Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI II

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

Nama : Rizky Fadhillah


Nim : 20.71.022477
Kelas Teori : A
Kelas Praktikum : B

PROGRAM STUDI D – III FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
2022
I. JUDUL
Identifikasi senyawa obat menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

II. TUJUAN
Mengetahui dan juga dapat melakukan identifikasi terhadap senyawa
obat menggunakan metode kromatografi lapis tipis.

III. DASAR TEORI


Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya.
Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan
sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. Kromatografi lapis tipis
dapat digunakan untuk pemisahan senyawa – senyawa yang bersifat
hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dijelaskan
dengan kromatografi kertas. Sebagai contoh, penggunaan kromatograpi
lapis tipis ini digunakan pada analisis procold flu. Prinsipnya adalah
penarikan zat warna dari sampel kedalam cember dan didalam cember ada
cairan etil asetat (Utami,2019).
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-
analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase yaitu fase diam dan gerak.
Fase diam dapat berupa bahan padat dalam bentuk molekul kecil atau
dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau
dilapiskan pada dinding kolom. Sedangkan fase gerak dapat berupa gas
atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak maka prosesnya dikenal
sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi
lapis tipis, fase gerak yang digunakan berbentuk cair (Rohman,
2009).Kromatografi adalah teknik analisis untuk memisahkan senyawa –
senyawa dalam suatu campuran berdasarkan interaksinya dengan fase diam
dan fase gerak. Hal tersebut menunjukkan bahwa konsep dasar dari teknik
kromatografi adalah gaya antarmolekul atau intermolekular forces suatu
senyawa (Sukib, 2020).
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin di dekteksi dengan memisahkan komponen –
komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis
tipis adalah metode pemisahan fisika – kimia dengan fase gerak (larutan
pengembang yang cocok), dan fase diam (bahan berbutir) yang diletakkan
pada penyangga berupa plat gelas atau lapisan yang cocok. Pemisahan
terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu hasil
pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan
fase diam akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil.
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen –
komponen atas dasar perbedaan absorpsi atau partisi oleh fase diam di
bawah gerakan pelarut pengembang (Sumardji et al, 2007).
Pemisahan komponen suatu senyawa yang dipisahkan dengan
kromatografi lapis tipis tergantung pada jenis pelarut, zat penyerap dengan
sifat daya serap masing – masing komponen. Komponen yang terlarut akan
terbawa oleh fase diam (penyerap) dengan membandingkannya dengan
standar yang sangat memakan waktu dan harus dilakukan terpisah pada
kondisi eluen yang sama. Dalam hal ini untuk mendapatkan resolusi yang
baik, penting untuk memilih dua campuran pelarut yang berbeda, meskipun
dengan kekuatan pelarut yang sama (Gandjar, 2007).
Menurut Wulandari (2011), pemilihan eluen merupakan faktor yang
paling berpengaruh pada sistem KLT. Eluen dapat terdiri dari satu pelarut
atau campuran dua sampai enam pelarut. Campuran pelarut harus saling
sampur dan tidak ada tanda-tanda kekeruhan. Fungsi eluen dalam KLT :
1. Untuk melarutkan campuran zat,
2. Untuk mengangkat atau membawa komponen yang akan dipisahkan
melewati sorben fase diam sehingga noda memiliki Rf dalam
rentang yang dipersyaratkan,
3. Untuk memberikan selektivitas yang memadai untuk campuran
senyawa yang akan dipisahkan.
Zat penyerap pada KLT merupakan lapisan tipis serbuk halus yang
dilapiskan pada lempeng kaca, plastik atau logam secara merata, umumnya
digunakan lempeng kaca. Lempeng yang umumnya dapat dianggap sebagai
kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat didasarkan
pada absorbsi, partisi, atau kombinasi kedua efek, tergantung dari jenis zat
penyangga, cara pembuatan dan jenis pelarut yang digunakan. KLT dengan
lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk pemisahan senyawa polar.
Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga
Rf yang identik dan ukuran hampir sama, dengan menotolkan zat uji dan
baku pembanding pada lempeng yang sama. Perbandingan visual ukuran
bercak yang dapat digunakan untuk memperkirakan kadar secara
semikuantitatif (Hendayana, 2010).
Prinsip KLT adalah distribusi suatu senyawa antar fase padat yang
ditotolkan pada plat KLT dan fase gerak cair yang bergerak di atas fase
padat, senyawa atau campuran yang ditotolkan pada bagian bawah plat
KLT. Plat tersebut kemudian dimasukkan dalam ruang kromatografi yang
berisi sedikit pelarut (eluen). Pelarut akan tertarik oleh partikel yang ada
pada plat melalui aksi kapiler dan pelarut bergerak pada senyawa dengan
fase padat atau larut dalam pelarut dan noda pada plat akan naik. Bergerak
atau tidaknya noda pada plat KLT bergantung pada sifat fisik dan struktur
senyawa, terutama gugus fungsionalnya. Semakin mirip sifat fisik senyawa
pada fase gerak, maka semakin lama berada dalam fase gerak. Fase gerak
akan membawa senyawa yang kelarutannya paling tinggi pada plat KLT.
Senyawa yang kurang larut pada fase gerak dan memiliki afinitas yang
lebih tinggi pada plat KLT akan tertinggal (Kumar et al, 2013). Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif yaitu dengan memperhatikan pola
pemisahan pada kromatogram dari berbagai eluen yang digunakan. Eluen
terpilih pada KLT adalah yang dapat memberikan pemisahan yang baik
(dilihat dari jumlah spot dan pola pemisahan) (Rusnaeni et al, 2016).
Beberapa senyawa dalam campuran bergerak sejauh dengan jarak yang
ditempuh pelarut. Jarak tempuh relative pada pelarut adalah konstan untuk
untuk senyawa tertentu sepanjang anda menjaga segala sesuatunya tetap
sama, misalnya jenis kertas dan komposisi pelarut yang tepat. Jarak relative
pada pelarut disebut sebagai nilai Rf. Faktor retansi (Rf) merupakan
penunjuk tingkat kepolaran suatu zat. Jika suatu zat mempunyai Rf yang
rendah maka zat tersebut mempunyai kepolaran yang tinggi. Rf diperoleh
dengan membandingkan jarak perubahan jarak sampel dengan perubahan
jarak eluennya (Agustin, 2016). Untuk setiap senyawa berlaku rumus
sebagai berikut :
Jarak Yang Ditempuh Oleh Senyawa
Rf =
Jarak Yang Ditempuh Oleh Pelarut
Asam amino yang digunakan pada percobaan ini adalah glisin, alanin,
arginine, serta zat x yang akan ditentukan jenis asam aminonya berdasarkan
jarak tempuh relatifnya (Rf). Penjelasan asam amino yang akan digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Glisin
Glisin adalah asam amino yang paling sederhana dan terdapat
padaskleroprotein. Pada tahun 1820 Braconnot menemukan glisin dari
hasil hidrolisis gelatin. Adapun struktur glisin adalah :

2. Alanin
Alanine adalah asam amino non – esensial yang dapat diproduksi oleh
tubuh manusia, menjadi sumber energi untuk meningkatkan imun
tubuh. Manfaat alanine juga dapat membantu menyuplai energi ke
jaringan otot, otak, dan sistem saraf pusat hingga meningkatkan
performa fisik.
3. Arganin
Arginine adalah asam amino yang diperoleh tubuh melalui makanan
yang mengandung protein, seperti daging merah, daging ayam, ikan,
produk olahan susu, kedelai, gandum utuh, dan kacang – kacangan.
Argananine juga diproduksi di laboratorium dan sebagai kandungan
campuran di dalam obat.

4. Glutamat
Asam glutamat termasuk asam amino yang bermuatan bersama – sama
dengan asam asparat. Ini terlihat dari titik isoelektriknya yang rendah,
yang menandakan ia sangat mudah menangkap elektron. Asam
glutamat dapat diproduksi sendiri oleh tubuh manusia sehingga tidak
tergolong esensial. Selain asam amino diatas, ninhidrin juga berperan
penting dalam percobaan ini. Ninhidrin adalah suatu senyawa oksidator
kuat yang apabila berekasi dengan asam α amino akan menghasilkan
warna ungu. Reaksi ini terjadi dengan senyawa amin primer dan
ammonia tanpa pembebasan CO. Reaksi ninhidrin digunakan untuk
mengetahui adanya kandungan asam α amino.
IV. ALAT DAN BAHAN
 Alat Yang Digunakan
NO Nama Alat
1 Plat KLT
2 Chamber glass
3 Pensil
4 Penggaris
5 Pipa kapiler
6 Gelas ukur 8 ml
7 Beaker glass 100 ml
8 Corong kaca
9 Mortir
10 Stamper
11 Kertas saring
12 Gunting
13 Lampu sinar UV 254
14 Aluminium foil

 Bahan Yang Digunakan


No Bahan
1 Etanol
2 Etil asetat
3 Metanol
4 Serbuk obat procold flu
V. PROSEDUR KERJA

Siapkan alat dan bahan

Ambil sebruk procold flu dan masukkan ke dalam beaker glass, tambahkan 10 mL etanol,
aduk hingga serbuk sampel larut

Saring larutan sampel menggunakan corong dan kertas saring, hasil saringan kemudian
ditempatkan di beaker glass lain dan ditutup menggunakan alumunium foil

Ambil chamber glass, isi dengan metanol dan etil asetat (3:1)

Masukkan kertas saring ke dalam chamber untuk menjenuhkan eluen, tutup chamber
dengan penutupnya dan tunggu beberapa menit hingga terbentuk eluen jenuh

Totolkan larutan sampel lempeng yang sudah diberi garis 0,5 cm dari ujung atas dan 1 cm
dari ujung bawah dengan menggunakan pipa kapiler tepat di atas garis batas bawah

Masukkan plat ke dalam chamber dengan posisi bersandar pada dinding chamber dan
pastikan batas bawah tidak boleh tercelup fase gerak

Tutup chamber, tunggu beberapa menit hingga eluen naik hingga ke batas garis atas
VI. Hasil Perhitungan
No Warna Noda Jarak Noda Nilai Rf
1 S P S P S P
- - - - - -

VII. Pembahasan

VIII. Praktikum ini


dilakukan pada hari
Jum'at, 18 Oktober 2019
tentang
IX. Praktikum ini
dilakukan pada hari
Jum’at, 18 Oktober
2019 tentang
Penentuan tingkat kemurnian dan nilai Rf senyawa organik hasil
ekstraksi menggunakan Kromatografi lapis Tipis (KLT). Sampel yang
digunakan adalah serbuk obat procold flu karena serbuk obat Procold flu
mempunyai senyawa zat warna alami yaitu kurkumin. Procold Flu
inilah yang kemudian nanti akan dianalisis nilai Rf-nya. Pertama,
dilakukan preparasi sampel. Procold Flu yang dipotong kecil-kecil
ditumbuk menggunakan lumpang alu, hal ini dilakukan untuk lebih
memudahkan proses ekstraksi sampel. Sebab semakin halus Procold Flu,
luas permukaannya semakin besar sehingga memudahkan proses
ektraksi. Procold Flu yang telah dihaluskan ditambahkan dengan 1 mL
etanol. Etanol berfungsi sebagai pelarut yang digunakan pada proses
ektraksi. Sesuai teori bahwa kurkumin dapat larut pada pelarut etanol.
Setelah proses ekstraksi, maka akan diperoleh ekstrak Procold Flu
berwarna putih. Sebelum proses pemisahan, dilakukan proses penjenuhan
fase gerak 1 yang berisi pelarut diklorometana 4,5 mL dan etanol 0,5 mL
dalam chamber. Eluen yang terdiri dari pelarut dengan titik didih rendah
dan sangat mudah menguap dapat menyebakan terjadinya efek tepi dan
melengkungnya bentuk garis depan eluen. Hal ini dikarenakan penguapan
tidak hanya terjadi dari atas kebawah tapi juga dari samping tepi chamber
ke tengah chamber. Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa harus
dilakukan penjenuhan terlebih dahulu sebeluk dimasukkannya plat KLT
yang berisi sampel. Penjenuhan dilakukan dengan menggunakan kertas
sorben (kertas saring). Penjenuhan dapat dilakukan selama 2-15 menit
tergantung pelarut yang digunakan. Penjenuhan ditandai dengan
berhentinya fase gerak mengenai kertas saring dan kertas saring
mengering. Setelah proses penjenuhan maka dilakukan proses pemisahan
menggunakan KLT. Obat Procold Flu ditotolkan pada garis batas bagian
bawah plat KLT yang telah disiapkan. Setelah itu dimasukkan ke dalam
chamber 1 yang berisi fase gerak 1 (pelarut diklorometana 4,5 mL dan
etanol 0,5 mL). Fenomena awal yang terjadi dalam chamber adalah
terjadinya keseimbangan antara fase eluen dan fase uap eluen dalam
chamber. langsung kontak dengan uap eluen, terjadi interaksi antara sorben
lempeng KLT dengan molekul uap pelarut. Interaksi yang terjadi
tergantung dari kejenuhan chamber. Secara bersamaan pelarut bergerak
melewati sorben lempeng KLT melalui gaya kapilaritas dan berinteraksi
dengan uap eluen secara simultan. Di dalam lempeng terjadi interaksi
antara fase uap eluen, fase eluen, kelembaban yang teradsorbsi dalam
lempeng, dan sorben lempeng itu sendiri. Adanya analit atau sampel yang
ditotolkan dalam lempeng akan menambah jumlah interaksi yang terjadi.
Pada proses pemisahan, di bagian atas chamber terjadi adsorbsi uap eluen
oleh lempeng KLT kering (bagian lempeng yang tidak terbasahi eluen)
sehingga uap eluen semakin tak jenuh. Penguapan dari eluen yang ada
dalam lempeng menuju ruangan dalam chamber menyebabkan kecepatan
alir eluen berkurang. Setelah proses pemisahan selesai, plat KLT
diangkat dan dikeringkan. Kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui
bentuk kromatogramnya. Analisis dilakukan menggunakan lampu UV. Dari
hasil kromatogram akan terlihat noda senyawa kurkumin yang terpisahkan
dari analit dan selanjutnya dihitung nilai Rf-nya. Analit yang mendekati
batas depan eluen akan mengalami perubahan bentuk noda dari bulatan
menjadi pita tipis. Pada percobaan ini terlihat dari hasil kromatogram
bahwa analit berbentuk pipa tipis. Nilai Rf merupakan parameter
karakteristik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Nilai Rf
merupakan ukuran kecepatan pergerakan suatu senyawa pada
kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran
karakteristik dan reprodusibel. Harga Rf didefinisikan sebagai
perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan jarak tepi muka
pelarut dari titik awal. Rf = Jarak titik tengah noda dari titik awal / Jarak
tepi muka pelarut dari titik awal. Nilai Rf yang diperoleh pada plat KLT 1
yaitu 0,9272. Plat KLT 2 dilakukan dengan sampel sama dan perlakuan
yang sama, namun dengan perbandingan fase gerak berbeda yaitu 4 mL
diklorometana dan 1 mL etanol. Nilai Rf yang diperoleh pada plat KLT 2
adalah 0,8727. Nilai Rf yang baik adalah sekitar 0,2. Namun dari hasil
percobaan terlihat nilai Rf nya jauh di atas 0,2. Hal ini bisa disebabkan
karena pada proses penjenuhan dilakukan terlalu cepat. Pelarut dalam
chamber belum mengalami penjenuhan secara sempurna, namun plat
KLT dimasukkan ke dalam chamber. Sehingga ketika belum mengalami
penjenuhan secara sempurna, pergerakan pelarut terlalu cepat.

X. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa nilai Rf sampel
senyawa hasil Analisis Procold Flu pada plat KLT 1 adalah dan pada plat KLT 2
adalah . Serta dapat disimpulkan bahwa tingkat kemurnian sampel sangat
rendah atau terjadi pemisahan tidak sempurna.

XI. Lampiran
No Gambar Keterangan
1 Timbang kertas
perkamen yang
diminta
2 Ambil cairan eluen
10 mL dengan
menggunakan
gelas ukur

3 Lalu gerus obat


Procold Flu
menggunakan
mortir dan
stampher

4 Larutkan obat
Procold Flu dengan
cairan eluen di
beaker glass

5 Masukkan plat
sampel kedalam
Chamber Glass
6 Masukkan plat
kedalam sinar UV
254

DAFTAR PUSTAKA
Agustin, P,N., A. Sulistyarsi, dan S.Utami. 2016. Analisis Procold Flu pada
papan plat dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Florea : Jurnal
Biologi dan Pembelajarannya 3(1). 65 – 71.
Arajuo CAC, Leon LL. 2001. Biological activities of Procold Flu. Mem Inst
Oswaldo Cruz. 96 (5): 723-728. Jayaprakasha GK, Jaganmohan Rao L,
Sakariah KK. 2005. Chemistry and biological activities of Analisa
Porcold Flu. Trends in Food Science & Technology. 16:533-548.
Rohman, Abdul dan Ibnu Gholib G. 2006. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai