Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

SISTEM EKSKRESI

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Nama anggota : 1. Seli Karisma Oktaviani (A1D019019)
2. Emelda vadila fitriani (A1D019021)
3. Mia Auliani (A1D019041)
4. Shabira Septa Dwiningtyas (A1D019059)
5. Novita Lisnawati (A1D019061)
6. Nurul Asih Handayani (A1D019065)
Pertemuan ke : 5 (Lima)
Dosen pengampu : 1. Dr. Bhakti Karyadi, M.Pd
2. Dr. Abdullah Rahman, M.Si
Asisten Praktikum : 1. Oktaria Silviani, S.Pd
2. Zakaria Husni, S.Pd
3. Betania Simanungkalit, S.Pd
4. Izzah Tuliani, S.Pd
5. Anggun Diyan Nurhasanah (A1D018009)
6. Yunidar (A1D018027)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem Ekskresi adalah proses pengeluaran zat sisa metabolisme yang
sudah terakumulasi dalam tubuh agar kesetimbangan tubuh tetap terjaga.
Sistem ekskresi merupakan hal yang pokok dalam homeostasis karena sistem
ekskresi tersebut membuang limbah metabolisme dan merespon terhadap
ketidakseimbangan cairan tubuh dengan cara mengekskresikan ion-ion
tertentu sesuai kebutuhan. Sistem ekresi merupakan sistem yang berperan
dalam proses pembuangan zat-zat yang sudah tidak diperlukan (zat sisa)
ataupun zat-zat yang membahayakan bagi tubuh dalam bentuk larutan. Ekresi
terutama berkaitan dengan pengeluaran-pengeluaran senyawa-senyawa
nitrogen. Selama proses pencernaan makanan, protein dicernakan menjadi
asam amino dan diabsorpsi oleh darah, kemudian diperlukan oleh sel-sel
tubuh untuk membentuk protein-protein baru. Mamalia memiliki sepasang
ginjal yang terletak dibagian pinggang (lumbar) dibawah peritonium. Urine
yang dihasilkan oleh ginjal akan mengalir melewati saluran ureter menuju
kantung kemih yang terletak midventral dibawah rektum. Dinding kantung
kemih akan berkontraksi secara volunter mendorong urine keluar melalui
uretra.

Pada tubuh manusia terjadi metabolisme yang mengkoordinasi kerja


tubuh. Proses metabolisme selain menghasilkan zat yang berguna bagi tubuh
tetapi juga menghasilkan zat-zat sisa yang tidak berguna bagi tubuh. Zat-zat
sisa yang berguna bagi tubuh dapat bermanfaat bagi tubuh kita dalam
kelangsungan hidup.Hasil-hasil metabolisme yang berupa zat-zat sisa yang
tidak dimanfaatkan lagi oleh tubuh berupa racun.Zat-zat sisa tersebut perlu
dikeluarkan dari tubuh melalui organ-organ tubuh tertentu. Di dalam tubuh
manusia terjadi reaksi penyusunan dan pembngkaran (metabolisme). Reaksi
metabolisme tersebut menghasilkan zat yang diperlukan dan juga zat sisa yang
tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan
lagi oleh tubuh harus dikeluarkan dari tubuh melalui suatu sistem organ yang
disebut sistem ekskresi.

Pengeluaran zat sisa tersebut diperlukan sistem pengeluaran yang disebut


sistem ekskresi. Sistem ekskresi merupakan pengeluaran limbah hasil
metabolisme pada organisme hidup. Zat sisa metabolisme yang harus
dikeluarkan antara lain karbondioksida (CO2), urea, air (H2O), amonia
(NH3), kelebihan vitamin, dan zat warna empedu. Organ pengeluaran zat sisa
pada manusia berupa ginjal, kulit, paru-paru dan hati. Setiap organ-organ
pengatur metabolisme untuk sistem ekskresi memiliki suatu factor pengaruh.
Seperti pada kulit, pembentukan dan pengeluaran keringat dipengaruhi oleh
factor hormon ADH, cuaca, dan lingkungan disekitar. Bahkan organ ekskresi
itu pun memiliki beberapa gangguan atau penyakit. Apabila organ-organ
metabolisme itu tidak berfungsi dengan baik maka akan mempengaruhi sistem
kerja metabolisme pada tubuh kita.

B. Tujuan
1. Mengetahui kandungan Urine pada seseorang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Urin merupakan hasil metabolisme tubuh yang sikeluarkan melalui ginjal.


Dari 1200 ml darah yang melalui glomelurus permenit akan terbentuk filtrat 120
ml permenit. Filtrate tersebut akan mengalami reabsorbsi, difusi dan ekskresi oleh
tubulus ginjal yang akan terbentuk 1 ml urine per-menit. Dalam keadaan normal
orang dewasa akan terbentuk 1200-1500 ml urine dalam satu hari. Secara
fifiologis maupun patologis volume urine dapat bervariasi. Volume urine yang
diperlukan untuk mengekskresi produk metabolisme tubuh adalah 50 ml
(Wiryawan, dkk, 2011).

Pada sekresi urin dan mekanisme fungsi ginjal glomelurus berperan


sebagai saringan. Setiap menit kira-kira satu liter darah mengandung 500 ccm
plasma mengalir melalui semua glomeruli dan sekitar 100 cc disaring keluar.
Plasma yang berisi semua garam dan benda halus lainnya disaring. Sel dan protein
plasma terlalu beasr dapat menembus pori saringan dan tetap tinggal dalam aliran
darah (Pearce, 2009).

Urine terdiri dari 98% air dan yang lainnya terdiri dari pembentukan
metabolisme nitrogen (urea, uric acid, creatinin dan juga produk lain dari
metabolisme protein). Warna urine dapat digunakan untuk mengukur kadar
hidrasi tubuh, Metode warna urine menggunakan nomor skala yang menunjukkan
rentang warna urine mulai dari jernih dengan skala 1 hingga yang pekat (coklat
kehijauan) dengan skala 8. penggunaan metode warna urine akurat karena
memiliki nilai sensitifitas sampai 80 % sebagai indikasi adanya dehidrasi jangka
pendek (Wahiddin, 2020).

Pemeriksaan urinalisis dimulai dengan mengamati penampakan


makroskopis yaitu warna dan kekeruhan. Urin normal yang baru dikeluarkan
tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom
dan urobilin. Intensitas warna sesuai dengan konsentrasi urin. Urin encer hampir
tidak berwarna, urin pekat berwarna kuning tua atau sawo matang. Kekeruhan
biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urin asam) atau
fosfat (dalam urin basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular
berlebihan atau protein dalam urin (Andrizal, 2018).

Pemeriksaan makroskopik yang diperiksa adalah volume, warna,


kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Pemeriksaan makroskopik adalah
pemeriksaan yang meliputi :
A. Volume urine
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat
badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas
orang yang bersangkutan. Rata-rata di daerah tropik volume urin dalam 24
jam antara 800-1300 mL untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin
selama 24 jam lebih dari 2000 mL maka keadaan itu disebut poliuri. Bila
volume urin selama 24 jam 300--750 mL maka keadaan ini dikatakan oliguri,
keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntahmuntah, deman edema,
nefritis menahun. Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24
jam kurang dari 300 mL. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan
kegagalan ginjal.
B. Warna urin
Pemeriksaan terhadap warna urin mempunyai makna karena kadang-kadang
dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urin dinyatakan dengan tidak
berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah,
merah, coklat, hijau, putih susu, dan sebagainya. Warna urin dipengaruhi oleh
kepekatan urin, obat yang dimakan maupun makanan. Warna normal urin
berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa
macam zat warna seperti urochrom, urobilin, dan porphyrin.
C. Berat jenis urin
Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop,
gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita'.
D. Bau urin
Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau
yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-
obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria.
E. PH urin Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa,
kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin normal
berkisar antar 4,5 - 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih
dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli
biasanya urin bereaksi asam, sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus
yang dapat merombak ureum menjadi amoniak akan menyebabkan urin
bersifat basa (Wilmar, 2000).

Tabel interpretasi warna urin menurut Elias (2014) :

Karakteristik Penyebab Keterangan


warna urine

Tidak berwarna / Dilusi urine Poliuri, tidak kekurangan


pucat air

Keruh Fosfat, bikarbonat, asam urat, Kemungkinan fistula


leukosit, sel darah merah, bakteri, rektovesika
ragi, spermatozoa, lendir, kristal,
pus, jaringan, kontaminasi feses,
bahan celup radiografi

Seperti susu Chyluria (chyle atau chylomicron Infeksi, sumbatan limfatik,


dalam urine), pyuria (urine cairan vagina yang kental
mengandung leukosit), paraffin
(hidrokarbon alkalin dalam urine)

Biru kehijauan Biliverdin, infeksi pseudomonas, Infeksi usus halus, obat


obatobatan : arbutin, klorofil, untuk menghilangkan bau
creosote, indicans, guaiacol, flavin, mulut
metilen blue, triamterene, nutrisi
enteral (jika terdapat penambahan
celupan biru)

Kuning Flavin (acriflavin, riboflavin) Proses pencernaan vitamin


B

Kuning ke jingga Urine terkonsentrasi, urobilin, Busa/buih kuning, pH


tua bilirubin, rhubarb (sejenis sayuran), yang basa
senna (obat konstipasi), obat-obatan
: salazosulfapiridin, phenacetin,
derivate pyridine, rifampisin

Kuning kehijauan Bilirubin, biliverdin, roboplavin, Busa/buih kuning


timol

Kuning kecoklatan Bilirubin, biliverdin, obat : Bir coklat


nitrofurantoin

Merah atau coklat Hemoglobin, sel darah merah, Menstruasi, trauma otot,
myoglobin, methemoglobin, pH asam, hasil dari
bilifusin, urobilin, porfirin, buah bit, hemoglobin yang tidak
rhubarb, karoten, fusin, derivate stabil, mungkin makanan
anilin, obat tertentu seperti dengan pH basa tidak
klorokuin, napthole, metronidazole, berwarna, atau permen
nitrit, nitrofurantoin, phenacetin,
timol

Merah – merah Asam urat Berhubungan dengan


muda kristaluria yang masif

Coklat kehitaman Methemoglobin, asam Darah, pH asam,


homogentisic, melanin/melanogen alkaptonuria (pH basa),
jarang

Lebih gelap Porfirin, asam homogentisik,


melanogen, serotonin, obat-obatan :
cascara, chlorpromazine, metildopa,
metronidazole, phenacetin,
imipenem

Warna urin normal: kuning muda, disebabkan oleh pigmen urine urochrom
dan urobili, dipengaruhi oleh makanan, obat, penyakit tertentu. Faktor yang
mempengaruhi warna urine :

1. Konsentrasi urin : makin pekat makin gelap warnanya

2. Keasaman urin : makin alkalis warna urin makin gelap

3. Pigmen-pigmen abnormal dalam urin dan obat-obatan

Merah: ada darah, porfobilin, obat.

Hijau : ada kuman

Coklat : bilirubin (seperti air teh), hematin

Hitam : darah , obat

Seperti air susu : pus, getah prostat, chylus (lemak),bakteri (Washudi


dkk,2016).

Glukosa urine adalah gugus gula sederhana yang masih ada di urine
setelah melewati proses di ginjal, yang disebabkan oleh kekurangan hormone
insulin yang mengubah glukosa menjadi glikogen (Poedjiadi, 2007).

Glukosa urine adalah kondisi dimana adanya glukosa di urin yang


disebabkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga keluar bersamaan
dengan urin, yang dipengaruhi oleh fungsi ginjal yang kurang baik (Aziz,2016).

Adakapun percobaan atau uji dalam praktikum sistem eksresi, adalah Uji
glukosa. Perubahan warna urine pada uji glukosa yaitu :

1. Hijau : kadar glukosa 1%


2. Merah : kadar glukosa 1,5%
3. Orang : kadar glukosa 2%
4. Kuning : kadar glukosa 5%

Urine yang terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlalu
berlebiuhan didalamnya. Hal ini bisa terjadi karena factor makanan dan adanya
infeksi yang mengeluarkan bakteri atau konsumsi air yang berkurang (Syaiffudin,
2014)

Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi baik
dengan fehling maupun benedict, kedua jenis tes ini dapat digolongkan dalam
jenis pemeriksaan semi kuantitatif. Adapun pemriksaan lainnya yaitu dengan raksi
enzimatik dilakukan dengan metode carik celup yang mengandung reagen
spesifik, skala warna yang menyertai carik celuo memungkinkan penilaian semi
kuantitatif (Zamanzad B,2009).

Normalnya glukosa hanya ada dalam jumlah yang sangat kecil dalam urin.
Ketika tingkat glukosa sangat kecil di dalam urin dan glukosa dalam darah
melebihi ambang batas gula dalam ginjal, maka gluksa dalam urin akan sangat
meningkat. Kehadiran glukosa dalam urin merupakan indikasi terjadinya diabetes
mellitus. Adanya glukosa dalam urin pada hakikatnya dipengaruhi oleh 2 faktor
yaitu kadar zat glukosa dalam urin dan ambang ginjal terhadap pengeluaran zat
glukosa dalam urin (Gandasoebrata, 2007).

Pemeriksaan Reduksi Urine Metode Fehling :

1. (-) tidak terjadi perubahan warna / tetap biru jernih (kadar glukosa <0,5%)
2. (+1) terjadi warna hijau kekuningan (kadar glukosa 0,5% – 1%)
3. (+2) terjadi warna kuning keruh (kadar glukosa 1% – 1,5%)
4. (+3) terjadi warna jingga / lumpur keruh (kadar glukosa 2% – 3,5%)
5. (+4) terjadi warna merah bata (kadar glukosa >3,5%)

Nilai Normal : tidak terjadi perubahan warna / tetap biru jernih (Admojo
TA,2016)

Pemeriksaan glukosa urine metode fehling terdiri dari pereaksi fehling A


dan fehling B. Fehling A adalah larutan CuSO4, sedangkan fehling B merupakan
campuran larutan NaOH dan kalium natrium tatrat. Pereaksi fehling dibuat
dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga di peroleh suatu larutan
yang berwarna biru tua (Putra, dkk.,2015).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar


glukosa urine antara lain : pengaruh obat-obatan, zat bukan gula yang mungkin
mengadakan reduksi seperti formalin, trauma atau stress, merokok, aktifitas yang
berat sebelum diuji dilaboratorium dapat meningkatkan kadar glukosa
(Gandasoebrata, 2007).

Uji glukosa pada urine dapat dilakukan dengan menambahkan larutan


benedict atau fehling A dan fehling B kemudian membakarnya serta melihat
perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna dapat menunjukkan kandungan
glukosa pada urine, misalnya warna merah bata menunjukkan bahwa urine
mengandung glukosa lebih dari 2%. Sedangkan untuk uji protein pada urine dapat
dilakukan dengan menambahkan larutan biuret pada urine. Adanya protein pada
urine merupakan indikasi terjadinya kegagalan pada proses filtrasi, terutama
filtrasi protein (albumin). Akibatnya protein lolos dalam proses filtrasi dan
ditemukan dalam urine (Pratiwi, 2004).

Protein urin adalah suatu kondisi dimana terlalu banyak protein dalam urin
dari adanya kerusakan ginjal. Ekskresi urine normal hingga 150 mg/haru. Oleh
karena itu, jika jumlah protein dalam urine menjadi abnormal, maka dianggap
sebagai tanda awal penyakit ginjal atau penyakit sistemik yang signifikan. Jika
kadar gula darah tinggi, selama beberapa tahun kerusakan ginjal maka
kemungkinan akan terlalu banyak albumin akan hilnag dari darah
(Bandiyah,2009).

Uji positif dan uji protein akan menghasilkan larutan yang keruh, dari
kekeruhan ringan hingga sangat keruh. Sedangkan uji positif terjadi ketika di
dapatkan kekeruhan. Kekeruhan ringan tanpa butir-butir dan endapan di dapatkan
kadar protein kira-kira 0-0,05% (Wicahyani, 2016).

Jumlah urin normal yang dihasilkan tubuh rata-rata 1-2 ltier setiap harinya
tetapi perbedaan jumlah urin sesuai cairan yang dimasukkan, jika banyak
mengonsumsi protein maka akan dipelukan banyak cairan untuk melarutkan
ureanya, sehingga urin yang dikeluarkan jumlahnya sedikit dan menjadi pekat.
Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan asam urat (dalam
urin asam) atau fosfat ( dalam urin basa). Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh
kelebihan protein dalam urin. Kelainan pada kejernihan urin juga dapat
mengindikasikan kemungkinan adanya infeksi, dehidrasi, darah dalam urin
(hematuria), penyakit hati, kerusakan otot atau eritrosit dalam tubuh (Kohanpour,
dkk, 2012).

Urin normal pada umumnya sedikit asam yaitu dengan pH + 6. Beberapa


keadaan yang menyebabkan pH urin menjadi asam diantaranya adalah
diabete,asidosis sistemik dehidrasi, dan lainnya. Untuk pH urin menjadi basa
dapat dikarenakan infeksi saluran kencing, gagal ginjal kronik, terapi obat obatan
tertentu. pH urin juga dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur atau sedimen yang
terdapat dalam urin (Wilson,2003).

Kebanyakan merk strip reagen menggunakan dua macam indikator


(indikator ganda), yaitu metil merah dan bromtimotil biru, dan bereaksi dengan
ion H+ memberikan warna jingga, hijau, dan biru seiring dengan peningkatan pH.
Strip reagen mengukur rentang pH 5,0 sampai 9,0 dengan estimasi pengukuran
0,5 sampai 1, tergantung produsen strip reagen (Riswanto, dan Rizki, 2015).
Kenaikan pH urine menjadi lebih basa dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu:

A. Konsumsi sayur dan buah-buahan.


Beberapa studi menunjukkan bahwa urin yang asam berhubungan
dengan asupan tinggi protein. Asupan tinggi protein secara bermakna
diketahui dapat menurunkan pH urin melalui peningkatan konsentrasi
ekskresi asam. Pada orang dengan asupan tinggi protein, pH urin cenderung
lebih asam dibandingkan orang yang lebih banyak mengkonsumsi buah dan
sayuran. Bahan makanan tinggi protein pada umumnya merupakan sumber
asam-asam amino sistein dan metionin yang menghasilkan ion hidrogen
sehingga dapat menurunkan pH urin. Sementara itu, banyak mengkonsumsi
buah dan sayuran dapat meningkatkan pH sehingga produksi urin menjadi
lebih basa. Hal ini disebabkan oleh karbonat pada garam-garam alkali yang
terkandung dalam buah-buahan dan sayur-sayuran mensuplai banyak
magnesium dan kalium yang menyeimbangkan efek dari ion hydrogen

B. Peningkatan cairan asam lambung (HCl)


Peningkatan asam lambung menyebabkan cairan tubuh
menyeimbangkan keasamanannya dengan mengasilkan senyawa yang bersifat
basa. Senyawa basa tersebut akan dibuang di urine yang mengakibatkan urine
menjadi basa. Berdasarkan hasil wawancara kepada sampel siswa dalam
penelitian ini dapat diketahui bahwa asupan sayur semua siswa masih sama.
Umumnya mereka makan besar tiga kali sehari dengan porsi satu kali makan
satu piring nasi, lauk, dan sayur (Muzzaki,2019).
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

A. Alat Dan Bahan


1. Tabung rekasi
2. Lampu sepiritus (Bunzen)
3. Rak Tabung Reaksi
4. Penjepit Tabung reaksi
5. Lautan Biuret
6. Larutan Fehling A
7. Larutan Fehling B
8. PH meter
9. Kertas lakmus
10. Urine

B. Prosedur atau Cara Kerja


1. Diamati warna urine: dimasukkan urine ke dalam tabung reaksi,
kemudian cari arah datangnya cahaya (sumber cahaya) dan diamatilah
dengan agak memiringkan tabung reaksi tersebut. Dinyatakan warna
urine dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning tua, kuning
bercampur merah, merah, coklat kehijauan, atau putih seperti susu.
2. Diamati kejernihan urine. Dilakukan seperti menguji warna urine.
Dinyatakan kejernihan urine sebagai berikut: jernih, agak keruh, keruh
atau sangat keruh.
3. Diperiksa PH urine. Diambil kertas lakmus merah dan biru, kemudian
celupkan pada urine yang akan diperiksa dan diperhatikan reaksinya
(apakah asam atau basa) serta dilakukan hal yang sama pada kertas pH
dan dibandingkan dengan pH meter.
4. Diperiksa Glukosa.masukan urine kedalam tabung reaksi kemudian
diteteskan larutan fehling A dan B kemudian dipanaskan, diamati
perubahan warna yang terjadi.
5. Diperiksa protein.masukan urine kedalam tabung reaksi kemudian
diteteskan larutan biuret kemudian dipanaskan, diamati perubahan
warna yang terjadi.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel : Pengamatan Warna, Kejernihan dan PH
NO Nama Probandus Warna Kejernihan PH

1. Malinda Kuning Muda Jernih 6

2. Nurul Kuning Muda Jernih 6

3. Avrilia Kuning Tua Keruh 5

4. Novita Sari Kuning Muda Jernih 6

5. Atika Kuning Muda Jernih 6

6. Lopy Kuning Tua Jernih 6

7. Sindy Kuning Muda Keruh 6

8. Amel Kuning Muda Jernih 6

Tabel Pengamatan Glukosa


No Nama Probandus Sebelum Dipanaskan Setelah dipanaskan

1. Malinda Endapan biru tua Bergelembung,


menjadi biru kehijauan hijau tua

2. Nurul Hijau kebiruan Hijau tua menjadi


endapan

3. Avrilia Biru tosca dan ada Bergelembung


endapan memiliki endapan
dan bewarna hijau
tua

4. Amel Kuning menjadi biru Hijau tua dan


kehijauan kental

5. Lopy Biru Tua Hijau kehitaman


dan ada butiran
halus
Tabel Pengamatan Protein
No Nama Probandus Sebelum Dipanaskan Setelah
dipanaskan

1. Malinda Kuning muda dan Kuning jernih dan


memiliki endapan putih endapan gelap

2. Nurul Kuning pucat dan Kuning pucat dan


memiliki endapan putih memiliki endapan

3. Avrilia Kuning muda dan Kuning muda,


butiran halus memiliki endapan
putih

4. Amel Kuning muda Ada endapan


putih

5. Lopy Kuning muda menjadi Pudar dan


kuning pucat memiliki endapan
putih

B. Pembahasan
Urine merupakan hasil metabolisme tubuh yang sikeluarkan
melalui ginjal. Berdasarkan praktikum pengamatan warna dan kejernihan
urine diperoleh hasil praktikan malinda, nurul, Novita sari, atika, sindy dan
amel memiliki urine bewarna kuning muda jernih yang menandakan
bahwa tubuh praktikan sehat sehingga kebutuhan cairanya tercukupi. Hal
ini sesuai dengan literatur Andrizal, (2018) ia mengatakan bahwa urin
normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan
berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Menurut Wahidin
(2020) Warna urine dapat digunakan untuk mengukur kadar hidrasi tubuh,
Metode warna urine menggunakan nomor skala yang menunjukkan
rentang warna urine mulai dari jernih dengan skala 1 hingga yang pekat
(coklat kehijauan) dengan skala 8. Praktikan lopy dan avrilia memiliki
urine bewarna kuning tua yang menandakan bahwa tubuh mengalami
dehidrasi awal. Dehidrasi adalah kondisi dimana keseimbangan cairan
dalam tubuh terganggu atau kekurangan cairan. Namun urine bewarna
kuning muda dan kuning tua masih termasuk kategori urine normal. Faktor
yang mempengaruhi warna urine adalah konsentrasi urine, keasaman urine
dan pigmen dalam urine. Hal ini sesuai dengan literatur Murwani, (2006)
ia mengatakan bahwa biasanya warna urin normal berkisar antara kuning
muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat
warna, terutama urochrom dan urobilin.
Berdasarkan pemeriksaan pH urine yang menggunakan kertas
indikator pH, lalu dicelupkan pada urine yang akan diperiksa kemudian
kertas pH dibandingkan dengan pH meter. Hasil yang diperoleh praktikan
malinda, atika, nurul, sindy, lopy, amel dan novita sari memiliki PH 6
sedangkan avrilia memiliki PH 5. Urine semua praktikan tergolong
normal. Hal ini sesuai dengan literatur Wilmar (2000) bahwa pH urin
normal berkisar antar 4,5 - 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi
saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Menurut Wilson
(2003) Beberapa keadaan yang menyebabkan pH urin menjadi asam
diantaranya adalah diabete,asidosis sistemik dehidrasi, dan lainnya. Untuk
pH urin menjadi basa dapat dikarenakan infeksi saluran kencing, gagal
ginjal kronik, terapi obat obatan tertentu. pH urin juga dapat dipengaruhi
oleh unsur-unsur atau sedimen yang terdapat dalam urin. Faktor yang
mempengaruhi kenaikan PH pada urine menurut muzzaki (2019) adalah
konsumsi sayur dan buah buahan serta adanya peningkatan HCL di
lambung.
Selanjutnya pada percobaan yang ketiga kami melakukan uji
glukosa, dimana menurut Poedjiadi (2007), glukosa urine adalah gugus
gula sederhana yang masih ada di urine setelah melewati proses di ginjal,
yang disebabkan oleh kekurangan hormone insulin yang mengubah
glukosa menjadi glikogen. Hasil yang kami dapatkan pada uji ini kami
rangkum menjadi data kelas dengan perwakilan setiap kelompok. Untuk
mengetahui kandungan glukosa pada urine adalah dengan cara
memasukkan urine kedalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan
larutan fehling A dan fehling B sampai larutan homogen dan kemudian di
panaskan, dimana menurut Putra, dkk (2015), fehling A adalah larutan
CuSO4, sedangkan fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan
kalium natrium tatrat. Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan
kedua larutan tersebut, sehingga di peroleh suatu larutan yang berwarna
biru tua. Adapun hasil yang didapatkan setelah melakukan percobaan,
yaitu pada Malinda sebelum dipanaskan larutan berwarna biru kehijauan +
terdapat endapan biru tua dan setelah dipanaskan larutan berubah berwarna
menjadi hijau tua dan terdapat gelembung. Pada Nurul, sebelum
dipanaskan larutan berwarna hijau kebiruan dan setelah dipanaskan larutan
berubah berwarna menjadi hijau tua + terdapat endapan. Pada Avril,
sebelum dipanaskan larutan berwarna biru tosca + terdapat endapan dan
setelah dipanaskan terdapat endapan hijau tua + gelembung pada larutan.
Pada Amel, sebelum dipanaskan larutan berwarna biru kehijauan dan
setelah dipanaskan larutan menjadi kental serta berubah berwarna menjadi
hijau tua. Pada Lopy, sebelum dipanaskan larutan berwarna biru tua dan
setelah dipanaskan larutan berubah warna menjadi hijau kehitaman +
terdapat butiran halus. Dari kelima probandus hasil yang didapatkan
setelah dipanaskan berubah warna menjadi hijau, dimana menurut
literature Syaiffudin (2014), perubahan warna urine menjadi hijau
menandakan bahwa terdapat kadar glukosa 1% dalam urine. Urine yang
terlalu keruh menandakan tingginya kadar unsur-unsur yang terlalu
berlebihan didalamnya. Hal ini bisa terjadi karena factor makanan dan
adanya infeksi yang mengeluarkan bakteri atau konsumsi air yang
berkurang. Dilanjutkan menurut Gandasoebrata (2007), adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan kadar glukosa urine antara
lain : pengaruh obat-obatan, zat bukan gula yang mungkin mengadakan
reduksi seperti formalin, trauma atau stress, merokok, aktifitas yang berat
sebelum diuji dilaboratorium dapat meningkatkan kadar glukosa.
Pada percobaan keempat kami melakukan uji protein, dimana
menurut Bandiyah (2009), protein urin adalah suatu kondisi dimana terlalu
banyak protein dalam urin dari adanya kerusakan ginjal. Hasil yang kami
dapatkan pada uji ini juga kami rangkum menjadi data kelas dengan
perwakilan setiap kelompok. Untuk mengetahui kandungan protein pada
urine adalah dengan cara memasukkan urine kedalam tabung reaksi
kemudian ditambah dengan larutan biuret sampai larutan homogen dan
kemudian di panaskan. Adapun hasil yang didapatkan setelah melakukan
percobaan, yaitu pada Malinda sebelum dipanaskan larutan berwarna
kuning muda + memiliki endapan putih dan setelah dipanaskan larutan
berubah berwarna kuning jernih + endapan gelap. Pada Nurul, sebelum
dipanaskan larutan berwarna kuning pucat + memiliki endapan putih dan
setelah dipanaskan larutan tidak berubah warna yaitu masih berwarna
kuning pucat + terdapat endapan. Pada Avril, sebelum dipanaskan larutan
berwarna kuning muda + terdapat butiran halus dan setelah dipanaskan
larutan tidak berubah warna yaitu masih berwarna kuning muda + terdapat
endapan putih. Pada Amel, sebelum dipanaskan larutan berwarna kuning
muda dan setelah dipanaskan terdapat endapan. Pada Lopy, sebelum
dipanaskan larutan berwarna kuning pucat dan setelah dipanaskan larutan
berubah warna menjadi pudar dan memiliki endapan putih. Dari kelima
probandus hasil yang didapatkan setelah dipanaskan berubah warna
menjadi kuning muda sampai kuning pucat dan terdapat endapan serta
tingkat kekeruhan yang berbeda-beda, dimana menurut literature
Wicahyani (2016), uji positif dan uji protein akan menghasilkan larutan
yang keruh, dari kekeruhan ringan hingga sangat keruh. Sedangkan uji
positif terjadi ketika di dapatkan kekeruhan. Kekeruhan ringan tanpa butir-
butir dan endapan di dapatkan kadar protein kira-kira 0-0,05%.
Dilanjutkan menurut Pratiwi (2004), adanya protein pada urine merupakan
indikasi terjadinya kegagalan pada proses filtrasi, terutama filtrasi protein
(albumin). Akibatnya protein lolos dalam proses filtrasi dan ditemukan
dalam urine.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem Ekskresi adalah proses pengeluaran zat sisa metabolisme
yang sudah terakumulasi dalam tubuh agar kesetimbangan tubuh tetap
terjaga. Sistem ekskresi merupakan hal yang pokok dalam homeostasis
karena sistem ekskresi tersebut membuang limbah metabolisme dan
merespon terhadap ketidakseimbangan cairan tubuh dengan cara
mengekskresikan ion-ion tertentu sesuai kebutuhan. Berdasarkan
praktikum pengamatan warna dan kejernihan urine diperoleh hasil
praktikan malinda, nurul, Novita sari, atika, sindy dan amel memiliki urine
bewarna kuning muda jernih yang menandakan bahwa tubuh praktikan
sehat sehingga kebutuhan cairanya tercukupi. Berdasarkan pemeriksaan
pH urine yang menggunakan kertas indikator pH, Urine semua praktikan
tergolong normal. pada percobaan yang ketiga kami melakukan uji
glukosa, Dari kelima probandus hasil yang didapatkan setelah dipanaskan
berubah warna menjadi hijau, dimana menurut literature Syaiffudin
(2014), perubahan warna urine menjadi hijau menandakan bahwa terdapat
kadar glukosa 1% dalam urine. Urine yang terlalu keruh menandakan
tingginya kadar unsur-unsur yang terlalu berlebihan didalamnya. Hal ini
bisa terjadi karena factor makanan dan adanya infeksi yang mengeluarkan
bakteri atau konsumsi air yang berkurang. Pada percobaan keempat kami
melakukan uji protein, Dari kelima probandus hasil yang didapatkan
setelah dipanaskan berubah warna menjadi kuning muda sampai kuning
pucat dan terdapat endapan serta tingkat kekeruhan yang berbeda-beda,
dimana menurut literature Wicahyani (2016), uji positif dan uji protein
akan menghasilkan larutan yang keruh, dari kekeruhan ringan hingga
sangat keruh.
B. Saran
Adapun saran dalam praktikum ini, praktikan harus teliti dan
berhati hati saat melakukan praktikum karena ketika melakukan praktikum
urine harus benar-benar diperhatikan agar tidak tumpah dan ketika
memanaskan sampel urine harus di perhatikan dengan benar tingkata
didihnya agar tidak terjadi kecelakaan kerja saat praktikum karena
ditakutkan tabung reaksi meledak saat di panaskan, dan perubahan yang
terjadi pada setiap perlakuan harus diperhatikan dengan teliti agar hasil
yang didapat sesuai dengan literatur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Admojo TA. 2016. Pemeriksaan Reduksi Urine Metode Benedict. Indonesia


Medical Laboratory.

Andrizal, dkk. 2018. Pembuatan Histogram Dan Pola Data Warna Urin
Berdasarkan Urinalisis Menggunakan Mini PC. Jurnal RESTI
(Rekayasa Sistem dan Teknologi Informasi). Vol. 2 (3):722 – 727.

Aziz, H. A. 2016. Gambaran Reduksi Urin dengan Metode Benedict pada Pasien
Diabetes Melitus. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Ciamis.

Bandiyah, 2009. Gejala dan Tanda Gagal Ginjal Akut. Lanjut Usia dan
Keperawatan Genoritik. Yogyakarta : Nuha Medika.

Elias VF, Abellan AM, Gullon JM, Navarro RM, Pallares JG, Sanchez ED, etc.
2014.Validity of hydration non-invasive indices during the
weightcutting and official weight-in for Olympic combat sports.9(4):1-
6.

Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik Edisi 14. Jakarta : Dian


Rakyat.

Gandasoebrata, R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik Edisi 14. Jakarta : Dian


Rakyat

Kohanpour MA., SanaviS., PeeriM., ZareAH., & MirsepasiM. 2012. Effect of


Submaximal Aerobic Exercise in Hypoxic Conditions on Proteinuria
and Hematuria in Physically Trained Young Men. Iranian Journal of
Kidney Diseases. 6(3); 192 –197.

Muzzaki, Akhmad Nur dkk. 2019. Kajian Urine Siswa IPA dan IPS di SMAN 1
Purworejo. Indonesian Fun Science Journal. Vol 1 (1) : 194-203.

Pearce Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakata: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Poedjiadi, A. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Edisi Revisi. UI Press, Jakarta.

Pratiwi, et.all. 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga

Putra, A.L., Wowor, P.M.& Wungouw, H.I.S., 2015. Gambaran Kadar Glukosa
Urine Sewaktu pada Mahasiswa Angkatan 2015 Fakultas Kedokterann
Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal e-Biomedik. Vol. 3 (3) :
834-838

Riswanto dan Rizki, M. 2015. Urinalisis: Menerjemahkan Pesan Klinis Urine.


Yogyakarta: Pustaka Rasmedia.

Syaiffudin. 2014. Anatomi Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Salamba


Medika

Wahiddin, deden, dkk. 2020. Klasifikasi Kadar Hidrasi Tubuh Berdasarkan


Warna Urine dengan Metode Ekstraksi Fitur Warna dan Euclidean
Distance. Jurnal Ilmu Komputer dan Teknologi. Vol. 5 (1):16-20.

Washudi dkk.2016. Praktikum Biomedik Dasar dalam Keperawatan. Modul


Bahan Ajar Cetak Dalam Keperawatan. KEMENKES RI.

Wicahyani, M. 2016. Uji Urine menggunakan Benedit dan Biuret. Jurnal


Penelitian. Jakarta : UI Press. (1) 2 : 347-355

Wilmar, M. (2000). Praktikum Urin, Penuntun Praktikum Biokimia. Jakarta:


Widya Medika.

Zamanzad.2009. Accuracy of Dipstick urinalysis As a Screening Method for


Detection of Glucose, Protein, Nitrites and Blood, Eastern
Mediterranean Health Journal. (15) 5 ; 1323-1328.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai