Fungsi sistem kardiovaskular adalah memberikan dan mengalirkan suplai oksigen
dan nutrisi ke seluruh jaringan dan organ tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme. Secara normal setiap jaringan dan organ tubuh akan menerima aliran darah dalam jumlah yang cukup sehingga jaringan dan organ tubuh menerima nutrisi dengan adekuat (Nurachmach, 2009). Sistem kardiovaskular yang berfungsi sebagai sistem regulasi melakukan mekanisme yang bervariasi dalam merespons seluruh aktivitas tubuh. Salah satu contoh adalah mekanisme meningkatkan suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan tertentu, darah akan lebih banyak dialirkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk memelihara sistem sirkulasi organ tersebut (Nurachmach, 2009). Siklus jantung (cardiac cycle) terdiri dari sistole dan diastole. Jantung berkontraksi secara berirama dengan pusat kendali impuls berasal dari simpul sinus. Pengisian darah di dalam ruang-ruang jantung terjadi selama diastole (diastolic filling) dan pengeluarannya terjadi selama sistole (systolic ejection) secara berirama dan secara serentak di jantung kanan dan kiri. Pada akhir diastole, tekanan ventrikel hampir sama dengan tekanan atrium, sebab kedua ruang tersebut berhubungan langsung melalui katup atrioventrikular yang masih terbuka, tetapi hanya sedikit atau hampir tidak ada darah yang mengalir di antara ruang-ruang tersebut ( Ronny, 2009). Darah, seperti semua cairan, mengalir dari daerah- daerah yang bertekanan lebih tinggi ke daerah-daerah yang bertekanan lebih rendah. Kontraksi ventrikel jantung menghasilkan tekanan darah, yang memberikan gaya ke semua arah. Gaya yang terarah memanjang dalam suatu arteri menyebabkan darah mengalir dari jantung, tempat yang bertekanan paling tinggi. Gaya yang diberikan terhadap dinding arteri yang elastis akan merentangkan dinding tersebut, dan pelentingan kembali dinding-dinding arteri memainkan peran yang penting dalam mempertahankan tekanan darah, demikian pula dengan aliran darah, di seluruh siklus jantung. Begitu darah memasuki jutaan arteriola-arteriola dan kapiler-kapiler yang mungil, diameter pembuluh-pembuluh ini yang sempit akan menghasilkan tahanan yang cukup besar terhadap aliran darah. Tahanan ini menyingkirkan sebagian besar tekanan yang dihasilkan oleh pemompaan jantung pada saat darah memasuki vena-vena (Campbell, 2008). Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi, yang disebut dengan tekanan sistoel. Tekanan diastole adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistole terhadap tekanan diastole, dengan nilai normal berkisar dari 100/60 mmHg sampai 129/80 mmHg. Rata tekanan darah normal biasanya 120/80 mmHg (Abdurrachim, 2016). Tekanan darah sangat penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirkan darah di dalam arteri, arteriola, kapiler, dan sistem vena sehingga terbentuk aliran darah yang menetap. Jantung bekerja sebagai pemompa darah dapat memindahkan darah dari pembuluh vena ke pembuluh arteri pada sistem sirkulasi tertutup. Aktivitas pompa jantung berlangsung dengan cara mengadakan kontraksi dan relaksasi, sehingga menimbulkan perubahan tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Syaifuddin, 2011). Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolic. Tekanan darah sistolik merupakan tekanan darah pada saat jantung menguncup ( systole ). Sedangkan tekanan darah diastolic merupakan tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali ( diastole ). Dengan demikian, jelaslah bahwa tekanan darah sistolik selalu lebih tinggi daripada tekanan darah diastolic. Tekanan darah manusia senantiasa berayun ayun antara tinggi dan rendah sesuai dengan detak jantung (Gunawan, 2001). Terkait keberadaan alat pemantau tekanan darah, sekarang ini, sudah dijumpai beragam metode pengukuran tekanan darah, baik secara non invasif (alat di luar organ) maupun invasif (alat di dalam organ). Metode pemantauan tekanan darah secara non invasif yang paling populer saat ini adalah Sphygmomanometer, dan dikembangkan secara elektronik pada ibujari pasien [2,3,4]. Metode ini praktis, namun memberikan ralat besar (orde 10%) sehingga hanya baik untuk pemantau tekanan darah bagi orang sehat. Metode invasif dilakukan dengan memasukkan sensor tekanan pada pembuluh darah pasien. Metode ini tidak praktis, tetapi lebih presisi dan cocok untuk diterapkan pada pasien yang sakit keras. Selanjutnya, perlu diperkenalkan metode pemantau tekanan darah yang lain, bersifat non invasif, dalam keadaan darah mengalir, walau demikian yang dikerjakan penulis masih dalam bentuk modelnya (Murdaka, 2013). Selama beberapa dekade, stres oksidatif didefinisikan sebagai ketidakseimbangan seluler antara oksidan dan reduktan. Sekarang telah jelas bahwa perbedaan subselular dan jaringan kompartementalisasi spesies oksigen reaktif (ROS= Reaktif Oksigen Species) berkontribusi terhadap respon stress. Penelitian telah menunjukkan bahwa sinyal ROS merupakan jalur yang komplek, terkotak, dan dalam fisiologi kardiovaskular telah menimbulkan banyak kasus. Selain itu, sinyal ROS dan stres oksidatif telah terlibat secara sistemik atau akut dalam berbagai penyakit kardiovaskular dan kondisi, termasuk aterosklerosis, cedera iskemia-reperfusi, penyakit pembuluh darah diabetes, aritmia, infark miokard (MI), hipertrofi, kardiomiopati, dan gagal jantung (Brown dkk, 2015). Cedera jantung atau tekanan jantung yang menyebabkan penurunan dalam kapasitas pemompaan (fungsi kontraktil) jantung. Hal ini ditandai dengan interaksi antara disfungsi miokard dan mekanisme kompensasi neurohumoral yang diaktifkan dalam upaya untuk mempertahankan cardiac output dalam menghadapi fungsi jantung menurun. Pada jangka panjang pemberian tekanan pada otot jantung dapat mengganggu fungsi jantung yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Penekanan ini menyebabkan rusaknya struktur jantung dan kinerjanya dekompensasi yang mengarah kejantung, fungsi progresif memburuk, dan akhirnya Antung tidak dapat bertahan untuk melakukan kegiatan sehari-hari (Lymperopoulos, 2013). Banyak faktor yang dapat memperbesar risiko atau kecenderungan seseorang menderita hipertensi, diantaranya ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin, suku, faktor genetik serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam, merokok, konsumsi alkohol, dan sebagainya. Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial. Teori tersebut menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, di mana faktor utama yang berperan dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan paling sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas (Anggara, 2013). IV