Anda di halaman 1dari 9

Kromatografi Lapis Tipis

Posted on 2 Juni 2015 by Nur Liati Iskandar

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber.
Adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai peunjang fase diam. Fase
bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram. Ini dikenal juga
sebagai kromatografi kolom terbuka.Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan tinggi dan
mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan.

Pada dasarnya kromatografi lapis tipis (KLT atau TLC = Thin layer Chromatography) sangat
mirip dengan kromatografi kertas, terutama pada cara melakukannya. Perbedaan nyata terlihat
pada media pemisahannya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben halus yang tersangga pada
papan kaca, aluminium atau plastic sebagai pengganti kertas. Lapisan tipis dsorben ini pada
pross pemisahan berlaku sebagai fasa diam.

Bila KLT dibandingkan dengan KKt, kelebihan khas KLT ialah keserbagunaan, kecepatan, dan
kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkanoleh kenyataan bahwa di samping selulosa,
sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada plat kaca atau penyangga lain dan
digunakan untuk kromatografi.

Pada percobaan ini di lakukan praktikum mengenai analisis secara kualitatif yakni pemisahan
senyawa secara kromatografi lapis tipis yang didasarkan pada fase gerak yakni eluen dan fase
diamnya adalah silica gel.

1. Maksud Dan Tujuan


2. Maksud

Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami identifikasi
kandungan kimia dari sampel ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga L. Wild) dengan
menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT).

1. Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi golongan senyawa kimia
ekstrak Etil Asetat dan ekstrak n-heksan ekstrak rimpang lengkuas (Alpinia galanga L. Wild)
dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah kromatografi digunakan pada beberapa teknik pemisahan berdasarkan pada migration
medium yang berbeda, yaitu distribusinya terhadap fase diam dan fase gerak.terdapat 3 hal yang
wajib ada pada teknik ini. yang pertama yaitu harus terdapat medium perpindahan tempat, yaitu
tempat terjadinya pemisahan. Kedua harus terdapat gaya dorong agar spesies dapat berpisah
sepanjang migration medium. Yang ketiga harus terdapat gaya tolakan selektif. Gaya yang
terakhir ini dapat menyebabkan pemisahan dari bahan kimia yang dipertimbangkan (Sienko,
1984).

Kromatografi Lapis Tipis merupakan teknik pemisahan cara lama yang digunakan secara luas,
terutama dalam analisis campuran yang rumit dari sumber alam. Tetapi dalam kuantisasi
belakangan ini kromatografi lapis tipis digantikan oleh HPLC (High Performance Thin-layer
Chromatography) atau Kromatografi Lapis Tipis Kinerja Tinggi (Munson, 1991).

adsorpsi Chromatography telah membantu untuk menandai komposisi kelompok minyak


mentahdan produk hidrokarbon sejak permulaan abad ini. Jenis dan sanak keluarga jumlah
kelashidrokarbon tertentu di (dalam) acuan/matriks dapat telah a efek dalam pada atas
pencapaian danmutu dari produk hidrokarbon dan dua orang metoda test standard telah
digunakan sebagianbesar dari tahun ke tahun ( ASTM D2007, ASTM D4124). adsorpsi indikator
Yang berpijar (FIA) metoda ( ASTM D1319) telah melayani untuk di atas 30 tahun sebagai
metoda pejabat dariminyak tanah industri untuk mengukur yang mengandung parafin, olefinic,
dan isi bahan bakarpancaran dan bensin berbau harum. Teknik terdiri dari dalam pemindahan a
mencicip di bawahiso-propanol memaksa melalui suatu kolom tanah kerikil gel agar-agar
ramai; sesak di (dalam)kehadiran tentang indikator berpijar dikhususkan untuk masing-masing
keluarga hidrokarbon. Disamping penggunaan tersebar luas nya, adsorpsi indikator berpijar
mempunyai banyak (Speight, 2006).

Bahan adsorben sebagai fasa diam digunakan silica gel, alumina, dan serbuk selulosa. Partikel
silica gel mengandung gugus hidroksil di permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul-molekul polar. Alumina lebih disukai untuk memisahkan senyawa-senyawa
polar lemah, sedangkan silica gel lebih disukai untuk memisahkan molekul-molekul seperti
asam-asam amino dan gula.Magnesium silikat, kalsium silikat, dan arang aktif mungkin juga
dapat digunakan sebagai adsorben (Soebagio, 2002).

Eluen pengembang dapat berupa pelarut tunggal dan campuran pelarut dengan susunan
tertentu.Pelarut-pelarut pengembang harus mempunyai kemurnian yang tinggi. Terdapatnya
sejumlah kecil air atau zat pengotor lainnya dapat menghasilkan kromatogram yang tidak
diharapkan (Soebagio, 2002).

Deteksi noda KLT terkadang lebih mudah dibandingkan dengan kromatografi kertas karena
dapat digunakan teknik-teknik umum yang lebih banyak. Kerap kai, noda tidak berwarna atau
tidak berpendar jika dikenai sinar ultra violet dapat ditampakkan dengan cara mendedahkan
papan pengembang pada uap iod. Uap iod akan berinteraksi dengan komponen-komponen
sampel baik secara kimia atau berdasarkan kelarutan membentuk warna-warna tertentu
(Soebagio, 2002 ).
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan
jalan mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna.Sebuah
contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino.Kromatogram
dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam
amino menghasilkan senyawa-senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu (Clark, 2007).

Keuntungan KLT adalah lebih serba guna, cepat, kepekaannya lebih tinggi dan pemisahan
komponen senyawa lebih sempurna. Sedangkan kelemahannya adalah pada prosedur pembuatan
lempengnya yang memerlukan tambahan waktu kecuali bila tersedia lempeng yang diproduksi
secara komersial. (Gritter,1991).

Satu kekurangan KLT yang asli ialah kerja penyaputannya, pelat kaca dengan penjerap.Kerja ini
kemudian agak diringankan dengan adanya penyaput otomatis.Meskipun begitu, dengan
menggunakan alat itu pun tetap diperlukan tindakan pencegahan tertentu (Harborne, 1987).

Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan mecoba-coba karena
waktu yang diperlukan hanya sebentar.Sistem yang paling sederhana ialah dengan menggunakan
campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal (Rohman, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan media dalam KLT yang juga mempengariuhi nilai Rf
yaitu (Surmono, 1986):

1. Struktur kimia dan senyawa yang sedang dipisahkan


2. Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya
3. Suhu dan kesetimbangan
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase gerak
5. Derajat kejenuhan

BAB III

PROSEDUR KERJA

1. Alat Dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu cawan porselin, sendok besi, batang
pengaduk, chamber, gelas kimia, lampu UV254 dan UV366, mistar, pensil, pinset, pipa kapiler,
pipet volume, sendok tanduk, tangas air, dan vial.

2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu aluminium foil, ekstrak kental rimpang
lengkuas (Alpinia galanga L. Wild), n-hexan, n-butanol, label, kertas saring, tissue, kertas saring,
lempeng KLT.

1. Cara Kerja
2. Penyiapan lempeng KLT dan penjenuhan chamber

1) Penyiapan lempeng silika gel

1. Lempeng silica gel F 254 yang berukuran 20 x 20 cm, dipotong dengan ukuran 7 x 1 cm.
2. Lempeng yang telah dipotong tersebut diaktifkan di atas penangas air.

2) Penjenuhan chamber

1. Disiapkan dua buah chamber yang berisi lengkap dengan penutupnya.


2. Chamber (1) dan chamber (2) diisi dengan eluen dengan kepolaran yang berbeda.
3. Kemudian dimasukkan potongan kertas saring yang panjangnya lebih dari tinggi chamber
dan kemudian ditutup.
4. Dibiarkan hingga eluen naik pada kertas saring hingga melewati penutup kaca (chamber
telah jenuh).
5. Penotolan sampel pada lempeng

1) Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

2) Ekstrak n-heksan / eter (dilarutkan dengan kloroform)

3) Ekstrak diambil dengan menggunakan pipa kapiler, kemudian ditotolkan pada lempeng
yang telah disiapkan.

4) Lempeng yang telah ditotol diangin-anginkan sebentar untuk menguapkan pelarutnya lalu
dimasukkan ke dalam chamber yang telah dijenuhkan

5) Bila eluen telah mencapai batas atas dari lempeng silica gel, maka lempeng tersebut dapat
dikeluarkan

6) Amati secara langsung dan dengan menggunakan penampak bercak UV 254, UV 366, dan
asam sulfat 10% (foto atau cetak dengan menggunakan kertas kalkir yang ukurannya disesuaikan
dengan ukuran lempeng KLT) serta dihitung nilai Rf nya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Tabel Pengamatan

1. Hasil KLT

Jumlah Noda
NamaEkstrak Eluen
UV 254 UV 366
Ekstrak n-heksan
n-heksan etilasetat (6 : 4) 5
Ekstraketilasetat

1. Hasil Penyemprotan

No Pereaksi Keterangan
1 Sampel + Dragendorf Kuning
2 Sampel + Mayer Putih
3 Sampel + Vanilin Putih

1. Pembahasan

Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa
murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya, KLT
dapat digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hodrfobik seperti lipida-
lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas.

Praktikum kali ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi golongan senyawa kimia dari
suatu tanaman. Tanaman yang kita gunakan pada percobaan kali ini adalah rimpang lengkuas.

Pada percobaan ini, tehnik kromatografi lapis tipis yang digunakan adalah suatu plat tipis
(aluminium) yang berfungsinya untuk tempat berjalannya adsorbens sehingga proses migrasi
analit oleh solventnya bisa berjalan. Hal inilah yang membedakan antara kromatografi kertas
dengan kromatografi lapis tipis. Yang dimana pada KLT menggunakan plat tipis sedangkan pada
KK menggunakan kertas (lapisan selulosa) sehingga proses elusinya lebih lama (kirakira 1020
menit lebih lama dari KLT). Perbedaan lainnya dari kedua kromatografi tersebut adalah
pembentukan noda pada adsorbensnya dimana pada KLT noda yang dihasilkan lebih tajam
dibandingkan noda yang nampak dalam KK. Hal ini disebabkan pada KK penyusun dari
adsorbens berupa selulosa yang dapat mengikat air, sehingga ketika dielusi dengan suatu pelarut
atau fase gerak maka noda yang dihasilkan mengalami penyebaran akibat terdapatnya gugus
OH dalam adsorbens yang masih tertingal dalam fase diamnya sehingga penampakan nodanya
terlihat lebih pudar dan bentuk nodanya tidak bulat. Sedangkan dalam KLT adsorbens yang
digunakan berupa slika gel (SiO2) yang tidak mengikat molekul air, sehingga noda yang tercipta
lebih terfokus dan tajam.

Prinsip pemisahan noda adalah berdasarkan kepolarannya sehingga menghasilkan kecepatan


yang berbeda-beda saat terpartisi dan terjadilah pemisahan.Untuk memisahkan noda dengan
sebaik-baiknya maka digunakan kombinasi eluen non polar dan polar. Apabila noda yang
diperlukan terlalu tinggi, maka dapat dikurangi dengan mengurangi kepolaran

Adapun faktor-faktor kesalahan pada praktikum yaitu perbandingan eluen yang kurang tepat,
kurangnya ketelitian dalam penotolan.

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Adapun hasil yang didapat setelah melakukan praktikum adalah hasil pengamatan noda yang
tampak pada lampu UV 366 dengan eluen 6 : 4 sebanyak 5 noda serta pada penyemprotan
menggunakan pereaksi gradendorf hasilnya warna kuning dan dengan pereaksi mayer dan valini
hasilnya warna putih.

1. Saran

Sebaiknya asisten penanggung jawab praktikum lebih mengawasi praktikan saat pengamatan
agar tidak terjadi kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA

Harborne.1987.Metode Fitokimia.Bandung : Penerbit ITB.

Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.

Lide, David. 2001. Handbook of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press LLCRudi,L.
2010.Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Universitas Haluoleo. Kendari

Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu : Jakarta
Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah
denganMetoda Uji Brine Shrimp. USU Repository. Sumatera Utara

Speight, James. G. 2006. The Chemistry and Technology of Petroleum. Taylor & Francis
Group,LLC.

Soebagio. 2002. Kimia Analitik II. Malang : JICA.

Munson, James,W., 1991, Analisis Farmasi, Airlangga University Press, Surabaya

Roth, Herman, J., Blaschike, G., 1988, Analisis Farmasi, Gadjah Mada University Press,
Yogya

Sienko, Plane and Marcus, 1984, Experimental Chemistry 6th Edition.Mc Graw Hill Book Co,
Singapore

Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. UGM Press: Yogyakarta

Surmono, Rb. 1986. Proses Aproasi. Universitas Pancasila: Jakarta

Gritter J.R., James, M.B., (1991), Pengantar Kromatografi, Penerbit ITB, Bandung

Sastrohamidjojo, Dr.H., (1985),Kromatografi, Penerbit Liberty, Yogyakarta

LAMPIRAN

1. Gambar Praktikum

Lampu UV 366 nm

Hasil penyemprotan

1. Skema Kerja
2. Ekstrak n-heksan rimpang lengkuas

Ekstrak n-heksan rimpang lengkuas dimasukkan dalam vial kemudian dilarutkan dengan pelarut
n-heksan
Disiapkan chamber yang akan digunakan

Buat eluen n-heksan ; Etil Asetat ( 6:4)

Jenuhkan eluen pada chamber

Disipakan lempeng KLT

Ditotol pada lempeng KLT ekstrak n-heksan rimpang lengkuas

Masukkan lempeng KLT kedalam chamber yang berisi eluen yang telah jenuh

Setelah selesai terelusi, angkat hati-hati dari chamber

Amati dengan UV 254 nm dan UV 366 nm

Dihitung nilai Rfnya

2. Ekstrak Etil Asetat rimpang lengkuas

Ekstrak Etil Asetat daun Ciplukan dimasukkan dalam vial kemudian dilarutkan dengan pelarut
Etil Asetat

Disiapkan chamber yang akan digunakan

Buat eluen n-heksan ; Etil Asetat ( 6:4)

Jenuhkan eluen pada chamber

Disipakan lempeng KLT

Ditotol pada lempeng KLT ekstrak Etil Asetat rimpang lengkuas

Masukkan lempeng KLT kedalam chamber yang berisi eluen yang telah jenuh

Setelah selesai terelusi, angkat hati-hati dari chamber

Amati dengan UV 254 nm dan UV 366 nm


Dihitung nilai Rfnya

Anda mungkin juga menyukai