Anda di halaman 1dari 6

PERCOBAAN

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. TUJUAN
1. Mendeskripsikan teori dan prinsip KLT
2. Melakukan analisa kuantitatif untuk mengindetifikasi senyawa metabolit
sekunder pada bawang tiwai
3. Mengetahui tingkat kepolaran pada suatu fraksi
4. Dapat membedakan fase diam dan gerak didalam KLT

B. DASAR TEORI
Istilah kromatrografi berasal dari bahasa latin chroma berarti warna dan graphien
berarti menulis. Kromatrografi pertama kali diperkenalkan oleh Michael Tswest
(1903) seorang ahli botani dari rusia. Michael Tswest dlam pecobaanya ia berhashasil
memisahkan klorofil dan pigmen-pigmen warna lain dala ekstrak tumbuhan dengan
menggunakan serbuk kalsium karbonat (CaCO3) yang diisikan ke dalam kaca dan
petroleum eter sebagai pelarut. Proses pemisahan itu diawali dengan menempatkan
larutan cuplikan pada permukaan atas kalsium karbonat (CaCO3). kemudian dialirkan
pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa pita-pita berwarna yang terlihat sepanjang
kolom sebagian hasil pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak tumbuhan.
(Alimin,2007)

Istilah kromatografi digunakan pada beberapa teknik pemisahan berdasarkan pada “migration
medium” yang berbeda, yaitu distribusinya terhadap fase diam dan fase gerak.terdapat 3 hal yang
wajib ada pada teknik ini. yang pertama yaitu harus terdapat medium perpindahan tempat, yaitu
tempat terjadinya pemisahan. Kedua harus terdapat gaya dorong agar spesies dapat berpisah
sepanjang “migration medium“. Yang ketiga harus terdapat gaya tolakan selektif. Gaya yang terakhir ini
dapat menyebabkan pemisahan dari bahan kimia yang dipertimbangkan (Sienko, 1984).

Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan cara lama yang digunakan secara luas,
terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam. Tetapi dalam kuantisasi belakangan
ini kromatografi lapis tipis digantikan oleh “HPLC” (High Performance Thin-layer Chromatography) atau
Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (Munson, 1991).

Adsorben yang digunakan pada kromatrografi lapis tipis biasanya terdiri dari
silika gel atau alumina dapat langsung atau dicampur dengan bahan perekat misalnya
kalsium sulfat untuk disalutkan pada plat. Pada pemisahannya, fase bergerak akan
membawa komponen campuran sepanjang fase diam pada plat sehingga terbentuk
kromatrogram. Pemisahan yang terjadi berdasarkan adsorbsi dan partisi. Thenik kerja
KLT prinsipnya hampir sama dengan komatrografi lapis tipis (KLT) (Yazid,2005)

Bahan adsorben sebagai fasa diam digunakan silica gel, alumina, dan serbuk
selulosa. Partikel silica gel mengandung gugus hidroksil di permukaannya yang akan
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar. Alumina lebih disukai
untuk memisahkan senyawa-senyawa polar lemah, sedangkan silica gel lebih disukai
untuk memisahkan molekul-molekul seperti asam-asam amino dan gula.Magnesium
silikat, kalsium silikat, dan arang aktif mungkin juga dapat digunakan sebagai
adsorben (Soebagio, 2002).
Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan
susunan tertentu.Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang
tinggi. Terdapatnya sejumlah kecil air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan
kromatogram yang tidak diharapkan (Soebagio, 2002).

Untuk tujuan identifikasi, noda-noda sering dikarakteristikan berdasarkan nilai


Rfnya. Nilai Rf adalah rasio jarak yang dipindahkan oleh suatu zat terlarut terhadap
jarak yang dipindahkan oleh garis depan pelarut selama waktu yang sama. Nilai Rf
yang identik untuk suatu senyawa yang diketahui dan yang tidak diketahui dengan
menggunakan beberapa system pelarut berbeda memberikan bukti yang kuat bahwa
nilai untuk kedua senyawa tersebut adalah identik, teruama jika senyawa tersebut
dijalankan secara berdampingan di sempanjangan pita lapis tipis (KLT) yang sama.
(Underwood dan Day 1999)

Deteksi noda KLT terkadang lebih mudah dibandingkan dengan kromatografi


kertas karena dapat digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Kerap kai,
noda tidak berwarna atau tidak berpendar jika dikenai sinar ultra violet dapat
ditampakkan dengan cara mendedahkan papan pengembang pada uap iod. Uap iod
akan berinteraksi dengan komponen-komponen sampel baik secara kimia atau
berdasarkan kelarutan membentuk warna-warna tertentu (Soebagio, 2002 )

Keuntungan KLT adalah lebih serba guna, cepat, kepekaannya lebih tinggi dan
pemisahan komponen senyawa lebih sempurna. Sedangkan kelemahannya adalah
pada prosedur pembuatan lempengnya yang memerlukan tambahan waktu kecuali bila
tersedia lempeng yang diproduksi secara komersial. (Gritter,1991).

Satu kekurangan KLT yang asli ialah kerja penyaputannya, pelat kaca
dengan penjerap.Kerja ini kemudian agak diringankan dengan adanya penyaput
otomatis.Meskipun begitu, dengan menggunakan alat itu pun tetap diperlukan
tindakan pencegahan tertentu (Harborne, 1987).

Peilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh prinsip
kromatrografi yang akan dipisahkan digunakan suatu penyuntik berukuran mikro.
Sample harus nonpolar dan mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat dapat
diciptakan dengan mengorek lapisan vertikal searah gerakan pelarut. Resolusi KLT
jauh lebih tinggi daripada kromatografi lapis tipis (KLT) karena difusi yang luar biasa
kecilnya pada lapisan pengadopsi. Semua teknik yang dipakai kromatrografi lapis
tipis (KLT) juga dapat digunakan untuk kromatrografi lapis tipis ( khopkar, 2010)

Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia karena


kebanyakan materi yang terdapat di alam berupa campuran. Untuk memperoleh
materi murni dari suatu campuran maka harus melakukan pemisahan. Berbagai
thenik pemisahan dapat diterapkan untuk memisahkan campuran (hendayana, 2010)

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan media dalam KLT yang juga


mempengariuhi nilai Rf yaitu (Surmono, 1986):
1. Struktur kimia dan senyawa yang sedang dipisahkan
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya
3. Suhu dan kesetimbangan
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase gerak
5. Derajat kejenuhan

C. ALAT DAN BAHAN


1. alat
a. camber
b. Kertas saring
c. Lempeng KLT
d. Alat penotol
e. Pensil
f. Penggaris
2. Bahan
a. Eluent (butanol etil asetat dan air)
b. Sampel (N heksan, Kloroform, etil asetat dan etanol+air)

D. CARA KERJA
1. Penyiapan alat dan bahan
2. Ambil Camber (Bejana Kromatografi) lalu di + kan Butanol 10 ml, Etil Asetat 8
ml, Air 2 ml kemudian tutup dengan kaca, lalu goncang dan diberi kertas saring
sebagai indikator (untuk mengetahui kejenuhan pada Camber, uap Eluent harus
penuh) kertas saring yang sudah basah sepenuhnya dianggap jenuh
3. Setelah uap Eluent penuh, lanjut ke fase diam, disiapkan silika gel lempeng
ukuran 5 x 10 cm untuk garis bawah 1,5 cm, garis bagian atas 0,5 cm sehingga
jarak tempuh 8 cm
4. kemudian lakukan pentotolan pada silika gel lempeng, fraksi yang
digunakansampel ( N heksan, Kloroform, etil Asetat dan Etanol+ Air).
5. Lalu masukan lempeng kedalam camber pelan-pelan jangan dicelupkan terlalu
dalam, setelah itu ditunggu sampai Eluentnya naik hingga batas garis yang sudah
ditentukan
6. Setelah selesai keluarkan lempeng lakukan penyinaran UV untuk mengetahui
Nilai RF pada lempeng, Nilai Rf (jarak tempuh) yang baik adalah 0,2 - 0,8
semakin besarr nilai Rf semakin kurang Polar

E. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan distribusi dan
komponen diantara dua fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Prinsip
kerjanya yaitu memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut
yang digunakan. Fase diam yang digunakan pada percobaan ini yaitu berbentuk plat silika dengan fase
gerak berupa larutan kombinasi antara gabungan komposisi kloroform, aseton dan asam asetat.
Campuran larutan ini dinamakan dengan eluen. Semakin dekat kepolaran dengan sampel dan eluen,
maka sampel akan terbawa oleh fase gerak tersebut.
Sampel yang digunakan dalam pemisahan dengan metode kromatografi lapis tipis ini adalah
ekstrak bawang tiwai hasil sokletasi pada praktikum sebelumnya. Silika gel merupakan fase diam yang
digunakan dalam pemisahan menggunakan kromatografi lapis tipis. Rumus dari silika gel yaitu
SiO2.H2O. silika gel merupakan butiran yang berpori. Pemotongan plat harus dilakukan secara hati-hati
supaya tidak merusak struktur dari plat silika yang akan digunakan. Plat silika merupakan lempengan
berwarna putih dan memiliki struktur yang berlubang dengan porositas yang tinggi yaitu sekitar 800
m2/gram. Oleh karena itulah silika dapat dimanfaatkan sebagai zat penyerap atau pengering. Fase
gerak menggunakan campuran larutan dari butanol, dan water dan asam asetat dengan perbandingan

fase gerak atau eluen dengan komposisi 5 ml butanol, 4ml asam asetat, dan 1 ml water. Prinsip
pemisahan noda adalah berdasarkan kepolarannya sehingga menghasilkan kecepatan
yang berbeda-beda saat terpartisi dan terjadilah pemisahan.Untuk memisahkan noda
dengan sebaik-baiknya maka digunakan kombinasi eluen non polar dan polar. Apabila
noda yang diperlukan terlalu tinggi, maka dapat dikurangi dengan mengurangi
kepolaran.
Berdasarkan hasil praktikum N-heksan,kloroform,Etil Asetat, (Etanol+Air)
dengan perbandingan 5:4:1 didapatkan hasil nilai rf yaitu
No Eluent Hasil
1 N-heksan 0,92
2 kloroform 0,91
3 Etil asetat 0,9
4 Etanol+air 0,9
Nilai Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar
antara 0,2-0,8. Berdasarkan data diatas semua eluent tidak memenuhi persyaratan
nilai rf yang baik yaitu berkisar antara 0,2-0,8. Sehingga dapat dikatakan nilai
retandasi yang ditempuh tidak memenuhi pesyaratan rf yang ada dan semakin tinggi
nilai rf yang ddapat maka semakin kurang polar dikarenakan fase diam bersifaat polar
hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor yaitu struktur kimia dan senyawa yang
sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya, suhu dan kesetimbangan, pelarut (dan
derajat kemurniannya) fase gerak, derajat kejenuhan.
E. KESIMPULAN
1. Nilai Rf yang didapatkan tidak baik dan tidak memenuhi persyaratan
kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor yaitu s truktur kimia dan senyawa
yang sedang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya, suhu dan
kesetimbangan, pelarut (dan derajat kemurniannya) fase gerak, derajat kejenuhan.
2. Semakin tinggi nilai rf makan hasil yang didapat kurang polar
3. Eluent yang digunakan butanol, acid asetat, water 5:4:1
DAFTAR PUSTAKA

Alimin, dkk. 2007. Kimia Analitik. Makasar. Alauddin press.

Gritter J.R., James, M.B., (1991), “Pengantar Kromatograf”, Penerbit ITB, Bandung

Harborne.1987.”Metode Fitokimia”.Bandung : Penerbit ITB.

Henayana, sumar. 2010. Kimia Pemisahan. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya

Khopkar,S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-PRESS

Munson, James,W., 1991, “Analisis Farmasi”, Airlangga University Press, Surabaya

Soebagio. 2002. “Kimia Analitik II”. Malang : JICA.

Sienko, Plane and Marcus, 1984, “Experimental Chemistry 6th Edition”.Mc


Graw Hill Book Co, Singapore

Surmono, Rb. 1986. “Proses Aproasi”. Universitas Pancasila: Jakarta

Underwood dan Day. 1999. Analisis Kimia Kuantiatif. Jakarta: Erlangga.


Yazid, Eztien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: ANDI

Anda mungkin juga menyukai