Anda di halaman 1dari 6

A.

Tujuan
Mahasiswa mampu monitoring kandungan kimia ekstrak dan fraksi – fraksi dari
ekstrak dengan metode kromatografi lapis tipis.
B. Dasar Teori
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana yang banyak
digunakan,metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang
ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk menotolkan larutan cuplikan
pada kempeng kaca, pada dasarnya menggunakan mikro pipet atau pipa kapiler.
Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam
wadah yang tertutup ( Barseoni, 2005).
Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti
silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan
sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam KLT sering disebut dengan
eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas senyawa dan biasanya merupakan
campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga didapatkan perbandingan
tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error.
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan
dengan kromatografi kolom. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang
digunakan lebih sederhana dan hampir semua laboratorium melaksanakan metode ini.
Kromatografi lapis tipis (KLT) fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada
permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau
pelat plastik. Fase diam pada KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam,
semakin baik kinerja KLT dalam hal efisien dan resolusinya. Penjerap yang paling
sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang
utama adalah pada KLT yaitu adsorpsi dan partisi. Untuk tujuan tertentu, pejerap atau
fase diam dapat dimodifikasi dengan cara pembaceman. Fase gerak dari pustaka dapat
ditentukan dengan uji pustaka atau dengan dicoba-coba karena pengerjaan KLT ini
cukup cepat dan mudah. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut
organik karena daya elusi campuran ini dapat diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi dengan optimal. Dalam pembuatan dan pemilihan fase gerak
yang harus diperhatikan yaitu kemurnian dari eluen itu sendiri karena KLT
merupakan teknik yang sensitif; daya elusi dari pelarut itu juga harus diatur
sedemikian rupa agar harga Rf berkisar antara 0,2-0,8 yang menandakan pemisahan
yang baik; polaritas dari pelarut juga harus diperhatikan agar pemisahan terjadi
dengan sempurna. Ada 2 cara yang digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif
dengan KLT. Pertama, bercak yang terbentuk diukur langsung pada lempeng dengan
menggunakan ukur luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua yaitu dengan
mengorek bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut
dengan menimbang hasil korekan.
Identifikasi secara kulitatif pada kromatografi kertas khususnya kromatografi lapis
tipis dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf merupakan ukuran
kecepatan migrasi suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara
jarak senyawa titik awal dan jarak tepi muka pelarut dari titik awal (ibnu,gholib
2007).
Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.
1. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
2. Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending), atau
dengan cara elusi 2 dimensi.
3. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan
ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam
campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan
efektivitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom,
serta memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat.
Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku.
Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis
kuantitatif dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung pada lempeng
dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometry dan cara
berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang
terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang lain, misalnya dengan metode
spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan dalam
lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan cara
yang non- dekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya
dikerok dan dilakukan analisis lanjutan (Gholib Gandjar, 2007).
2.3 Nilai RF
Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada
permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut sebagai fase
gerak.Rumus:

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut
dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel.
Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah,
begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa
yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf
yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang
harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Ewing Galen
Wood, 1985).

Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang
sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi
dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis ( Handayani, 2008)

Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi


nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf Standart dari senyawa tersebut
maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakteristik yang sama atau mirip.
Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan
senyawa yang berbeda. Namun perbedaan perlakuan dalam percobaan kromatografi
lapis tipis juga akan mempengaruhi nilai Rf sampel yang diidentifikasi (Parmeswaran,
2013).

2.4 Polaritas dalam KLT


Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mencoba-
coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling sederhana
ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat
mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal
(Gholib, 2007).
Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan adanya pelarut
tertentu dapat dilihat sebagai pengabungan 2 interaksi yang saling berkompetisi.
Pertama, gugus polar dalam pelarut dapat berkompetisi dengan analit untuk terikat
pada permukaan silika gel. Dengan demikian, jika pelarut yang sangat polar
digunakan, pelarut akan berinteraksi kuat dengan permukaan silika gel dan hanya
menyisakan sedikit tempat bagi analit untuk terikat pada silika gel. Akibatnya, analit
akan bergerak cepat melewati fasa diam dan keluar dari kolom tanpa pemisahan.
Dengan cara yang sama, gugus polar pada pelarut dapat berinteraksi kuat dengan
gugus polar dalam analit dan mencegah interaksi analit pada permukaan silika gel.
Pengaruh ini juga menyebabkan analit dengan cepat meninggalkan fasa diam.
Kepolaran suatu pelarut yang dapat digunakan untuk kromatografi dapat dievaluasi
dengan memperhatikan tetapan dielektrik (ε) dan momen dipol (δ) pelarut. Semakin
besar kedua tetapan tersebut, semakin polar pelarut tesebut. Sebagai tambahan,
kemampuan berikatan hidrogen pelarut dengan fasa diam harus dipertimbangkan
(Tim Penyusun, 2010).
C. Alat dan Bahan
Alat :
1. Chamber
2. Lempeng KLT
3. Pipet Kapiler

Bahan :

Ekstrak dan fraksi – fraksi dari ekstrak herba ciplukan, n-heksana, etanol, etil asetat.
D. Cara Kerja

Jenuhkan fase gerak Siapkan KLT. Beri tanda Masukan KLT kedalam
pada chamber yang sebagai batas. Totolkan chamber dan amati hingga
berisi campuran n- ekstrak, fraksi etil asetat, fase gerak mengelusi
heksana : etil asetat ( dan masing – masing hingga batas atas.
7:3 ) subfraksi.

Amati perubahan warna Identifikasi senyawa Ambil lempeng dan


pada ssinar tampak dan dengan pereaksi semprot. keringkan. Amati
lampu UV 366 nm. Setelah disemprot, oven lempeng pada sinar UV
Kemudian hitung nilai leempeng pada suhu 254 nm dan 366 nm.
Rfnya. 1100C selama 3 – 5 menit.
DAFTAR PUSTAKA

Bernaseoni,G. 2005. Teknologi Kimia. PT Padya Pranita. Jakarta.

Ewing, Galen Wood. 1985. Instrumental of Chemical Analysis Fifth edition. McGraw-Hill.
Singapore.

Gholib, Ibnu.2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Handayani, 2008. Sintesis Senyawa Flavonoid-α-Glikosida secara Reaksi Transglikosilasi


Enzimatik dan Aktivitasnya sebagai Antioksidan. Vol. 9, No. 1, Januari 2008, hal. 1-4

Anda mungkin juga menyukai