OLEH
NADYA MAULIDINA 062240422539
NURHIDAYAH 062240422541
NURSYLVIA SYAHNAZ 062240422542
PUTRI WULANDARI 062240422543
RAFIKA IMTIYAZI ALYA 062240422544
RENO SAPUTRA 062240422545
REYNALDI AGUSTINO PUTRA 062240422546
REZA AYA ZAHRA 062240422547
SALSABILLA JAME`ASR 062240422548
SAQILLA PUTRI AULIA 062240422549
STEVEN HENDRIKUS 062240422550
YENITA ULANDARI 062240422551
KELAS : 1 KID
Kelompok :B
Dosen pengampu : Anerasari M, B.Eng., M.Si.
Kelompok B
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….…. ii
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 1 ………………………….………………………..… 1
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 1: ZAT HIJAU DAUN ………………………….… 11
ii
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS 1
I. Tujuan Percobaan
Setelah melakukan percobaan ini,anda diharapkan dapat :
a) Mengetahui dan menentukan perbedaan pelarut yang digunakan untuk mengelusi
sampel zat warna.
b) Melakukan Analisa sampel (zat warna) buatan menggunakan metoda kromatografi
lapis tipis.
c) Menghitung faktor retensi dan menjelaskan hubungan antara faktor retensi dengan
pemisahan komponen zat warna dalam sampel.
1
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai
metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk
menjajaki system pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi
kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.KLT dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang
sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari
eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil. Pelarut
yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang
dianalisis.
BAGIAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil
dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase
diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT
dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silica
dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi
dan partisi. Fase Gerak
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada
proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi
antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen.
Oleh sebab itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi
oleh laju alir eluent dan jumlah umpan.
Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau
campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan
adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal
sebagai deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar,
dapat mengusir pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel
silika).
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan
teknik yang sensitif.
Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara
0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
2
Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas
fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan
nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam
pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara
signifikan.
Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut
sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan
tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan
meningkatkan solute-solute yang bersifat basa dan asam.
Penotolan atau Pembercakkan
Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit
0,5 µl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl, maka penotolan harus
dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan
sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak.
Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase
gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang
telah berisi totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin
volume fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai
ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan
penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring . Jika fase gerak
telah mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah
jenuh.
Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia
yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui
cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan
untuk menampakkan bercak adalah dengan dengan cara pencacahan radioaktif dan
fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang
dapat berfluorosensi, membuat bercak akan terlihat jelas.
Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara
kimia dengan solute yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak
menjadi berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat
reaksi pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
3
Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang
emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solute sebagai bercak yang gelap atau
bercak yang berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam.
Lempeng yag diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah
diberi dengan senyawa fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase
diam untuk memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot
lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.
Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu
dipanaskan untuk mengoksidasi solute-solut organic yang akan Nampak sebagai
bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.
Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu
instrument yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari
permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak.
Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam
pencatatan (recorder).
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna dapat
langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative
pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi
dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa berlaku rumus
sebagai berikut.
Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus :
Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen
jarak yang ditempuh oleh pelarut
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf
yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-
0,8. Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karena itu
Rf juga disebut factor referensi.
4
(Perbandingan jarak bercak dan jarak tempuh eluen.)
V. DATA PENGAMATAN
Non polar (waktu retensi 59 menit 18 detik)
7
2. Tidak berwarna 4,4 cm
Merah + 3. Biru 0,1 cm 9,5 cm
coklat 4. Hitam kehijauan 1,4 cm 0,821
5. Oren 0,5 cm
6. 1. Pink salem 2,0 cm
2. Pink muda 3,0 cm
Merah + 3. Ungu lilac 1,5 cm 9,5 cm 0,821
biru 4. Ungu lavender 0,5 cm
5. Pink fanta 0,4 cm
8
SPOT WARNA JARAK JARAK JARAK Rf
TINTA KOMPONEN KOMPONEN ELUENT
1. Merah 1. Ungu muda 5,9 cm
2. Ungu kepinkan 1,2 cm 9,5 cm 0,821
3. Ungu kehitaman 0,9 cm
2. Biru 1. Tidak berwarna 5 cm
2. Ungu tua 1,5 cm 9,5 cm 0,821
3. Biru keunguan 1,3 cm
3. Coklat 1. Pink 6,7 cm
2. Coklat kehijauan 0,8 cm 9,5 cm 0,821
Berpudar hijau
neon
3. Coklat tua 0,3 cm
4. 1. Tidak berwarna 5,5 cm
Merah 2. Pink keunguan 1,7 cm 9,5 cm 0,821
3. Merah tua 0,6 cm
5. Merah + 1. Tidak berwarna 5,7 cm
coklat 2. Hitam berpudar 1,1 cm 9,5 cm 0,821
3. Ungu tua 1 cm
6. Merah + 1. Pink 5,6 cm
biru 2. Ungu tua 0,7 cm 9,5 cm 0,821
berpudar 1,1 cm
3. Hitam
1 cm
Keterangan :
Jarak komponen setiap spot setiap spot percobaan pada non polar = 1,8
cm
Jarak pelarut/quen = 7,9 cm
Perhitungan Rf = jarak komponen = 1,8 cm = 0,2278
Jarak pelarut 7,9 cm
Percobaan polar =
9
Jarak komponen polar = 7,8 cm
Jarak eluen = 9,5 cm
Pada pengamatan grup A jarak yang ditempuh komponen pada setiap spot adalah sama
dan jarak yang ditempuh pelarut atau eluen pun sama pada spotnya yaitu 7,8 cm (jarak
komponen) dan 9,5 cm ( jarak eluen) sedangkan pada pengamatan kelompok kami yaitu grup
B, jarak komponen setiap spotnya berbeda dan jarak eluen pun berbeda,hal ini terjadi karena
adsodban atau fase gerak tersebartidak merata sehingga nilai Rfpada setiap spot berbeda-beda.
Pada Analisa waktu tempuh kedua pengamatan tersebut juga terdapat perbedaan.
Waktu tempuh pengamatan grup A adalah 16 menit 52 detik sedangkan waktu tempuh
pengamatan grup b adalah 59 menit 18 detik. Hal ini dikarenakan fase gerak atau pelarut yang
digunakan pada pengamatan grup A bersifat polar sehigga bergerak lebih cepat komponen nya
dibandingkan dengan pelarut yang memliki kesesuaian polar pada pengamatan grup B. pelarut
yang bersifat kurang polar terhadap komponen tersebut adalah asatonitri dan etanol sedangkan
pelarut yang memiliki kesesuaian polar terhadap komponen adalah N heksana.
VII. KESIMPULAN
Kromatografi lapis tipis adalah pemisahan berdasarkan imigrasi sampel yang melewati
fasa dalam yaitu pelat dan didorong oleh fasa gerak yaitu pelarut atau eluen.
Jarak komponen yang berbeda pada setiap spot dan jarak eluen yang berbeda pada
setiap spot mempengaruhi nilai Rf yang akan berbeda pula. Hal tersebut dapat
dibuktikan seperti pada pengamatan grup B.
Pada pengamatan grup B didapatkan nilai Rf = 0,2278
Pada pengamatan mempengaruhi waktu tempat komponen/waktu retensinya. Semakin
sesuai kepolaran antara pelarut dan komponen maka komponennya semakin lama
tertahan sehingga waktu retensinya lambat, begitupun sebaliknya apabila pelarut yang
digunakan non polar, maka komponen bergerak cepat sehingga waktu retensinya lebih
cepat.
10
VIII. GAMBAR HASIL PERCOBAAN (TERLAMPIR)
I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini, Anda diharapakan dapat :
Mengetahui persiapan pemisahan warna zat hijau daun.
Melakukan Analisa sampel zat warna hijau daun (klorofil) menggunakan
metoda kromatografi lapis tipis.
Menghitung factor retensi dan menjelaskan hubungan antara factor retensi
dengan pemisahan komponen zat warna dalam sampel.
11
tipis yang merata secara horizontal. Apabila terbentuk permukaan yang tidak rata secara
horizontal dan plat tidak diposisikan tegak vertikal maka akan sulit untuk memisahkan
komponen-komponen.
Pada KLT, sampel yang akan dipisahkan atau dianalisa ditotolkan pada pelat dengan
menggunakan pipa kapiler. Pemisahan dilakukan dengan memasukkan pelat kedalam
chamber (kamar) yang telah dijenuhkan dengan pelarut yang bersifat volatile. Pelarut akan
naik secara perlahan-lahan sepanjang pelat tersebut berdasarkan kapilaritas. Sampel akan
terdistribusi antara fase diam (adsorben) dan fase gerak (pelarut). Sebagai fase gerak
umumnya dipilih zat yang bersifat kurang polar dibandingkan dengan fase diam sehingga
komponen dalam sampel yang kurang polar akan bergerak lebih cepat dari komponen
sampel yang lebih polar. Bila larutan hamper mencapai ujung pelat maka pelat akan
dikeluarkan dari chamber dan dianginkan hingga pelarut yang menempel pada pelat
menguap. Noda-noda pada pelat akan terlihat yang menunjukkan jumlah komponen yang
ada dalam sampel. Perbandingan antara jarak tempuh komponen dengan jarak tempuh
pelartut disebut Rf . Rf dinyatakan dengan bilangan dan dapat digambarkan seperti
berikut ini :
12
Fungsi eluen dalam KLT :
1. Untuk melarutkan campuran zat.
2. Untuk mengangkat atau membawa komponen yang akan dipisahkan melewati
sorben fase diam sehingga noda memiliki Rf dalam rentang yang dipersyaratkan.
3. Untuk memberikan selektivitas yang memadai untuk campuran senyawa yang akan
dipisahkan. Eluen juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki kemurnian yang cukup.
2. Stabil.
3. Memiliki viskositas rendah.
4. Memiliki partisi isotermal yang linier.
5. Tekanan uap yang tidak terlalu rendah atau tidak terlalu tinggi.
6. Toksisitas serendah mungkin. Menurut Wulandari (2011).
13
3. Menambahkan air destilasi sejumlah volume larutan dalam tabung reaksi, akan
terbentuk 2 lapisan larutan. Memutar tabung dengan Gerakan memutar (swirl) agar
etanol dalam larutan berpindah ke air. Proses apakah ini?.
4. Mengambil bagian bawah larutan dengan cara memasukkan pipet tetes kedalam
tabung reaksi lain, mengambil secara hati-hati, menambahkan air sejumlah volume
larutan ke tabung reaksi awal, memutar agar tercampur dengan baik. Mengulangi
sekali lagi. Larutan bawah setelah 3x akan cenderung tak bewarna.
5. Memindahkan bagian zat warna hijau daun ke Erlenmeyer 50 ml, menambahkan
anhydrous natrium sulfat sebanyak kurang lebih 1 spatula (tidak perlu akurat).
6. Akan membentuk gumpalan dibagian bawah Erlenmeyer, memindahkan ke kaca
arloji dan mentotolkan ke permukaan pelat KLT yang telah diberi tanda jarak.
Mengulangi pentotolan agar didapat titik yang cukup tebal/penuh.
7. Mengisi chamber KLT dengan campuran 3:1 antara Petroleum eter : aseton hingga
didapat ketinggian cairan dalam chamber kurang lebih 0,5 cm.
8. Memasukkan pelat KLT ke dalam chamber, menutup dengan baik dan mengamati
pemisahan yang terjadi. Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai batas
terakhir.
9. 5 jenis daun dapat dipersiapkan untuk penotolan di satu pelat KLT.
V. DATA PENGAMATAN
Nama Volume Waktu Komponen Jarak Jarak
NO Sampel dan Warna Retensi Warna Hasil Kompo Retens
Daun Larutan Pemisahan nen i
2,2 ml
1. Daun Suji (Warna 9,21 Hijau 0,3 cm 4,1 cm
Hijau Pekat) menit Kecoklatan
Daun 5,3 ml Hijau 0,7 cm
2. Bayam (Warna Hijau 2,2 cm 5,5 cm
22,13
Hijau Pekat) Kekuningan
menit
Hijau 0,9 cm
Kebiruan
Daun 2,7 ml
3. Kembang (WarnaHija 9,55 Hijau 1,1 cm 4,2 cm
Sepatu u menit Kekuningan
Kekuningan
)
Daun 1,2 ml 9,25 Hijau Muda 1,6cm 4,3 cm
4. Pandan (Warna menit Hijau 0,6 cm
Hijau Pekat) Kebiruan
Daun 1 ml 25,33 Hijau Muda 1,4 cm 4,1 cm
5. Belimbing (Warna menit Hijau Tua 1,1 cm
Hijau)
VI. PERHITUNGAN
Perhitungan nilai Rf untuk setiap warna dengan rumus :
14
Jarak tempuh komponen
Rf = Jarak tempuh elven
1. Daun Suji = Warna Kecoklatan
Jarak tempuh komponen 0,3 cm
Rf = Jarak tempuh elven = 4,1 cm = 0,0731
2. Daun Bayam
a. Warna Hijau
Jarak tempuh komponen 0,7cm
Rf = Jarak tempuh elven = 5,5 cm = 0,1272
b. Warna Hijau Kekuningan
Jarak tempuh komponen 1,1 cm
Rf = Jarak tempuh elven = 4,2 cm = 0,2619
17
Dapat diamati bahwa semakin tinggi nilai Rf yang diperoleh maka semakin
rendah polaritas dari komponen tersebut.
KROMATOGRAFI GAS
I. TUJUAN PERCOBAAN
• menjelaskan teori kromatografi gas
• mengoperasikan alat kromatografi gas dengan baik dan benar
• menganalisis suatu senyawa baik secara kualitatif maupun kuantitatif
19
analit dilakukan membandingkan luas puncak analit dengan luas puncak standar. Efisiensi 16
x (TR/WB)2, dengan TR= waktu retensi dan WB= lebar dasar puncak
V. DATA PENGAMATAN
Pemisahan 1A
Titik didih Temperatur
21
Metanol : 64,7oC Injektor : 80oC
Etanol : 78,37oC Oven : 75oC
Propanol : 97oC Detector : 150oC
Pemisahan 1B
Titik didih Temperatur
Metanol : 64,7oC Injektor : 100oC
Etanol : 78,37oC Oven : 90oC
Propanol : 97oC Detector : 150oC
Pemisahan 2
Titik didih Temperatur
Metanol : 64,7oC o
Injektor : 80 C
Etanol : 78,37oC Oven : 75oC
Detector : 150oC
22
VI. ANALISA PENGAMATAN
Temperatur injeksi sangat mempengaruhi pemisahan sehingga terjadi perbedaan waktu
retensi:
Pemisahan 1A
Metanol dan etanol yang memiliki titik didih 64,7 oC dan 78,37oC sehingga
proses perubahan ke fase gas pada kedua senyawa itu terjadi lebih cepat, yang
diawali dengan metanol. Kemudian tidak berselang lama etanol juga ikut berubah
fase pada suhu 80oC. Sedangkan untuk propanol memerlukan waktu sedikit lebih
lama dikarenakan titik didih propanol yang sangat tinggi dibandingkan 2 senyawa
sebelumnya, dengan titik didih 97oC tersebut melebihi temperatur injeksi 80oC
Pemisahan 1B
Pada percobaan ini metanol dan etanol mengalami perubahan fase secara
spontan ke fase gas hal tersebut dikarenakan terlalu tingginya suhu injektor sebesar
100oC mengakibatkan waktu retensinya sangat singkat sedangkan propanol pada
percobaan ini dapat berupa fase dengan sangat baik pada suhu injektor 100 oC,
karena titik didih propanol berdekatan dengan suhu injektor
Pemisahan 2
Kesesuaian polar antara benzena dengan kolom mengakibatkan Heksana
terdeteksi lebih dahulu. Sedangkan benzena membutuhkan waktu lebih lama
karena tertahan di dalam kolom. Namun jika kolom yang dipakai bersifat non polar
maka heksana akan tertahan dan benzena dapat keluar terlebih dahulu
VII. Kesimpulan
Kromatografi gas merupakan suatu proses pemisahan dan pengidentifikasian
senyawa yang digunakan mudah menguap dalam suatu campuran dengan
menggunakan gas sebagai fasa gerak yang melewati suatu kolom yang menjadi
fase diam
Pada percobaan 1A metanol dan etanol akan lebih dahulu berubah ke fase gas
karena memiliki titik didih 64,7oC dan 78,37oC dengan suhu injektor 80oC.
Sedangkan propanol memerlukan waktu yang lebih lama dikarenakan propanol
memiliki titik didih 97oC yang mana melebihi suhu injektor. Sedangkan pada
percobaan 1B metanol dan etanol akan berubah fasenya secara spontan
Pada percobaan 2 kesesuaian polar antara benzena dengan kolom mengakibatkan
Heksana mudah terdeteksi, lain halnya dengan benzena yang membutuhkan waktu
sedikit lebih lama di dalam kolom sebelum berubah fase dan kebalikannya apabila
kolom yang dipakai bersifat non polar maka heksana akan tertahan dan benzena
daoat keluar terlebih dahulu
Sehingga, dapat disimpulkan temperatur injeksi sangat memengaruhi proses
pemisahan sehingga, terjadi perbedaan waktu retensi pada setiap senyawa dan pada
saat pemilihan kolom perlu diperhatikan penggunaan kolom polar dan non polar.
Karena kesesuaian polar dapat mengakibatkan senyawa tersebut tertahan lebih
lama di dalam kolom
23
PEMISAHAN ANALITIK
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI 1
I. TUJUAN PERCOBAAN
Menjelaskan teori kromatografi cair kinerja tinggi.
Mengoperasikan alat kromatografi cair dengan baik dan benar.
Menganalisa suatu senyawa kimia baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi.
II. DASAR TEORI
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Cromatography
(HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisiokimia. Ke KCKT termasuk metode
analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan
atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya yaitu
mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, mudah melaksanakannya,
kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, dapat dihindari terjadinya dekomposisi/
kerusakan bahan yang dianalisis, resolusi yang baik, dapat digunakan bermacam-macam
detektor, kolom dapat digunakan kembali, dan mudah melakukan “sampel recovery”.
Komponen komponen alat dalam HPLC diantaranya ialah:
Reservoir (wadah pelarut atau cairan)
Pompa
Sistem injeksi sampel
Kolom, terdiri dari
1. Kolom analitik (kolom utama)
2. Kolom guard
3. Thermostat
Detektor
Komputer (pengolah data)
25
22. Mengakhiri pencucian kolom dengan dialiri metanol 100% s selama 30 menit.
23. Mematikan flow pompa dan lampu yang digunakan.
24. Menutup software chromelon beserta monitornya.
25. Mematikan instrumen HPLC dan software-nya.
V. DATA PENGAMATAN
Sampel Panadol
Sampel Bodrex
50 mg
= 1000 ppm
0 , 05 ml
1 ml
2. = ... ppm
50 ml
1mg
= 20 ppm
0 , 05 L
Preparasi sampel
1. Bobot sampel bodrex
kafein
Bobot sampel= × bobot rata-rata
bobot kafein 1 tablet
50 mg
= × 0,82799 gr
50 mg
= 0,82799 gr
50 mg
= × 0,82799 gr
50 mg
= 0,82799 gr
Fasa gerak
50 mg
a. × 500 = 245 ml
50 mg
51
b. × 500 = 255 ml
100
27
VII. DATA PENGAMATAN
Pada praktikum kali ini yaitu HPLC 1 untuk mengetahui analisa kafein dengan
metode HPLC mulai dari preparasi larutan fase gerak. Larutan yang digunakan yaitu
aquabides dan metanol sebanyak 500 ml volume campuran total dengan perbandingan
aquabides dan metanol adalah 49% : 51%. Setelah dihitung aquabidas diperlukan
adalah 245 ML dan metanol yang diperlukan adalah 255 ML. Larutan fase gerak ini
digunakan untuk analisa dengan memasukkannya ke botol fase gerak di channel a dan
b dari 4 channel yang tersedia. Nama channel dapat dilihat dari tubingnya.
VIII. KESIMPULAN
28
PEMISAHAN ANALITIK
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI 2
I. TUJUAN PERCOBAAN
Menjelaskan teori kromatografi cair kinerja tinggi.
Mengoperasikan alat kromatografi cair dengan baik dan benar.
Menganalisa suatu senyawa kimia baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan
menggunakan alat kromatografi cair kinerja tinggi.
II. DASAR TEORI
Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut denganHigh
Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidakdestruktif
dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Yang paling
membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada KCKTdigunakan tekanan
tinggi untuk mendorong fasa gerak. Campuran analit akan terpisah berdasarkan
kepolarannya, dan kecepatannya untuk sampai ke detektor (wakturetensinya) akan
berbeda, hal ini akan teramati pada spektrum yang puncak- puncaknya terpisah.Prinsip
dasar dari KCKT, dan semua metode kromatografi adalahmemisahkan setiap komponen
dalam sample untuk selanjutnya diidentifikasi(kualitatif) dan dihitung berapa konsentrasi
dari masing-masing komponen tersebut(kuantitatif). Sebetulnya hanya ada dua hal utama
yang menjadi krusial point dalammetode KCKT. Yang pertama adalah proses
separasi/pemisahan dan yang keduaadalah proses identifikasi. Dua hal ini mejadi faktor
yang sangat penting dalamkeberhasilan proses analisa.Kromatografi merupakan
pemisahan fisiko kimiawi. Pemisahan ini dapatterjadi kalau interaksinya berulang. Kita
dapat mengetahuinya dengan kuantitasulangan yang dinyatakan dengan teori plate (terjadi
pada setiap lempeng, banyaknyalempeng dinyatakan dengan N).
29
Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan komponen analit berdasarkan kepolarannya,
setiap campuran yang keluar akan terdeteksi dengan detektor dan direkam dalam bentuk
kromatogram. Dimana jumlah peak menyatakan jumlah komponen, sedangkan luas peak
menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran.
30
Erlenmeyer 500ml
Labu Ukur 50ml
Sonificate
Perangkat HPLC + injector + pencetak kromatogram
Kolom licospher C-18
Syiringe
Penyaring milipone
Bahan yang digunakan
Kafein 15 ppm
Metanol
Aquabidest
Sampel obat yang mrngandung caffeine (Bodrex, Panadol, Oskadon)
31
18. Melakukan injeksi standar dan sampel.
19. Catatan: bila ingin meng-injek sampel posisi injeksi pada posisi LOAD (atas), bila
sudah ada warning waitig for injection, lalu memutar injektor ke posisi inject.
20. Melakukan processing data (ada pada logam bagian prose kuantitasi).
21. Bila analisa telah selesai, mencuci terlebih dahulu kolom yang digunakan dengan
kandungan air: ME OH selama 30 - 60 menit.
22. Mengakhiri pencucian kolom dengan dialiri metanol 100% s selama 30 menit.
23. Mematikan flow pompa dan lampu yang digunakan.
24. Menutup software chromelon beserta monitornya.
25. Mematikan instrumen HPLC dan software-nya.
Cara Preparasi Standar
1. Menimbang 50 mg Caffeine Anhydrus, memasukkan ke dalam labu takar 50ml.
mengencerkan dengan pelarut sampai tanda batas
2. Melakukan sonifikasi selama 10 menit
3. Memipet 1 ml larutan diatas, mengencerkan dengan 50 ml pelarut
Cara Preparasi Sampel
4. Menimbang sampel setara 50 mg Caffeine Anhydrus, memasukkan ke dalam labu
takar 50ml. mengencerkan dengan pelarut sampai tanda batas
5. Melakukan sonifikasi selama 10 menit
6. Memipet 1 ml larutan diatas, mengencerkan dengan 50 ml pelarut
V. DATA PENGAMATAN
Sampel Panadol
32
Rata-rata 0, 69258
Sampel Bodrex
Sampel Oskadon
VI. PERHITUNGAN
Pelarut dan Fase Gerak
33
500 ml volume total pelarut yang digunakan dengan komposisi 49%
aquabidest dan 51% metanol, maka volume masing masing yang dibutuhkan
adalah
49
100
× 500 = 245 ml
51
100
× 500 = 255 ml
Preparasi Standar
50 mg
3. = ... ppm
50 ml
50 mg
= 1000 ppm
0 , 05 ml
1 ml
4. = ... ppm
50 ml
1mg
= 20 ppm
0 , 05 L
Preparasi sampel
1. Bobot sampel bodrex
Setara sampel (kafein)
Bobot sampel= × bobot rata-rata
bobot kafein 1tablet
50 mg
= × 0,83348 gr
50 mg
= 0,83348 gr
34
= 0,70337 gr
Preparasi Standar
No Sampel Konsentrasi
1 50 mg/ 50 ml 1000 ppm
2 1 ml/ 50 ml 20 ppm
Preparasi Sampel
No Sampel Bobot Caffeine dalam 1 Tablet Bobot Rata Bobot sampel
Rata yang dibutuhkan
1 Bodrex 50 mg 0,83348 gr 0,83348 gr
2 Panadol 65 mg 0,69258 gr 0,53275 gr
3 Oskadon 50 mg 0,70337 gr 0,70337 gr
IX. KESIMPULAN
Pada prinsipnya HPLC adalah pemisahan analit berdasarkan kepolarannya
dengan kolom sebagai fase diam dan larutan tertentu sebagai fase gerak. Yang
membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya yaitu pada HPLC digunakan
tekanan tinggi untuk mendorong fase gerak.
Konsentrasi larutan standar adalah 20 ppm, begitu pula konsentrasi sampel
dengan bobot sampel yang ditimbang setara dengan 50 mg kafein yaitu 0,83348 gram
untuk Bodrex; 0,53275 gram untuk Panadol; dan 0,70337 untuk Oskadon. Larutan
untuk fase gerak dimasukkan ke dalam penampung fase gerak yaitu channel A dan B
dengan volume tota 500 ml dengan komposisi perbandingan 49% : 51% yaitu 245 ml
untuk aquabidest dan 255 ml untuk metanol.
X.
36
SPEKTROFOTMETRI
FOTOMETER NYALA
I. TUJUAN PERCOBAAN
Sebuah fotometer nyala adalah alat yang digunakan dalam analisis kimia anorganik
untuk menentukan konsentrasi ion logam tertentu, di antaranya natrium, kalium, lithium, dan
kalsium. Fotometri nyala adalah suatu metoda analisa yang berdasarkan pada pengukuran
besaran emisi sinar monokromatis spesifik pada panjang gelombang tertentu yang di
pancarkan oleh suatu logam alkali atau alkali tanah pada saat berpijar dalam keadaan nyala
dimana besaran ini merupakan fungsi dari konsentrasi dari komponen logam tersebut.
Fotometri nyala didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar unsur akan
tereksitasi dalam suatu nyala pada suhu tertentu serta memancarkan emisi radiasi untuk
panjang gelombang tertentu. Eksitasi terjadi bila lektron dari atom netral keluar dari
orbitalnya ke orbital yang klebih tinggi. Dan bila terjadi eksitasi atom,ion molekul akan
kembali ke orbital semula dan akan memancarkan cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Prinsip dari fotometri nyala ini adalah pancaran cahaya elektron yang tereksitasi yng
kemudian kembali kekeadaan dasar.
Dipancarkannya warna sinar yang berbeda-beda atau warna yang khas oleh tiap-tiap
unsur adalah disebabkan oleh karena energi kalor dari suatu nyala-nyala elektron dikulit
paling luar dari unsur-unsur tersebut tereksitasi dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi,
37
yang dibolehkan.Pada waktu elektron-elektron tereksitasi kembali ke tingkat dasar, akan
diemisikan foton yang energinya. Oleh karena tingkat-tingkat energi eksitasi tersebut adalah
khas atau spesifik untuk suatu unsur logam tertentu,maka sinar yang dipancarkan oleh suatu
atom unsur logam tersebut adalah khas pula. Dasar ini digunakan untuk analisa kualitatif
unsur-unsur logam secara reaksi nyala.
Catatan:
1. Larutan yang akan dianalisis harus tidak mengandung endapan, jika ada endapan
lakukan penyaringan terlebih dahulu
2. Jika pembacaan sampel melebihi skala % (melebihi 100%) lakukan pengenceran sampel
sampai pembacaan di bawah 100%
38
V. DATA PENGAMATAN
2 Aquadest 0%
VI. PERHITUNGAN
M1 .V1 = M2 . V2
(10 mg/l).(100 ml) = (100 mg/l). V2
V2 = 10 ml
3. Konsentrasi sampel
M =0,8 x 10 = 8 ppm
39
M = 0,3 x 10 = 3 ppm
Mula-mula kami melakukan pengenceran larutan kalium dari 1000 ppm menjadi 100
ppm dan selanjutnya di encerkan lagi menjadi 10 ppm. Larutan Kalium ini digunakan sebagai
pembacaan standar. Selanjutnya melakukan pembacaan pada sampel-sampel tersebut untuk
menentukan kosentrasinya. Dapat diamati bahwa pada saat pembacaan sampel yang diukur
nyalanya bewarna ungu yang mengindikasikan terdapat kalium didalamnya.
Pada fotometer nyala ini dapat diketahui bahwa sebagian besar unsur akan tereksitasi
dalam suatu nyala pada suhu tertentu serta memancarkan emisi radiasi untuk panjang
gelombang tertentu. Eksitasi terjadi bila elektron dari atom netral keluar dari orbitalnya ke
orbitas yang lebih tinggi. Dan bila terjadi eksitasi atom, in molekul akan kembali ke orbital
semula dan akan memancarka cahaya pada panjang gelombang tertentu. Dari hasil percobaan
dapat diketahui bahwa semakin besar kosentrasi unsur kalium maka semakin besar emisi sinar
yang dihasilkan.
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Fotometeri nyala adalah suatu metoda analisa untuk menentukan kadar suatu logam dalam
suatu sampel yang didasarkan kepada emisi
(pancaran)sinar monokromatis pada panjang gelombang tertentu dalam keadaan berpijar atau
nyala.
2. Prinsip dari fotometri nyala ini adalah pancaran cahaya elektron yangtereksitasi yang
kemudian kembali ke keadaan dasar.
3. Besaran intensitas emisi sinar sebanding dengan tingkat konsentrasi
unsur yang dianalisa dalam larutan. Semakin besar konsentrasi unsur yangdianalisa dalam
larutan, maka semakin besar emisi sinar yang dihasilkan,sebaliknya semakin kecil konsentrasi
unsur yang dianalisa dalam larutan,maka semakin kecil pula emisi sinar yang dihasilkan
4. Kosentrasi sampel yang dihasilkan :
- Hydro Coco = 9 ppm
- Mizone (Isotonik) = 8 ppm
- Air Kelapa = 3 ppm
40
LAMPIRAN 1
GAMBAR ALAT
41
LAMPIRAN 2
GAMBAR HASIL PERCOBAAN
LAMPIRAN GRUP A
42
LAMPIRAN GRUP B
43
DAFTAR PUSTAKA
Jobsheet. 2023. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrument: Kromatografi Lapis Tipis
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.
Sinaga, April dkk. Laporan Pratikum Kromatografi Lapis Tipis Kelompok 3. Pdfcoffe.com.
diakses pada 4 April 2023.
Rosita, Linda. 2020. Pemisahan Zat Hijau Daun Dengan Kromatografi Lapis Tipis.
Universitas Negeri Medan
Jobsheet. 2023. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrument: Kromatografi Gas.
Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.
Gunawan, Chandra. 2020. Kromatografi Gas. www.academia.edu: Diakses pada 10 april
2023.
Jobsheet. 2023. Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrument: Kromatografi cair kinerja
tinggi. Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.
Lutfi Achmad. 2009. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
Zainal, Tuti Handayani, Dkk. 2019., Penetapan Kurva Standar Senyawa Tetra Hidroxy Ethyl
Disulphate (Thes) Dalam Plasma Marmut (Cavia Porcellus) Menggunakan KCKT.
Universitas Hassanuddin. Makasar.
Hazin, Ilmi. 2019. Makalah Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Universitas Padjajaran.
44