Anda di halaman 1dari 15

PERCOBAAN 2

PROFIL KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS TUMBUHAN OBAT

I. Tujuan Praktikum
Pratikum ini bertujuan untuk memperoleh profil KLT dari beberapa
tumbuhan obat tradisional sumatera barat.
II. Teori Dasar
Kromatografi adalah proses pemisahan zat berdasarkan afinitas zat
tersebut terhadap fasa diam dan fasa gerak. Kromatografi lapis tipis (KLT)
merupakan salah satu jenis kromatografi yang memiliki fungsi kualitatif dan
kuantitatif. Fungsi kualitatif adalah untuk mengidentifikasi senyawa
berdasarkan nilai Rf (retention factor), bentuk dan warna noda . fungsi
kuantitatif adalah untuk memisahkan, mengisolasi dan menentukan kadar
senyawa dalam campuran.
Dalam bidang penelitian obat tradisional bertujuan agar mengenal dan
mengidentifikasi suatu jenis atau spesies bahan alam yang berkhasiat obat
berdasarkan morfologi dan kegunaannya bagi masyarakat di suatu daerah.
Obat tradisional di dunia ini sedang marak digunakan dalam masyarakat.
Penggunaan obat tradisional bukan hanya dikembangkan di Indonesia tapi
sudah dikembangkan di negara-negara maju. Sehingga bahan alam
merupakan salah satu sumber bahan baku obat yang perlu digali, diteliti dan
dikembangkan.
Perkembangan pemanfaatan tumbuh-tumbuhan sebagai obat dari tahun ke
tahun pun semakin berkembang pesat dan mengalami kemajuan.
perkembangan mulai terarah mulai dari cara atau metode pembuatannya
sampai cara penggunaannya dibuat sesederhana mungkin tanpa mengurangi
ataupun menghilangakan kandungan obat pada tanaman tersebut.
Tumbuhan obat mengandung banyak senyawa-senyawa metabolit
sekunder yang memiliki berbagai khasiat farmakologi. Profil KLT dari
tumbuhan obat memberikan informasi yang sangat beharga tentang senyawa
jumlah senyawa, golongan senyawa dan senyawa kimia utama dalam suatu
campuran ekstrak.
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah salah satu metode pemisahan
komponen menggunakan fasa diam berupa plat dengan lapisan bahan adsorban
inert. KLT merupakan salah satu jenis kromatografi analitik. KLT sering
digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan menggunakan
KLT, diantaranya adalah sederhana dan murah. KLT termasuk dalam kategori
kromatografi planar, selain kromatografi kertas. Kromatografi juga merupakan
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang
sifatnya hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen
untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi
kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni
skala kecil (Fessenden,2003).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang
banyak digunakan, metode ini menggunakan empeng kaca atau lembaran
plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan
karutan cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet
atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan
pengelusi di dalam wadah yang tertutup (Soebagio,2002).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan
kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat
sedikit, baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan
untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid
dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga
dapat digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa
secara kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan
lapis tipis seperti silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan
pereaksi-pereaksi yang lebih reaktif seperti asam sulfat.( Fessenden, 2003 )

Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (eluen) umumnya


sama dengan pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi
adsorpsi, pengelusi eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana
ke aseton, ke alkohol, ke air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal
dan campuran pelarut dengan susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang
harus mempunyai kemurnian yang tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat
pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak diharapkan.

Prinsip KLT adalah adsorbsi dan partisi dimana adsorbsi adalah


penyerapan pada pemukaan, sedangkan partisi adalah penyebaran atau
kemampuan suatu zat yang ada dalam larutan untuk berpisah kedalam pelarut
yang digunakan. Kecepatan gerak senyawa-senyawa ke atas pada lempengan
tergantung pada (Soebagil,2002):

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu.


Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan
senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti
mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan
kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT
yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus
dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya.
III. Prosedur Kerja

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Chamber
2. Mistar
3. Vial
4. Gelas ukur
5. Pipet mikrokapiler
6. Pensil
7. Erlenmeyer
8. Pemanas
9. Pipet tetes
10. Penjepi
3.1.2 Bahan
1. Kloroform
2. Metanol
3. Heksan
4. Etil asetat
5. Aquades
6. Alkohol 96%
7. Kertas saring
8. FeCl3
9. H2SO4

3.2 Cara Kerja

1. Setiap kelompok menyiapkan 3 tumbuhan obat tradisional.


2. 50 gram tumbuhan obat dalam bentuk segar dirajang halus ,
masukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan alkohol 96% sebanyak
15 ml. Jika digunakan sampel tumbuhan kering harus diserbukkan
terlebih dahulu.
3. Panaskan Erlenmeyer berisi tumbuhan obat (suhu 70°C) selama 10
menit
4. Setelah proses ekstraksi selesai, saring larutan dan filtrate masing-
masing tumbuhan obat di pindahkan ke vial
5. Siapkan 4 plat KLT berukuran 7 cm x 2 cm. beri batas bawah dan
batas atas masing-masing 5 mm
6. Totolkan tiap filtrate (no 4) ke plat KLT dan beri kode masing-
masing totolan ekstrak tumbuhan obat
7. Siapkan chamber KLT, isi dengan eluen yang akan digunakan
8. Jenuhkan chamber KLT dengan menggunakan kertas saring
9. Setelah chamber dijenuhkan, keluarkan kertas saring dari dalam
chamber dan masukkan plat KLT (no 6) ke dalam chamber KLT
10. Lakukan elusi hingga eluen mencapai batas atas plat
11. Keluarkan plat KLT kering dinginkan
12. Amati noda pada plat KLT dengan menggunakan lampu UV254 nm,

UV366nm, reagen FeCl3, H2SO4 10%


13. Tandai noda yang terlihat

Keterangan :

1. Eluen yang digunakan ada 2 yaitu :


Eluen A = kloroform : methanol ( 9:1 )
Eluen B = heksan-etil asetat-metanol ( 5:5:1 )
2. Jumlah plat KLT yang digunakan 3 buah :
a. 3 buah untuk eluen A ( untuk penampak noda UV, FeCl3 dan
H2SO4)
b. 3 buah untuk eluen B ( untuk penampak noda UV, FeCl 3 dan
H2SO4)
IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil

No. Sampel (Eluen A) Nilai Rf

1. A = Enkasari 0,67 cm

2. B = OB Herbal 0,63 cm

3. C = Batugin 0,35 cm

4. D = Tolak Angin 0,36 cm

Perhitungan nilai Rf sampel A,B,C dan D.


Jarak Tempuh Eluen 5,5 cm → 7- ( 1+ 0,5) = 5,5 cm.

a. Sampel A (Enkasari) = Rf = = = 0,67 cm

b. Sampel B (OB Herbal) = Rf = = = 0,63 cm

c. Sampel C (Batungin ) = Rf = = = 0,35 cm

d. Sampel D (Tolak Angin ) = Rf = = = 0,36 cm

4.2 Pembahasan
Pada praktikum Kimia Bahan Alam melakukan percobaan profil
kromatografi lapis tipis tumbuhan obat. Adsorben yang digunakan pada
kromatografi lapis tipis biasanya terdiri dari silika gel atau alumina dapat
langsung atau dicampur dengan bahan perekat misalnya kalsium sulfat untuk
disalutkan pada pelat. Pada pemisahannya, fase bergerak akan membawa
komponen campuran sepanjang fase diam pada pelat sehingga terbentuk
kromatogram. Pemisahan yang terjadi berdasarkan adsorbsi dan partisi. Teknik
kerja KLT prinsipnya hampir samadengan komatografi lapis tipis (KLT).
Kromatografi lapis tipis merupakan termasuk kategori kromatografi planar yang
termasuk di dalamnya adalah kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda
dengan kromatografi kolom yang fasa diamnya diisikan atau terpacking dalam
kolom, kromatografi planar ini fasa diamnya merupakan lapisan uniform bidang
datar yang didukung oleh plat kaca,

Kromatografi lapis tipis (Thin-layer chromatography/TLC) merupakan


teknik kromatografi yang berguna untuk memisahkan senyawa organik. Karena
kesederhanaan dan kecepatan TLC, sering digunakan untuk memantau kemajuan
reaksi organik dan untuk memeriksa kemurnian produk. Kromatografi lapis tipis
adalah teknik kromatografi planar sederhana, hemat biaya, dan mudah
dioperasikan yang telah digunakan di laboratorium kimia umum selama beberapa
dekade untuk memisahkan senyawa kimia dan biokimia secara rutin. Secara
tradisional, metode kimia dan optik digunakan untuk memvisualisasikan bintik
analit pada pelat TLC. Juga memiliki aplikasi luas dalam mengidentifikasi
kotoran atau ketidakmurnian dalam senyawa. Studi menyoroti ulasan tentang KLT
dan penerapan estimasi kualitatif dan kuantitatif senyawa bioaktif dari tanaman
obat. teknik pemisahan dengan KLT memiliki banyak kelebihan, karena KLT
merupakan Teknik yang serbaguna, yang dapat diaplikasikan untuk hamper semua
senyawa. Pemisahan dapat dicapai dengan biaya tidak terlalu mahal, yang
dihasilkan dari adsorben yang baik dan pelarut yang murni. Pemisahan dapat
dicapai dalam waktu yang singkat, sehingga memungkinkan KLT merupakan
suatu Teknik dengan jaminan keberhasilan, di dalam pemisahan campuran yang
tidak diketahui.

Dalam melakukan percobaan profil kromatografi lapis tipis dengan fungsi


kualitatif , fungsi kualitatif adalah untuk mengidentifikasikan senyawa
berdasarkan nilai Rf (retention factor),bentuk dan warna noda dan fungsi
kuantitatif adalah untuk memisahkan, mengisolasi dan menentukan kadar senyawa
dalam campuran. Jarak antara jalannya pelarut bersifat relatif. Oleh karena itu,
diperlukan suatu perhitungan tertentu untuk memastikan spot yang terbentuk
memiliki jarak yang sama walaupun ukuran jarak plat nya berbeda. Nilai
perhitungan tersebut adalah nilai Rf, nilai ini digunakan sebagai nilai
perbandingan relatif antar sampel. Nilai Rf juga menyatakan derajat retensi suatu
komponen dalam fase diam sehingga nilai Rf sering juga disebut faktor retensi.
Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya
senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua
sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan
besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar
dari plat kromatografi lapis tipis.

Pada percobaan kali ini kami menguji kromatografi lapis tipis tumbuhan
obat. Kami menguji dengan obat herbal yang berasal dari tumbuhan yaitu
Enkasari, OB herbal, Batungin, Tolak Angin dengan menguji nilai Rf noda . jarak
tempuh eluen pada noda adalah 5,5cm.

Sampel A yaitu enkasari. enkasari adalah obat kumur dan obat telan yang
mengandung sari daun saga, sari daun sirih, sari akar kayu manis, dan mentholum.
Ekstrak daun saga dan daun sirih berfungsi sebagai antiseptik yang membantu
membunuh bakteri, sari akar kayu manis berfungsi untuk membantu
menyamarkan bau mulut dan mentholum yang memberikan efek dingin yang
menyengarkan pada mulut. Kombinasi bahan-bahan herbal tersebut digunakan
sebagai obat kumur dan telan untuk membantu mengatasi sariawan, bau mulut dan
gangguan pada rongga mulut lainnya. Pada enkasari jarak antar nodanya adalah
3,7 nilai Rf yang didapat pada enkasari adalah 0,67 cm.

Sampel B yaitu OB Herbal. OB Herbal adalah obat batuk sirup. OB Herbal


merupakan obat herbal yang berguna untuk membantu meredakan batuk dan
melegakan tenggorokan. Bahan-bahan herbal yang terkandung dalam OB Herbal
membantu mengencerkan dahak dan mengeluarkan dahak sehingga dapat
melegakan nafas. Pada OB Herbal jarak antar nodanya adalah 3,5, nilai Rf yang
didapat pada OB Herbal adalah 0,63 cm.
Sampel C yaitu Batungin. Batungin adalah sediaan Elixir yang mengandung
bahan-bahan herbal. Obat Batugin digunakan untuk membantu meluruhkan batu
urine di ginjal dan saluran kemih, serta melancarkan buang air kecil. Pada obat
Batungin jarak antar noda yang didapat adalah 1,9, nilai Rf yang didapat pada
batungin adalah 0,35 cm.

Sampel D yaitu Tolak angin. Tolak angin adalah produk herbal yang
bermanfaat untuk mengobati gejala masuk angin, seperti mual, perut kembung,
sakit perut, pusing, meriang, dan tenggorokan kering. Tolak Angin mengandung
beberapa bahan herbal, yaitu buah adas, kayu ules, daun cengkeh, jahe, daun mint,
dan madu. Kombinasi semua bahan tersebut dipercaya bisa mengatasi gejala
masuk angin sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh. Pada obat tolak angin
jarak antar noda yang didapat adalah 2, nilai Rf yang didapat pada tolak angin
adalah 0,36 cm.

Nilai Rf yang baik yaitu antara 0,2-0,8 diberikan dan dapat diterima untuk
suatu metode analisis yang valid. Pada hasil yang didapat telah memenuhi nilai Rf
yang baik. Nilai Rf terendah yaitu pada obat batungin yaitu 0,35 cm, dan nilai Rf
yang besar pada obat enkasari yaitu 0,67 cm. Senyawa yang mempunyai Rf lebih
besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal
tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan
tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Faktor-faktor yang menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputi dimensi dan jenis
ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah aliran fase gerak, volume dan komposisi
fase gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode persiapan sampel
KLT sebelumnya.
V. Penutup
5.1 Kesimpulan
1. Kromatografi adalah proses pemisahan zat berdasarkan afinitas zat tersebut
terhadap fasa diam dan fasa gerak.
2. Profil kromatografi lapis tipis dengan fungsi kualitatif , fungsi kualitatif
adalah untuk mengidentifikasikan senyawa berdasarkan nilai Rf (retention
factor),bentuk dan warna noda. Dan fungsi kuantitatif adalah untuk
memisahkan, mengisolasi dan menentukan kadar senyawa dalam campuran.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan nilai Rf bervariasi meliputi dimensi dan
jenis ruang, sifat dan ukuran lempeng, arah aliran fase gerak, volume dan
komposisi fase gerak, kondisi kesetimbangan, kelembaban, dan metode
persiapan sampel KLT sebelumnya.
4. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang
rendah, begitu juga sebaliknya
5. Jarak tempuh eluen pada noda adalah 5,5cm.

6. Pada enkasari didapat nilai Rf 0,67cm, pada OB Herbal nilai Rf 0,63cm, pada
batungin didapat nilai Rf 0,35cm, pada tolak angin didapat nilai Rf 0,36cm.

5.2 Saran
Melakukan percobaan dengan teliti dan cermat karena terdapat perhitungan pada
percobaan ini .Menggunakan alat-alat praktikum seperti masker, jas lab, dan
handscoon serta membawa sampel percobaan yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitatif.Jakarta:Erlangga.

Gholib, Ibnu.2007.Kimia Farmasi Analisis.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Johnson, E. L. 1991. Dasar Kromatografi Cair . Bandung: ITB.

Roy J. Gritter. 1991.Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB :Bandung.

Rudi,L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan .Yogyakarta: UGM Press


Lampiran

No. Gambar Keterangan

1.

Cairan Kloroform

2.

Cairan Metanol

3.

Eluen A = Kloroform : Metanol

4.
Chamber

5.

Sampel tiap kelompok

6.

Plat KLT

7.

Kertas saring di dalam eluen A


bertujuan menjernihkan
8.

Pentotolan Sampel

9.

Sampel + Eluen A

10.

Sampel setelah dicelupkan ke eluen A


11.

Sampel setelah dicelupkan ke eluen A


+ Dragendroff larutan.

Anda mungkin juga menyukai