Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA FARMAKOKINETIKA

Analisis Parasetamol dalam Cairan Hayati

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Biofarmasetika dan
Farmakokinetika

Dosen Pengampu :
1. Drs. Umar Mansur, M.Sc.
2. Apt. Marvel, M.Farm.
3. Apt. Suci Ahda Novitri, S.Farm., M.Si.
4. Apt. Mita Restiani, M.Farm.

Disusun oleh :
Kelompok 2 C

Muhammad Fajar Yusuf Al-Ayubi (11181020000033)


Dinda Melinia (11181020000034)
Anisa Fitria (11181020000035)
Novia Kurnia Dewi (11181020000038)
Firdanissa Risanti Azhari (11181020000040)
Atina Munfarikhatin (11181020000043)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
OKTOBER/2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.…………………………………...……………...……...……………………... i
BAB I: PENDAHULUAN..……………………………………...…………………………...1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………. .1
1.2 Tujuan Praktikum……………………………………………………………………...2
BAB II: LANDASAN TEORI..……………………………………...……………..………..3
BAB III: PROSEDUR KERJA..……………………………………...……………..………6
3.1 Alat dan Bahan………………………………………………………………………...6
3.2 Prosedur Kerja…………………………………………………………………………6
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN..……………………………………...……………8
4.1 Hasil…………………………………………………………………………………...8
4.1.1 Persamaan Kurva Kalibrasi ….... ..……………………………………………...8
4.1.2 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Parasetamol .................................................9
4.1.3 Perhitungan Kadar Terukur …………………………………………………….9
4.1.4 Perhitungan Perolehan Kembali (Recovery) ……….…………………………...9
4.1.5 Perhitungan Kesalahan Sistematik (Akurasi) .………………………………....10
4.1.6 Perhitungan Kesalahan Acak (Presisi) .………………………………………..10
4.2 Pembahasan…………………………………………………………………………..12
BAB V: KESIMPULAN..……………………………………...……………..……………..16
DAFTAR PUSTAKA..……………………………………...……………..………………...17
LAMPIRAN ………………………………...……………...……………..………………...18

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Parasetamol merupakan analgesik dan antipiretik sintesis non-opioid, biasanya
menjadi pilihan pertama kebanyakan masyarakat untuk meredakan demam dan nyeri pada
tubuh. Di pasaran parasetamol tersedia dalam berbagai bentuk seperti tablet, sirup,
suppositoria dan lainnya. Pemantauan parasetamol sebagai metabolit utama obat dalam darah
diperlukan untuk menentukan profil farmakokinetik parasetamol.
Analisis obat pada matriks biologi merupakan salah satu tahapan yang penting. Untuk
itu diperlukan suatu metode analisis obat yang terpercaya dalam matriks biologis yang sesuai.
Metode analisis yang selektif dan sensitif untuk penilaian secara kuantitatif suatu senyawa
penting agar dapat dijadikan pedoman untuk uji praklinik dan/atau biofarmasetik dan uji
farmakologi klinik (Food and Drug Administration, 2001; Harahap. Y., 2010).
Obat akan memberikan efek jika telah larut dan terdistribusi ke dalam darah.
Parameter farmakokinetika obat dapat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran kadar obat
utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan hayati (darah, urin, saliva atau cairan tubuh
lainnya). (Shargel; Yu, 2016)⁠. Pendekatan secara langsung untuk menetapkan
farmakokinetika obat dalam tubuh adalah dengan mengukur konsentrasi (kadar) obat dalam
darah, serum, atau plasma. Secara keseluruhan, darah mengandung unsur-unsur seluler
meliputi sel darah merah, sel darah putih, platelet, dan berbagai protein, seperti albumin, dan
globulin. Umumnya, serum serta plasma adalah yang sering digunakan untuk mengukur
kadar obat dalam tubuh (Shargel; Yu,2005).
Agar nilai-nilai parameter kinetika dapat dipertanggungjawabkan validitasnya, maka
perlu dilakukan penetapan parameter validasi dari metode analisis yang digunakan untuk
mengukur kadar obat dalam matriks biologis. Uji validasi paracetamol dapat menggunakan
metode analisis spektrofotometri ultraviolet. Metode penetapan kadar harus memenuhi
berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan kembali (recovery), presisi dan akurasi. Persyaratan
yang dituntut bagi suatu metode analisa adalah jika metode tersebut dapat memberikan nilai
perolehan kembali yang tinggi (75-90% atau lebih), kesalahan acak dan sistematik kurang
dari 10% (Pachla et al, 1986). Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang
penting dan nilainya tergantung pula dari alat pengukur yang dipakai. Oleh karena itu pada
praktikum ini kami akan melihat ketersediaan hayati parasetamol.

1
1.2 Tujuan Praktikum
Mengetahui langkah-langkah analisis obat dalam cairan.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Parasetamol

Gambar 1. Struktur Parasetamol


Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C₈H₉NO₂, dihitung terhadap zat anhidrat. Pemeriannya serbuk hablur, putih; tidak berbau;
rasa sedikit pahit. Paracetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N;
mudah larut dalam etanol (FI V, 2014).
Asetaminofen adalah analgesik dan antipiretik sintesis non-opioid. Bekerja terutama
di SSP, di mana memiliki beberapa efek diantaranya penghambat siklooksigenase (COX)-2
yang lemah, efek yang berlangsung dalam waktu singkat (≤2 jam) setelah dosis, tetapi juga
dapat menjadi anti-inflamasi melalui penghambatan regenerasi peroksidase. Mencegah
oksidasi COX tidak aktif menjadi COX aktif, dapat menjadi signifikan bila tingkat
peroksidase rendah, misalnya, dalam sel utuh di SSP, tetapi tidak jika tingkat peroksidase
jauh lebih tinggi, misalnya, dengan kerusakan jaringan dan / atau peradangan di perifer
(Robert Twycross, et al, 2013).
Pada senyawa Paracetamol (Acetaminophen) dapat diidentifikasikan dengan
menggunakan spektrum serapan inframerah zat yang telah dikeringkan di atas pengering
yang cocok dan didispersikan dalam kalium bromida P menunjukkan maksimum hanya pada
bilangan gelombang yang sama seperti pada Parasetamol BPFI. Spektrum serapan ultraviolet
larutan (1 dalam 200.000) dalam campuran asam klorida 0,1 N dalam metanol P (1 dalam
100), menunjukkan maksimum dan minimum pada panjang gelombang yang sama dengan
Parasetamol BPFI. Jika memenuhi uji Identifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis, gunakan
larutan 1 mg per ml dalam metanol P dan fase gerak diklormetana P-metanol P (4:1). Wadah
dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Simpan dalam suhu
ruang, hindarkan dari kelembaban dan panas (FI V, 2014).

3
2.2 Plasma Darah
Darah terdiri atas plasma dan sel-sel darah. Sebagian besar sel darah merupakan sel
darah merah atau eritrosit, sedangkan jumlah sel darah putih atau leukosit relatif sangat
sedikit, yaitu 0,2% dari jumlah eritrosit. Disamping eritrosit dan leukosit, ada partikel lain
yang disebut trombosit. Trombosit sangat berguna pada proses penggumpalan darah
(Pudjiadi, 1994). Apabila darah yang sebelumnya telah diberi antikoagulan dilakukan
sentrifugasi, maka sel-sel darah merah akan mengendap sedangkan plasma akan berada
dalam bentuk cairan bening atau supernatan di atasnya (Pudjiadi, 1994).
Volume rata-rata plasma pada pria adalah 55%, pada wanita 58% dari volume darah
(Sherwood, 1996). Plasma manusia mengandung 90-92% air. Peranan air dalam darah sangat
besar, sebab disamping sebagai pelarut zat - zat, air diperlukan untuk menjaga tekanan darah,
kondisi osmotik, dan pengatur suhu tubuh dengan meratakan panas tubuh (Pudjiadi, 1994).
Zat-zat yang terdapat dalam plasma diantaranya adalah protein darah; garam-garam
mineral (garam kalsium, kalium, natrium, dan lain- lain) yang berguna dalam metabolisme
dan juga mengadakan osmotik; zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, dan
vitamin); hormon; dan antibodi/ antitoksin (Syaifuddin, 2006). Protein adalah zat padat yang
paling banyak terdapat di dalam plasma, yaitu antara 6-8% dari plasma. Protein yang terdapat
di dalam plasma antara lain adalah fibrinogen, globulin, dan albumin. Albumin dan globulin
merupakan protein yang paling banyak terdapat dalam plasma yang berfungsi sebagai zat
yang menentukan besarnya tekanan osmotik (Pudjiadi, 1994). Adapun fibrinogen merupakan
suatu protein darah yang sangat berguna dalam peristiwa penggumpalan darah. Plasma masih
terdapat fibrinogen di dalamnya, hal ini disebabkan fibrinogen tidak berubah menjadi fibrin
karena penambahan antikoagulan (Sadikin, 2001).

2.3 Obat dalam Plasma Darah


Obat ditemukan dalam kompleks matriks biologi seperti darah, urin, saliva, cairan
serebrospinal (CSF) dan jaringan. Dalam banyak kasus, konsentrasi obat dihitung dalam
mikrogram sampai nanogram atau pikogram. Penentuan kadar obat dalam matriks biologis
termasuk plasma merupakan hal yang kompleks. Hal ini dikarenakan plasma mengandung
sejumlah unsur endogen yang dapat mengganggu metode analisis kimia dan fisika yang
digunakan untuk mendeteksi dan mendeterminasi zat yang ingin dianalisis. Oleh karena itu,
dibutuhkan suatu perlakuan awal sebelum diinjeksikan untuk memisahkan analit yang akan
dianalisis dari unsur endogen tersebut (Swarbrick dan Boylan, 1988).

4
Terdapat beberapa teknik penyiapan sampel yang biasa digunakan untuk analisis
dalam matriks plasma, antara lain :
a. Pengendapan protein
Pada metode ini digunakan asam atau pelarut organik yang bercampur dengan
air untuk menghilangkan protein dengan cara denaturasi atau presipitasi. Asam seperti
asam trikloroasetat (TCA) dan asam perklorat merupakan pengendap protein yang
sangat efisien untuk mengendapkan protein pada konsentrasi 5-20%. Pelarut organik
seperti metanol, asetonitril, aseton, dan etanol meskipun kurang efisien dalam
mengendapkan protein namun telah digunakan secara luas untuk bioanalisis karena
kompatibel dengan fase gerak KCKT serta dapat mengekstraksi senyawa berdasarkan
prinsip kepolaran. Pelarut organik dapat menurunkan solubilitas protein sehingga
protein akan mengendap (Evans, 2004).
b. Ekstraksi cair-cair
Ekstraksi cair-cair berguna untuk memisahkan analit dari pengotor dengan
menyekat sampel diantara 2 fase larutan yang tidak tercampurkan. Fase pertama
umumnya berupa fase aqueous, sedangkan fase kedua berupa fase organik. Prinsip
ekstraksi ini adalah senyawa yang bersifat lebih hidrofobik akan cenderung mudah
ditemukan di fase organik. Analit yang terekstraksi ke dalam fase organik akan mudah
diperoleh kembali melalui penguapan, sedangkan analit yang terekstraksi ke dalam
fase aqueous dapat langsung disuntikkan ke dalam kolom KCKT fase terbalik.
Kelemahan metode ini adalah tidak dapat diaplikasikan ke semua analit, contohnya
analit yang bersifat sangat polar akan sulit menggunakan metode ini (Evans, 2004).
c. Ekstraksi fase padat
Prinsip mekanisme pemisahan dan isolasi yang digunakan dalam ekstraksi fase
padat adalah fase terbalik, fase normal, dan ion exchange. Prinsip umum ekstraksi
fase padat yaitu adsorbsi obat dari larutan ke dalam adsorben atau fase diam.
Adsorben yang digunakan pada ekstraksi ini terdiri dari partikel silika ukuran 40-60
µm yang berikatan membentuk fase hidrokarbon. Ekstraksi fase padat adalah suatu
teknik yang dapat mengatasi beberapa masalah yang ditemui pada ekstraksi cair-cair.
Ektraksi fase padat secara umum melalui 5 tahap proses, diantaranya pengkondisian
(conditioning), penyeimbangan fase diam (equlibration), memasukkan sampel
(loading), pencucian dan elusi sampel (washing dan elution). (Evans, 2004 ; Harahap,
Y., 2010).

5
BAB III
PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan


● Alat :
- Tube sentrifuge
- Mikropipet
- Tabung reaksi
- Vortex
- Sentrifuge
● Bahan :
- Darah
- Aquadest TCA
- Paracetamol

3.2 Prosedur Kerja


A. Pembuatan Plasma Masih Mengandung Protein
1. Sampel darah dibeli dari Palang Merah Indonesia (PMI), kemudian sampel darah
diambil 1,5 mL lalu dimasukkan ke dalam beberapa tube sentrifuge
2. Sampel disentrifuge selama 7 menit dengan kecepatan 5000 rpm
3. Supernatant yang terbentuk dipindahkan ke dalam tube sentrifuge yang baru.
B. Pembuatan Seri Larutan Parasetamol
1. Dibuat larutan induk parasetamol dengan konsentrasi 1000 ppm (A) dan 2000
ppm (B)
2. Dibuat seri konsentrasi dari larutan induk pct (100, 200, 300, dan 400 ppm dari
larutan A ; 600 dan 800 ppm dari larutan B) ke dalam tube sentrifuge
C. Pembuatan Plasma Bebas Protein
1. Tambahkan seri konsentrasi larutan parasetamol ke dalam plasma yang masih
mengandung protein
2. Kemudian ditambahkan TCA dengan volume yang sama dengan plasma.
3. Di vortex selama minimal 15 detik, lalu di sentrifuge dengan kecepatan 15000
rpm selama 5 menit.

6
4. Setelah di sentrifuge, diambil 0,1 mL dari tiap seri konsentrasi lalu dimasukkan
ke dalam tabung reaksi yang berisi 3,9 mL air. Dibaca didalam spektro.
D. Menetapkan Panjang Gelombang Larutan Parasetamol dengan Serapan Maksimum (λ
max)
1. Intensitas warna larutan obat diukur serapannya pada panjang gelombang 243 nm
E. Membuat Kurva Kalibrasi Parasetamol
1. Membuat kurva kalibrasi dengan larutan parasetamol dengan seri konsentrasi 6,
8, 10, 12, dan 14
2. Tiap seri konsentrasi dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV
- vis
3. Dibuat kurva kalibrasi parasetamol dengan data konsentrasi terhadap
absorbansinya
4. Dibuat persamaan garis menggunakan persamaan kuadrat terkecil Y= ax + b dan
dihitung nilai r dari plot tersebut
F. Menentukan Perolehan Kembali, Kesalahan Acak dan Kesalahan Sistemik
1. Disediakan larutan parasetamol dalam supernatan : 100, 200, 300, 400, 600 dan
800 ppm.
2. Masing-masing diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 3,9
ml aquades
3. Berdasarkan persamaan garis, ditentukan kadar masing-masing dan dihitung
kadar rata-rata simpangan baku

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
1. Persamaan kurva kalibrasi menggunakan data praktikum pertemuan pertama
Tabel Absorbansi

Konsentrasi Nilai Absorbansi Rata-rata Absorbansi

1 2 3

6 ppm 0,325 0,324 0,325 0,3247

8 ppm 0,438 0,439 0,438 0,4383

10 ppm 0,545 0,545 0,544 0,5447

12 ppm 0,651 0,650 0,651 0,6507

14 ppm 0,753 0,752 0,752 0,7523

● Grafik Absorbansi

● Regresi Linear
y = bx + a
y = 0,0534 x + 0,0083
r² = 0,9996

8
2. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Paracetamol

Kadar (ppm) Pengenceran Absorbansi

100 20x 0,293

200 20x 0,678

300 20x 0,718

400 20x 0,865

600 30x 0,924

800 40x 0,985

Pertanyaan:

1. Hitunglah kadar terukur !


a. 100 ppm. 0,5 ml = 20 x pengenceran = 2,5 ppm. Jadi perkiraan konsentrasi
nya : 2,5 ppm.
b. 200 ppm. 0,5 ml = 20 x pengenceran = 5 ppm. Jadi perkiraan konsentrasi
nya : 5 ppm.
c. 300 ppm. 0,5 ml = 20 x pengenceran = 7,5 ppm. Jadi perkiraan konsentrasi
nya : 7,5 ppm.
d. 400 ppm. 0,5 ml = 20 x pengenceran = 10 ppm. Jadi perkiraan konsentrasi
nya : 10 ppm.
e. 600 ppm. 1 ml = 30 x pengenceran = 20 ppm. Jadi perkiraan konsentrasi
nya : 20 ppm.
f. 800 ppm. 1 ml = 40 x pengenceran = 20 ppm. Jadi perkiraan konsentrasi
nya : 20 ppm.

2. Hitunglah Perolehan Kembali (Recovery) ! Apa tujuannya?


Tujuan : Untuk mengecek efisiensi proses pretreatment dan preparasi
Diperoleh persamaan linier dari kurva kalibrasi y = 0,0534 x + 0,0083
Rumus Perolehan Kembali:

9
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖 (%𝑃) = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑖𝑘𝑒𝑡𝑎ℎ𝑢𝑖
×100%

Persamaan Linier Kadar (ppm) Absorbansi Kadar Terukur

100 0,293 5,3314606

200 0,678 12,5412

y = 0,0534 x + 0,0083
300 0,718 13,29026

400 0,865 16,04307

600 0,924 17,14794

800 0,985 18,29026

Sehingga, jika dimasukkan ke dalam persamaan % recovery, diperoleh nilai


sebagai berikut :

Kadar (ppm) Kadar Kadar % Recovery


Diketahui Terukur

100 2,5 5,3314606 213,2584

200 5 12,5412 250,824

300 7,5 13,29026 177,2035

400 10 16,04307 160,4307

600 20 17,14794 85,7397

800 20 18,29026 91,4513

10
3. Hitunglah Kesalahan Sistematik (Akurasi) ! Apa tujuannya?
Tujuan : Untuk mengetahui kesalahan yang berasal dari pengaruh-pengaruh yang
dapat diketahui dengan pasti
Rumus Kesalahan Sistematik:

𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑘 = 100 − 𝑃%

Kadar (ppm) %Recovery Kesalahan Sistematik %

100 213,2584 -113,258

200 250,824 -150,824

300 177,2035 -77,2035

400 160,4307 -60,4307

600 85,7397 14,2603

800 91,4513 8,5487

4. Hitunglah Kesalahan Acak (Presisi) ! Apa tujuannya?


Tujuan : mengetahui kesalahan yang timbul dari besaran pengaruh yang tidak
terduga
𝑆𝑖𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢
Rumus Kesalahan Acak = ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎
𝑥 100%

Kadar Kadar Harga (X-Xi) (X-Xi)2 Simpangan Kesalah


Larutan yang Rata- Baku an acak
Induk Terukur rata
(ppm) pada (x)
Larutan (Kadar
Induk x FP)
(x)
(ppm)

1000 1075,4 1010 65,4 4277,16 123386,9 20,079


4−1
1264,1 254,1 64566,81
41128, 98

11
892,1 -177,9 13900,41
= 202,802
808,4 -201,6 40642,56

2000 1726,5 1748,9 -58,4 3410,56 6821,12 4,632


2−1
1843,3 58,4 3410,56 41128, 98

= 82,690

4.2 PEMBAHASAN
Pada laporan praktikum ini, akan membahas mengenai “Uji Analisis Kadar
Parasetamol dalam cairan hayati”. Analisis kadar obat dalam cairan hayati dilakukan
dengan tujuan untuk pemantauan kadar obat yang dimana berkaitan dengan optimalisasi
efek obat serta penyesuaian dosis obat secara individu dengan cara mengukur konsentrasi
obat dalam cairan tubuh. Pemantauan kadar obat meliputi pengukuran konsentrasi obat
pada berbagai cairan biologis dan menginterpretasikan makna relevan konsentrasi secara
klinis. Pemantauan kadar obat biasanya dilakukan terhadap beberapa jenis obat dengan
indeks terapi sempit untuk menghindari kondisi kekurangan dosis atau kelebihan dosis
(Dewi 2019). Dalam analisis kadar obat ini menggunakan Parasetamol yang dimana
banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya.
Parasetamol merupakan obat analgesic non narkotik yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis prostaglandin terutama pada sistem saraf pusat (SSP). Analgesic
merupakan senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri,
tanpa memiliki kerja anestesi umum (Indriatmoko, Rudiana and Saefullah 2019).
Untuk menguji kadar parasetamol dalam cairan hayati terdapat beberapa prosedur
pengujian yang dapat dilakukan, namun karena beberapa pertimbangan dari pengujian
yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam analisis kadar parasetamol dalam cairan
hayati menggunakan cara yang sudah tertera pada BAB III prosedur kerja.
Dalam praktiknya, komponen non-seluler dari darah (plasma) paling banyak
digunakan untuk menganalisis kadar obat. Plasma darah terdiri dari air, protein,
karbohidrat, lipid, asam amino, vitamin, mineral, fibrinogen dan lain sebagainya.
Komponen tersebut ikut mengalir dalam sirkulasi bersama darah, baik bebas atau
diperantarai molekul lain agar dapat terlarut di dalam plasma (Nugraha, 2015).

12
Cairan hayati dalam pengujian ini menggunakan darah yang didapatkan melalui
Palang Merah Indonesia (PMI). Penggunaan darah yang didapatkan dari PMI lebih
efisien karena sudah dalam bentuk plasma darah yang didalamnya terkandung
antikoagulan. Darah tersebut akan diambil dan dimasukan kedalam tube centrifuge
kemudian akan disentrifugasi selama 7 menit dengan 5000 rpm, hal tersebut dilakukan
untuk memisahkan plasma darah dengan pengotor lainnya sehingga akan terbentuk
supernatan. Namun perlu dicatat bahwa supernatan yang terbentuk masih mengandung
protein.
Kebanyakan senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma darah (albumin),
membentuk suatu kompleks obat-makromolekul yang disebut dengan ikatan obat-protein
(Shargel, 2005). Obat yang terikat protein merupakan suatu kompleks besar yang tidak
dapat melewati membran sel dengan mudah sehingga memiliki distribusi yang terbatas
serta tidak aktif secara farmakologis. Sedangkan, obat dalam bentuk fraksi bebas yang
tidak terikat dengan protein dapat melewati membran dan aktif secara farmakologis
(Shargel, 2005). parasetamol merupakan salah satu obat yang dapat berikatan dengan
protein plasma, namun afinitasnya terhadap protein plasma rendah, sehingga dapat aktif
secara farmakologis didalam tubuh (DrugBank, 2005). Akan tetapi dalam melakukan
analisis kadar obat dalam plasma, protein plasma dapat mengganggu hasil analisis ketika
hendak dibaca menggunakan instrumen spektrofotometer. Oleh karena itu, untuk
menghindari hal tersebut dapat ditambahkan senyawa asam organik, salah satunya adalah
TCA (trichloroacetic acid). TCA (trichloroacetic acid) mampu membantu
mengendapkan atau mendenaturasi protein plasma tanpa memecah protein menjadi asam
amino penyusunnya.
Supernatan yang terbentuk dipindahkan kedalam tube baru. Larutan parasetamol
yang sudah dibuat dengan berbagai konsentrasi berbeda dimasukan kedalam tube yang
terdapat supernatant. Dikarenakan supernatan masih mengandung protein yang dapat
mengganggu hasil pengujian maka ditambahkan Trichloroacetic Acid (TCA) sama
banyak. Trichloroacetic Acid (TCA) berfungsi untuk mengendapkan protein yang
terdapat didalam plasma. Penambahan TCA sama banyak dengan supernatan dimaksud
untuk memaksimalkan pengendapan protein sehingga tidak terdapat protein yang dapat
mengganggu hasil pengujian dan hasil. Campuran supernatan, larutan parasetamol, dan
TCA divortex selama 15 detik kemudian disentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan
15000 rpm. Campuran divortex agar bercampur dengan baik kemudian disentrifuge

13
dengan kecepatan 15000 untuk memaksimalkan pemisahan antara plasma yang
mengandung larutan parasetamol dengan protein.
Setelah di sentrifuge, diambil 0,1 ml plasma bebas protein dan mengandung
parasetamol dari masing – masing konsentrasi berbeda pada setiap tubenya. Kemudian
dipindahkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan aquades sebanyak 3,9 ml.
Penambahan aquades bertujuan untuk mengencerkan plasma agar tidak terlalu pekat
sehingga dapat terbaca oleh spektrofotometer. Plasma yang sudah diencerkan diambil
beberapa ml dan dimasukan ke dalam kuvet, kemudian dianalisis menggunakan
spektrofotometer.
Sebelum menganalisis hasil yang telah didapat, perlu dicari kurva kalibrasi dari
konsentrasi 6, 8, 10, 12, dan 14 ppm pada pertemuan sebelumnya, dimana dari
konsentrasi tersebut didapatkan persamaan regresi linier y = 0,0534 x + 0,0083. Dari
persamaan regresi yang didapat, perlu diperhitungkan kembali kadar yang terukur
dengan konsentrasi yang baru serta perlu dilakukannya perhitungan Perolehan Kembali
(Recovery), Kesalahan Sistematik (Akurasi) dan Kesalahan Acak (Presisi) sebagai
parameter untuk dapat mengukur kadar obat dalam cairan hayati.
Nilai recovery menunjukkan kemampuan metode untuk memberikan ketepatan
pengukuran terhadap analit berdasarkan angka perolehan kembali. Dari hasil perhitungan
recovery, konsentrasi kadar berturut – turut 100;200;300;400;600;800 ppm didapatkan %
recovery berturut – turut sebesar 213%; 250%; 177%; 160%; 85%; 91%. Menurut (Nurul
and Sujana 2020), persen perolehan kembali memenuhi syarat akurasi jika rentang
rata-rata hasil persen perolehan kembali adalah 80 – 110%. Dari % recovery menunjukan
bahwa hanya kadar 600 dan 800 ppm yang termasuk ke dalam rentang syarat
keberterimaan %recovery.
Setelah diketahui %recovery, maka perlu diperhitungkan kesalahan sistematik
(akurasi). Kesalahan sistematik merupakan tolak ukur akurasi penetapan kadar.
Kesalahan ini dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, pemakaian alat yang
kurang tepat walaupun alatnya sendiri baik. Berdasarkan perhitungan, kesalahan
sistematik hanya pada kadar 800 ppm dengan kesalahan sistematik sebesar 8% yang
memenuhi syarat dikarenakan syarat dari nilai kesalahan sistematik kurang dari 10%.
Setelah mengetahui nilai kesalahan sistematik, parameter selanjutnya yang perlu
diperhatikan dalam analisis kadar obat dalam cairan hayati adalah kesalahan acak,
dimana perhitungan kesalahan acak dilakukan untuk memperhitungkan kesalahan yang
timbul dari besaran pengaruh yang tidak terduga. Dari hasil perhitungan, kesalahan acak

14
(Presisi) dari berbagai kadar obat hanya kadar 600 dan 800 ppm yang sesuai dengan
persyaratan dimana didapatkan hasil 4%, tidak lebih dari rentang persyaratan yaitu
maksimal 10%.
Dari berbagai hasil yang didapat sesuai dengan parameter, maka dapat
disimpulkan bahwa parasetamol dengan kadar 800 ppm yang memenuhi persyaratan baik
%recovery, %Kesalahan Sistematik dan %Kesalahan Acak. Terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi hasil pengujian menggunakan spektrofotometer, diantaranya :
1. Kesalahan personal dalam melakukan pengujian seperti salah dalam prosedur
2. Kesalahan alat dan pereaksi, hal tersebut dapat terjadi jika alat atau bahan yang
digunakan tidak steril atau terdapat suatu pengotor tertentu
3. Kesalahan penggunaan blanko atau spectrophotometer, kesalahan dalam pembacaan
data dapat terjadi karena salah pengaturan maupun hal lainnya.

15
BAB V
KESIMPULAN

1. Parasetamol merupakan analgesik dan antipiretik sintesis non-opioid yang bekerja


dengan cara menghambat sintesis prostaglandin terutama pada sistem saraf pusat
(SSP).
2. Analisis kadar parasetamol bertujuan untuk pemantauan kadar obat yang dimana
berkaitan dengan optimalisasi efek obat
3. Cairan hayati yang digunakan adalah darah, karena obat akan memberikan efek jika
telah larut dan terdistribusi ke dalam darah.
4. Dalam analisis kadar digunakan larutan parasetamol dengan kadar
100;200;300;400;600; dan 800 ppm
5. Dilakukan perhitungan %recovery, %kesalahan sistematik, dan %kesalahan acak,
maka didapat parasetamol dengan kadar 800 ppm yang memenuhi syarat.
6. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil analisis diantaranya
kesalahan personil, kesalahan prosedur, maupun kesalahan alat yang digunakan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Ni Made Amelia Ratnata. "Aplikasi Analisis Kimia Kuantitatif Untuk Pemantauan
Kadar Obat (Therapeutic Drugs Monitoring)." Ar-Raniry Chemistry Journal - AMINA
Vol.1 No.1, 2019: 6 - 10.
Food and Drug Administration. (2001). Bioanalytical Method Validation. Rockville: Center
for Veterinary Medicine.
Harahap, Y. (2010). Peran Bioanalisis dalam Penjaminan Kualitas Obat dan Peningkatan
Kualitas Hidup Pasien. Depok: UI Press.
Indriatmoko, Dimas Danang, Tarso Rudiana, and Asep Saefullah. "Analisis Kandungan
Parasetamol Pada Jamu Pegal Linu yang Diperoleh dari Kawasan Industri Kecamatan
Kibin Kabupaten Serang." Jurnal ITEKIMA Vol.5 No.1, 2019: 33 - 47.
Nurul, and Dani Sujana. "Validation Method For Determination Of Niclosamide
Monohydrate In Veterinary Medicine Using UV-Vis Spectrophotometry." Jurnal Ilmiah
Farmako Bahari Vol.11 No.2, 2020: 153 - 160.
Pachla, L.A, Wright. DS dan Reynolds, Dl : (1986) Bioanalytics Consideration for
Pharmacokinetic and Biopharmaceutic Studies, J.Clin Pharmacol 26 : 332-335.
Shargel, L., dan Yu, A. B. C., 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan
diterjemahkan oleh Siti Sjamsiah, Edisi Kedua, Airlangga University Press, Surabaya

17
LAMPIRAN

No. Foto Keterangan

Sampel darah yang dibeli


1. dari Palang Merah
Indonesia (PMI)

Sampel darah diambil 1,5


mL lalu dimasukkan ke
2.
dalam beberapa tube
sentrifuge

Sampel disentrifuge selama


7 menit 5000 rpm,
3. supernatant yang terbentuk
dipindahkan ke dalam tube
sentrifuge yang baru.

Dibuat larutan induk


parasetamol dengan
4.
konsentrasi 1000 ppm (A)
dan 2000 ppm (B)

18
Dibuat seri konsentrasi dari
larutan induk pct (100, 200,
300, dan 400 ppm dari
5.
larutan A ; 600 dan 800
ppm dari larutan B) ke
dalam tube sentrifuge

Ditambahkan plasma yang


masih mengandung protein,
6. lalu ditambahkan TCA
dengan volume yang sama
dengan plasma.

Di vortex selama minimal


15 detik, lalu di sentrifuge
7.
dengan kecepatan 15000
rpm selama 5 menit.

Setelah di sentrifuge,
diambil 0,1 mL dari tiap
seri konsentrasi lalu
8. dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berisi
3,9 mL air. Dibaca didalam
spektro.

19
9. Hasil kurva kalibrasi pct

Hasil abs pct dalam plasma


10.
pada tiap seri konsentrasi.

Hasil abs setelah diencerkan


11.
2 kalinya.

20

Anda mungkin juga menyukai