Anda di halaman 1dari 7

PERCOBAAN III

Identifikasi Parasetamol dan Kafein Secara KLT (KROMATOGRAFI


LAPIS TIPIS)

I. TUJUAN

 Pengenalan metoda pemisahan parasetamol dan kafein dengan KLT


 Analisis parasetamol dan kafein secara KLT

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi
senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Kromatografi juga merupakan analisis cepat
yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. Kromatografi lapis
tipis dapat di gunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik seperti
lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dijelaskan dengan kromatografi kertas ).
Kromatografi lapis tipis merupakan cara cepat dan mudah untuk dapat melihat kemurnian
suatu sampel maupun karakterisasi sampel dengan menggunakan standar. Cara ini praktis untuk
analisis data skala kecil karena hanya memerlukan bahan yang sangat sedikit dan waktu yang di
butuhkan singkat. Kemurnian suatu senyawa bisa dilihat dari jumlah bercak yang terjadi pada
plat kromatografi lapis tipis atau pun jumlah puncak kromatogram kromatografi lapis tipis. Uji
kualitatif pada kromatografi lapis tipis dapat dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
kromatogram sampel dengan kromatogram senyawa standar.
Dalam analisis kimia suatu bahan, maka akan sering dihadapkan pada pekerjaan-pekerjaan
seperti menghilangkan konstituen pengganggu atau mengisolasikannya maupun memekatkan
konstituen yang dikehendaki sebelum dilakukuan identifikasi maupun pengukuran  jumlahnya.
Untuk melakukan  analisis  kimia  tersebut  maka  kita  harus menggunakan suatu metode agar
dapat menentukan hasil yang tepat, kromatografi salah satunya, dan dapat pula digunakan
sebagai analisa secara kuantitatif.
Kromatografi adalah suatu metoda untuk separasi yang menyangkut komponen suatu contoh
di mana komponen dibagi-bagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan
selagi gerak yang lain. Di dalam gas kromatografi adalah gas mengangsur suatu cairan atau
tahap keperluan padat. Di dalam cairan kromatografi adalah campuran cairan pindah gerakkan
melalui cairan yang lain, suatu padat, atau suatu ‘gel’ agar. Mekanisme separasi komponen
mungkin adalah adsorpsi, daya larut diferensial, ion-exchange, penyebaran/perembesan, atau
mekanisme lain.
Kromatografi lapis tipis dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua, dipakai untuk
menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom
atau kromatografi cair kinerja tinggi.
Kromatografi lapis tipis juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi
kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang
disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapisan tipis seperti silika gel
adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi–pereaksi yang lebih reaktif seperti asam
sulfat. Data yang diperoleh dari kromatografi lapis tipis adalah nilai Rf yang berguna untuk
identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari
senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari
titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal. Oleh karena itu bilangan
Rf selalu lebih kecil dari 1,0.
Menurut Gandjar dan Rohman( 2007), fase yang digunakan pada KLT yaitu:
1. Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja kromatografi lapis tipis
dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan
serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada kromatografi lapis tipis adalah
adsorpsi dan partisi.

2. Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-coba
karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2
pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian
rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam
memilih dan mengoptimasi fase gerak :
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.

b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang
berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit
polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzene akan
meningkatkan harga Rf secara signifikan.
d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia
masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam.
Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh
hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit
mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi lain, jika sampel yang
digunakan terlalu banyak akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada
penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari
15 µl. Tepi bagian bawah lempeng lapis tipis yang telah ditotolkan sampel
dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak
harus dibawah lempeng bertotol sampel.
III. ALAT DAN BAHAN

 Alat :
1. Pelat KLT
2. Chamber
3. Pensil
4. Penyemprot noda

 Bahan :
1. Tablet Parasetamol dan kafein baku standar parasetamol dan kafein
murni ( baku pembanding Farmakope Indonesia)
2. Metanol
3. Etil Asetat
4. Asam asetat
5. KmnO4 0,1 N dalam H2SO4 0,05 N
6. Akuades secukupnya
7. Kloroform
IV. CARA KERJA

1. Siapkan Plat KLT,beri batas atas dan bawah,serta menandai tempat


yang akan ditotol dengan jarak tertentu.
2. Timbang tara Tablet sampel,gerus halus sampel,kemudian timbang
seksama tablet yang telah digerus
3. Timbang Paracetamol murni dan Kafein murni masing-masing 200
mg
4. Paracetamol murni,Kafein murni dan serbuk sampel dilarutkan
dalam 2 ml kloroform
5. Siapkan eluen Metanol : Asam asetat : Etil Asetat (1 : 8 : 1 )
6. Masukkan eluen ke dalam chamber dan jenuhkan dengan kertas
saring
7. Totolkan larutan sampel,larutan Paracetamol murni,dan Kafein
murni yang sudah diencerkan
8. Eluen yang sudah jenuh dikeluarkan,masukkan plat KLT yang
sudah ditotol
9. Tunggu hingga eluen naik sampai batas atas
10. Jika sudah mencapai batas atas,angkat plat KLT,kering
anginkan,amati noda yang terbentuk di bawah lampu UV dan
tandai noda dengan pensil

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

 Pembuatan Eluen

Metanol : Asam asetat : Etil Asetat (1:8:1)=10

Volume = 5 ml

1
x5
Metanol = 10 ml = 0,5 ml

8
x5
Asam asetat = 10 ml = 4 ml
1
x5
Etil Asetat = 10 ml = 0,5 ml

 Data kelompok untuk kkt

Jarak noda sampel = 6,7 cm

Jarak noda Parasetamol murni = 7,5 cm

Jarak noda Kafein murni = 5,9 cm

Jarak rambat = 9 cm

Pada praktikum kali ini kami melakukan identifikasi paracetamol dan


kafein dengan metode KLT (kromatografi lapis tipis) dimana pada percobaan
ini menggunakan 200 mg paracetamol dan 200 mg kafein sebagai sampelnya
lalu pada praktikum ini dilalui oleh beberapa tahapan seperti penyiapan eluen
kromatografi , pentotolan sampel dan pembanding lalu elusi dengan larutan
eluen serta penentuan nilai rf pada noda.
Metanol : Asam asetat : Etil asetat (1:8:1) sebagai bahan pembuatan
eluennya , dengan volume 5 ml lalu didapatkan masing-masing ml yang
dibutuhkan perzatnya dimana metanol 0,5 ml , asam asetat 4 ml lalu etil
asetat 0,5 ml , yang kemudian dijenuhkan dengan kertas saring. Setelah itu
dilakukannya pentotolan larutan baku dengan sampel di plat KLT dengan
memasukkan ke dalam chamber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan
setelah itu tunggu hingga batas atas mencapai batasnya lalu angkta dan kering
anginkan dan amati pada sinar UV.
Lalu didaptkan hasil dimana jarak noda pada sampel 6,7 cm , pada baku
paracetamol 7,5 cm , pada baku kafein 5,9 cm , dengan jarak rambat 9
cm,kemudian dilakukan perhitungan rf dan hasilnya pada sampel 0,74 ,rf
baku parasetamol murni 0,8 dan rf kafein 0,65.Range nilai Rf ialah kisaran
0,2-0,8 dan dari hasil perhitungan Rf yang kami lakukan di dapatkan nilai Rf
di atas batas range nilai Rf ini dikarenakan kepolaran eluen yang berlebih
sehingga perlu dilakukan pengurangan kepolaran dari eluen yang berarti
sampel kami memiliki paracetamil murni dan kafein murni didalamnya.
Nilai Rf dapat digunakan untuk mengindentifikasi adanya perbedaan
senyawa dalam sampel , jika suatu senyawa memiliki Rf lebih besar maka
kepolaran nya rendah dan jika suatu senyawa memiliki Rf lebih kecil maka
kepolaran nya tinggi , hal ini dikarenakan fase diam bersifat polar

VI. KESIMPULAN
 Data yang diperoleh dari kromatografi lapis tipis adalah nilai Rf yang
berguna untuk identifikasi senyawa.
 Kromatografi lapis tipis merupakan cara cepat dan mudah untuk dapat
melihat kemurnian suatu sampel maupun karakterisasi sampel dengan
menggunakan standar.

VII. DAFTAR PUSTAKA

David. 2010. Pengantar Kromatografi. Bandung: Institut Teknologi Bandung


Press.
Gandjar I. G., dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gritter R. J., J. M. Bobbit dan E. S. Arthur. 1991. Pengantar Kromatografi.
Bandung: Institut Teknologi Bandung Press.
Handayani S., S. Sunartodan dan Kristianingrum. 2005. “Kromatografi Lapis
Tipis untuk Penentuan Kadar Hesperidin dalam Kulit Buah Jeruk”.
Jurnal Penelitian Saintek. Vol 10 (1).
Kurniawan Y., dan Santosa. 2004. “Pengaruh JumLah Umpan dan Laju Alir
Eluen Pada Pemisahan Sukrosa dari Tetes Tebu Secara
Kromatografi”. Jurnal Ilmu Dasar. Vol 5 (1).

Anda mungkin juga menyukai