Disusun oleh:
Dengan ini, saya nyatakan bahwa karya yang saya tulis dengan judul “Review Jurnal Ilmiah,
Gravimetric Determination of Ash in Foods: NMKL Collaborative Study” yang ditujukan sebagai
tugas pengganti praktikum gravimetri ini adalah bebas dari segala tindak plagiarisme yang mencoreng citra
civitas akademika.
Apabila suatu saat ditemukan tindakan plagiarisme, maka saya menyatakan bersedia untuk tunduk
kepada semua peraturan yang berlaku serta menerima segala konsekuensinya menurut perundang-undangan
dan hukum yang berlaku.
Penulis,
i
Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat rahmat serta
hidayah-Nya, kami mampu menyelesaikan tugas ini dengan sebaik-baiknya yang kami mampu. Tidak lupa
kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Asisten Laboratorium untuk materi Gravimetri,
yaitu ka Ilyas Teguh, atas tugas yang diberikan ini sehingga kami mampu untuk memahami Gravimetri
secara baik.
Review ini kami sajikan atas dasar keilmuan, dengan harapan para pembaca dapat mengambil ilmu
dan menerapkannya untuk keperluan ilmiah yang lain. Sebagai penyusun, kami ucapkan terimakasih dan
kami terbuka atas saran serta masukan dari para pembaca, mengingat kami pun tidak luput dari kesalahan.
Atas kontribusinya, kami ucapkan terima kasih.
Penyusun
ii
Daftar Isi
iii
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 12
BAB IV PENUTUP .................................................................................................................................... 14
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 14
4.2 Saran ........................................................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ............................................................................................................................................. 15
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Penulis
ANNA BIRTHE MORTENSEN
Danish Meat Research Institute, POB 57, DK-4000 Roskilde, Denmark
HARRIET WALLIN
Nordic Committee on Food Analysis {NMKL), c/o Technical Research Centre of Finland,
Food Research Laboratory, SF-02150 Espoo, Finland
1.3 Penerbit
Association of Analytical Chemistry (AOAC)
1.5 Reviewer
Daffa Ikhlasul Amal, Fairuz Nadhifah dan Giann Rizkya Saffina
Mahasiswa Jurusan Teknologi Rekayasa Kimia Industri Sekolah Vokasi UNDIP 2019
1.7 Vol/ No
Vol. 72 No. 3
1.8 DOI
doi.org/10.1093/
1
BAB II
RINGKASAN REVIEW JURNAL
2
2.2.2 Metode-Metode Analisa Gravimetri
a. Gravimetri Pengendapan
Merupakan metode gravimetri yang paling umum digunakan dimana
suatu sampel bereaksi dengan suatu reagen yang menghasilkan produk reaksi
berupa senyawa yang sukar larut dalam air, yang kemudian disebut dengan
endapan. Endapan ini merupakan suatu senyawa dengan nilai ksp yang kecil,
sehingga senyawa ini sukar untuk larut. Endapan yang terbentuk ini kemudian
dipisahkan dan ditetapkan bobotnya untuk kemudian diketahui kadarnya.
Contoh dari metode gravimetri dengan pengendapan meliputi: penentuan kadar
Cu dalam CuSO4 dengan reagen pengendap NaOH; penentuan kadar Ni dalam
NiSO4 dengan reagen pengendap dimetilglioksima dan penentuan kadar Fe
dalam garam tunjung dengan reagen pengendap NH4OH (Harvey, 2011).
b. Gravimetri Penguapan
Merupakan metode gravimetri yang umumnya digunakan untuk
menentukan moisture content atau kadar air dalam suatu komoditi farmasi
maupun pangan. Metode ini didasarkan dengan prinsip perbedaan bobot sampel
sebelum dipanaskan dengan bobot sampel setelah dipanaskan, dimana selisih
bobot tersebut apabila dibandingkan dengan bobot sampel maka akan diketahui
moisture content atau kadar air dari komoditi tersebut (Watano, 2006).
c. Elektogravimetri
Dikenal juga sebagai elektrolisis, adalah metode gravimetri yang
memanfaatkan arus listrik serta elektroda dalam penetapannya.
Elektrogravimetri umumnya menggunakan jenis katoda grafit, dikarenakan
jenis katoda ini merupakan katoda yang inert terhadap semua logam sehingga
pada akhirnya kesalahan pengendapan dapat diminimalisir (Mech, Żabiński and
Kowalik, 2014).
3
d. Gravimetri Partikuler
Merupakan metode gravimetri yang digunakan untuk mengukur massa
pada tingkat partikuler, dan biasanya membutuhkan sebuah instrumen yang
canggih untuk dapat mengukur hingga tingkat partikuler, contoh dari metode
ini ada pada penentuan total suspended solid untuk mengukur kadar padatan
yang tersuspensi (Quiros et al., 2015).
a. Preparasi reagen
b. Preparasi atau penimbangan sampel
c. Pengendapan
d. Penyaringan
e. Pengeringan
f. Pemijaran
g. Penimbangan sisa pijar
h. Perhitungan
4
2.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Analisa Gravimetri
Analisa Gravimetri sebagai sebuah metode tentu memiliki beberapa faktor
yang mempengaruhi penetapannya, selain faktor utama penimbangan dan
pengendapan, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi analisa gravimetri
diantaranya:
a. Nilai ksp; nilai ksp suatu senyawa endapan berpengaruh pada kecepatan serta
kestabilan endapan. Suatu senyawa dengan nilai ksp kecil akan membentuk
karakter endapan yang stabil dan sukar larut sehingga mempermudah proses
penyaringan (Harvey, 2011).
b. Buffer atau pH larutan; pH larutan berpengaruh pada proses pengendapan. Ada
beberapa endapan yang membutuhkan kondisi netral untuk mengendap, seperti
ion Zn2+ dan ada yang membutuhkan kondisi sedikit asam untuk mengendap
seperti ion Ca2+ dan juga ada yang membutuhkan kondisi basa untuk
mengendap seperti ion Cu2+ (Kenkel, 2002).
c. Jumlah pengendap yang ditambahkan; hal ini berpengaruh pada proses
pembentukan endapan. Apabila reagensia pengendap terlalu sedikit, maka
pengendapan tidak sempurna atau tidak semua ion dalam larutan terendapkan,
sedangkan apabila terlalu banyak akan menyebabkan endapan terlarut kembali,
seperti contoh pengendapan Fe(OH)3 dengan reagensia pengendap NH4OH,
kelebihan ammonia akan menyebabkan terbentuknya senyawa [Fe(NH3)6]3+
yang merupakan senyawa kompleks larut dalam air, sehingga endapan akan
melarut kembali (Kenkel, 2002).
5
b. Kekurangan Analisa Gravimetri
→ Proses pengerjaan yang relatif membutuhkan waktu yang lama
→ Tahapan kerja yang sangat banyak menyebabkan banyak sumber
kesalahan yang mungkin terjadi
→ Ketelitian hasil analisa terbatas hanya pada satuan %, tidak dapat
mengukur hingga ketelitian ppm atau ppb
2.2.7 Endapan
a. Definisi Endapan
Endapan adalah suatu senyawa atau zat yang merupakan hasil reaksi
dari ion logam dengan reagensia pengendap, dimana endapan ini merupakan
senyawa dengan nilai ksp yang sangat kecil sehingga bentuknya berupa padatan
yang sukar larut dalam air dan mampu dipisahkan dari larutan induknya
(Kenkel, 2002).
b. Syarat-Syarat Endapan
→ Memiliki nilai kelarutan dan ksp yang sangat kecil
→ Murni atau mudah dimurnikan
→ Merupakan zat tunggal tanpa ada komponen tambahan
→ Dapat dipisahkan dari larutan induknya
→ Tidak dapat menguap apabila dipijarkan
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengendapan
→ Nilai ksp endapan
→ pH pengendapan
→ Suhu pengendapan
→ Jumlah larutan induk
→ Jumlah reagensia pengendap
6
2.2.8 Pencucian Endapan
a. Definisi
2.2.9 Kopresipitasi
Kopresipitasi secara umum didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana
ion-ion yang tidak diinginkan ikut terendapkan oleh karena suatu hal. Ion-ion
tersebut dapat berasal dari reagen yang digunakan seperti, reagen pengasam
ataupun larutan pendapar. Kopresipitasi digolongkan kedalam tiga keadaan atau
tiga golongan meliputi: inklusi, oklusi dan adsorbsi permukaan. Inklusi adalah
keadaan ketika ion-ion pengotor terjebak dalam suatu kristal endapan secara
menyebar; oklusi adalah keadaan ketika ion-ion pengotor terjebak dalan suatu
kristal endapan secara terpusat atau berkumpul di satu titik dalam kristal tersebut;
adsorbsi permukaan terjadi ketika ion-ion pengotor teradsorbsi pada permukaan
kristal endapan (Harvey, 2011).
7
2.2.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan
a. Pelarut
b. Suhu
Suhu berkaitan dengan kalor. Apabila suhu sistem tinggi maka kalor
yang dilepaskan pun akan besar, hal ini akan berpengaruh kepada molekul-
molekul zat yang akan bertambah renggang satu sama lain sehingga pelarut
dapat masuk dengan mudah dan kelarutan pun akan menjadi tinggi (Thakker
and Grady, 2017).
c. Nilai ksp
Ksp adalah hasil kali kelarutan suatu ion-ion dalam pelarut. Nilai ksp
mendefinisikan seberapa mudah suatu senyawa polar terlarut dalam air.
Senyawa dengan ksp yang sangat kecil tidak dapat terlarut dalam air dan
cenderung membentuk endapan dalam larutan tersebut (Harvey, 2011).
2.2.11 Desikator
Desikator merupakan alat yang berfungsi untuk mendinginkan atau
mengeringkan suatu bahan tetapi dengan menjaga kelembapan udara, sehingga
dipastikan tidak ada molekul air yang masuk (Humaidah, 2011). Desikator terbagi
menjadi dua jenis, yaitu desikator yang biasa terdapat di laboratorium dan desikator
vakum, dimana perbedaannya terletak pada ada atau tidaknya udara. Pada desikator
biasa masih terdapat udara, namun tidak dengan uap air sedangkan, pada desikator
vakum tidak terdapat uap air dan bahkan kedap udara sehingga di dalamnya tidak
ada udara tersisa. Adapun tahapan-tahapan dalam menggunakan desikator adalah:
8
a. Pastikan desikan atau silika gel dalam keadaan baik; ditandai dengan
warna silika gel yang masih berwarna ungu atau kebiruan, apabila sudah
berwarna merah muda maka silika gel sudah tidak layak digunakan
b. Buka tutup desikator secara perlahan, pastikan bagian asah dari tutup
desikator telah dilapisi vaselin
c. Letakkan sisa pijar yang akan didinginkan kedalam desikator; sisa pijar
yang akan diletakkan harus terlebih dahulu didiamkan di udara terbuka.
Meletakkan sisa pijar yang masih membara langsung kedalam desikator
akan menyebabkan tekanan udara dalam desikator naik drastis sehingga
menyebabkan adanya letupan yang mengakibatkan tutup desikator
terlepas kemudian pecah.
d. Putar-putar tutup desikator diatas desikator selama beberapa saat untuk
pertukaran udara
e. Tutup desikator dan pastikan rapat
f. Letakkan desikator di tempat yang aman dan tidak dekat dengan jalur
orang berlalu-lalang.
9
2.3 Metode yang Digunakan
2.3.1 Bahan
Dalam pengerjaannya, kadar abu tidak memerlukan bahan kimia apapun
bahkan aquadest. Pengerjaan kadar abu hanya belibatkan sampel saja sebagai
bahan, adapun sampel yang digunakan tertera dalam tabel dibawah.
2.3.2 Alat
10
2.3.3 Cara Kerja
11
BAB III
PEMBAHASAN
Hasil data yang diperoleh dalam artikel tersebut meliputi data hasil kadar abu dalam masing-
masing komoditi serta suitability test yang merupakan uji statistik untuk mengetahui persentase penerimaan
data. Hasil dari pengujian kadar abu diperoleh dari 15 laboratorium yang berbeda, tetapi untuk data dari
laboratorium ke-4 tidak masuk kedalam publikasi dikarenakan sampel yang diuji ternyata tidak
representatif untuk pengujian. Pengujian pun dilakukan sebanyak duplo atau dua kali pengulangan per satu
komoditi.
Dari hasil pada tabel 1, dapat dilihat bahwa susu bubuk atau powder milk memiliki kadar abu
tertinggi. Hal ini dikarenakan susu terdiri dari kalsium sebagai mineral utama dengan kisaran kadar sebesar
107 – 113 mg/100 mL atau sekitar 1070 – 1130 ppm (Taufik, Seveline and Saputri, 2018) sehingga kadar
abu dalam susu bubuk dapat dipastikan lebih tinggi dibanding komoditi lainnya. Jika dirata-ratakan maka
kadar abu per komoditi adalah seperti pada tabel berikut.
12
No. Komoditi Rata-Rata Kadar Abu ( g/100g )
1. Tepung Maizena 0,063
2. Selai Jeruk 0,276
3. Mayonnaise 0,574
4. Rolled Oats 1,807
5. Feta Cheese 6,105
6. Sosis 7,116
7. Susu Bubuk 8,035
Dari tabel tersebut, dapat disimpulkan bahwa kadar abu dalam tiap komoditi pangan
bervariasi tergantung pada komposisi utama komoditi tersebut. Produk dengan bahan baku susu memiliki
kadar abu yang tidak terpaut jauh, yaitu sebesar 8,035 g/100g dengan 6,105 g/100g untuk produk feta cheese
dan susu bubuk. Tepung maizena memiliki kadar abu paling kecil, dikarenakan tepung maizena hanya
terdiri dari pati atau amilum yang termasuk dalam golongan karbohidrat, yang merupakan persenyawaan
organik. Mayonnaise relatif kecil dibanding produk olahan susu dikarenakan mayonnaise memiliki
komposisi lebih banyak lemak dan pengemulsi yang merupakan senyawa organik juga. Rolled oats
walaupun mengandung karbohidrat kompleks namun kadar abunya lebih besar dibanding dengan tepung
maizena dikarenakan pada rolled oats mengandung lebih banyak mineral dibanding sumber karbohidrat
lainnya. Dapat disimpulkan bahwa komposisi antara nutrient makromolekul dengan kandungan mineral
mempengaruhi jumlah kadar abu suatu komoditi pangan.
Dalam proses pengerjaan kadar abu, digunakan suhu 550 0C dikarenakan pada suhu tersebut semua
komponen organik seperti karbohidrat, lemak dan protein akan terdestruksi sehingga membentuk CO2 dan
H2O yang dapat menguap dan hilang sehingga menyisakan oksida-oksida dari logam serta mineral yang
terdapat dalam komoditi pangan tersebut. Dalam pengerjaannya, tidak dilaporkan adanya hambatan
maupun kendala dalam pengerjaan kadar abu terhadap komoditi-komoditi tersebut. Melalui sedikit
modifikasi pada proses preparasi sampel, metode ini dapat diaplikasikan pada berbagai komoditi pangan
untuk menghitung kadar abu sebagai kadar mineral total yang merupakan baku mutu dari berbagai produk
pangan.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gravimetri merupakan salah satu metoda analisa berdasarkan bobot sampel sebelum dan
setelah reaksi. Analisa gravimetri memiliki 4 metode khusus yaitu, metode pengendapan, metode
penguapan, metode elektrogravimetri dan metode gravimetri partikuler yang masing-masing
memiliki peruntukannya tersendiri. Sedangkan, kadar abu merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk menentukan kadar material anorganik hasil pembakaran suatu sampel yang
dapat berupa logam, mineral ataupun zat pengotor sebelum adanya identifikasi lebih lanjut. Pada
jurnal yang dibahas, dilakukan salah satu aplikasi analisa gravimetri yaitu penentuan kadar abu
pada 7 jenis sampel dari komoditi pangan yang berbeda dan dari hasil yang diperoleh ditarik
kesimpulan bahwa kandungan mineral dalam suatu komoditi pangan sangatlah berpengaruh pada
kadar abu yang diperoleh, makin besar kandungan mineral dalam suatu produk pangan maka
makin besar pula kadar abu yang akan diperoleh.
4.2 Saran
Perlu adanya pengujian lanjutan pada masing-masing komoditi pangan mengenai jenis zat
anorganik yang terdapat pada sisa pijar tersebut, apakah termasuk logam berat, mineral alkali tanah
ataupun merupakan impuritas lainnya. Pengujian lanjutan dapat menggunakan instrumen
Spektrofotometri Serapan Atom untuk mengetahui jenis logam yang terdapat pada sisa pijar
tersebut.
14
Daftar Pustaka
15