Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN

PRAKTIKUM FITOKIMIA

TUGAS VI

“ UJI KLT DENGAN BERBAGAI ELUEN ”

Nama : Elok Dwi Rosiana

NIM/Kelas : 201510410311139/Farmasi C

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
6.1 TUJUAN

Mahasiswa mampu menjelaskan tentang kaitan antara polaritas eluen dengan harga Rf

6.2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Kromatografi Secara Umum

Kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase yaitu fase


gerak dan fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi
bila molekul-molekul campuran serap pada permukaan partikel-partikel atau
terserap. Pada kromatografi kertas naik, kertasnya digantungkan dari ujung atas
lemari sehingga tercelup di dalam solven di dasar dan solven merangkak ke atas
kertas oleh daya kapilaritas. Pada bentuk turun, kertas dipasang dengan erat
dalam sebuah baki solven di bagian atas lemari dan solven bergerak ke bawah
oleh daya kapiler dibantu dengan gaya gravitasi. Setelah bagian muka solven
selesai bergerak hampir sepanjang kertas, maka pita diambil, dikeringkan dan
diteliti. Dalam suatu hal yang berhasil, solut-solut dari campuran semula akan
berpindah tempat sepanjang kertas dengan kecepatan yang berbeda, untuk
membentuk sederet noda-noda yang terpisah. Apabila senyawa berwarna, tentu
saja noda-nodanya dapat terlihat (Consden, Gordon dan Martin 1994).

Consden, Gordon dan Martin, memperkenalkan teknik kromatografi


kertas yang menggunakan kertas saring sebagai penunjang fase diam. Kertas
merupakan selulosa murni yang memiliki afinitas terhadap air atau pelarut polar
lainnya. Bla air diadsorbsikan pada kertas, maka akan membentuk lapisan tipis
yang dapat dianggap analog dengan kolom. Lembaran kertas berpran sebgai
penyngga dan air bertindak sebagai fase diam yang terserap diantara struktur pori
kertas (Consden, Gordon dan Martin 1994).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adakah suatu teknik yang sederhana


yang banyak digunakan,metode ini menggunakan lempeng kaca atau
lembaran plastik yang ditutupi penyerap atau lapisan tipis dan kering. Untuk
menotolkan karutan cuplikan pada kempeng kaca, pada dasarya menggunakan
mikro pipet atau pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup
dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup ( Barseoni, 2005).

Kromatografi lapis tipis menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan


adsorben seperti silika gel, aluminium oksida (alumina) maupun selulosa.
Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang digunakan dalam
KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas
senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda
polaritas, sehingga didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih
dengan cara trial and error.Kepolaran eluen sangat berpengaruh terhadap Rf
(faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh
oleh komponen dibagi denganjarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus
faktor retensi adalah :

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛


𝑅𝑓 =
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu.


Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa
dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai
kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa
diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam,
sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar
antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah
mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Ewing Galen Wood, 1985).

Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan murah


dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikiann juga peralatan yang
digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih
sederhana dan hampir semua laboratorium melaksanakan metode ini.
Kromatografi lapis tipis (KLT) fase diamnya berupa lapisan seragam
(uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
alumunium, atau pelat plastik. Fase diam pada KLT merupakan penjerap
berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm. Semakin kecil ukuran
rata-rata partikel fase diam, semakin baik kinerja KLT dalam hal efisien dan
resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk
selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama adalah pada KLT yaitu
adsorpsi dan partisi. Untuk tujuan tertentu, pejerap atau fase diam dapat
dimodifikasi dengan cara pembaceman. Fase gerak dari pustaka dapat ditentukan
dengan uji pustaka atau dengan dicoba-coba karena pengerjaan KLT ini cukup
cepat dan mudah. Sistem yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik
karena daya elusi campuran ini dapat diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan
dapat terjadi dengan optimal. Dalam pembuatan dan pemilihan fase gerak yang
harus diperhatikan yaitu kemurnian dari eluen itu sendiri karena KLT merupak
teknik yang sensitif; daya elusi dari pelarut itu juga harus diatur sedemikian rupa
agar harga Rf berkisar antara 0,2-0,8 yang menandakan pemisahan yang baik;
polaritas dari pelarut juga harus diperhatikan agar pemisahan terjadi dengan
sempurna. Ada 2 cara yang digunakan untuk menganalisis secara kuantitatif
dengan KLT. Pertama, bercak yang terbentuk diukur langsung pada lempeng
dengan menggunakan ukur luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua
yaitu dengan mengorek bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat
dalam bercak tersebut dengan menimbang hasil korekan.

Identifikasi secara kulitatif pada kromatografi kertas khususnya


kromatografi lapis tipis dapat ditentukan dengan menghitung nilai Rf. Nilai Rf
merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa. Harga Rf didefinisikan
sebagai perbandingan antara jarak senyawa titik awal dan jarak tepi muka
pelarut dari titik awal (Ibnu, Gholib 2007).

B. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber


Pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda debgan kromatografi kolom yang
mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat
plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai
bentuk terbuka dari kromatografi kolom (Gholib Gandjar, 2007).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya
sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif.
Kedua, dipakai untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga yang akan
dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Fase
gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase
diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending)
atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending)
(J. Gritter, 1991).

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini (Gholib Gandjar, 2007) :

 Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis.


 Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna,
fluorosensi atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
 Dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), menurun (descending),
atau dengan cara elusi 2 dimensi.
 Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen
yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.

Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya


komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya
suatu reaksi, menentukan efektivitas pemurnian, menentukan kondisi yang
sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau kromatografi kolom,
melakukan screening sampel untuk obat. Analisa kualitatif dengan KLT dapat
dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang
digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif
dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung pada lengpeng
dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometry dan cara
berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa
yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang lain, misalnya
dengan metode spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang
ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan
dideteksi dengan cara yang non- dekstruktif. Bercak yang mengandung analit
yang dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis lanjutan (Gholib
Gandjar, 2007).

Pada prinsipnya KLT dilakukan berdasarkan pada penggunaan fasa


diam untuk menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Fasa diam yang
biasadigunakan dalam KLT adalah serbuk silika gel, alumina, tanah
diatomedan selulosa (Harborne, 1987). Adapun carakerja dari KLT yakni
larutan cuplikan sekitar 1% diteteskan denganpipet mikro pada jarak 1-2 cm
dari batas plat. Setelah eluen ataupelarut dari noda cuplikan menguap, plat
siap untuk dikembangkandengan fasa gerak (eluen) yang sesuai hingga jarak
eluen dari batasplat mencapai 10-15 cm. Mengeringkan sisa eluen dalam plat
dengandidiamkan pada suhu kamar. Noda pada plat dapat diamati langsung
dengan menggunakan lampu UV atau dengan menggunakan pereaksi semprot
penampak warna. Setelah noda dikembangkan dan divisualisasikan,identitas
noda dinyatakan dengan harga Rf (retardation factor)(Anwar, 1994).

Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis


silika atau alumina yang seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau
plastik yang keras. Gel silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam
untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang
mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai (Harborne, 1987).

C. Prinsip Penampakan Noda


Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan
tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah
karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi
yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan
emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang
tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi
kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Pada UV
366 nm. Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika
elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika
gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm (Gibbons,
2006).

D. Prinsip Penotolan Sampel


Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan
paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10
μl, maka penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan
pengeringan antar totolan (Gandjar & Rohman, 2007).

E. Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah
dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah
ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi
fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan
sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume
fase gerak sedikit mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng
sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan
penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase
gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa
fase gerak telah jenuh (Gandjar & Rohman, 2007).

F. Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika.
Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan
suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara
fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara
pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar
ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat
bercak akan terlihat jelas (Gandjar & Rohman, 2007).
Deteksi senyawa dilakukan dengan menggunakan detektor UV di
bawah sinar UV 254 nm, indikator pada plat KLT akan memancarkan warna
hijau dan pada UV 366 nm akan memancarkan warna ungu. Komponen yang
menyerap cahaya pada 254 atau 366 nm akan tampak sebagai bercak gelap
pada plat yang bercahaya (Gibbons, 2006).

G. Nilai Rf
Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh
senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh
pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin
besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis
tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi
kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut
kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat
kromatografi lapis tipis ( Handayani, 2008).
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa.
Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf Standart
dari senyawa tersebut maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki
karakteristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda,
senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang berbeda.
Namun perbedaan perlakuan dalam percobaan kromatografi lapis tipis juga
akan mempengaruhi nilai Rf sampel yang diidentifikasi (Parmeswaran, 2013).

H. Polaritas dalam KLT


Tabel Pemilihan pelarut atau eluen dengan fase diamnya
Eluen Fase Keterangan
Diam
Heksan : Etil Silika Sistem umum yang digunakan
asetat Gel
Petrol : Dietileter Silika Sistem umum yang digunakan untuk
Gel senyawa nonpolar seperti terpen dan asam
lemak
Petrol : Silika Berguna untuk pemisahan derivat asam
Kloroform Gel sinamat dan kumarin
Toluen : Etil Silika Komposisi 80:18:2 v/v atau 60:38:2 v/v
asetat : Asam Gel baik untuk pemisahan metabolit asam
asetat (TEA)
Kloroform : Silika Sistem umum untuk produk dengan
Aseton Gel polaritas sedang
n-Butanol : Asam Silika Sistem polar untuk flavonoid dan glikosida
Asetat : Air Gel
Metanol : Air C18 Dimulai dengan metanol 100% dilanjutkan
dengan penambahan konsentrasi air
Asetonitril : Air C18 Sistem umum Reverse phase
Metanol : Air Selulosa Memisahkan senyawa dengan kepolaran
tinggi seperti gula dan glikosida

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering
dengan mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem
yang paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi secara optimal (Gholib, 2007).
Kemampuan suatu analit terikat pada permukaan silika gel dengan
adanya pelaru tertentu dapat dilihat sebagai pengabungan 2 interaksi yang
saling berkompetisi. Pertama, gugus polar dalam pelarut dapat berkompetisi
dengan analit untuk terikat pada permukaan silika gel. Dengan demikian,
jika pelarut yang sangat polar digunakan, pelarut akan berinteraksi
kuat dengan permukaan silika gel dan hanya menyisakan sedikit tempat bagi
analit untuk terikat pada silika gel. Akibatnya, analit akan bergerak cepat
melewati fasa diam dan keluar dari kolom tanpa pemisahan. Dengan cara yang
sama, gugus polar pada pelarut dapat berinteraksi kuat dengan gugus polar
dalam analit dan mencegah interaksi analit pada permukaan silika gel.
Pengaruh ini juga menyebabkan analit dengan cepat meninggalkan fasa diam.
Kepolaran suatu pelarut yang dapat digunakan untuk kromatografi dapat
dievaluasi dengan memperhatikan tetapan dielektrik ( ) dan momen dipol ( )
pelarut. Semakin besarε δ kedua tetapan tersebut, semakin polar pelarut
tesebut. Sebagai tambahan, kemampuan berikatan hidrogen pelarut dengan
fasa diam harus dipertimbangkan (Tim Penyusun, 2010).

I. Uraian Bahan
1. Kolesterol
Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah,
berwarna kekuningan dan berupa seperti lilin, yang diproduksi oleh
hati dan sangat diperlukan oleh tubuh. Kolesterol termasuk golongan
lipid yang tidak terhidrolisis dan merupakan sterol utama dalam
jaringan tubuh manusia. Kolesterol mempunyai makna penting karena
merupakan unsur utama dalam lipoprotein plasma dan membran
plasma serta menjadi prekursor sejumlah besar senyawa steroid (City
& Noni, 2013).
Larut dalam dietil eter, aseton. Sangat sedikit larut dalam air
dingin. Kelarutan dalam air: 0.2mg / 100ml atau 0.2% Sedikit larut
dalam alkohol; lebih larut dalam alkohol panas. Larut dalam kloroform,
piridin, benzena, petroleum eter, minyak, lemak, larutan berair garam
empedu. Kelarutan dalam eter: 1 g / 2,8 ml eter. Solubilitiy dalam
kloroform: 1 g / 4,5 ml kloroform. Kelarutan dalam piridina: 1 g / 1,5
ml piridin (Science lab.com).
2. N- Heksan
N-heksana adalah hidrokarbon alkana rantai lurus yang memiliki
6 atom karbon dengan rumus molekul C6H14. Isomer heksana tidak
reaktif dan digunakan sebagai secara luas sebagai pelarut inert dalam
reaksi organik karena heksana bersifat sangat tidak polar. N-heksana
dibuat dari hasil penyulingan minyak mentah dimana untuk produk
industrinya ialah fraksi yang mendidih pada suhu 65-70°C. Heksana
digunakan di laboratorium untuk mengekstrak minyak dan lemak
(Ratih dan Asima, 2009).
3. Etil asetat
Etil Asetat merupakan senyawa organik berumus molekul
CH3COOCH2CH3 adalah zat sintesis dari ethanol dan asam asetat
dengan katalis asam sulfat melalui proses esterifikasi. Etil asetat atau
juga sering disebut sebagai EtOAc mempunyai massa molar
88,12g/mol. Senyawa ini berwujud cairan tidak berwarna dan memiliki
aroma yang khas (Dutia, 2004).
Sifat etil asetat adalah pelarut volatil, biasanya sebagai pelarut
organik, pelarut dalam makanan dan ekstraksi produk farmasi. Dalam
industri, etil asetat digunakan sebagai pelarut untuk memproduksi
resin, tinta dll (Chien et al., 2005).
4. Kloroform
Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau khas, rasa manis
dan membakar. Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut
dalam etanol mutlak P, dalam eter P, dalam sebagian besar pelarut
organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemak (Depkes RI,
1979).
5. Metanol
Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas. Dapat bercampur dengan
air, membentuk cairan jernih tidak berwarna. Kegunaan sebagai
pengendap protein (Depkes RI, 1979).
Tabel Indeks Polaritas Pelarut
6.3 PROSEDUR KERJA

1. Larutkan sedikit kolesterol ke dalam kloroform


2. Totolkan pada 4 plat KLT (Kiesel Gel 254)
3. Siapkan 4 macam eluen (fase gerak) yaitu :
n-Heksan-etilasetat (1:1)
n-Heksan-etilasetat (4:1)
Kloroform-metanol (4:1)
Kloroform-etilasetat (4:1)
4. Eluasi 4 plat KLT tersebut dengan eluen yang dibuat
5. Semprot dengan penampak noda ansaldehid asam sulfat
6. Panaskan 100°C sampai timbul noda berwarna merah ungu/ungu
7. Hitung harga Rf pada masing-masing plat KLT
8. Diskusikan, mengapa harga Rf pada masing-masing plat berbeda
6.4 BAGAN ALIR

Larutkan sedikit kolesterol ke dalam kloroform

Totolkan pada 4 plat KLT (Kiesel Gel 254)

Siapkan 4 macam eluen (fase gerak) yaitu :


n-Heksan-etilasetat (1:1)
n-Heksan-etilasetat (4:1)
Kloroform-metanol (4:1)
Kloroform-etilasetat (4:1)

Eluasi 4 plat KLT tersebut dengan eluen yang dibuat

Semprot dengan penampak noda ansaldehid asam sulfat

Panaskan 100°C sampai timbul noda berwarna merah ungu/ungu

Hitung harga Rf pada masing-masing plat KLT

Diskusikan, mengapa harga Rf pada masing-masing plat


berbeda
6.5 SKEMA KERJA

Kolesterol serbuk

A B C D

Larutkan sedikit kolesterol ke Totolkan pada 4 plat KLT ( Kiesel


dalam kloroform gel 254)

A B C D
A B C D

Eluasi 4 plat KL Siapkan 4 macam eluen ( fase


gerak ) yaitu :
n-heksana : etilasetat (1:1)
n-heksana : etilasetat (4:1)
kloroform : methanol ( 4:1)
kloroform : etilasetat ( 4:1)

Semprot dengan penampak noda


anisal dehidaasam sulfat

T tersebut dengan eluen yang dibuat

A B C D

Panaskan 100°C sampai timbul Hitung harga Rf pada masing-


noda berwarna merah ungu/ungu masing plat KLT
6.6 HASIL

a) Plat KLT sebelum eluasi

K-M (4:1) K-E (4:1)


H-E (1:1) H-E (4:1)

Sinar UV 254 nm

K-E (4:1)
K-M (4:1)
H-E (1:1) H-E (4:1)

Sinar UV 365 nm

Keterangan :

H-E = n-Heksana – Etil asetat


K-M = Kloroform – Metanol
K-E = Kloroform – Etil asetat
b) Plat KLT setelah eluasi kemudian diberi penampak noda dengan pemanasan

K-M (4:1)
K-E (4:1)
H-E (4:1)
H-E (1:1)

Sinar UV 365 nm

H-E (1:1) H-E (4:1) K-E (4:1) K-M (4:1)

Secara visual, sesaat setelah diberi penampak noda dengan


pemanasan
H-E (1:1) H-E (4:1) K-M (4:1) K-E (4:1)

Fase diam : Kiesel Gel 254


Penampak noda : Anisaldehid asam sulfat (pemanasan)
6.7 PERHITUNGAN
6.8 PEMBAHASAN

6.9 KESIMPULAN
Daftar Pustaka

Anonim,Material Safety DataSheet .http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927497.


htm. diakses tanggal 22 April 2018. Pukul 22.05
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Consden, Gordon dan Martin 1994. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia,
Jakarta.

Bernaseoni,G. 2005. Teknologi Kimia . PT Padya Pranita. Jakarta.

Gholib, Ibnu.2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Handayani,2008. Sintesis Senyawa Flavonoid-α-Glikosida secara Reaksi


Transglikosilasi Enzimatik dan Aktivitasnya sebagai Antioksida . Vol. 9, No. 1, Januari 2008,
hal. 1-4.

Ratih dan Asima, 2009. Pengaruh Pelarut Heksana Dan Etanol, Volume Pelarut, Dan Waktu
Ekstraksi Terhadap Hasil Ekstraksi Minyak Kopi. Jurnal Teknik Kimia, No. 1, Vol. 16,
Januari 2009.
TimPenyusun.2010. Penuntun Praktikum Kimia Organik Farmasi. Lab. Kimia Organik
FMIPA ITB. Bandung
Sa’adah, Lailis. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Dari Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L.). Skripsi. Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri :
Malang.

Anda mungkin juga menyukai