerima
makanan standar) dan 5 kelompok lain yang juga menerima
makanan tinggi purin sebagai penginduksi hiperurisemia
d. Diberikan perlakuan ini selama 7 hari berturut-turut
e. Dikorbankan hewan pada hari ke-14 dan diambil darahnya untuk
pengukuran kadar asam urat serum dengan metode
spektrofotometri.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1. Hasil identifikasi ekstrak dengan pereaksi warna

Jenis Identifikasi Pereaksi Warna Noda


Alkaloid Dragendorff's reagent -
Fenol FeCl3 Hitam kebiruan
Terpenoid Vanilin asam sulfat Ungu-merah muda
Flavonoid Sitroborat -

Gambar 1.Profil KLT ekstrak rebung Schizostachyum brachycladum


Kurz

A B C D
Gambar 2. Kadar asam urat serum setelah pemberian ekstrak rebung
Schizostachyum brachycladum Kurz

Gambar 3. Efek penurunan kadar asam urat oleh pemberian ekstrak


rebung Schizostachyum brachycladum Kurz dan allopurinol
relatif terhadap kadar asam urat kelompok control
B. Pembahasan
Maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol. Sampel
dimaserasi selama3x24 jam kemudian hasil maserasi dipekatkan dengan
rotary evaporator sampai didapatkan ekstrak kental. Dari hasil ekstraksi
didapatkan ekstrak etanol kental sebanyak 78,5 g.
Penentuan golongan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak
dilakukan dengan pereaksi warna. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak
rebung mengandung kelompok senyawa fenolik dan terpenoid (tabel 1).
Analisis dengan menggunakan KLT merupakan pemisahan komponen kimia
berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi yang ditentukan oleh fase diam
(adsorben) dan fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak naik mengikuti
fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen
kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan jarak
yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya pemisahan komponen-komponen kimia di dalam ekstrak. KLT
dilakukan beberapa kali menggunakan bermacam eluen dengan tingkat
kepolaran yang berbeda untuk mendapatkan pelarut yang mampu memberikan
pemisahan yang baik serta noda zat warna yang bagus.
Analisis KLT pada ekstrak dilakukan dengan menotolkannya pada
plat KLT yang dielusikan dengan fase gerak diklorometan:metanol dengan
perbandingan 7:3. Hasil yang didapatkan dilihat di bawah sinar UV 254 nm
memperlihatkan adanya dua noda dengan nilai Rf sebesar 0,1 dan 0,46
(Gambar 1). Pelat tersebut juga diamati di bawah sinar UV 365 nm dan juga
memperlihatkan dua noda dengan Rf yang sama. Peredaman di bawah sinar
UV 254 menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki minimal dua ikatan
rangkap terkonjugasi. Fluoresensi di bawah sinar UV365 nm
menunjukkan bahwa senyawa tersebutmemiliki ikatan rangkap
terkonjugasi yang lebih panjang atau disebut dengan kromofor dan memiliki
gugus auksokrom pada strukturnya.
Reagen FeCl3 merupakan pereaksi khas untuk deteksi senyawa

fenolik. Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna bercak menjadi


biru atau hitam kuat setelah pemanasan. Setelah penyemprotan dan
pemanasan, terdapat satu noda dengan bercak Rf 0,26 yang mengalami
perubahan dari tidak berwarna menjadi warna hitam kebiruan (Gambar 1). Hal
ini menunjukkan bahwa ekstrak mengandung komponen senyawa golongan
fenol.
Pereaksi vanilin asam sulfat digunakan untuk mendeteksi
senyawa terpenoid, steroid dan komponen minyak atsiri. Hasil positif
ditunjukkan dengan perubahan warna bercak menjadi ungu setelah
pemanasan. Setelah penyemprotan pereaksi vanilin asam sulfat dan
kemudan dilakukan pemanasan, terliha perubahan mulai warna merah muda
sampai ungu kecoklatan pada bercak dengan nilai Rf 0,26 (Gambar 1).
Hasil ini menunjukan adanya senyawa terpenoid khususnya triterpenoid yang
terkandung di dalam ekstrak. Sedangkan pereaksi warna lainnya seperti
Dragendorff dan sitroborat menunjukkan hasil yang negatif.
Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih jantan.
Pemilihan jenis kelamin jantan ditujukan untuk keseragman pada penelitian
dan untuk menghindari pengaruh faktor hormonal. Hormon estrogen yang
terdapat pada subjek betina akan meningkatkan eksresi asam urat dari tubuh
sehingga resiko penyakit asam urat relatif lebih rendah dibandingkan dengan
subjek jantan. Meskipun demikian, wanita pasca menopause dilaporkan
memiliki resiko peningkatan asam urat yang sama dengan pria. Rute
pemberian sampel yang digunakan dalam penelitian adalah secara oral karena
cara pemberian diupayakan sesuai dengan cara penggunaannya pada manusia.
Pengamatan terhadap kadar asam urat mencit putih jantan
memperlihatkan efek penurunan dapat dilihat pada ( Gambar 2). Mencit
kelompok kontrol dan kelompok normal kontrol negative. memiliki rata-
rata kadar asam urat 3,32 dan 0,71 mg/dl, dimana nilai ini dianggap sesuai
dengan literatur. Kadar normal asam urat darah mencit yaitu 0,5-1,4 mg/dl,
sedangkan mencit dikatakan hiperurisemia jika kadar asam urat darahnya
1,7-3,0 mg/dl. Kelompok pembanding yang diberikan allopurinol 10 mg/kg
memiliki rata-rata kadar asam urat 0,88 mg/dl, dan secara statistik nilai ini
tidak berbeda dengan kelompok hewan normal. Kelompok ekstrak 25, 50,
dan 100 mg/ kg memiliki rata-rata kadar asam urat 1,99; 2,13; dan 1,95
mg/dl. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, ketiga dosis ekstrak ini dapat
menurunkan kadar asam urat yang berbeda signifikan (Gambar 2).
Persentase penurunan kadar asam urat oleh dosis ekstrak dan
allopurinol terhadap kontrol positif dapat dilihat pada (Gambar 3).
Persentase penurunan kadar asam urat pada kelompok allopurinol adalah
89,84%, terbesar dibandingkan dengan semua kelompok yang lain.
Kelompok dosis ekstrak 25, 50, dan 100 mg/kg menunjukkan efektivitas
penurunan kadar asam urat secara berturut-turut sebesar 50,80%, 45,59% dan
52,29%. Nilai efektivitas ekstrak terbesar ditunjukkan oleh dosis 100 mg/kg,
meskipun tidak berbeda secara statistik dibandingkan dengan dosis lainnya.
Peningkatan dosis obat pada dasarnya akan meningkatkan respon
yang sebanding dengan peningkatan dosis. Meskipun demikian, dosis
yang semakin besar kemudian akan berhenti menyebabkan peningkatan efek
karena sudah tercapai dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi.
Hal ini juga sering terjadi pada evaluasi aktivitas farmakologis dari bahan
alam, terutama disebabkan oleh banyaknya komponen senyawa kimia yang
berbeda yang terdapat pada material alam tersebut. Komponen-komponen
ini sering bekerja sama sedemikian rupa untuk menimbulkan efek. Namun
dengan peningkatan dosis, jumlah senyawa kimia yang dikandung semakin
banyak sehingga menyebabkan efek yang tidak lagi linear dan justru dapat
menurunkan efek yang diharapkan. Jumlah reseptor yang terbatas juga
membatasi efek yang ditimbulkan, karena tidak semua obat dapat berikatan
dengan reseptor. Akibatnya, meskipun dosis ditingkatkan, respon tidak
bertambah.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penurunan kadar
asam urat serum pada mencit putih jantan setelah pemberian ekstrak
rebung diduga dapat disebabkan karena terdapatnya senyawa golongan fenol.
Senyawa golongan fenol pada ekstrak rebung berhasil dikonfirmasi dengan
metode KLT. Senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai inhibitor enzim
xantin oksidase yaitu tanin, flavonoid dan polifenol, dan asam ellagat.
Polifenol memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, antimikroba,
antikarsinogenik, dan antioksidan. Sedangkan penelitian lain melaporkan
bahwa senyawa polifenol dapat menurunkan kadar asam urat secara in vivo.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu bahwa rebung dari
tanaman Schizostachyum brachycladum Kurz (Kurz) mengandung
komponen senyawa fenol dan terpenoid. Ekstrak etanol rebung
mennjukkan aktivitas antihiperurisemia yang sudah terlihat pada dosis 25
gmg/kg.
V.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini yaitu semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi orang yang membacanya dan penulis.
SKEMA KERJA

A.Penyiapan Ekstrak

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Diambil sampel rebung dari bambu

Diiris tipis-tipis sampel segar kemudian digiling

Diekstrasi sampel dengan metode maserasi menggunakan pelarut


etanol

Dikentalkan ekstrak menggunakan rotary evaporator

B. Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada ekstrak

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Dilakukan pemisahan dengan kromatografi lapis tipis


menggunakan beberapa eluen dengan tingkat kepolaran yang
berbeda

Dimonitor bercak pada KLT dibawah lampu UV 254nm dan UV


365nm
Disemprot plat KLT menggunakan beberapa reaksi untuk
menentukan golongan senyawa pada uji KLT

C. Evaluasi Aktivitas Antihiperurisemia

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Disiapkan 30 ekor mencit putih jantan dengan berat badan 20-30


gram kemudian diaklimatisasi untuk menyesuaikan dengan
kondisi eksprimen

Dikelompokkan hewan menjadi control normal (hanya menerima


makanan standar) dan 5 kelompok lain yang juga makanan tinggi
purin sebagai penginduksi hiperurisemia

Diberikan perlakuan ini selama 7 hari berturut-turut

Dikorbankan hewan pada hari ke-14 dan di ambil darahnya untuk


pengukuran kadar asam urat serum dengan metode
spektrofotometri
DAFTAR PUSTAKA

Aswan, made. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Garamedia Pustaka Utama:


Jakarta
Fessenden R.J dan J.S Fessenden. 2003. Dasar-dasar kimia organik. Jakarta:
Erlangga
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Gritter, R, J. 1991. Pengantar Kromatografi Edisi II. Institut Teknologi Bandung:
Bandung
Soebagio. 2002. Kimia Analitik. Universitas Negeri Makassar Fakultas MIPA:
Makassar
Syamsuni. 2006. Farmasetika Dasar Dan Hitungan Farmasi. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai