Anda di halaman 1dari 3

SWAMEDIKASI

PENGERTIAN SWAMEDIKASI

Definisi swamedikasi menurut WHO adalah pemilihan dan penggunaan obat modern,
herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala
penyakit (WHO, 1998). Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk
meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi
sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan
masyarakat akan obat dan penggunaannya (Meriati,2013). Swamedikasi harus dilakukan
sesuai dengan penyakit yang dialami, pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi
kriteria penggunaan obat yang rasional. Kriteria obat rasional antara lain ketepatan pemilihan
obat, ketepatan dosis obat, tidak adanya efek samping, tidak adanya kontraindikasi, tidak
adanya interaksi obat, dan tidak adanya polifarmasi. Jika hal ini tidak diimbangi dengan
informasi obat yang benar, maka akan menjerumuskan masyarakat ke arah penggunaan obat
yang tidak rasional. Sebagai salah satu penyedia layanan kesehatan, apoteker memiliki peran
dan tanggungjawab yang besar pada swamedikasi. Peran dan tanggungjawab apoteker ini
didasarkan pada filosofi Pharmaceutical Care, dimana kegiatan apoteker yang sebelumnya
berorientasi pada obat menjadi berorientasi pada pasien.

Apoteker merupakan professional kesehatan dalam bidang kefarmasian yang memiliki


peranan penting dalam memberikan nasihat, bantuan dan petunjuk kepada pasien atau
masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi. Apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam berinteraksi dengan pasien dalam pemberian
informasi yang lengkap mengenai cara pemakaian dan penggunaan, efek samping hingga
monitoring penggunaan obat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Peran tenaga
kefarmasian (apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan asisten tenaga kefarmasian) didalam
swamedikasi sangatlah penting, yaitu tidak hanya sekedar menjual obat tetapi juga harus
mampu berperan klinis dengan memberikan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care), salah
satunya dengan cara memberikan informasi yang jelas kepada pasien atau pelaksana
swamedikasi mengenai obat yang akan mereka konsumsi.

PERAN APOTEKER TERHADAP PELAYANAN SWAMEDIKASI

Tanggung jawab apoteker dalam swamedikasi adalah memberikan saran dan


mendampingi pasien dalam pemilihan obat, menginformasikan efek samping yang muncul
kepada industri farmasi, menyarankan rujukan kepada dokter, dan memberitahukan cara
penyimpanan obat yang benar (FIP, 1999). Sedangkan menurut WHO, fungsi atau tanggung
jawab apoteker dalam swamedikasi adalah sebagai komunikator (communicator), penyedia
obat yang berkualitas (quality drug supplier), pengawas dan pelatih (trainer and supervisor),
kolaborator (collaborator), dan promotor kesehatan (health promoter) (WHO, 1998). Sebagai
komunikator, salah satu tugas yang harus dilakukan oleh apoteker adalah memberikan
informasi yang obyektif tentang obat kepada pasien agar pasien dapat menggunakan obat
secara rasional (WHO, 1998).
Disamping konseling dalam farmakoterapi, Apoteker juga memiliki tanggung jawab
lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh
IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry)
tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan
sebagai berikut:

1. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan


informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang
tersedia untuk swamedikasi.
2. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada
pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan
swamedikasi tidak mencukupi.
3. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada
lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen obat
yang bersangkutan, mengenai efek tak dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi pada
pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi.
4. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat
agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan
secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas.

Informasi yang perlu disampaikan ketika melakukan swamedikasi :

1. Informasi yang perlu disampaikan oleh Apoteker pada masyarakat dalam penggunaan
obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain:
2. Khasiat obat: Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang
bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami
pasien.
3. Kontraindikasi: pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat
yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
4. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada): pasien juga perlu diberi informasi
tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk
menghindari atau mengatasinya.
5. Cara pemakaian: cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk
menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui
anus, atau cara lain.
6. Dosis: sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan dosis
sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang
tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
7. Waktu pemakaian: waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada
pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
8. Lama penggunaan: lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien,
agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum
hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.
9. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan
makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
10. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat
11. Cara penyimpanan obat yang baik
12. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa
13. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak
Apabila peran dan tanggungjawab ini dijalankan dengan benar oleh apoteker, maka
akan membentuk suatu penilaian di mata masyarakat. Penilaian tersebut salah satunya ada
dalam bentuk kepuasan. Tingkat kepuasan dapat pula dijadikan sebagai indikator yang
digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan.

Anda mungkin juga menyukai