PERCOBAAN IX
A. TUJUAN
B. DASAR TEORI
1. Kromatografi
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan fisik dimana komponen-
komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara dua fasa, dimana salah satu fasa
tesebut adalah suatu lapisan stationer dengan permukaan yang luas, yang lainnya
sebagai fluida yang mengalir lembut disepanjang landasan stationer.[1]
Pemisahan dengan teknik kromatografi didasarkan pada distribusi komponen
zat yang dianalisa (analit) antara dua fasa (fasa gerak dan diam), yang mana
pemisahan komponen terjadi secara difrensial yang dibawa fasa gerak melewati fasa
diam. Fasa gerak dapat berupa cairan (Kromatografi Cair) atau berupa gas
(Kromatografi Gas), sedangkan untuk fasa diam dapat berupa padatan (adsorbs)atau
cairan (partisi). Pembagian kromatografi pada umumnya didasakan pada fasa gerak
yaitu kromatografi cair dan kromatografi gas sehingga ada empat jenis kromatografi
seperti berikut[2]:
1. Fasa gerak cair dan fasa diam cair
Contoh: kromatografi kertas, kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
2. Fasa gerak cair dan fasa diam padat
Contoh: Komatogafi lapis tipis (KLT/TLC), Kromatografi kolom
3. Fasa gerak gas dan fasa diam cair
Contoh: Kromatografi gas cair (GLC/GC)
4. Fasa gerak gas dan fasa diam padat
Contoh: Kromatografi gas padat (GSC)
Perkembangan selanjutnya, teknik kromatografi dijalankan dengan manipulasi
perbedaan aktifitas sifat-sifat fisik dari zat-zat yang menyusun suatu sampel (analit)
yang akan dipisahkan antara fasa gerak dan fasa diam yaitu:
1. Sifat adsorbsi
2. Sifat pertukaran ion (ion exchange)
3. Kelarutan/kepolaran/titik didih
4. Ukuran partikel dengan cara gel permeabilitas dan gel filtrasi
5. Afinitas kimia (enzimatik)
6. Pertukaran ion dengan fasa diam esin (ion exchange chromatography)[3]
Jika fase gerak digerakkan melalui fase diam untuk menghasilkan pemisahan
kromatografi, proses ini dikenal sebagai pengembangan. Setelah senyawa-senyawa
dipisahkan dengan pengembangan, hasilnya dideteksi atau divisualisasi
(ditampakkan). Jika senyawa-senyawa yang dipisahkan benar-benar dikeluarkan dari
system, maka senyawa itu telah dielusi atau elusi telah terjadi. Senyawa yang
dipisahkan biasanya disebut linarut, atau secara kelompok disebut cuplikan. Hasil
dari keseluruhan tersebut disebut dengan kromatogram.[4]
2. KLT
Pemilihan teknik kromatografi dalam pemisahan senyawa, didasarkan pada
sifat kelarutan dari senyawa yang akan dipisahkan. Kromatogafi Lapis Tipis (KLT)
atau TLC (Tin Layer Chomatogaphy) digunakan untuk preparative atau memisahkan
senyawa-senyawa dalam jumlah kecil. Teknik KLT menggunakan adsorben yang
disalutkan pada suatu lempeng kaca sebagai fase stationernnya dan pengembangan
kromatogram terjadi ketika fase mobil tetapis melewati adsorben itu.[5]
Absorben yang sangat umum digunakan adalah silikagel dan alumina dan
ditambah dengan kalsium sulfat untuk jadi perekat pada plat kaca atau porselen
dengan ukuran 20 x 20 cm. Prosedurnya adalah sampel yang akan dipisahkan
ditotolkan dengan pipa kapiler pada KLT lalu dimasukkan dalam chamber yang berisi
eluen yang sebelumnya telah ditutup sebentar agar uapnya jenuh.
3. Subtitusi Elektrofilik Aromatik
Reaksi yang paling utama dari senyawa aromatik adalah reaksi substitusi
aromatik elektrofilik digambarkan sebagai (E+) yang akan bereaksi dengan cincin
aromatik dengan mengantikan 1 atom hidrogen. Banyak subtituen yang dapat
bereaksi dengan senyawa aromatik melalui reaksi sutitusi elektrofilik. Senyawa
aromatic dapat bereaksi dengan halogen, nitrat, sulfonat, alkil, dan aril. Reaksi
subtitusi elektrofilik aromatic mampu menghasilkan berbagai macam senyawa
aromatic tersubtitusi. [6] Contoh reaksi substitusi yang khas pada benzena:
Kebanyakan dari reaksi ini dilaksanakan pada suhu diantara 0° dan 50°C,
tetapi kondisinya dapat lebih lembut atau lebih keras jika sudah ada substituen lain
pada cincin benzena. Demikian juga, kondisi biasanya disesuaikan apakah satu atau
lebih substituen yang ingin disubstitusikan.
Aromatisasi benzene menyajikan suatu kesetabilan yang unik pada system pi,
dam benzene tidak menjalani kebanyakan reaksi yang khas bagi alkena. Meskipun
demikian benzene tidaklah sekali-kali lamban (inert). Pada kondisi yang tepat
benzene mudah bereaksi subtitusi elektrofilik aromatic.[7]
4. Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi pelarut merupakan pemisahan satu komponen dari campuran
dengan melarutkannya dalam pelarut, tetapi komponen lainnya tidak dapat dilarutkan
dalam pelarut tersebut. Proses ini biasanya dilakukan dalam fase cair, sehingga
disebut juga ekstraksi cair-cair. Dalam ekstraksi cair-cair, larutan yang mengandung
komponen yang diinginkan harus bersifat tak campur dengan cairan lainnya. Senyawa
organic yang terdapat dalam larutan ataupun pada jaringan tumbuhan dan hewan
dapat ditarik dengan teknik ekstrasi dengan menggunakan pelarut seperti n-heksana,
ligroin, eter, kloroform, metilen klorida, methanol dan lain lain. Pemilihannya
tergantung dari sifat bahan yang akan dipisahkan.[8]
Penggunaan corong pemisah adalah untuk mengekstraksi senyawa organik
yang terlarut dalam suatu pelarut dengan pelarut lainnya dan antara pelarut tidak
saling melarutkan. Dengan demikian akan membentuk dua lapisan dan senyawa
organik yang diinginkan dapat diambil, tanpa terkotori oleh zat lain. Teknik ekstraksi
hanya dapat dilakukan bila senyawa yang akan diekstraksi kelarutannya lebih besar
dalam pelarut pengekstraksi atau koofesien distribusinya (KD) lebih besar serta antara
kedua pelarut tidak campur.[9]
5. Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang
memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus
hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol juga merujuk pada
beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil.
Fenol murni berbentuk Kristal yang tak berwarna, sangat berbau dan
mempunyai sifat antiseptic. Fenol agak larut dalam air dan sebaliknya sedikit air
dapat juga larut dalam fenol cair, karena bobot molekul air itu rendah dan turun titik
beku molal dari fenol itu tinggi, yaitu 7,5 maka campuran fenol dengan 5-6% air telah
terbentuk cair pada temperature biasa. Larutan fenol dalam air disebut air karbol atau
asam karbol.
Sifat kimia dari fenol adalah fenol tidak dapat dioksidasi menjadi aldehid atau
keton yang jumlah atom C-nya sama, karena gugus OH-nya terikat pada suatu atom C
yang tidak mengikat atom H lagi. Jadi fenol dapat dipersamakan dengan alkanol
tersier. Sedangkan, jika direaksikan dengan H2SO4 pekat tidak membentuk ester
melainkan membentuk asam fenolsulfonat ( o atau p). Dengan HNO3 pekat dihasilkan
nitrofenol dan pada nitrasi selanjutnya terbentuk 2,4,6 trinitrofenol atau asam pikrat.
Larutan fenol dalam air bersifat sebagai asam lemah sehingga akan mengion, oleh
karena itu fenol dapat bereaksi dengan basa dan membentuk garam fenolat.[10]
Ikatan sp2 lebih kuat jika dibandingkan dengan ikatan kabon sp3, oleh karena
itu ikatan C-O dari suatu fenol tidak mudah untuk diputuskan. Fenol tidak mengalami
reaksi SN1, SN2, ataupun reaksi eliminasi seperti alcohol. Meskipun ikatan C-O pada
fenol sulit untuk diputuskan tapi ikatan OH mudah putus. Fenol dengan pKa = 10,
merupakan asam yang lebih kuat dari pada alcohol maupun air.[11]
6. Analisa Bahan
a. HNO3 pekat : cairan, tidak berasa, baunya sangat tajam (pedas), tidak berwarna
sampai kuning cerah, tidak mudah tebakar, cairan korosif, agen pengoksidasi,
beracun, sangat berbahaya jika kontak langsung dengan mata, kulit dan tertelan. Seta
sedikit berbahaya jika terhirup
b. Metilen klorida : cairan, tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna,
kemungkinan mudah terbakarjika pada temperature tinggi, tidak korosif , sangat
berbahaya jika kontak langsung dengan mata, terhirup dan tertelan, dan jika kontak
dengan kulit
c. Natrium sulfat : rasanya pahit tidak berbau, warnanya putih, tidak korosif, tidak
mudah terbakar, berbahaya jika kontak langsung dengan kulit, tertelan dan terhirup.
1. Thermometer
2. Erlenmeyer
3. Plat KLT
4. Pipa kapiler
5. Pengaduk
6. Labu spiritus, kasa, kaki tiga
7. Gelas beker
8. Corong pisah
9. Chamber KLT
10. Statif, klem
Bahan :
F. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini kita melakukan 2 langkah umum yang saling berkaitan 1
sama lain, yaitu nitrasi fenol dan pengujian produk dengan kromatografi lapis tipis.
Pada nitrasi fenol, dicampurkan asam nitrat pekat dengan aquades lalu ditambahkan
asam sulfat pekat dan dinginkan, hal ini dimaksudkan untuk membuat larutan A yang
akan dicampur dengan fenol. Asam sulfat disini betindak sebagai katalis asam lewis
yang akan mempecepat tejadinya reaksi. Dalam reaksi ini yang betindak sebagai
elektrofilik adalah +NO2. Asam sulfat mampu merebut suatu gugus hidroksil dari
dalam asam nitrat sehingga dihasilkan +NO2, yang merupakan elektrofil. Elektrofil ini
dapat menyerang electron pi pada suatu cincin benzene untuk menghasilkan
karbokation yang terstabilkan oleh resonansi. Asam nitat pekat dicampur dengan
aquades agar konsentrasinya tidak terlalu pekat. Dalam percobaan ini juga djaga agar
suhu hanya 50C hal ini bbetujuan untuk menjaga tingkat keasaman dalam larutan,
menjaga agar asamsulfat tetap hanya bertindak sebagai katalis.
Hasil dari reaksi diatas adalah o-nitrofenol, hasil reaksi dapat berupa o-nitrofenol, p-
nitrofenol. Fenol merupakan pengarah orto para sedangkan NO2 merupakan pengarah
meta. Tapi disini NO2 hanya bertindak sebagai elektrofil, sehingga produk yang
dibentuk akan lebih dominan o-nitrofenol dan p-nitrofenol.
Dengan adanya gugus pendorong maka akan menyebabkan keasaman fenol menjadi
berkurang, karena gugus pendorong akan mengumpulkan (mengonsentrasikan)
muatan negative, keadaan ini menyebabkan cincin jadi kurang stabil sehingga
kekuatan asamnya lemah. Sedangakan gugus penarik sebaliknya akan menyebabkan
keasaman fenol bertambah, karena gugus penarik akan
mendispersikan(memancarkan) muatan negative, keadaan ini menyebabkan cincin
menjadi lebih stabil sehingga kekuatan asamnya semakin kuat. Jadi pada percobaan
ini o-nitrofenol dan p-nitrofenol yang dihasilkan memiliki kekuatan asam yang lebih
tinggi jika dibanding fenol, karena adanya gugus penarik electron yaitu NO2.
G. KESIMPULAN
1. Prinsip dasar kromatografi lapis tipis adalah distribusi komponen sampel antara dua
fase berdasarkan perbedaan kecepatan perpindahan masing-masing komponen, yakni
fase diam dan fase gerak. Adsorben padat pada percobaan ini adalah lempeng tipis
silica gel dan bertindak sebagai fasa diam, sedangkan eluen benzene bertindak
sebagai fasa gerak.
2. Didapatkan hasil Rf adalah orange= 0,15 dan coklat=0,086.
3. Adanya subtituen NO2 yang merupakan gugus penarik electron menyebabkan cincin
lebih stabil sehingga kekuatan asamnya juga meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anoganik. ( alih bahasa: A.
Handyana P dan L Setiono). Jakata: EGC
Basset, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, J. Mendham, Alih bahasa: Hadyana Pudjaatmaka dan L.
Setiono. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Ed. 4.
Jakarta: EGC.
Hart, Harold, dkk. (2003). Kimia Organik: suatu kuliah singka. Jakarta: Erlangga.
Ibrahim, Sanusi dan Marham Sitorus. (2013). Teknik Laboratorium Kimia Organik.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
[5] J. Basset, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif
Anoganik. ( alih bahasa: A. Handyana P dan L Setiono). Jakata: EGC. Hal.228
PENDAHULUAN
murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan atau komposisi
campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan benar. Tidak
hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan lingkungan, tetapi juga kontrol
dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas
material. Teknologi yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada
sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan.
kromatografi yang paling sederhana, dan merupakan cara klasik. Dalam pemisahan
prinsip adsorpsi fase diam terhadap fase gerak, dimana yang menjadi fase diamnya
adalah kertas yang mengandung serat selulosa, sedangkan yang menjadi fase
geraknya (mobile) adalah eluen yang digunakan untuk setiap spesifikasi campuran
kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam
menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah
lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina)
merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet,
alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran
Dalam percobaan ini yang kami lakukan pada kali ini adalah kromatografi
kertas dan kromatografi lapis tipis. Penjelasan tentang kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis akan dibahas pada praktikum ini agar mahasiswa dapat
metode kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, agar kita dapat
2. Dapat melakukan pemisahan logam-logam Fe3+, Cu2+, Mn2+, dan Ni2+ atau protein /
masing sampel, yaitu perbedaan migrasi analit dalam dua fase yaitu fase diam dan
fase gerak, dimana analit yang menyukai fase gerak maka laju alirnya (Rf) akan
besar, dan sebaliknya bila analit menyukai fase diam maka laju alirnya (Rf) akan
kecil.
BAB II
TEORI PENDUKUNG
2.1 Kromatografi Kertas
macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu rasa
gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan rasa diam yang juga bias berupa cairan
ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903,
yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk
melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu
fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan
kendor untuk beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk
kromatografi padatan cair (LSC). Kemudian pada akhir tahun 1930 an dan permulaan
tahun 1940 an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis
(TLC) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber,dan kemudian
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada
proses elusi bagi larutan umpan untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi
Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi
dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh tersebut maka dalam penelitian ini dikaji pengaruh jumlah umpan dan laju
alir eluent terhadap pemisahan sukrosa dari tetes tebu. Evaluasi terhadap pemisahan
sukrosa diamati melalui parameter kadar sukrosa, gula reduksi, abu (Kurniawan,
2004).
Semakin kecil luas penampang, lintasan yang ditempuh semakin jauh. Hal ini
kekuatan ion semakin tinggi, lintasanyang ditempuh semakin jauh dan lebih cepat.
Hal ini akibat dari daya tarik antara ion dengan elektroda yang semakin kuat.
Kenaikan suhu akanmeningkatkan mobilitas ion, namun jika suhu terlalu tinggi akan
kering dan bahkan terbakar. Kekentalan yang tinggi dapat menyebabkan terbatasnya
kemampuan gerak senyawa ion dan senyawa sukar membentuk ion (Sulaiman, 2007).
Penentuan kadar glukosa dan fruktosa dengan kromatografi ini juga harus
eluen, laju alir eluen serta suhu kolom. Ini disebabkan karena hal-hal tersebut dapat
mempengaruhi resolusi dari tiap-tiap komponen. Bila dua puncak kromatografi dari
dua komponen terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua komponen tersebut
harus dilakukan pada kondisi optimum. Pemisahan yang baik adalah bila
2008).
2.2 Kromatografi Lapis Tipis
mencari fase gerak yang terbaik yang akan digunakan dalam kromatografi kolom.
Fase diamyang digunakan pada KLT adalah silika gelGFdan sebagai fase gerak
Bila fase gerak telahmencapai batas yang ditentukan, plat diangkat,dan dikeringkan di
diamati dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm kemudian dihitung Rf-nya (Asih,
2009).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Penelitian ini telah dilaksanakan pada hari Sabtu, 9 Mei 2015 pada pukul
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, Kertas saring whatman,
Chamber, Silinder kaca, Cawan petri, Pipet volume 25 mL, Pipet tetes, Pentotol,
3.2.2 Bahan
b. Cuplikan yang mengandung Pb2+, Mn2+dan Hg2+ untuk kromotografi lapis tipis.
c. Larutan standar dalam bentuk klorida dari ion-ion yang akan dipisahkan (4 mg/mL).
d. Fase gerak (eluen) campuran aseton – HCl (9:1) untuk kromatografi kertas.
glasial sampai pH 3,5 – 5 atau piridin + aquades 10:1) untuk kromatografi lapis tipis.
f. Penampak noda (asam sulfat 10% atau benzil) untuk kromatografi kertas.
konsentrasi 4 mg/mL
1) Disiapkan bejanana kromatografi (chamber) isi dengan fase bergerak (eluen) sampai
3) Dibuat garis batas (secara melintang) dengan pensil sekitar 1,5 cm dari pinggir
4) Diukur melintang (buat titik) 1,5 cm dari tepi kiri dan 1,5 cm dari tepi kanan kertas.
Jarak diantara kedua titik dibagi dua, lalu ditengah kertas diberi tanda untuk batas
5) Disiapkan pipa kapiler yang bersih untuk penotolan sampel dan standar.
6) Dilakukan penotolan sampel dan standar pada kertas yang telah dibatas pada
masing-masing bagian.
7) Setelah penotolan (setelah kering) kertas selulosa diikat ujungnya dengan benang
dan dimasukan kedalam wadah kromatografi untuk proses elusi. Kertas tercelup eluen
8) Diangkat setelah fase gerak (eluen) mencapai garis batas atas. Kertas dikeringkan di
udara bebas.
9) Dimasukan ke spektroskopi UV dan diukur jarak setiap warna dari garis bawah
10) Dibandingkan hasil yang diperoleh dari data yang terdapat diliteratur.
1) Diisi bejana kromatografi (chamber) dengan fasa gerak (eluen) sampai ketinggian 1
3) Dibuat garis batas (secara melintang) engan pensil sekitar 1,5 cm dari pinggir
4) Dibuat melintang titik 1 cm dari tepi kiri dan 1 cm dari tepi sekitar 6 titik untuk
6) Dilakukan penotolan sampel dan standar pada plat KLT yang telah diberi tanda.
7) Dimasukan plat KLT dalam bejana (chamber) yang telah disiapkan, kemudian
chamber ditutup.
9) Setelah kering, plat diwarnai dengan larutan pewarna yang sesuai dan plat
dikeringkan.
10) Diamati noda yang terbentuk dan tentukan nilai Rf dari masing-masing komponen
yang terpisah.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
2. Mn2+
3. Pb2+
4. Campuran
4.3 Perhitungan
Penyelesaian :
a)
b)
c)
d) Nilai Rf campuran :
Jarak laktosa = 0 cm
Jarak sukrosa = 0 cm
Jarak madu = 0 cm
Penyelesaian :
a)
b)
c)
d) Nilai Rf campuran :
Jarak Pb2+ = 0 cm
Penyelesaian :
a)
b)
c)
d)
Penyelesaian :
4.4 Pembahasan
prinsip yang sama. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan
atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak
berbeda pula.
kromatografi yang paling sederhana, dan merupakan cara klasik. Pada dasarnya,
teknik kromatografi ini membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase,
yaitu fase diam (selulosa yang mengikat molekul air), dan fase gerak yaitu prlarut
yang sesuai. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
terlarut lainnya yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut
dibawa melewati media pemisah oleh cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam
dapat bertindak sebagai zat penyerap atau dapat betindak melarutkan zat terlarut
sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak . Dalam penerapan
kromatografi kertas, tehnik pemisahan ini biasanya dipakai untuk memisahkan logam
– logam dari campurannya, misalnya logam – logam yang menjadi pengamatan pada
kromatografi lapis tipis , tetapi sebenarnya merupakan tipe khusus kromatografi fase
cair-cair. teknik yang sangat sederhana dengan beberapa langkah dalam analisis
bersamaan dengan larutan standar dengan batas yang telah ditentukan pada kertas
kromatografi yang telah di buat, yang selanjutnya digantungkan pada wadah yang
berisi campuran pelarut yang sesuai didalamnya dimana pelarut yang digunakan yaitu
Aseton-HCl 9:1 untuk pemisahan ion logam serta Aseton-Air 9:1 untuk pemisahan
adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan dengan
uap pelarut.
akan bergerak hingga mencapai batas yang telah digariskan pada kertas saring.
setelah dikeluarkan dari dalam wadah, tidak tampak adanya noda-noda olehnya itu
pengukuran jarak pada pemisahan ion logam gerak pelarut adalah 7,9 cm dan untuk
jarak noda pada ion Pb2+, Mn2+, Hg2+, berturut-turut adalah 0 cm, 0 cm, dan 0 cm,
sedangkan untuk campuran sampelnya memiliki jarak noda 2,2 cm, sehingga dengan
standar Pb2+, Mn2+ dan Hg2+ adalah 0 cm, sedangkan Rf pada campuran sampel
0,2785 cm. Hal ini disebabkan oleh ukuran dari pori – pori kertas yang digunakan
tidaklah sama antara satu dengan yang lain, sehingga dalam pengidentifikasian logam
Proses pengamatan yang kedua setelah melalui analisis yang sama, pada
pemisahan karbohidrat terlihat bahwa jarak noda dari sukrosa adalah 0 cm, jarak noda
laktosa adalah 0 cm dan jarak noda dari madu adalah 0 cm, dan untuk jarak campuran
adalah 3,1 cm, sedangan untuk jarak eluennya adalah 7,9 cm, dengan demikian juga
dapat diketahui nilai Rf untuk pemisahan ini adalah pada sukrosa 0 cm, pada laktosa
0 cm, pada madu 0 cm, sedangkan pada cempuran sampel Rf adalah 0,3924 cm.
namun pada kenyataannya pemisahan dengan metode ini jarang digunakan karena
waktu yang digunakan untuk mengemulsi sangat lama, noda-noda yang diidentifikasi
pun tidak nampak jelas. Hal ini terlihat pada hasil praktikum yang kami lakukan.
Sehingga tidak heran jika pada percobaan ini kami cukup mengalami kendala. Dapat
sederhana dengan menggunakan lempeng kaca yang ditutupi penyerap bentuk lapis
tipis dan kering seperti silika gel, alumina, selulosa dan poliamida. Teknik
kromatografi lapis tipis ini memiliki kelebihan yang nyata jika dibandingkan dengan
terdistribusi di antara dua fase, yaitu fase diam (silika gel yang mengikat molekul air),
dan fase gerak yaitu pelarut organik yang sesuai. Fase gerak (eluen) adalah yang
berperan penting pada proses elusi bagi larutan untuk melewati fasa diam (adsorben).
kromatografi lapis tipis, menggunakan Aseton dan HCl dengan perbandingan 9:1
sebagai fase gerak. Dikatakan sebagai fase gerak karena Aseton dan HCl berfungsi
sebagai larutan yang dapat membawa sampel dan mampu menarik sampel yang
ditotolkan pada plat lapis tipis. setelah menyiapkan pelarut yang sesuai perlu pula
disiapkan plat KLT yang diukur terlebih dahulu. Pada pembuatan garis kita
menggunakan pensil, agar tidak terjadi reaksi antara pensil yang digoreskan pada
kertas dengan sampel. Setelah itu, ketiga cuplikan sampel yang mengandung
karbohidrat yaitu laktosa dan sukrosa ditotolkan pada plat KLT kemudian
dikeringkan agar sampel teradsorbsi dengan baik oleh fasa diam serta untuk
Proses elusi sampel bergerak naik dengan adanya gaya kapiler. Senyawa
polar akan melekat lebih kuat pada lempengan dari pada senyawa non polar akibat
interaksi dipol-dipol. Senyawa non polar kurang melekat erat pada fasa diam
sehingga memiliki laju alir yang lebih besar ke atas lempeng begitu sebaliknya
dengan senyawa non polar, dimana jarak tempuh ke atas lempeng merupakan cermin
cuplikan yang mengandung karbohidrat, yakni laktosa dan sukrosa. Eluen yang
digunakan adalah campuran aseton dan air 9:1. Setelah eluen mencapai garis batas
atas yang telah ditentukan, plat KLT kemudian dikeringkan. Proses pengeringan ini
bertujuan agar sampel teradsorbsi dengan baik oleh fasa diam (KLT) serta untuk
mencegah terjadinya rekasi antara sampel dengan eluen (fase gerak) / pelarut. Setelah
noda-noda. Tidak munculnya noda dalam percobaan kali ini dapat disebabkan oleh
faktor – faktor yang mempengaruhi nilai Rf, akan tetapi ada juga kemungkinan lain
misalnya noda yang tidak nampak, sehingga untuk menampakkan noda tersebut harus
direaksikan dengan reagen penampak warna berupa ion logam transisi untuk
membentuk kompleks, karena salah satu ciri senyawa kompleks adalah berwarna
akibat adanya bilangan koordinasi dari atom pusatnya. Adapun reagen yang
logam jarak gerak pelarut adalah 6,0 cm dan untuk jarak noda pada ion Pb2+ adalah 0
cm, jarak noda ion Mn2+ dan Hg2+ adalah 2,8 cm, sedangkan untuk campuran
sampelnya memiliki jarak noda 2,8 cm, sehingga dengan sendirinya laju alir dari
standar Pb2+ adalah 0 cm, harga Rf Mn2+ adalah 0,467 dan harga Rf Hg2+ adalah 0,633
cm, sedangkan harga Rf pada campuran sampel 0,467 cm. Hal ini disebabkan oleh
ukuran dari pori – pori kertas yang digunakan tidaklah sama antara satu dengan yang
membandingkan nilai Rf antara sample dan standar yang saling mendekati saja.
Tahapan selanjutnya yaitu untuk pemisahan karbohidrat, berdasarkan
pengamatan setelah dilakukan pengukuran jarak eluen adalah 0,6 cm, jarak gerak
laktosa adalah 0 cm, jarak gerak sukrosa adalah 4,9 cm, jarak gerak madu adalah 0
cm, sedangkan jarak gerak campuran adalah 4,0 cm. Dengan demikian juga dapat
diketahui nilai Rf untuk pemisahan ini adalah pada sukrosa 0,82 cm, pada laktosa 0
cm, pada madu 0 cm, sedangkan pada cempuran sampel Rf adalah 0,667 cm.
Pada dasarnya, Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan
metode KLT. Nilai Rf tersebut ditentukan dengan membandingkan jarak noda yang
dihasilkan dari migrasi pelarutnya dengan jarak sample/ standar. Dimana jika nilai Rf
nya besar berarti daya pisah zat dengan eluenya maksimum sedangkan jika nilai Rf
nya kecil berarti daya pisah zat yang dengan eluenya minimum, atau apabila analit
lebih menyukai fase gerak maka laju alirnya (Rf) akan besar, dan sebaliknya bila
analit menyukai fase diam maka laju alirnya (Rf) akan kecil (like dissolved like),
maka dapat kita ketahui nilai Rf lebih besar pada campuran sampel sukrosa dan
karbohidrat tersebut.
BAB V
SIMPULAN
berdasarkan perbedaan migrasi solute/ zat terlarut antara dua fase (fase gerak dan fase
diamnya). Pada kromatografi kertas, fase diamnya berupa kertas yang mengandung
selulosa, sedangkan pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya dilapisi dengan plat
2. Pemisahan logam-logam Pb2+, Cu2+, Mn2+ dan Hg2+ serta pemisahan karbohidrat
dalam campuran larutan dapat dilakukan dengan teknik kromatografi kertas dan
3. Pada kromatografi kertas, Nilai Rf untuk pemisahan ion logam Pb2+, Cu2+, Mn2+,
dan Hg2+ berturut-turut adalah 0,434 cm, 0,353 cm, 0,151 cm, 0,151 cm. Dan nilai Rf
untuk campuran sampel berturut-turut adalah 0,808 cm, 0,707 cm, 0,606 cm, 0,404
cm. Nilai Rf untuk cuplikan sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,526 cm, dan
0,276 cm. Serta pada campuran sampel Rf untuk sukrosa dan laktosa berturut-turut
adalah 0,605 cm dan 0,197 cm. Pada kromatografi lapis tipis, Nilai Rf untuk cuplikan
sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,373 cm, dan 0,573 cm. Serta pada
campuran sampel Rf untuk sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,417 cm dan
0,641 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, I. A. R., Astiti. (2009). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon Dari Kacang Kedelai
(Glycine Max). Jurnal Kimia 3 (1), Januari 2009 : 33-40. Universitas Udayana,Bukit
Jimbaran.
Kurniawan Y., dan Santosa H M. (2004). Pengaruh Jumlah Umpan Dan Laju Alir Eluen Pada
Pemisahan Sukrosa Dari Tetes Tebu Secara Kromatografi (The Effects Of Feed and
Eluent Flow Rate Toward Separation Of Sucrose From Cane Molasses By
Chromatography).Jurnal ILMU Dasar Vol. 5 No. 1
Putra, Effendy De Lux. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi.
Jurnal Kimia Farmasi FMIPA. Universitas Sumatra Utara.
Ratnayani, K, Dwi Adhi, dan Gitadewi. (2008). Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada
Madu Randu dan Madu Kelengkeng DenganMetode Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi. Jurnal Kimia 2 (2) Juli (2008) : 77-86. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
Sulaiman, Hardi G Adang, Aanis Kundari Noor. (2007). Pemisahan dan Karakterisasi Spesi
Senyawa Kompleks Ytrium-90 dan Stronsium-90 Dengan Elektroforesis Kertas. JFN,
Vol.1 No.2 November 2007. Yogyakarta.