Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan identifikasi ektrak daun ciplukan menggunakan


metode kromatografi cair vakum. Dimana metode ini dapat memisahkan suatu
komponen kimia dengan bantuan tekanan berupa pompa vakum. Kromatografi cair
vakum (KCV) merupakan kromatografi yang dilakukan untuk memisahkan komponen
senyawa metabolit sekunder dari tanaman dengan menggunakan silica gel sebagai
adsorben dan pelarut n hexane: etil asetat dan etil asetat: methanol (elusi gradient) dalam
berbagai perbandingan dan menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan
eluen. Sampel adalah fraksi etil asetat dari herba ciplukan yang terlebih dahulu dilakukan
penarikan ekstraknya secara remaserasi. Prinsip kerja dari KCV adalah memisahkan
komponen komponen dengan menggunakan fase gerak berdasarkan kepolarannya,.
Pompa vakum berfungsi untuk menghisap eluen melewati sampel dan silika gel.
Pada pengerjaan pertama, alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan agar dapat
meminimalisir dan memperlancar proses pengerjaan. Selanjutnya penyiapan eluen
dari tingkat kepolaran terendah hingga yang paling polar yaitu dari non polar hingga
yang paling polar (n-heksan: etil asetat (10:0, 8:2, 6:4, 4:6, 2:8)), (etil asetat : metanol (
10:0, 8:2, 6:4, 4:6, 2:8)). Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui pada tingkat kepolaran
manakah senyawa atau komponen kimia yang ada pada sampel dapat membentuk fraksi
yang baik sehingga dapat terelusi dengan baik pula .

Selanjutnya serangkaian alat kromatografi cair vakum dipasang pada statif yang
sebelumnya kolom telah dibersihkan menggunakan pelarut n-heksan, agar
meminimalkan kontaminasi kolom dari pelarut dan bahan-bahan lain yang dapat
mengganggu aktivitas dari pemisahan komponen kimia sampel. Kemudian dimasukkan
silica gel sebanyak 30 gram. Dimasukkan ektrak herba ciplukan fraksi etil asetat
sebanyak 0,736 gram serta masukkan pula kapas pemberat, dan nyalakan pompa vakum.
Selanjutnya dielusi dengan pelarut n-heksan agar fase diam atau silica gelnya mampat,
hal ini bertujuan agar komponen silika tidak mudah pecah. Berikutnya, tambahkan fraksi
pertama , dan fase gerak akan mengalir ke bawah membawa solute dari sampel dengan
sesuai polaritasnya, fraksi tertampung dalam kolom kedua, selanjutnya fraksi ditampung
didalam botol. Dilanjutkan pengerjaan yang sama untuk eluen yang lain dan diamati
pada eluen dengan kepolaran berapa dapat menghasilkan pemisahan senyawa secara
optimal. Pengaliran diawali dengan fase gerak yang memiliki tingkat kepolaran yang
paling rendah lalu kepolarannya akan ditingkatkan perlahan – lahan agar komponen
kimianya terelusi secara berurutan berdasarkan tingkat kepolarannya. Oleh karena itu
kromatografi cair vakum menggunakan tekanan yang rendah untuk meningkatkan laju
aliran fase gerak. Kolom dihisap perlahan – lahan ke dalam wadah penampung fraksi
sampai kering dengan cara memvakumkannya.

Variasi fase gerak ini digunakan untuk mendeteksi polaritas sampel. Karena dengan
adanya variasi fase gerak maka akan menyebabkan perbedaan interaksi sampel yang
terserap dan hal ini akan menyebabkan perbedaan hasil dalam uji kualitatif dengan KLT
nanti. Apabila senyawa sampel tersebut memilliki polaritas yang mendekati bahkan
mirip dengan polaritas fase gerak, maka hal ini akan menyebabkan senyawa sampel
banyak yang akan ikut teradsorpsi oleh fase gerak dan fase gerak yang ditampung
tersebut akan banyak mengandung kandungan aktif sampel dan fase gerak tersebut cocok
untuk melarutkan senyawa sampel tersebut ( hal inilah yang menyebabkan perbedaan
variasi sampel saat dilakukan KLT ).

Dengan menggunakan metode kromatografi cair vakum, dimana berguna untuk


fraksinasi kasar dengan cepat pada herba ciplukan hasil percobaan dapat disimpulkan
bahwa dengan menggunakan metode kromatografi cair vakum didapatkan 11 fraksi dan
warna yang dihasilkan yaitu : tidak berwarna, hijau jernih ,kehijauan, hijau pekat dan
hijau kekuningan.

Kemudian setiap fraksi hasil KCV yang telah ditampung dalam botol kaca bening
harus dipekatkan untuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode KLT. Analisis
KLT dilakukan dengan menggunakan chamber yang berisi fase gerak jenuh ( campuran n-
heksana : etil asetat ( 7 : 3). Pada analisis KLT ini untuk setiap fraksi dibuat 11 spot yang
akan dideteksi dengan menggunakan pereaksi semprot Lieberman Bourchardad. Deteksi
hasil bercak hasil elusi dilakukan dengan dilihat dibawah sinar UV 254 nm, UV 366 nm,
dan pereaksi semprot Lieberman Bourchardad.

Fungsi dari digunakannya pereaksi semprot ini adalah untuk uji kualitatif senyawa
aktif yang terdapat pada herba ciplukan. Dan kali ini kami menggunakan pereaksi semprot
Lieberman Bourchardad. Reagen ini biasa digunakan untuk mengindentifikasi secara
kualitatif suatu kolestrol. Apabila mengandung triterpene, maka akan memberikan warna
ungu. Sedangkan apabila mengandung steroid, akan memberikan warna kuning.
a) FRAKSI I

Pada fraksi pertama kami menggunakan fase gerak n-heksana sebanyak 50


ml. Fraksi ini bersifat nonpolar,sehingga senyawa –senyawa yang terlarut di
dalamnya juga merupakan senyawa yang bersifat nonpolar. Seperti yang telah
diketahui bahwa serbuk dari herba ciplukan memiliki warna hijau, jadi
cairan/fraksi yang didapatkan dari senyawa yang terlarut juga akan berwarna
hijau. Namun dari hasil yang telah didapat menunjukkan bahwa tidak ada warna
yang terbentuk ( bening ) pada fraksi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pada
herba ciplukan tidak terdapat senyawa yang bersifat nonpolar, sehingga tidak
ada warna yang terbentuk pada fraksi tersebut.

Kemudian untuk KLT, tidak didapatkan bercak ,baik itu pada UV 254
dan ataupun pada UV 366. Begitu pula, setelah disemprotkan dengan reagen
Lieberman Bourchardad. Tidak adanya bercak ini menunjukkaan bahwa pada
fraksi pertama tidak mampu menjerat satu pun senyawa yang terkandung dalam
herba ciplukan. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak adanya senyawa yang
bersifat nonpolar pada herba ciplukan sedangkan fraksi ini bersifat nonpolar.
Sehingga tidak ada senyawa yang terjerat.

b) FRAKSI II

Fraksi kedua kami menggunakan fase gerak n-heksana : etil asetat ( 40 ml


: 10 ml). Fraksi ini juga bersifat nonpolar. Pada dasarnya etil asetat bersifat semi
polar, namun karena jumlah dari n-heksana lebih banyak, sehingga fraksi ini
bersifat nonpolar. Dan seperti yang telah kami bahas pada fraksi pertama,
bahwa pada herba ciplukan tidak terdapat senyawa yang bersifat nonpolar, pada
fraksi kedua ini pun tidak dihasilkan warna ( bening ).

Untuk fraksi kedua, pada uji menggunakan metode KLT hasilnya tidak
berbeda dari hasil yang diperoleh pada fraksi pertama.

c) FRAKSI III
Fraksi ketiga kami menggunakan fase gerak n-heksana : etil asetat ( 30 ml
: 20 ml). Fraksi ini juga bersifat nonpolar. Sehingga, ia juga akan menghasilkan
hasil yang sama seperti kedua fraksi sebelumnya.

Sedangkan untuk fraksi ketiga pada hasil KLT menunjukkan hasil warna
coklat merah pada UV 254 dan biru muda pada UV 366. dan menunjukkan
warna ungu setelah disemprot dengan reagen Lieberman Bourchardad. Hal ini
menunjukkan adanya senyawa triterpen yang terjerat pada fraksi ketiga ini.

d) FRAKSI IV

Fraksi keempat kami menggunakan fase gerak n heksana : etil asetat ( 20


ml : 30 ml ). Jumlah etil asetat pada fraksi kali ini lebih besar daripada n-
heksana menyebabkan fraksi kali ini cenderung bersifat semi polar. Dari hasil
praktikum diketahui bahwa pada herba ciplukan terdapat senyawa yang bersifat
semi polar. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau jernih pada
fraksi tersebut. Dimana warna tersebut menunjukkan bahwa terdapat senyawa
yang larut pada cairan/fraksi tersebut.

Pada fraksi keempat untuk KLT tidak dihasilkan bercak warna apapun,
begitu pula saat pengujian dengan reagen semprot Lieberman Bourchardad. Hal
ini agak aneh,mengingat bahwa fraksi ini menghasilkan warna cairan/fraksi
hijau jernih namun tidak menhasilkan bercak warna sedikitpun. Ini berkebalikan
dengan fraksi ketiga dimana ia tidak menghasilkan warna, namun ia dapat
menghasilkan bercak warna pada KLT maupun reagen Lieberman Bourchardad.
Mungkin hal ini disebabkan karena kekurang telitian kami sebagai praktikan.

e) FRAKSI V

Fraksi kelima kami menggunakan fase gerak n-heksana : etil asetat ( 10


ml : 40 ml). Fraksi ini bersifat semi polar atau dapat dikatakan lebih polar
daripada keempat fraksi sebelumnya karena jumlah etil asetat yang jauh lebih
banyak dari jumlah n-heksana. Hal ini menyebabkan terbentuknya warna hijau
yang lebih pekat pada cairan/fraksi bila dibandingkan dengan keempat fraksi
sebelumnya. Dan juga menunjukkan banyaknya senyawa pada herba ciplukan
yang telah larut dalam fraksi ini.

f) FRAKSI VI

Fraksi keenam kami menggunakan fase gerak etil asetat sebanyak ( 50


ml ). Fase ini bersifat semi polar, namun kadar kadar kepolarannya lebih tinggi
daripada kelima fraksi sebelumnya. Dikarenakan tidak adanya campuran dari n-
heksana pada fraksi ini. Selain itu warna yang terbentuk pada fraksi ini juga
lebih pekat dengan warna hijau kekuningan. Hal ini menunjukkan bahwa herba
ciplukan tidak memiliki senyawa yang besifat nonpolar, namun ia mempunyai
senyawa yang bersifat semi polar dalam komponennya,

g) FRAKSI VII
Pada fraksi ketujuh kami menggunakan kombinasi fase gerak etil asetat ;
methanol ( 40 ml : 10 ml ). Fraksi ini lebih polar dari pada fraksi sebelumnya,
dan bisa dikatakan bahwa kombinasi fase gerak pada fraksi inilah yang paling
banyak menarik senyawa yang terdapat pada herba ciplukan. Ini dibuktikan
dengan kadar kepekatan pada cairan/fraksi yang lebih pekat daripada keenam
fraksi sebelumnya yang menggunakan kombinasi fase gerak yang berbeda
tingkat kepolarannya.

h) FRAKSI VIII
Fraksi kedelapan kami menggunakan kombinasi fase gerak etil asetat :
methanol ( 30 ml : 20 ml ). Sebenarnya fase ini bersifat lebih polar daripada fase
gerak pada fraksi ketujuh, namun hasil praktikum menunjukkan bahwa tingkat
kepekatan cairan/fraksi pada fraksi kedelapan ini tidak sepekat pada fraksi
ketujuh. Hal ini mungkin disebabkan oleh kombinasi fase gerak ynag tidak tepat
( terlalu polar ) atau mungkin juga karena telah banyak senyawa yang terserap
pada fraksi – fraksi sebelumnya. Sehingga kadar senyawa yang tersisa tidaklah
sebanyak pada fraksi yang ketujuh.

i) FRAKSI IX
Fraksi kesembilan kami menggunakan fase gerak etil asetat : methanol (
20 ml : 30 ml ). Pada fraksi ini pun kepekatan cairan/fraksi juga mengalami
penurunan, karena terlihat lebih jernih dari fraksi kedelapan. Seperti yang telah
kita dibahas sebeumnya bahwa hal ini mungkin disebabkan oleh kombinasi fase
gerak ynag tidak tepat ( terlalu polar ), karena fraksi ini merupakan fase yang
bersifat polar yang disebabkan oleh jumlah methanol yang lebih banyak
daripada jumlah etil asetat. Atau mungkin juga karena telah banyak senyawa
yang terserap pada fraksi – fraksi sebelumnya yang menyebabkan jumlah
senyawa dalam herba ciplukan lebih sedikit.

j) FRAKSI X
Untuk fraksi kesepuluh kami menggunakan kombinasi fase gerak etil
asetat : methanol ( 10 ml : 40 ml ), sehingga dapat dikatakan bahwa fraksi ini
bersifat polar. Data hasil percobaan menunjukkan bahwa hasil cairan/fraksi
berwarna hijau kekuningan. Untuk tingkat kepekatannya hampir sama dengan
tingkat kepekatan pada fraksi keenam.

k) FRAKSI XI
Sedangkan untuk fraksi terakhir yaitu fraksi kesebelas, kami
menggunakan fase gerak methanol sebanyak 50 ml. Senyawa ini jelas sekali
bersifat polar. Dari percobaan didapatkan hasil cairan/fraksi berwarna hijau
kekuningan jernih. Lebih jernih dari fraksi kesepuluh. Mungkin senyawa yang
tersisa memang memiliki jumlah yang sedikit, karena telah terserap dalam
kesepuluh fraksi sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai