Anda di halaman 1dari 38

Laporan Kimia Organik "Kromatografi Lapis Tipis"

PERCOBAAN IX

I. Judul : Kromatografi Lapis Tipis


II. Hari/Tanggal : Jum’at, 03 Mei 2013
III. Tujuan : Memahami tekhnik-teknik dasar kromatografi lapis tipis
IV. Landasan Teori
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen yang
dipisahkan terdistribusi dalam 2 fase. Salah satu fase tersebut adalah suatu lapisan
stasioner dengan permukaan yang luas yang lainnya seperti fluida yang mengalir
lembut disepanjang landasan stasioner. Ketika pita tersebut melewati kolom,
pelebaran disebabkan oleh rancangan kolom dan kondisi pengerjaan dan dapat
diterangkan secara kuantitatif dengan pengertian jarak dengan teori kolom adalah
jantung kromatografi, pemisahan sesungguhnya komponen dicapai dalam kolom.
( Underwood.2006 : 487 )
Dalam teknik kromatografi campuran, senyawa dapat dipisahkan menjadi
komponennya berdasarkan pendistribusian zat antara 2 fase, yaitu fase
diam(stasioner) dan fase gerak (mobil). Azas penting dalam kromatografi adalah
bahwa senyawa yang berbeda mempunyai koefisien distribusi yang berbeda.
Senyawa yang berinteraksi lemah dengan fase diam akan bergerak lambat. Idealnya,
setiap komponen dalam campuran senyawa bergerak dengan laju yang berbeda dalam
system kromatografi, sehingga untuk analisis kuantitatif dan kualitatif. Istilah
presfektif merujuk pada pemisahan dalam skala besar yang menghasilkan
pemisahannya dapat digunakan lebih lanjut. Sebagian bahan penjerap digunakan
silika gel (SiO2.H2O) atau alumina terhidrasi (Al2O3). Permukaan bahan ini memiliki
kemampuan untuk menjerap senyawa organic. Umumnya semakin polar senyawa
organic ditandai dengan gugus fungsi karbonil, nitril, hidroksil, amino, karboksilat,
dll. Semakin kuat ia menjerap molekul air, sehingga kereaktifannya menurun.
( Tim Kimia Organik.2013 : 38 )

Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa


menjadi senyawamurni dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan
kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit,
baik menyerap maupun merupakan cuplikan KLT dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofilik seperti lipid-lipid dan
hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat
digunakan untuk mencari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara
kromatografi dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis. Bahan lapis tipis seperti
silika gel adalah senyawa yang tidak bereaksi dengan pereaksi-pereaksi yang lebih
reaktif seperti asam sulfat.
( Fessenden, 2003 )
Kromatografi lapis tipis atau TLC(Thin layer chromatography) seperti halnya
kromatografi kertas, murah dan mudah dilakukan. Kromatografi ini mempunyai satu
keunggulan dari segi kecepatan dan kromatografi kertas. Kromatografi lapis tipis
membutuhkan hanya setengah jam saja, sedangkan pemisahan yang umum pada
kertas membutuhkan waktu beberapa jam. TLC sangat terkenal dan rutin digunakan
di berbagai laboratorium. Media pemisahannya adalah lapisan dengan ketebalan
sekitar 0,1-0,3 mm zat padat adsorben pada lempeng kaca, plastic dan aluminium.
Lempeng yang paling umum digunakan yang berukuran 8x2 inchi. Dan zat padat
yang digunakan adalah alumina, TLC kadang-kadang disebut dengan kromatografi
planar. Tidak ada cara yang mudah dalam mengelusi komponen sampel dari
lempengan (kertas) untuk melintasi sebuah detektor tetapi telah dikembangkan
peralatan untuk mengamati lempengan dengan sifat-sifat sampel seperti itu adsorpsi
sinar UV dan pengedaran.
( Undewood. 2002 : 551 )
Pertimbangan untuk pemilihan pelarut pengembang (aluen) umumnya sama dengan
pemilihan eluen untuk kromatografi kolom. Dalam kromatografi adsorpsi, pengelusi
eluen naik sejalan dengan pelarut (misalnya dari heksana ke aseton, ke alkohol, ke
air). Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan
susunan tertentu. Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang
tiggi. Terdapatnya sejumlah air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan
kromatogram yang tidak diharapkan.
KLT merupakan contoh dari kromatografi adsorpsi. Fase diam berupa padatan dan
fase geraknya dapat berupa cairan dan gas. Zat terlarut yang diadsorpsi oleh
permukaan partikel padat. Kromatografi adsorpsi memiliki beberapa kekurangan,
yaitu : a. pemilihan fase diam(adsorben), b. koefisien distribusi untuk seringkali
tergantung pada kadar total, sehingga pemisahannya kurang sempurna.
( Soebagio,dkk. 2002 : 58-88 )
Secara teori, pemisahan kromatografi yang baik akan diperoleh jika fase diam
mempunyai luas permukaan sebesar-besarnya sehingga terjadi kesetimbangan yang
baik antara fasegas dan fase diam. Persyaratan kedua agar pemisahan baik adalah fase
gerak bergerak dengan cepat sehingga difusi menjadi sekecil-kecilnya.
( Gritter etal . 1991 )

XI. Daftar Pustaka


Fessenden. 2003. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Gritter. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung : ITB
Soebagio,dkk. 2002. Kimia Analitik. Malang : FMIPA UNM
Tim Kimia Organik. 2013. Penuntun Kimia Organik. Jambi : UNJA
Underwood.2002. Analisis Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
Underwood.2006. Analisis Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK KROMATOGRAFI LAPIS
TIPIS : NITRASI FENOL

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS : NITRASI FENOL

A. TUJUAN

1. Memahami prinsip dasar kromatografi lapis tipis (KLT)


2. Memahami pengaruh sutituent terhadap subtitusi elektrofilik pada senyawa
aromatic

B. DASAR TEORI

1. Kromatografi
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan fisik dimana komponen-
komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara dua fasa, dimana salah satu fasa
tesebut adalah suatu lapisan stationer dengan permukaan yang luas, yang lainnya
sebagai fluida yang mengalir lembut disepanjang landasan stationer.[1]
Pemisahan dengan teknik kromatografi didasarkan pada distribusi komponen
zat yang dianalisa (analit) antara dua fasa (fasa gerak dan diam), yang mana
pemisahan komponen terjadi secara difrensial yang dibawa fasa gerak melewati fasa
diam. Fasa gerak dapat berupa cairan (Kromatografi Cair) atau berupa gas
(Kromatografi Gas), sedangkan untuk fasa diam dapat berupa padatan (adsorbs)atau
cairan (partisi). Pembagian kromatografi pada umumnya didasakan pada fasa gerak
yaitu kromatografi cair dan kromatografi gas sehingga ada empat jenis kromatografi
seperti berikut[2]:
1. Fasa gerak cair dan fasa diam cair
Contoh: kromatografi kertas, kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC)
2. Fasa gerak cair dan fasa diam padat
Contoh: Komatogafi lapis tipis (KLT/TLC), Kromatografi kolom
3. Fasa gerak gas dan fasa diam cair
Contoh: Kromatografi gas cair (GLC/GC)
4. Fasa gerak gas dan fasa diam padat
Contoh: Kromatografi gas padat (GSC)
Perkembangan selanjutnya, teknik kromatografi dijalankan dengan manipulasi
perbedaan aktifitas sifat-sifat fisik dari zat-zat yang menyusun suatu sampel (analit)
yang akan dipisahkan antara fasa gerak dan fasa diam yaitu:

1. Sifat adsorbsi
2. Sifat pertukaran ion (ion exchange)
3. Kelarutan/kepolaran/titik didih
4. Ukuran partikel dengan cara gel permeabilitas dan gel filtrasi
5. Afinitas kimia (enzimatik)
6. Pertukaran ion dengan fasa diam esin (ion exchange chromatography)[3]
Jika fase gerak digerakkan melalui fase diam untuk menghasilkan pemisahan
kromatografi, proses ini dikenal sebagai pengembangan. Setelah senyawa-senyawa
dipisahkan dengan pengembangan, hasilnya dideteksi atau divisualisasi
(ditampakkan). Jika senyawa-senyawa yang dipisahkan benar-benar dikeluarkan dari
system, maka senyawa itu telah dielusi atau elusi telah terjadi. Senyawa yang
dipisahkan biasanya disebut linarut, atau secara kelompok disebut cuplikan. Hasil
dari keseluruhan tersebut disebut dengan kromatogram.[4]
2. KLT
Pemilihan teknik kromatografi dalam pemisahan senyawa, didasarkan pada
sifat kelarutan dari senyawa yang akan dipisahkan. Kromatogafi Lapis Tipis (KLT)
atau TLC (Tin Layer Chomatogaphy) digunakan untuk preparative atau memisahkan
senyawa-senyawa dalam jumlah kecil. Teknik KLT menggunakan adsorben yang
disalutkan pada suatu lempeng kaca sebagai fase stationernnya dan pengembangan
kromatogram terjadi ketika fase mobil tetapis melewati adsorben itu.[5]
Absorben yang sangat umum digunakan adalah silikagel dan alumina dan
ditambah dengan kalsium sulfat untuk jadi perekat pada plat kaca atau porselen
dengan ukuran 20 x 20 cm. Prosedurnya adalah sampel yang akan dipisahkan
ditotolkan dengan pipa kapiler pada KLT lalu dimasukkan dalam chamber yang berisi
eluen yang sebelumnya telah ditutup sebentar agar uapnya jenuh.
3. Subtitusi Elektrofilik Aromatik
Reaksi yang paling utama dari senyawa aromatik adalah reaksi substitusi
aromatik elektrofilik digambarkan sebagai (E+) yang akan bereaksi dengan cincin
aromatik dengan mengantikan 1 atom hidrogen. Banyak subtituen yang dapat
bereaksi dengan senyawa aromatik melalui reaksi sutitusi elektrofilik. Senyawa
aromatic dapat bereaksi dengan halogen, nitrat, sulfonat, alkil, dan aril. Reaksi
subtitusi elektrofilik aromatic mampu menghasilkan berbagai macam senyawa
aromatic tersubtitusi. [6] Contoh reaksi substitusi yang khas pada benzena:

Kebanyakan dari reaksi ini dilaksanakan pada suhu diantara 0° dan 50°C,
tetapi kondisinya dapat lebih lembut atau lebih keras jika sudah ada substituen lain
pada cincin benzena. Demikian juga, kondisi biasanya disesuaikan apakah satu atau
lebih substituen yang ingin disubstitusikan.
Aromatisasi benzene menyajikan suatu kesetabilan yang unik pada system pi,
dam benzene tidak menjalani kebanyakan reaksi yang khas bagi alkena. Meskipun
demikian benzene tidaklah sekali-kali lamban (inert). Pada kondisi yang tepat
benzene mudah bereaksi subtitusi elektrofilik aromatic.[7]
4. Ekstraksi Pelarut
Ekstraksi pelarut merupakan pemisahan satu komponen dari campuran
dengan melarutkannya dalam pelarut, tetapi komponen lainnya tidak dapat dilarutkan
dalam pelarut tersebut. Proses ini biasanya dilakukan dalam fase cair, sehingga
disebut juga ekstraksi cair-cair. Dalam ekstraksi cair-cair, larutan yang mengandung
komponen yang diinginkan harus bersifat tak campur dengan cairan lainnya. Senyawa
organic yang terdapat dalam larutan ataupun pada jaringan tumbuhan dan hewan
dapat ditarik dengan teknik ekstrasi dengan menggunakan pelarut seperti n-heksana,
ligroin, eter, kloroform, metilen klorida, methanol dan lain lain. Pemilihannya
tergantung dari sifat bahan yang akan dipisahkan.[8]
Penggunaan corong pemisah adalah untuk mengekstraksi senyawa organik
yang terlarut dalam suatu pelarut dengan pelarut lainnya dan antara pelarut tidak
saling melarutkan. Dengan demikian akan membentuk dua lapisan dan senyawa
organik yang diinginkan dapat diambil, tanpa terkotori oleh zat lain. Teknik ekstraksi
hanya dapat dilakukan bila senyawa yang akan diekstraksi kelarutannya lebih besar
dalam pelarut pengekstraksi atau koofesien distribusinya (KD) lebih besar serta antara
kedua pelarut tidak campur.[9]
5. Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang
memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus
hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol juga merujuk pada
beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus hidroksil.
Fenol murni berbentuk Kristal yang tak berwarna, sangat berbau dan
mempunyai sifat antiseptic. Fenol agak larut dalam air dan sebaliknya sedikit air
dapat juga larut dalam fenol cair, karena bobot molekul air itu rendah dan turun titik
beku molal dari fenol itu tinggi, yaitu 7,5 maka campuran fenol dengan 5-6% air telah
terbentuk cair pada temperature biasa. Larutan fenol dalam air disebut air karbol atau
asam karbol.
Sifat kimia dari fenol adalah fenol tidak dapat dioksidasi menjadi aldehid atau
keton yang jumlah atom C-nya sama, karena gugus OH-nya terikat pada suatu atom C
yang tidak mengikat atom H lagi. Jadi fenol dapat dipersamakan dengan alkanol
tersier. Sedangkan, jika direaksikan dengan H2SO4 pekat tidak membentuk ester
melainkan membentuk asam fenolsulfonat ( o atau p). Dengan HNO3 pekat dihasilkan
nitrofenol dan pada nitrasi selanjutnya terbentuk 2,4,6 trinitrofenol atau asam pikrat.
Larutan fenol dalam air bersifat sebagai asam lemah sehingga akan mengion, oleh
karena itu fenol dapat bereaksi dengan basa dan membentuk garam fenolat.[10]
Ikatan sp2 lebih kuat jika dibandingkan dengan ikatan kabon sp3, oleh karena
itu ikatan C-O dari suatu fenol tidak mudah untuk diputuskan. Fenol tidak mengalami
reaksi SN1, SN2, ataupun reaksi eliminasi seperti alcohol. Meskipun ikatan C-O pada
fenol sulit untuk diputuskan tapi ikatan OH mudah putus. Fenol dengan pKa = 10,
merupakan asam yang lebih kuat dari pada alcohol maupun air.[11]
6. Analisa Bahan
a. HNO3 pekat : cairan, tidak berasa, baunya sangat tajam (pedas), tidak berwarna
sampai kuning cerah, tidak mudah tebakar, cairan korosif, agen pengoksidasi,
beracun, sangat berbahaya jika kontak langsung dengan mata, kulit dan tertelan. Seta
sedikit berbahaya jika terhirup
b. Metilen klorida : cairan, tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna,
kemungkinan mudah terbakarjika pada temperature tinggi, tidak korosif , sangat
berbahaya jika kontak langsung dengan mata, terhirup dan tertelan, dan jika kontak
dengan kulit

c. Natrium sulfat : rasanya pahit tidak berbau, warnanya putih, tidak korosif, tidak
mudah terbakar, berbahaya jika kontak langsung dengan kulit, tertelan dan terhirup.

d. Iod : padatan, berbau tajam, tidak berasa, sangat korosif, tidak


mudah terbakar, berbahaya jika kontak langsung dengan mata, kulit, tertelan dan
terhirup

e. Fenol : berbau tajam, berasa panas (membakar), tidak berwarna sampai


dengan warna pink terang, korosif, kemungkinan terbakar saat temperature tinggi,
sangat bevbahaya jika kontak langsung dengan mata, kulit, tertelan dan terhirup.

f. Benzene : cairan berbau tajam, tidak berasa, tidak berwarna sampai


kuning terang, tidak korosif, mudah terbakar, sangat berbahaya jika kontak langsung
dengan kulit.[12]
C. ALAT DAN BAHAN
Alat:

1. Thermometer
2. Erlenmeyer
3. Plat KLT
4. Pipa kapiler
5. Pengaduk
6. Labu spiritus, kasa, kaki tiga
7. Gelas beker
8. Corong pisah
9. Chamber KLT
10. Statif, klem
Bahan :

1. Asam nitrat pekat


2. Asam sulfat pekat
3. Metilen klorida
4. Natrium sulfat
5. Iod
6. Fenol
7. Benzene
8. Aquades
9. Air es
E. HASIL PENGAMATAN
1. Nitrasi Fenol
No Pertanyaan Pengamatan
1 Pencampuran asam nitrat, Terjadi panas (reaksi
aquades dan asam sulfat eksotermis), larutan
pekat (larutan A) berwarna bening
2 Setelah didinginkan 5°C Suhu turun/dingin,
larutan bening
3 Pencampuran larutan A + Larutan bening +
fenol kristal fenol
putih hitam (ada
endapan). Panas, ada bau.
4 Setelah suhu dijaga 20- Suhu turun, warna tetap
25°C selama 15 menit hitam fenol larut dalam
larutan A
5 Setelah suhu dijaga 30- Suhu naik, warna tetap
35°C selama 15 menit hitam fenol larut dalam
larutan A
6 Setelah penambahan air es Larutan menjadi dingin,
warna tetap hitam dan
kental
7 Setelah ekstraksi dengan Terbentuk 2 lapisan,
corong pisah lapisan coklat (atas) dan
hitam (bawah)

2. Analisis Produk dengan KLT


No Pertanyaan Pengamatan
1 Berapa noda yang tampak setelah Dua noda (orange dan coklat)
diuapi iod?
2 Berapa harga Rf masing-masing? Orange= 0,15 dan coklat=0,086

Rumus yang digunakan untuk menghitung Rf:

F. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini kita melakukan 2 langkah umum yang saling berkaitan 1
sama lain, yaitu nitrasi fenol dan pengujian produk dengan kromatografi lapis tipis.
Pada nitrasi fenol, dicampurkan asam nitrat pekat dengan aquades lalu ditambahkan
asam sulfat pekat dan dinginkan, hal ini dimaksudkan untuk membuat larutan A yang
akan dicampur dengan fenol. Asam sulfat disini betindak sebagai katalis asam lewis
yang akan mempecepat tejadinya reaksi. Dalam reaksi ini yang betindak sebagai
elektrofilik adalah +NO2. Asam sulfat mampu merebut suatu gugus hidroksil dari
dalam asam nitrat sehingga dihasilkan +NO2, yang merupakan elektrofil. Elektrofil ini
dapat menyerang electron pi pada suatu cincin benzene untuk menghasilkan
karbokation yang terstabilkan oleh resonansi. Asam nitat pekat dicampur dengan
aquades agar konsentrasinya tidak terlalu pekat. Dalam percobaan ini juga djaga agar
suhu hanya 50C hal ini bbetujuan untuk menjaga tingkat keasaman dalam larutan,
menjaga agar asamsulfat tetap hanya bertindak sebagai katalis.

Setelah larutan dicampurdengan fenol, larutan yang awalnya berwarna bening


berubah menjadi berwarna hitam dan timbul bau yang menyengat. Suhu didalam
Erlenmeyer dijaga pada suhu uangan yaitu berkisar 20-250C, hal ini agar fenol larut
sempurna dalam larutan A. Seperti kita tahu fenol memiliki kemungkinan terbaka pda
suhu tinggi, untuk itu sebelum suhu dinaikkan terlebih dahulu diaduk dan didiamkan
selama 15 menit aga fenolnya melarut secara sempurna. Setelah itu, suhu dinaikkan
hingga 30-350C, hal ini bertujuan untuk mempercepat reaksi dan diamkan 15 menit
agar reaksi berlangsung sempurna. Selanjutnya, ditambahkan air es yang betujuan
untuk menurunkan suhu dalam larutan dan menghentikan reaksi.

Larutan ini kemudian diekstraksi dengan metilen klorida di dalam corong


pisah hingga terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna merah kecoklatan dan lapisan
bawah berwarna hitam. Kedua lapisan ini dapat terbentuk karena adanya perbedaan
massa jenis dari kedua senyawa. Tujuan penambahan metilen klorida saat ekstraksi
adalah untuk memisahkan larutan nitrofenol dengan air. Lapisan atas larutan yang
telah diekstraksi ditambahkan dengan Na2SO4 yang bertujuan untuk mengikat air
yang masih ada dalam larutan. Kemudian diuapkan untuk memperoleh hasil nitrasi
fenol.

Langkah selanjutnya adalah pengujian produk dengan kromatografi lapis tipis.


Sebelumnya, chamber diiisi dengan benzene dan selanjutnya ditutup agar jenuh
dengan benzene. Setelah didapatkan fase organic dr nitrasi fenol, produk nitrasi fenol
tersebut ditotolkan pada lempeng tips silica gel dan dimasukkan kedalam chamber,
dielusi dengan eluen benzene dan dihentikan jika eluen telah mencapai garis batas
atas. Setelah kromatogram dikeringkan selanjutnya diuapkan dengan iod, hal ini
bertujuan untuk menegaskan warna yang terdapat dalam kromatogram. Setelah
didapatkan warna dihitung Rf nya dan didapatkan harga Rf = 0,15 (orange) dan
Rf=0,086 (coklat).

Suatu elektrofil dapat menyerang electron pi suatu cincin benzene pada


percobaan ini didapat:

Hasil dari reaksi diatas adalah o-nitrofenol, hasil reaksi dapat berupa o-nitrofenol, p-
nitrofenol. Fenol merupakan pengarah orto para sedangkan NO2 merupakan pengarah
meta. Tapi disini NO2 hanya bertindak sebagai elektrofil, sehingga produk yang
dibentuk akan lebih dominan o-nitrofenol dan p-nitrofenol.
Dengan adanya gugus pendorong maka akan menyebabkan keasaman fenol menjadi
berkurang, karena gugus pendorong akan mengumpulkan (mengonsentrasikan)
muatan negative, keadaan ini menyebabkan cincin jadi kurang stabil sehingga
kekuatan asamnya lemah. Sedangakan gugus penarik sebaliknya akan menyebabkan
keasaman fenol bertambah, karena gugus penarik akan
mendispersikan(memancarkan) muatan negative, keadaan ini menyebabkan cincin
menjadi lebih stabil sehingga kekuatan asamnya semakin kuat. Jadi pada percobaan
ini o-nitrofenol dan p-nitrofenol yang dihasilkan memiliki kekuatan asam yang lebih
tinggi jika dibanding fenol, karena adanya gugus penarik electron yaitu NO2.

G. KESIMPULAN
1. Prinsip dasar kromatografi lapis tipis adalah distribusi komponen sampel antara dua
fase berdasarkan perbedaan kecepatan perpindahan masing-masing komponen, yakni
fase diam dan fase gerak. Adsorben padat pada percobaan ini adalah lempeng tipis
silica gel dan bertindak sebagai fasa diam, sedangkan eluen benzene bertindak
sebagai fasa gerak.
2. Didapatkan hasil Rf adalah orange= 0,15 dan coklat=0,086.
3. Adanya subtituen NO2 yang merupakan gugus penarik electron menyebabkan cincin
lebih stabil sehingga kekuatan asamnya juga meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2013). Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Semarang: Laboratorium Pendidikan


Kimia Jurusan Tadris Kimia FITK IAIN Walisongo.

Basset, J dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anoganik. ( alih bahasa: A.
Handyana P dan L Setiono). Jakata: EGC

Basset, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, J. Mendham, Alih bahasa: Hadyana Pudjaatmaka dan L.
Setiono. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Ed. 4.
Jakarta: EGC.

Fesenden, R.J dan J.S.Fesenden.1982.Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga

Gritter, Roy J., James M. Bobbitt, Arthur E. Schwarting, 1991, Pengantar


Kromatografi, edisi kedua, Bandung : ITB

HAM, Mulyono. (2009). Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hart, Harold, dkk. (2003). Kimia Organik: suatu kuliah singka. Jakarta: Erlangga.

Ibrahim, Sanusi dan Marham Sitorus. (2013). Teknik Laboratorium Kimia Organik.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

M. Keulemans.A.I, 959, Gas Chromatography, Edisi ke 2, Reinhold Publishing Corp: New


Yok.

Riswiyanto.2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga

Wonorahardjo, Surjani. (2013). Metode-metode Pemisahan Kimia. Jakarta: Indeks.

Semarang, 30 Mei 2014


Mengetahui,

Dosen Pengampu Praktikan

(R.Arizal Firmansyah, M.Si)


(Munadhiroh)

[1] M. Keulemans.A.I, 959, Gas Chromatography, Edisi ke 2, Reinhold


Publishing Corp: New Yok. Hal.2

[2] Sanusi Ibrahim dan Marham Sitorus,2013, Teknik Laboratorium Kimia


Organik, Yogyakarta:Graha Ilmu. Hal.19-20

[3] Sanusi Ibrahim dan Marham Sitorus,2013, Teknik Laboratorium Kimia


Organik, Yogyakarta:Graha Ilmu, Hal.20

[4] Roy J. gritter, James M. Bobbitt, Arthur E. Schwarting, 1991, pengantar


kromatografi, edisi kedua, Bandung : ITB. Hal.5

[5] J. Basset, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif
Anoganik. ( alih bahasa: A. Handyana P dan L Setiono). Jakata: EGC. Hal.228

[6] Riswiyanto.2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga. Hal. 144

[7] R.J.Fesenden dan J.S.Fesenden.1982.Kimia Organik. Edisi Ketiga.


Jakarta: Erlangga. Hal.466

[8] Sanusi Ibrahim dan Marham Sitorus,2013, Teknik Laboratorium Kimia


Organik, Yogyakarta:Graha Ilmu. Hal.10
[9] Sanusi Ibrahim dan Marham Sitorus,2013, Teknik Laboratorium Kimia
Organik. Hal.10

[10] Riswiyanto.2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga. Hal. 343-347

[11]R.J.Fesenden dan J.S.Fesenden.1982.Kimia Organik. Edisi Ketiga.


Jakarta: Erlangga. Hal.485

[12] Petunjuk Praktikum Kimia Organik . Semarang: Laboratorium Tadris Kimia


Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Diposting oleh Muna Chasa di 05.42

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan


ke Pinterest

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi

komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip

ini. Kromatografi juga merupakan pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa

murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu, kemurnian bahan atau komposisi

campuran dengan kandungan yang berbeda dapat dianalisis dengan benar. Tidak

hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan dan lingkungan, tetapi juga kontrol

dan optimasi reaksi kimia dan proses berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas

material. Teknologi yang penting untuk analisis dan pemisahan preparatif pada

campuran bahan adalah prinsip dasar kromatografi. Pemisahan senyawa biasanya

menggunakan beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi

sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan.

Kromatografi kertas merupakan salah satu bagian dari tehnik pemisahan

kromatografi yang paling sederhana, dan merupakan cara klasik. Dalam pemisahan

menggunakan tehnik pemisahan kromatografi kertas pada dasarnya didasarkan pada

prinsip adsorpsi fase diam terhadap fase gerak, dimana yang menjadi fase diamnya

adalah kertas yang mengandung serat selulosa, sedangkan yang menjadi fase
geraknya (mobile) adalah eluen yang digunakan untuk setiap spesifikasi campuran

yang akan dipisahkan.

Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau

kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak

mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam

campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda.

Kita akan membahasnya lebih lanjut. Pelaksaanan kromatografi lapis tipis

menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang seragam pada sebuah

lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silika (atau alumina)

merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga

mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet,

alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran

pelarut yang sesuai.

Dalam percobaan ini yang kami lakukan pada kali ini adalah kromatografi

kertas dan kromatografi lapis tipis. Penjelasan tentang kromatografi kertas dan

kromatografi lapis tipis akan dibahas pada praktikum ini agar mahasiswa dapat

mengetahui dan memahami langkah-langkah dalam melakukan pemisahan dengan

metode kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, agar kita dapat

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum pada percobaan ini adalah sebagai berikut :


1. Dapat mengetahui dan memahami teknik pemisahan dengan metode kromatografi

kertas dan metode kromatografi lapis tipis.

2. Dapat melakukan pemisahan logam-logam Fe3+, Cu2+, Mn2+, dan Ni2+ atau protein /

karbohidrat dalam campuran dengan teknik kromatografi kertas dan teknik

kromatografi lapis tipis.

3. Dapat menentukan komponen-komponen yang dipisahkan dengan teknik

kromatografi kertas dan teknik kromatografi lapistipis serta dapat mengidentifikasi

unsur yang dipisahkan berdasarkan nilai RF masing – masing.

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip percobaan ini pemisahan dilakukan berdasarkan pemisahan partisi

dimana migrasi deferensial karena perbedaan koefisien distribusi dari masing –

masing sampel, yaitu perbedaan migrasi analit dalam dua fase yaitu fase diam dan

fase gerak, dimana analit yang menyukai fase gerak maka laju alirnya (Rf) akan

besar, dan sebaliknya bila analit menyukai fase diam maka laju alirnya (Rf) akan

kecil.

BAB II

TEORI PENDUKUNG
2.1 Kromatografi Kertas

Kromatografi adalah suatu istilah umumnya digunakan untuk bermacam-

macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu rasa

gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan rasa diam yang juga bias berupa cairan

ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903,

mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom

yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk

melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu

yang hampir bersamaan, Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan

fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan

yang menjelaskan tentang proses kromatografi. Penyelidikan tentang kromatografi

kendor untuk beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk

kromatografi padatan cair (LSC). Kemudian pada akhir tahun 1930 an dan permulaan

tahun 1940 an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis

(TLC) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber,dan kemudian

diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958 (Effendy, 2004).

Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada

proses elusi bagi larutan umpan untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi

antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen.

Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi

dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Untuk mengetahui sejauh mana

pengaruh tersebut maka dalam penelitian ini dikaji pengaruh jumlah umpan dan laju
alir eluent terhadap pemisahan sukrosa dari tetes tebu. Evaluasi terhadap pemisahan

sukrosa diamati melalui parameter kadar sukrosa, gula reduksi, abu (Kurniawan,

2004).

Pengaruh luas penampang kertas elektroforesis adalah berbanding terbalik.

Semakin kecil luas penampang, lintasan yang ditempuh semakin jauh. Hal ini

disebabkan olehkecilnya gesekan dan daya adsorpsivitas kertas elektroforesis. Jika

kekuatan ion semakin tinggi, lintasanyang ditempuh semakin jauh dan lebih cepat.

Hal ini akibat dari daya tarik antara ion dengan elektroda yang semakin kuat.

Kenaikan suhu akanmeningkatkan mobilitas ion, namun jika suhu terlalu tinggi akan

terjadi penguapan elektrolit sepanjang kertas yang mengakibatkan kertas menjadi

kering dan bahkan terbakar. Kekentalan yang tinggi dapat menyebabkan terbatasnya

kemampuan gerak senyawa ion dan senyawa sukar membentuk ion (Sulaiman, 2007).

Penentuan kadar glukosa dan fruktosa dengan kromatografi ini juga harus

mempertimbangkan berbagai hal antaralain pemilihan detektor, kolom, pemilihan

eluen, laju alir eluen serta suhu kolom. Ini disebabkan karena hal-hal tersebut dapat

mempengaruhi resolusi dari tiap-tiap komponen. Bila dua puncak kromatografi dari

dua komponen terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua komponen tersebut

sempurna. Pemisahan masing-masing komponen dengan menggunakan alat KCKT

harus dilakukan pada kondisi optimum. Pemisahan yang baik adalah bila

kromatogram masing-masing komponen tidak saling tumpang tindih (Ratnayani,

2008).
2.2 Kromatografi Lapis Tipis

Pemisahan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digunakanuntuk

mencari fase gerak yang terbaik yang akan digunakan dalam kromatografi kolom.

Fase diamyang digunakan pada KLT adalah silika gelGFdan sebagai fase gerak

digunakan nheksana,kloroform, etil asetat dan n-butanol.Bejana kromatografi

sebelum digunakan untukelusi, terlebih dahulu dijenuhkan dengan fasegeraknya.

Sedikit fraksi positif flavonoid yaitufraksi n-heksana dilarutkan dengan

pelarutnya(eluen yang akan dipakai) kemudian ditotolkanpada plat kromatografi lapis

tipis denganmenggunakan pipa kapiler. Setelah kering laludimasukkan dalam bejana.

Bila fase gerak telahmencapai batas yang ditentukan, plat diangkat,dan dikeringkan di

udara terbuka. Sebagaipenampak noda digunakan asam sulfat. Nodayang terbentuk

diamati dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm kemudian dihitung Rf-nya (Asih,

2009).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada hari Sabtu, 9 Mei 2015 pada pukul

08:00 – 12:00 WITA dan bertempat di Laboratorium Pengembangan Unit Kimia

Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, Kertas saring whatman,

Chamber, Silinder kaca, Cawan petri, Pipet volume 25 mL, Pipet tetes, Pentotol,

Filler, Mistar, Pensil, Gegep dan Spektrofotometri UV-Vis.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu:

1) Untuk Pemisahan Ion Logam

a. Cuplikan yang mengandungMn2+, Pb2+dan Hg2+ untuk kromotografi kertas.

b. Cuplikan yang mengandung Pb2+, Mn2+dan Hg2+ untuk kromotografi lapis tipis.

c. Larutan standar dalam bentuk klorida dari ion-ion yang akan dipisahkan (4 mg/mL).
d. Fase gerak (eluen) campuran aseton – HCl (9:1) untuk kromatografi kertas.

e. Fase gerak (etilasetoasetat 10 % + butanol 75 % + aquades 15 % + asam asetat

glasial sampai pH 3,5 – 5 atau piridin + aquades 10:1) untuk kromatografi lapis tipis.

f. Penampak noda (asam sulfat 10% atau benzil) untuk kromatografi kertas.

g. Penampak noda K2CrO4 1 M (dielusi ulang) untuk kromotografi lapis tipis.

2) Untuk Pemisahan Karbohidrat

a. Cuplikan yang mengandung cuplikan karbohidrat (Sukrosa, laktosa dan madu)

b. Larutan standar karbohidrat yang akan dipisahkan masing – masing dengan

konsentrasi 4 mg/mL

c. Larutan penampak (H2SO4 10 %)

d. Eluen, campuran aseton + air (9:1)

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Prosedur Kerja Kromatografi Kertas.

1) Disiapkan bejanana kromatografi (chamber) isi dengan fase bergerak (eluen) sampai

ketinggian 0,5 cm dari dasar wadah.

2) Disiapkan kertas saring whatman dengan ukuran 7,5 x 15 cm dua lembar.

3) Dibuat garis batas (secara melintang) dengan pensil sekitar 1,5 cm dari pinggir

bawah kertas dan 1,5 cm dari pinggir atas kertas.

4) Diukur melintang (buat titik) 1,5 cm dari tepi kiri dan 1,5 cm dari tepi kanan kertas.

Jarak diantara kedua titik dibagi dua, lalu ditengah kertas diberi tanda untuk batas

penotolan larutan sampel yang akan dipisahkan dengan larutan standar.

5) Disiapkan pipa kapiler yang bersih untuk penotolan sampel dan standar.
6) Dilakukan penotolan sampel dan standar pada kertas yang telah dibatas pada

masing-masing bagian.

7) Setelah penotolan (setelah kering) kertas selulosa diikat ujungnya dengan benang

dan dimasukan kedalam wadah kromatografi untuk proses elusi. Kertas tercelup eluen

dibawah garis batas bawah kertas.

8) Diangkat setelah fase gerak (eluen) mencapai garis batas atas. Kertas dikeringkan di

udara bebas.

9) Dimasukan ke spektroskopi UV dan diukur jarak setiap warna dari garis bawah

kertas. Lalu hitung Rf dari masing-masing komponen yang terpisah.

10) Dibandingkan hasil yang diperoleh dari data yang terdapat diliteratur.

3.3.2 Prosedur Kerja Kromatografi Lapis Tipis.

1) Diisi bejana kromatografi (chamber) dengan fasa gerak (eluen) sampai ketinggian 1

cm dari dasar wadah.

2) Disiapkan plat KLT dengan ukuran 7,5 x 15 cm dua lembar.

3) Dibuat garis batas (secara melintang) engan pensil sekitar 1,5 cm dari pinggir

bawah kertas dan 1,5 cm dari pinggir atas kertas.

4) Dibuat melintang titik 1 cm dari tepi kiri dan 1 cm dari tepi sekitar 6 titik untuk

menotolkan standar sampel.

5) Disiapkan pipa kapiler bersih untuk penotolkan sampel.

6) Dilakukan penotolan sampel dan standar pada plat KLT yang telah diberi tanda.
7) Dimasukan plat KLT dalam bejana (chamber) yang telah disiapkan, kemudian

chamber ditutup.

8) Dikeringkan plat dengan cara dikeringkan diudara.

9) Setelah kering, plat diwarnai dengan larutan pewarna yang sesuai dan plat

dikeringkan.

10) Diamati noda yang terbentuk dan tentukan nilai Rf dari masing-masing komponen

yang terpisah.

11) Dibandingkan hasil yang diperoleh dengan data dari literatur.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil Pengamatan

4.1.1 Kromatografi Kertas

Tabel.1 Pemisahan Logam Hg2+, Mn2+, Pb2+ dan Campuran


No. Perlakuan Pengamatan
2+ 2+
1. Larutan standar logam Hg , Mn , Warna larutan bening
2+
Pb dan Campuran dimasukkan
dalam botol larutan
2. Totolan Warna tidak tampak
2+
1. Hg
2. Mn2+
3. Pb2+
4. Campuran logam
Masing-masing ditotolkan pada
kertas whatman
3. Kertas whatman dimasukkan ke Terjadi elusi
dalam chamber yang berisi eluen
(fasa gerak)
4. Kertas whatman dikeluarkan lalu Sampel tampak yaitu Pb2+, Mn2+,
dikeringkan kemudian diberikan sinar Cu2+, Hg2+ dan Campuran logam
tampak UV

Tabel.2 Pemisahan Karbohidrat


No. Perlakuan Pengamatan
1. Larutan standar karbohidrat (laktosa, Warnanya bening
sukrosa, dan sampel campuran)
dimasukkan dalam gelas kimia
2. Totolan Warna tidak tampak
1. laktosa
2. sukrosa
3. madu
4. sampel campuran
Masing-masing ditotolkan pada
kertas whatman
3. Kertas saring dimasukkan ke dalam Terjadi elusi
chamber yang berisi eluen (fasa
gerak)
4. Kertas saring dikeluarkan lalu Tidak ada noda yang tampak
dikeringkan kemudian diberikan
sinar tampak UV

4.1.2 Kromatografi Lapis Tipis

Tabel.3 Pemisahan Logam Hg2+, Mn2+, Pb2+dan Campuran


No. Perlakuan Pengamatan
2+ 2+
1. Larutan standar logam Pb , Mn , Warna larutan bening
2+ 2+
Cu , Hg dan Campuran
dimasukkan dalam gelas kimia
2. Totolan Warna tidak tampak
1. Hg2+

2. Mn2+

3. Pb2+

4. Campuran

Masing-masing ditotolkan pada plat


KLT
3. Plat KLT dimasukkan ke dalam Terjadi elusi
chamber yang berisi eluen (fasa
gerak)
4. PlatKLTdikeluarkan lalu dikeringkan Sampel tampak yaitu Hg2+, Mn2+, Pb2+
kemudian diberikan sinar tampak UV dan Campuran logam

Tabel .4 Pemisahan Karbohidrat


No. Perlakuan Pengamatan
1. Larutan standar karbohidrat (laktosa, Warnanya bening
sukrosa, madu dan sampel campuran)
dimasukkan dalam botol larutan
2. Totolan Warna tidak tampak
1. Laktosa
2. Sukrosa
3. Madu
4. Campuran
Masing-masing ditotolkan pada plat
KLT
3. Plat KLT dimasukkan ke dalam Terjadi elusi
chamber yang berisi eluen (fasa
gerak)

4. Plat KLT dikeluarkan kemudian Sampel tampak yaitu sukrosa dan


dikeringkan lalu diberikan sinar laktosa
tampak UV

4.2 Reaksi Lengkap


H2SO4 + Pb2+ MnSO4 + 2H+

H2SO4 + Hg2+ HgSO4 + 2H+

4.3 Perhitungan

4.3.1 Kromatografi Kertas

1) Untuk Pemisahan Ion Logam

Jarak eluen = 7,9 cm

Jarak ion logam Hg2+ = 0 cm

Jarak ion logam Mn2+ = 0 cm

Jarak ion logam Pb2+ = 0 cm

Jarak campuran = 2,2 cm

Nilai Rf masing-masing sampel = ?

Penyelesaian :

a)

b)

c)

d) Nilai Rf campuran :

2) Untuk Pemisahan Karbohidrat

Jarak eluen = 7,9 cm

Jarak laktosa = 0 cm

Jarak sukrosa = 0 cm
Jarak madu = 0 cm

Jarak campuran = 3,1 cm

Nilai Rf masing-masing sampel = ?

Penyelesaian :

a)

b)

c)

d) Nilai Rf campuran :

4.3.2 Kromatografi Lapis Tipis

1) Untuk Pemisahan Ion Logam

Jarak eluen = 6,0 cm

Jarak Hg2+ = 3,8 cm

Jarak Mn2+ = 2,8 cm

Jarak Pb2+ = 0 cm

Jarak campuran = 2,8 cm

Nilai Rf masing-masing sampel = ?

Penyelesaian :
a)

b)

c)

d)

2) Untuk Pemisahan Karbohidrat

Jarak eluen = 6,0 cm

Jarak gerak laktosa = 0 cm

Jarak gerak sukrosa = 4,9 cm

Jarak gerak madu = 0 cm

Jarak gerak campuran = 4,0 cm

Nilai Rf masing-masing sampel = ?

Penyelesaian :

4.4 Pembahasan

Kromatografi digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya

menjadi komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan

prinsip yang sama. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan

atau cairan yang didukung pada padatan) dan fase gerak (cairan atau gas). Fase gerak

mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dari campuran


bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda akan bergerak pada laju yang

berbeda pula.

Kromatografi kertas merupakan salah satu bagian dari tehnik pemisahan

kromatografi yang paling sederhana, dan merupakan cara klasik. Pada dasarnya,

teknik kromatografi ini membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase,

yaitu fase diam (selulosa yang mengikat molekul air), dan fase gerak yaitu prlarut

yang sesuai. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat

terlarut lainnya yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut

dibawa melewati media pemisah oleh cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam

dapat bertindak sebagai zat penyerap atau dapat betindak melarutkan zat terlarut

sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak . Dalam penerapan

kromatografi kertas, tehnik pemisahan ini biasanya dipakai untuk memisahkan logam

– logam dari campurannya, misalnya logam – logam yang menjadi pengamatan pada

percobaan ini (Pb2+, Mn2+, Hg2+) dan pemisahan karbohidrat.

Secara fisik kromatografi kertas memiliki teknik-teknik yang sama dengan

kromatografi lapis tipis , tetapi sebenarnya merupakan tipe khusus kromatografi fase

cair-cair. teknik yang sangat sederhana dengan beberapa langkah dalam analisis

kromatografi kertas, meliputi pemilihan dan mempersiapkan kertas saring yakni

lembaran selulosa yang mengandung kelembaban tertentu.

Selanjutnya, dalam tehnik pemisahan kromatografi kertas, logam – logam

tersebut dipisahkan dengan cara menotolkan larutan sample (campuran logam)

bersamaan dengan larutan standar dengan batas yang telah ditentukan pada kertas

kromatografi yang telah di buat, yang selanjutnya digantungkan pada wadah yang
berisi campuran pelarut yang sesuai didalamnya dimana pelarut yang digunakan yaitu

Aseton-HCl 9:1 untuk pemisahan ion logam serta Aseton-Air 9:1 untuk pemisahan

karbohidrat. Selanjutnya dimasukkan dalam bejana atau chamber untuk

mengembangkan kromatogram lalu ditutup wadahnya. Alasan untuk menutup wadah

adalah untuk meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan dengan

uap pelarut.

Tahapan selanjutnya, setelah dibiarkan beberapa saat, lambat laun pelarut

akan bergerak hingga mencapai batas yang telah digariskan pada kertas saring.

setelah dikeluarkan dari dalam wadah, tidak tampak adanya noda-noda olehnya itu

setelah dilakukan pengeringan dengan menggunakan spray maka kertas tersebut

tampaklah bercak-bercak noda, dimana berdasarkan pengamatan setelah dilakukan

pengukuran jarak pada pemisahan ion logam gerak pelarut adalah 7,9 cm dan untuk

jarak noda pada ion Pb2+, Mn2+, Hg2+, berturut-turut adalah 0 cm, 0 cm, dan 0 cm,

sedangkan untuk campuran sampelnya memiliki jarak noda 2,2 cm, sehingga dengan

sendirinya laju alir dari masing-masing komponen dapat langsung ditentukan.

Dapat dilihat pada pengamatan yang dilakukan dimana pada harga Rf

standar Pb2+, Mn2+ dan Hg2+ adalah 0 cm, sedangkan Rf pada campuran sampel

0,2785 cm. Hal ini disebabkan oleh ukuran dari pori – pori kertas yang digunakan

tidaklah sama antara satu dengan yang lain, sehingga dalam pengidentifikasian logam

yang dipisahkan dilakukan dengan membandingkan nilai Rf antara sample dan

standar yang saling mendekati saja.

Proses pengamatan yang kedua setelah melalui analisis yang sama, pada

pemisahan karbohidrat terlihat bahwa jarak noda dari sukrosa adalah 0 cm, jarak noda
laktosa adalah 0 cm dan jarak noda dari madu adalah 0 cm, dan untuk jarak campuran

adalah 3,1 cm, sedangan untuk jarak eluennya adalah 7,9 cm, dengan demikian juga

dapat diketahui nilai Rf untuk pemisahan ini adalah pada sukrosa 0 cm, pada laktosa

0 cm, pada madu 0 cm, sedangkan pada cempuran sampel Rf adalah 0,3924 cm.

Meski kromatografi kertas adalah metode pemisahan yang paling mudah,

namun pada kenyataannya pemisahan dengan metode ini jarang digunakan karena

waktu yang digunakan untuk mengemulsi sangat lama, noda-noda yang diidentifikasi

pun tidak nampak jelas. Hal ini terlihat pada hasil praktikum yang kami lakukan.

Sehingga tidak heran jika pada percobaan ini kami cukup mengalami kendala. Dapat

dikarenakan dari kesalahan metode, kesalahan instrument, dan kesalahan personal.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan suatu teknik kromatografi

sederhana dengan menggunakan lempeng kaca yang ditutupi penyerap bentuk lapis

tipis dan kering seperti silika gel, alumina, selulosa dan poliamida. Teknik

kromatografi lapis tipis ini memiliki kelebihan yang nyata jika dibandingkan dengan

kromatografi kertas yaitu ketajaman pemisahannya yang lebih besar serta

kepekaannya yang lebih tinggi.

Pada dasarnya, teknik kromatografi ini, membutuhkan zat terlarut yang

terdistribusi di antara dua fase, yaitu fase diam (silika gel yang mengikat molekul air),

dan fase gerak yaitu pelarut organik yang sesuai. Fase gerak (eluen) adalah yang

berperan penting pada proses elusi bagi larutan untuk melewati fasa diam (adsorben).

Interaksi antara adsorben dengan eluen sangat menentukan terjadinya pemisahan

komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen sampel secara kromatografi

dipengaruhi oleh laju alir eluen.


Kita akan mengamati distribusi analit di antara dua fase dalam Percobaan

kromatografi lapis tipis, menggunakan Aseton dan HCl dengan perbandingan 9:1

sebagai fase gerak. Dikatakan sebagai fase gerak karena Aseton dan HCl berfungsi

sebagai larutan yang dapat membawa sampel dan mampu menarik sampel yang

ditotolkan pada plat lapis tipis. setelah menyiapkan pelarut yang sesuai perlu pula

disiapkan plat KLT yang diukur terlebih dahulu. Pada pembuatan garis kita

menggunakan pensil, agar tidak terjadi reaksi antara pensil yang digoreskan pada

kertas dengan sampel. Setelah itu, ketiga cuplikan sampel yang mengandung

karbohidrat yaitu laktosa dan sukrosa ditotolkan pada plat KLT kemudian

dikeringkan agar sampel teradsorbsi dengan baik oleh fasa diam serta untuk

mencegah terjadinya rekasi antara sampel dengan pelarut. selajutnya dimasukkan ke

dalam chamber untuk mengembangkan kromatogram (elusi).

Proses elusi sampel bergerak naik dengan adanya gaya kapiler. Senyawa

polar akan melekat lebih kuat pada lempengan dari pada senyawa non polar akibat

interaksi dipol-dipol. Senyawa non polar kurang melekat erat pada fasa diam

sehingga memiliki laju alir yang lebih besar ke atas lempeng begitu sebaliknya

dengan senyawa non polar, dimana jarak tempuh ke atas lempeng merupakan cermin

polaritas senyawa (like dissolved like).

Untuk percobaan kali ini, hanya dilakukan pengamatan pada pemisahan

cuplikan yang mengandung karbohidrat, yakni laktosa dan sukrosa. Eluen yang

digunakan adalah campuran aseton dan air 9:1. Setelah eluen mencapai garis batas

atas yang telah ditentukan, plat KLT kemudian dikeringkan. Proses pengeringan ini
bertujuan agar sampel teradsorbsi dengan baik oleh fasa diam (KLT) serta untuk

mencegah terjadinya rekasi antara sampel dengan eluen (fase gerak) / pelarut. Setelah

proses mengeringkan kromatogram selesai langkah selanjutnya adalah mendeteksi

noda-noda. Tidak munculnya noda dalam percobaan kali ini dapat disebabkan oleh

faktor – faktor yang mempengaruhi nilai Rf, akan tetapi ada juga kemungkinan lain

misalnya noda yang tidak nampak, sehingga untuk menampakkan noda tersebut harus

direaksikan dengan reagen penampak warna berupa ion logam transisi untuk

membentuk kompleks, karena salah satu ciri senyawa kompleks adalah berwarna

akibat adanya bilangan koordinasi dari atom pusatnya. Adapun reagen yang

digunakan sebagai penampak noda yaitu asam sulfat 10%.

Berdasarkan pengamatan setelah dilakukan pengukuran pada pemisahan ion

logam jarak gerak pelarut adalah 6,0 cm dan untuk jarak noda pada ion Pb2+ adalah 0

cm, jarak noda ion Mn2+ dan Hg2+ adalah 2,8 cm, sedangkan untuk campuran

sampelnya memiliki jarak noda 2,8 cm, sehingga dengan sendirinya laju alir dari

masing-masing komponen dapat langsung ditentukan.

Dapat dilihat pada pengamatan yang dilakukan dimana pada harga Rf

standar Pb2+ adalah 0 cm, harga Rf Mn2+ adalah 0,467 dan harga Rf Hg2+ adalah 0,633

cm, sedangkan harga Rf pada campuran sampel 0,467 cm. Hal ini disebabkan oleh

ukuran dari pori – pori kertas yang digunakan tidaklah sama antara satu dengan yang

lain, sehingga dalam pengidentifikasian logam yang dipisahkan dilakukan dengan

membandingkan nilai Rf antara sample dan standar yang saling mendekati saja.
Tahapan selanjutnya yaitu untuk pemisahan karbohidrat, berdasarkan

pengamatan setelah dilakukan pengukuran jarak eluen adalah 0,6 cm, jarak gerak

laktosa adalah 0 cm, jarak gerak sukrosa adalah 4,9 cm, jarak gerak madu adalah 0

cm, sedangkan jarak gerak campuran adalah 4,0 cm. Dengan demikian juga dapat

diketahui nilai Rf untuk pemisahan ini adalah pada sukrosa 0,82 cm, pada laktosa 0

cm, pada madu 0 cm, sedangkan pada cempuran sampel Rf adalah 0,667 cm.

Pada dasarnya, Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan

metode KLT. Nilai Rf tersebut ditentukan dengan membandingkan jarak noda yang

dihasilkan dari migrasi pelarutnya dengan jarak sample/ standar. Dimana jika nilai Rf

nya besar berarti daya pisah zat dengan eluenya maksimum sedangkan jika nilai Rf

nya kecil berarti daya pisah zat yang dengan eluenya minimum, atau apabila analit

lebih menyukai fase gerak maka laju alirnya (Rf) akan besar, dan sebaliknya bila

analit menyukai fase diam maka laju alirnya (Rf) akan kecil (like dissolved like),

maka dapat kita ketahui nilai Rf lebih besar pada campuran sampel sukrosa dan

laktosa dibanding dengan cuplikan dari masing-masing sampel yang mengandung

karbohidrat tersebut.

BAB V
SIMPULAN

Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah :

1. Teknik pemisahan dengan kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis

merupakan teknik pemisahan kromatografi planar dimana zat – zat dipisahkan

berdasarkan perbedaan migrasi solute/ zat terlarut antara dua fase (fase gerak dan fase

diamnya). Pada kromatografi kertas, fase diamnya berupa kertas yang mengandung

selulosa, sedangkan pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya dilapisi dengan plat

tipis (aluminium) sebagai penunjang adsorbennya.

2. Pemisahan logam-logam Pb2+, Cu2+, Mn2+ dan Hg2+ serta pemisahan karbohidrat

dalam campuran larutan dapat dilakukan dengan teknik kromatografi kertas dan

kromatografi lapis tipis.

3. Pada kromatografi kertas, Nilai Rf untuk pemisahan ion logam Pb2+, Cu2+, Mn2+,

dan Hg2+ berturut-turut adalah 0,434 cm, 0,353 cm, 0,151 cm, 0,151 cm. Dan nilai Rf

untuk campuran sampel berturut-turut adalah 0,808 cm, 0,707 cm, 0,606 cm, 0,404

cm. Nilai Rf untuk cuplikan sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,526 cm, dan

0,276 cm. Serta pada campuran sampel Rf untuk sukrosa dan laktosa berturut-turut

adalah 0,605 cm dan 0,197 cm. Pada kromatografi lapis tipis, Nilai Rf untuk cuplikan

sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,373 cm, dan 0,573 cm. Serta pada

campuran sampel Rf untuk sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,417 cm dan

0,641 cm.

DAFTAR PUSTAKA
Asih, I. A. R., Astiti. (2009). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon Dari Kacang Kedelai
(Glycine Max). Jurnal Kimia 3 (1), Januari 2009 : 33-40. Universitas Udayana,Bukit
Jimbaran.

Kurniawan Y., dan Santosa H M. (2004). Pengaruh Jumlah Umpan Dan Laju Alir Eluen Pada
Pemisahan Sukrosa Dari Tetes Tebu Secara Kromatografi (The Effects Of Feed and
Eluent Flow Rate Toward Separation Of Sucrose From Cane Molasses By
Chromatography).Jurnal ILMU Dasar Vol. 5 No. 1

Putra, Effendy De Lux. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi.
Jurnal Kimia Farmasi FMIPA. Universitas Sumatra Utara.

Ratnayani, K, Dwi Adhi, dan Gitadewi. (2008). Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada
Madu Randu dan Madu Kelengkeng DenganMetode Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi. Jurnal Kimia 2 (2) Juli (2008) : 77-86. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

Sulaiman, Hardi G Adang, Aanis Kundari Noor. (2007). Pemisahan dan Karakterisasi Spesi
Senyawa Kompleks Ytrium-90 dan Stronsium-90 Dengan Elektroforesis Kertas. JFN,
Vol.1 No.2 November 2007. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai