Anda di halaman 1dari 9

TITRASI ASAM BASA

I. TUJUAN PRAKTIKUM
 Mahasiswa (Praktikan) memhami identifikasi zat dalam suatu sampel
serta mampu menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi asam-basa.
II. PRINSIP PRAKTIKUM
 Penentuan kadar natrium bikarbonat dengan menggunakan metode asidimetri
berdasarkan reaksi netralisasi di mana sampel yang bersifat basa dititrasi
dengan larutan baku HCL 0,1 N dengan penambahan indikator metil merah
dan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah ke bening.
 Penentuan kadar asam salisilat dengan menggunakan metode alkalimetri
berdasarkan reaksi netralisasi di mana sampel yang bersifat asam dititrasi
dengan larutan baku dan NaOH 0,1 N dengan penambahan indikator
fenolftalein dan ditandai dengan perubahan warna bening ke merah muda.

III. TINJAUAN PUSTAKA


Titrasi asam basa merupakan contoh analisis volumetri yaitu suatu cara
atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran, dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Proses titrasi asam basa sering dipantau
dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis sebagai fungsi jumlah titran
yang ditambahkan gambar yang diperoleh tersebut disebut kurva pH atau kurva
titrasi yang didalamnya terdapat kurva ekivalen yaitu titik dimana titrasi
dihentikan (Ika, 2009).
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titrat ataupun
titran. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau
sebaliknya. Titran ditambahkan titrat tetes demi tetes sampai mencapai keadaan
ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titran dan titrat tepat habis bereaksi) yang
biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut
sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan
jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik
akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik
akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering
disebut juga sebagai titik ekuivalen. (Adi Gunawan : 2004).
Asidimetri dan alkalimetri adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan
dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap
dengan jumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Contoh sesuatu yang
dianalisis dirujuk sebagai (tak diketahui). Proses analisis yang melibatkan
pengukuran yang seksama volume-volume suatu asam dan basa yang saling
menetralkan. (Keenan, 1998; 442)
Untuk mengetahui kapan penambahan larutan standar itu harus dihentikan,
digunakan suatu zat yang biasanya berupa larutan, yang disebut larutan indikator
yang ditambahkan dalam larutan yang diuji sebelum penetesan larutan uji
dilakukan. Larutan indikator ini menanggapi munculnya kelebihan larutan uji
dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada
titik kesetaraan. Titrasi asam-basa pada saat indikator berubah warna disebut titik
akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir ini sedekat mungkin ke titik
kesetaraan. Dengan memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu (atau
mengkoreksi selisih diantara keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari
analisis titrasi asam-basa. Umumnya larutan uji adalah larutan standar elektrolit
kuat, seperti natrium hidroksida dan asam klorida (Sujono, 2003).
Sifat suatu larutan dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator asam-
basa, yaitu zat-zat warna yang warnanya berbeda dalam larutan asam, basa dan
garam. Untuk mengidentifikasi sifat dari asam, basa dan garam dapat
menggunakan kertas lakmus, larutan indikator atau indikator alami. Secara
sederhana, kertas lakmus dapat digunakan untuk mengidentifikasi sifat dari
larutan asam, basa dan garam (larutan netral). Alat lain yang dapat digunakan
untuk mengindikasi apakah larutan bersifat asam, basa atau netral adalah larutan
indikator fenolftalein, metil merah dan metil jingga (Azizah, 2004)
Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya
merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH=7.
Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan elektrolit lemah, garam yang
terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen larutan akan mempunyai
pH > 7 (bereaksi basa) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH yang tepat dapat
dihitung dari tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah tersebut dan dari
konsentrasi larutan yang diperoleh. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan
dengan indikator asam basa (Harjanti, 2008).
Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubsh warna
diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran
penggunaan indicator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa nya. Sebagai contoh
fenolftalein (PP), mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4 – 10,4).
Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena
proton dipindahkan dari struktur fenol dari PP sehingga pH-nya meningkat
akibatnya akan terjadi perubahan warna (Sudjadi, 2007).

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat :
 Buret
 Erlenmeyer
 Corong
 Gelas Ukur
 Pipet ukur
Bahan :
 Kalium biftalat
 Indikator pp
 Asam Salisilat
 Aquades

V. CARA KERJA
Persiapan alat :
1. siapakan buret,bilas buret dengan aquadest ,pasang buret pada penyangga buret
dengan kokoh
2. Masukkan NaoH 0,1 N ke dalam buret menggunakan corong
Pembakuan NaoH 0,1 N:
1. Timbang kalium biftalat dengan seksama sebanyak 150 mg
2. Larutkan dalam aquadest sebanyak 20ml
3. Tambahkan indikator pp sebanyak 3-4 tetes
4. Titrasi dengan NaoH 0,1 N sampai titik akhir titrasi berwarna merah muda

Pengujian Sampel:
1. Masukkan sampel ke dalam erlenmeyer
2. Larutkan sampel dengan etanol 96% sebanyak 15 ml
3. Tambahkan aquadest sebanyak 20 ml
4. Larutkan larutan
5. Pipet 10 ml larutan dan masukkan ke dalam erlenmeyer lain
6. Tambahkan indikator PP 3-4 tetes ke erlenmeyer yang berisi 10 ml larutan tadi
7. Titrasi dengan menggunakan NaoH 0,1 N sampai larutan berubah menjadi
merah muda (lakukan pengulangan titrasi hingga 2x)

VI. HASIL (PERHITUNGAN)


 Perhitungan pembakuan NaOH 0,1 N :

Rumus : N = mg/Be x volume pentiter


150 mg
N=
204,2 x 6,1ml
= 0,12N

 Perhitungan penetapan kadar :

mg = VxNxBExFP (faktor pengenceran)


100 ml
= 7,9 ml x 0,12 N x 138,12 x
10 ml
= 1309,3776 mg
V x N x BE
% kadar = x 100 %
mg
7,9 ml x 0,12 N x 138,12
= x 100 %
1309,3776 mg
= 10 %

VII. PEMBAHASAN

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titrat ataupun titran.
Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya.
Titran ditambahkan titrat tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titran dan titrat tepat habis bereaksi) yang biasanya
ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa
atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan
cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik
akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati
titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. 
Asidimetri dan alkalimetri adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan
dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap
dengan jumlah contoh tertentu yang akan dianalisis. Contoh sesuatu yang
dianalisis dirujuk sebagai (tak diketahui). Proses analisis yang melibatkan
pengukuran yang seksama volume-volume suatu asam dan basa yang saling
menetralkan.
Pada praktikum kali ini kami melakukan titrasi asam basa dimana terdapat
dua metode , yaitu metode asidimetri dan metode alkalimetri.Untuk metode
asidimetri mula-mula ditimbang kalium biftalat sebanyak 150 mg. Kemudian
dilarutkan dengan 20 ml aquadest.Lalu ditambah 3-4 tetes indikator PP dan
dititrasi dengan NaOH 0,1 N.Setelah itu amati perubahan warnanya hingga tetap
dan dicatat berapa volume titrasinya dihitung kadar dan persentase kadarnya.
Sedangkan pada metode alkalimetri digunakan 250 mg asam salisilat sebagai
sampelnya.Mula-mula masukkan sampel ke dalam erlenmeyer lalu larutkan
sampel dengan etanol 96% sebanyak 15ml,Lalu tambahkan aquadest sebanyak 20
ml larutkan larutan,Selanjutnya pipet 10 ml larutan dan masukkan ke dalam
erlenmeyer lain , Kemudian tambahkan indikator PP sebanyak 3-4 tetes ke dalam
erlenmeyer yang berisi 10 ml larutan tadi , Lalu titrasi menggunakan NaoH 0,1 N
sampai larutan menjadi merah muda volume titrannya kemudian dihitung kadar
dan persentasenya (lakukan pengulangan titrasi ini hingga 2x).
Adapun hasil dari percobaan yang telah diperoleh adalah persen kadar rata-
rata untuk percobaan asidimetri NaOH ialah 10,00%. Hal ini tidak sesuai dengan
literature yang menyatakan bahwa % kadar NaOH kurang dari 99% dan lebih dari
101,00%. Dalam metode asidimetri natrium bikarbonat merupakan dititrasi
dengan asam untuk menetralkan garamnya. Karena natrium bikarbonat merupakan
garam yang bersifat basa sehingga dalam penetapan kadarnya ditentukan secara
asidimetri. Penggunaan indikator metal merah yang merupakan garam natrium
dimana dalam larutan baku banyak terionisasi dan dalam lingkungan alkalin
ionnya memberikan warna bening sehingga apabila bereaksi dengan HCL sebagai
titran akan mengalami perubahan warna dari bening menjadi jingga.
Sedangkan pada asam salisilat di gunakan untuk menetralkan asamnya karena
sifatnya yang asam maka digunakan metode alkalimetri. Penambahan etanol
netral pada alkalimetri di gunakan sebagai pelarut untuk asam salisilat yang tidak
larut dalam aquadest. Dan dalam penentuan kadar asam salisilat digunakan
indikator PP karena titik akhir akan terbentuk garam yang netral dari asam
lemah dan basa kuat. Dimana garam berupa asam salisilat Dalam air akan
terhidrolisissehingga larutan akan lebih banyak mengandung OH- dan pada pH 7,
maka indikator yang digunakan adalah yang mempunyai interval pH 8 –9,5. Titik
akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna yang ditandai dengan
adanya perubahan warna dari bening ke merah muda.
Larutan basa yang akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret dan
jumlah yang di pakai diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah di titrasi. Larutan
asam yang di titrasi di masukkan ke dalam erlenmeyer dengan mengukur volume
terlebih dahulu dengan memakai pipet gondok. Untuk mengamati titik equivalen,
dipakai indikator yang warna nya di sekitar titik equivalen. Titik ekuivalen terjadi
pada saat terjadi perubahan indikator. Pada titrasi yang diamati adalah titik akhir
bukan titik equivalen.
Adapun alasan menggunaan alat yaitu, untuk buret sebagai media
penampung titran (larutan baku) dan mengetahui volume titrasi, bola hisap
digunakan untuk menyedot sampel atau pereaksi kedalam suatu pipet volume
secara saksama, pipet etes untuk meneteskan / menambahkan larutan indicator
dengan volume yang sedikit dan tidak seksama. Erlenmeyer sebagai wadah
larutan titer, neraca analitik untuk menimbang berat sampel yang di tentukan,
statif dan klem sebagai penegak berdirinya buret.
Penggunaan NaOH pada metode alkalimetri karena merupakan metode
titrimetri dan volumetri yang didasarkan pada pengukuran seksama jumlah
volume basa (NaOH) begitupun sebaliknya asidimetri merupakan metode
titrimetri berdasarkan pengukuran seksama jumlah volume asam (HCL) sebagai
larutan baku. NaOHndan HCLjuga merupakan basa kuat dan asam kuat.
Dan adapun hubungan antara titrasi asam basa dalam dunia farmasi yaitu sebagian
sediaan obat dapat bersifat asam atau basa sehingaa metode ini sangat penting
sehingga dapat disesuaikan dengan metabolisme obat di dalam tubuh, dan untuk
menentukan konsentrasi atau kadar dari suatu sedian obat yang akan di buat.

VIII. KESIMPULAN
 Sampel yang digunakan pada titrasi ini ialah asam salisilat
 Sampel penetapan kadar asam (alkalimetri) menggunakan indikator PP
 Sampel penetapan kadar basa (asidimetri) menggunakan metil red
 Larutan standar primer yang digunakan ialah kalium biftalat
 Kadar NaOh pada metode asidimetri yaitu 10,00%, hal ini tidak sesuai
dengan literature yang menyatakan % kadar dari NaOH kurang dari 99,0%
dan lebih dari 101,0%.
 Titik ekuivalen adalah titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa (habis bereaksi) atau titik dimana jumlah basa yang
ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan yang disertai
perubahan warna indikator.
 Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warna indikator
 Indikator PP perlu ditambahkan kedalam larutan karena supaya mengetahui
perubahan warna yang terjadi pada titik ekivalen
 hubungan antara titrasi asam basa dalam dunia farmasi yaitu sebagian sediaan
obat dapat bersifat asam atau basa sehingaa metode ini sangat penting
sehingga dapat disesuaikan dengan metabolisme obat di dalam tubuh, dan
untuk menentukan konsentrasi atau kadar dari suatu sedian obat yang akan di
buat.

IX. DAFTAR PUSTAKA


 Azizah, Utiya, 2004, Larutan Asam dan Basa, Kemendikbud: Jakarta.

 Harjanti, 2008, Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.)


dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa
Proses, Vol.2, No.2, (diakses tanggal 24 November 2013).

 Ika, Dani, 2009, Alat otomarisasi pengukur kadar vitamin C dengan metode
titrasi asam basa, Jurnal Neutrino, Vol. 1, (diakses tanggal 24 november
2013).

 Keenan, C.W. Kimia Untuk Universitas. Jakarta ; Erlangga. 1998

 Sudjadi, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

 Sujono, 2003, Sistem Pengukur Molaritas Larutan dengan Metode Titrasi


Asam Basa Berbasis Komputer, Universitas Budi Luhur. (diakses tanggal 26
Oktober 2013).

 Sunarya, Yayan. Mudah Dan Aktif Belajar Kimia. Bandung ; Invers. 2007

Anda mungkin juga menyukai