Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM METODE ANALISIS FISIKOKIMIA

PERCOBAAN 3.1

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF BAHAN BAKU DENGAN


METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Disusun oleh :

Salsa Aura Al-Rahma (10060321061)

Ika Satryani Ritonga (10060321062)

Anggi Nugraha (10060321063)

Nadhira Khairunnisa (10060321064)

Berliana Siti Marchiani (10060321065)


Syadza Syahida Zahra (10060321067)

Shift/Kelompok : B/5

Tanggal Praktikum : 12 Oktober 2022

Tanggal Laporan : 18 Oktober 2022

Nama Asisten : Kamilia Ayu Khairunnisa, S.Farm

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2022 M / 1444 H
I. Tujuan Percobaan

1.1 Melakukan analisis kualitatif bahan baku dengan metode kromatografi


cair kinerja tinggi.

1.2 Melakukan analisis kuantitatif bahan baku dengan metode


kromatografi cair kinerja tinggi.

1.3 Menyimpulkan mutu bahan baku dengan data kromatogram dan hasil
penetapan kadar.

II. Prinsip percobaan

2.1 High Performance Liquid Cromatography (HPLC) merupakan pemisah


analit-analit berdasarkan kepolaran. Ketika suatu sampel yang akan
diinjeksikan kedalam kolom maka sampel tersebut akan terurai dan
terpisah menjadi senyawa-senyawa kimiawi (analit) sesuai dengan
perbedaan afinitasnya.

2.2 Memisahkan setiap komponen dalam sampel yang selanjutnya akan


didentifikasi (Kualitatif) dan dihitung konsentrasi dari masing-masing
komponen tersebut (Kuantitatif).

III. MSDS
3.1 Paracetamol
Rumus molekul : C8H9NO3
Berat molekul: 151,16 g/mol
Pemerian: Serbuk hablur, putih,tidak berbau, rasa sedikit pahit
Kelarutan: Larut dolam 70 bagian air, 7 bagian etanol, 13 bagian aceton,
40 bagian gliserol, 9 bagian propilen glikol, larut dalam larutan alkali
hidroksida
Titik Lebur: 170℃
pH: 3,8-6,1
Berat Jenis:1,923
pKa: 9,5
Stabilitas: Terhidrolisis pada pH minimal 5-7, stabilitas pafda suhu 45℃
Inkompatibilitas: Inkompatibilitas terhadap nylon.
Penanganan: Jiks kontak dengan mata cuci dengan air mengalir 15 menit.
Jika konak dengan kulit cuci dengan air dan sabun.
Jika tertelan jangan memaksakan untuk muntah.
Jika terhirup, hirup udara segar.
(Dirjen POM, 1995)

3.2 Metanol
Rumus Molekul: CH3OH
Berat Molekul: 32,04 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bauk has seperti alcohol.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan jernih tidak
berwarna.
Titik didih : 64,5℃
Titik Leleh : -97,8℃
Densitas 0,7918 g/cm3
pKa: 15,5
Penanganan; Jika kontak dengan mata cuci dengan air mengalir.
Jika kontak dengan kulit cuci dengan air dan sabun.
Jika tertelan jangan memaksakan muntah.
Jika terhirup, hirup udara segar.
(Dirjen POM, 1979)

3.3 Aqua destilasi


Rumus Molekul : H20
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Pemerian: Cairan tidak berwarna, jernih, tidak berbau, dan tidak berasa.
Kelarutan: Dapat bercampur dengan pelarut polar
pH: 7
Titik didih: 100℃
Titik Leleh : 0℃
Volume Molar: 55,5 mol/L
Stabilitas: Stabil dalam semua keadaan, baik minyak, dingin, atau panas.
Inkompatibilitas: Air dapat bereaksi dengan obat dan eksipien lainnya terurai
atau terhidrolisis. Air juga dapat bereaksi dengan logam alkali. Kalsium
dioksida, dan magnesiumdioksida.
(Dirjen POM, 1979)

IV. Teori Dasar

4.1. HPLC
High performance liquid chromatography (HPLC) atau yang sering disebut
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah jenis kromatografi yang
penggunaannya paling luas. Kegunaan umum HPLC adalah untuk pemisahan dan
pemurnian senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif senyawa obat dalam
sediaan farmasetika. Disamping itu, HPLC juga digunakan untuk identifikasi
kualitatif senyawa obat berdasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat
standar serta senyawa obat dalam sampel (Gandjar dan Rohman, 2012).
Prinsip dasar dari HPLC adalah pemisahan analit-analit berdasarkan
kepolarannya. Adapun prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika suatu sampel
yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut kemudian akan
terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia ( analit ) sesuai dengan
perbedaan afinitasnya. Hasil pemisahan tersebut kemudian akan dideteksi oleh
detector (spektrofotometer UV, fluorometer atau indeks bias) pada panjang
gelombang tertentu, hasil yang muncul dari detektor tersebut selanjutnya dicatat
oleh recorder yang biasanya dapat ditampilkan menggunakan integrator atau
menggunakan personal computer (PC) yang terhubung online dengan alat HPLC
tersebut (Gandjar dan Rohman, 2012).

4.2. Komponen-komponen KCKT


1. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom.
Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan
pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating
menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating),oleh karena itu
membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis
dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran.
Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe
memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas. (Johnson,
1978)
2. Injektor (injector)
Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan
disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua model umum :
a. Stopped Flow
b. Solvent Flowing
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
a. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja
atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa
digunakan karena difusi di dalam cairan kecil clan resolusi tidak dipengaruhi
b. Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan
pada Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60
-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut
Kromatografi Cair.Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum
injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
c. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume
lebih besar dari 10 μ dan dilakukan dengan cara automatis (dengan
menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat
diinjeksifan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi kedalam loop
pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuK
ke dalam kolom (Johnson, 1978).
3. Kolom (Column)
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis
tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom
dapat dibagi menjadi dua kelompok :
a. Kolom analitik : Diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung pada
jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang
digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30
cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan
panjang kolom 25 -100 cm. Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan
biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan
temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan
kromatografi eksklusi. Pengepakan kolom tergantung pada model KCKT yang
digunakan (Liquid Solid Chromatography, LSC; Liquid Liquid
Chromatography, LLC; Ion Exchange Chromatography, IEC, Exclution
Chromatography, EC) (Johnson, 1978)
4. Detektor (Detector)
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di
dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis
kuantitatif).Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan
(noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi respons untuk
semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi
temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor
KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm Variabel panjang
gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range
yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama
pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika dibandingkan
dengan detektor UV. Detektor-detektor lainnya antara lain:
Detektor Fluorometer -Detektor Spektrofotometer Massa Detektor lonisasi
nyala -Detektor Refraksi lndeks Detektor Elektrokimia -Detektor Reaksi Kimia
(Johnson, 1978)

4.3. Kelebihan KCKT dan Kekurangan KCKT


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid
Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia.
KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan
fasa gerak. Cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini
jika dibandingkan dengan metode lainnya kelebiha itu antara lain :
a. mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
b. mudah melaksanakannya
c. kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
d. dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis
e. Resolusi yang baik
f. dapat digunakan bermacam-macam detektor
g. Kolom dapat digunakan kembali
h. mudah melakukan "sample recovery"
Kelemahan dari alat HPLC antara lain:
· Harga sebuah alat HPLC cukup mahal.
· Sering ada larutan standar yang tertinggal diinjektor.
· Pada kolom dengan diameter rata-rata partikel fase diam dengan ukuran 5 dan
3 mikrometer sela-sela partikel lebih mudah tertutup oleh kotoran, jadi harus
seringkali dicuci dan kemurnian larutan harus dijaga (Lindsday, 1992).

4.4. Paracetamol
Parasetamol (C8H9NO2) atau asetaminofen berupa serbuk hablur, putih,
tidak berbau, rasa sedikit pahit. Mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak
lebih dari 101,0 % C8H9NO2, dihitung terhadap zat anhidrat. Kelarutannya larut
dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N serta mudah larut dalam
etanol. BM parasetamol adalah 151,16. Parasetamol memiliki khasiat sebagai
analgetikum dan antipiretikum (Depkes RI, 1995).

Gambar 1.1 Rumus Struktur Paracetamol

Absorbansi parasetamol pada max245 nm dalam larutan asam adalah sebesar 668a
sedangkan dalam larutan alkali atau basa absorbansinya sebesar 715a pada max257 nm
(Moffat et al., 2004).
V. Alat dan Bahan
Alat Bahan
Botol Air destilasi
Filer Bahan baku parasetamol
HPLC Agillent Kolom HPLC C18
Labu takar 10 mL dan 50 mL Metanol pro HPLC
Membran filter PTFE 0,45 µm
Pipet tetes
Pipet volume
Spatel
Timbangan Analitik

VI. Prosedur Percobaan


6.1 Sistem kromatografi
Fase Diam: ODS, Pacung L1
Fase Gerak: air : methanol = 3 : 1
Laju Air: 1,5 mL/ menit
Lempeng Teoritis: 1000
Tailing Factor: maksimal 2
Detektor: UV 243 nm
6.2 Uji kesesuaian sistem
Pertama-tama larutan standar diinjeksi berturut-turut sebanyak 7 kali kedalam
instumen kromatografi cair kinerja tinggi. Selanjutnya luas area standar, waktu
retensi, factor dihitung nilai simpanganbaku relative (SBR) nya. Ui kesesuaian
system dinyatakan memenuhi syarat apabila nilai SBR < 2,0%
6.3 Analisis Kualitatif
Larutan Standar
Pada pembuatan larutan standar, pertama-tama 25 mg baku pembanding
paracetamol ditimbang dengan seksama dan dimasukkan kedalam labu takar,
larutan dikocok hingga homogen.
Lalu dipipet 1,0 mL larutan kedalam labu takar 10 mL. Kemudian diencerkan
dengan fase gerak hingga tanda batas. Larutan disaring dengan membrane filter
nylon ukuran 0,45 µm. Larutan siap diinjeksikan kedalam alat KCKT.
Larutan Uji
Pada pembuatan larutan uji, pertama-tama 25,2 mg bahan baku paracematmol
ditimbang dengan seksama dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL, Lalu
diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas dan kocok hingga homogen.
Selanjutnya pipet hingga 1,0 mL ke dalam labu takar 10 mL. Diencerkan dengan
fase gerak hingga tanda batas. Larutan disaring dengan membrane filter nylon
ukuran 0,45 µm. Larutan sudah siap diinjeksikan kedalam alat KCKT.
Larutan Standar dan larutan uji masing-masing diinjeksikan kedalam alat KCKT.
Kromatogram yang terbentuk direkam. Lalu dibandingkan kromatogram larutan uji
dan larutan standar. Waktu retensi puncak larutan uji harus sama dengan waktu
retensi puncak larutan standar.
6.4 Analisis Kuantitatif
Larutan Standar
Pada pembuatan larutan standar, pertama-tama 25 mg baku pembanding
paracetamol ditimbang dengan seksama dan dimasukkan kedalam labu takar 50
mL. Diencerkan dengan fase gerak hingga tanda batas dan dikocok larutan hingga
homogen (lrutan stok baku pembanding paracetamol). Kemudian dibuat rangkaian
pengenceran larutan standar untuk pembuatan kurva kalibrasi.
Dipipet masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; dan 1,2 mL larutan stok baku
pembanding kedalam labu takar 10 mL. Diencerkan dengan fase gerak hingga
tanda batas. Lalu disaring larutan dengan membran filter nylon ukuran 45 µm.
Larutan sudah siap untuk diinjeksikan kedalam alat KCKT. Konsentrasi masing-
masing larutan kurva kalibrasi dihitung.
Larutan Uji
Pada pembuatan larutan uji, pertama-tama 25,2 mg baku pembanding parasetamol
ditimbang dengan seksama dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL. Diencerkan
dengan fase gerak hingga tanda batasdan dikocok hingga homogen. Dipipet 1,0
mLlarutan kedalam labu takar 10 mL. Diencerkan dengan fase gerak hingga tanda
batas. Disaring larutan dengan membrane filter nylon 45 µm. larutan sudah sia
untuk diinjeksikan kedalam alat KCKT.
6.5 Metode Kurva Kalibrasi
Diinjeksikan masing-masing serangkaian konsentrasi larutan standar dan
larutan uji. Luas area kromatogram masing-masing larutan standar dan larutan uji
dicatat. Dengan menggunakan kurva kalibrasi atau persamaan garis, kadar larutan
sampel dihitung.
6.6 Metode One Point Method
Luas area kromatogram salah satu larutan pembanding diambil. Kemudian
gunakan untuk menghitung kadar larutan sampel dengan menggunakan metode
“one point”

𝐿𝑢
𝐶𝑢 = 𝑥 𝐶𝑠
𝐿𝑠
Keterangan:
Cu: Konsentrasi larutan uji
Lu: Luas area kromatogram larutan standar
Ls: Luas area kromatogram larutan uji
Cs: Konsentrasi larutan standar.
Dibandingkan kedua hasil penetapan kadar tersebut.

VII. Data pengamatan dan perhitungan


1. Analisis Kualitatif
1.1. Hasil Penimbangan
1. Berat standar = 25 mg
2. Berat uji = 25,2 mg
3. Fase Gerak = (3 : 1)
1.2 Tabel Uji Kesesuaian Sistem (UKS)

Penyuntikan Waktu retensi Luas area


1 3.56 51845749
2 3,54 52660118
3 3,54 53037613
4 3,6 52966160
5 3,543 52739207
6 3,577 52792940
7 3,57 53681771
Rata-rata (x) 3,564 52817651,14
SD 0,023 546704,6456
SBR 0,649 % 1,035%
 Memenuhi syarat karena SBR  2,0%

1.2. Tabel Kromatografi Standar Uji

Penyuntikan Waktu Retensi Luas Area


Standar 3,557 42369931
Uji 3,557 41466917
2. Analisis Kuantitatif
2.1. Hasil Penimbangan
1. Berat Standar = 25 mg
2. Berat Uji = 25,2 mg
2.2. Hasil Perhitungan
a. Larutan Standar
25 mg 20
× = 500 ppm
50 mL 20
b. Pengenceran Larutan Standar
V1 . M1 = V2 . M2
• 0,2 . 500 ppm = 10 mL . M2
M2 = 10 ppm
• 0,4 . 500 ppm = 10 mL . M2

M2 = 20 ppm
• 0,6 . 500 ppm = 10 mL . M2
M2 = 30 ppm
• 0,8 . 500 ppm = 10 mL . M2
M2 = 40 ppm
• 1 . 500 ppm = 10 mL . M2
M2 = 50 ppm
• 1,2 . 500 ppm = 10 mL . M2
M2 = 60 ppm
c. Larutan Uji
25,5 mg 20
× = 504 ppm
50 mL 20
d. Pengenceran Larutan Uji
V1 . M1 = V2 . M2
• 1 . 504 ppm = 10 mL . M2
M2 = 50,4 ppm
2.3. Tabel Kurva Kalibrasi
Konsentrasi Luas Area
(ppm)
10 9079258
20 15776483
30 20776483
40 28154222
50 39273771
60 42388446
Uji (y) 41466917

a = 1464882,333
b = 698348,0571
r = 0,9918472804
2.4. Cara Kurva Kalibrasi
Persamaan regresi − y = a + bx
41466917 = 698348,0571x + 1464882,333
x = 57,2809 ppm
2.5. %Kadar
Konsentrasi Uji
= × 100%
Konsentrasi Uji Teoritis
57,2809 ppm
= × 100%
50 ppm

=114,56 %
(%Kadar Paracetamol tidak memenuhi syarat,karena harus berkisar 98-102%)
2.6. Cara One Point
Lu
Cu = × Cs
Ls
41466971
= × 50
39273771

= 52,79
%Kadar
52,79
= × 100%
50

= 105,58 % (%Kadar tidak memenuhi syarat)

VIII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini digunakan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi) untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif pada sediaan farmasi
yaitu bahan baku paracetamol. Tujuan dilakukan percobaan ini yaitu melakukan
analisis kualitatif dan kuantitatif bahan baku paracetamol serta menyimpulkan
mutu bahan baku paracetamol dengan data kromatogram dan hasil penetapan kadar.
Kromatografi cair kinerja tinggi adalah suatu metode pemisahan cuplikan
diantara dua fase diam dan fase gerak. Teknik kromatografi yang digunakan dalam
percobaan ini adalah kromatografi partisi. Ini adalah pemisahan berdasarkan
pemisahan analit menjadi dua cairan yang tidak dapat bercampur, fase gerak cair
dan fase diam cair yang terikat pada penyangga kolom. Sistem kromatografi yang
digunakan dalam percobaan ini adalah sistem fase terbalik, dimana fase diam yang
digunakan bersifat non polar sedangkan fase geraknya bersifat polar. ODS
digunakan sebagai fase diam. Ini adalah kolom yang mengandung silika polar dan
18 atom karbon ditambahkan untuk membuat ODS non-polar. ODS banyak
digunakan karena dapat mengisolasi koneksi dari level polaritas terendah hingga
level polaritas tertinggi. Karena parasetamol bersifat polar, maka senyawa
parasetamol tidak tertahan pada fase diam dan keluar bersama fase gerak yaitu
metanol:air (1:3) yang digunakan pada praktikum kali ini. Air bersifat lebih polar
daripada metanol karena tidak memiliki atom karbon. Jumlah air yang digunakan
sebagai fase gerak lebih banyak dibandingkan metanol sehingga kepolaran fase
gerak menjadi sangat tinggi.
8.1 Analisis Kualitatif
Sebelum analisis, larutan uji dan standar disaring terlebih dahulu melalui
membran filter PTFE (0,45 m) dengan tujuan untuk menghilangkan larutan analitik
dari pengotor eksternal. Menurut (Gandjar, 2012) adanya pengotor dalam reagen
dapat mengganggu sistem kromatografi. Hal ini karena partikel kecil dapat
menumpuk di kolom, menciptakan rongga di kolom dan memengaruhi hasil
analisis. Selain itu, kolom disaring untuk mencegah penyumbatan, karena kolom
memisahkan komponen sampel berdasarkan polaritasnya. Parasetamol disini juga
bersifat polar dan keluar dengan fase gerak terlebih dahulu, sedangkan eksipien
yang bersifar non-polar lainnya tertahan di kolom.
Tujuan dari analisis kualitatif metode KCKT adalah untuk menentukan ada
tidaknya senyawa dalam sampel yang disuntikkan dan untuk dapat
membandingkan waktu retensi puncak larutan standar dan larutan uji. Menurut
(Khopkar, 1990), analisis kualitatif mengacu pada waktu retensi yang dibutuhkan
senyawa untuk melewati kolom dan mencapai detektor untuk menentukan tinggi
puncak maksimum di plot senyawa. Suatu sampel dikatakan mengandung senyawa
positif jika waktu retensi puncak sama dengan waktu retensi larutan standar. Hasil
dari percobaan ini adalah jumlah puncaknya adalah 1. Artinya hanya mengandung
satu bahan di dalamnya yaitu parasetamol. Selain itu, karena waktu retensi standar
dan waktu retensi uji adalah 3,577 menit, maka bahan bakunya mengandung
parasetamol. Pada percobaan ini didapatkan hasil sebesar 1,035% yang berarti
faktor retensi memenuhi syarat. Karena menurut (USP, 2014), nilai standar deviasi
relatif (SBR) <2,0%.
8.2 Analisis Kuantitatif
Tujuan analisis kuantitatif dalam metode KCKT adalah untuk mengidentifikasi
luas area puncak analit pada kromatogram, yang dapat dibandingkan dengan luas
atau area larutan standar. Analisis kuantitatif dalam percobaan ini dilakukan dengan
menyiapkan larutan standar dan larutan uji menggunakan baku pembanding dan
bahan baku paracetamol yang merupakan obat antipiretik/analgesik sebagai bahan
awal. Parasetamol memiliki kromofor yang terbaca dengan baik oleh detektor UV,
sehingga uji analitik kuantitatif menggunakan detektor UV pada 243 nm. Menurut
hukum Lambert Beer dipakai panjang gelombang 243 nm karena ini merupakan
panjang gelombang maksimum parasetamol yang dapat mengurangi sensitivitas
dan dapat mengurangi kesalahan besar.
Selanjutnya, pada Uji analisis kuantitatif prosedur yang dilakukan adalah
pertama-tama ditimbang 25 mg baku pembanding parasetamol dan 25,2 mg bahan
baku parasetamol dengan neraca analitik. Lalu, masing-masing bahan dimasukkan
ke dalam labu takar 50 mL dan diencerkan dengan fase gerak air:metanol (3:1)
sampai tanda batas. Kemudian, larutan standar dibuat rangkaian pengenceran untuk
pembuatan kurva kalibrasi dengan memipet larutan stok baku pembanding
parasetamol sebanyak 0,2 ml; 0,4 ml; 0,6 ml; 0,8 ml; 1,0 ml; dan 1,2 ml, lalu
diencerkan dengan fase gerak dalam labu takar 10 mL. Tujuan dari pengenceran ini
yaitu untuk menentukan kadar yang ada dalam kandungan paracetamol.
Selanjutnya untuk larutan uji dipipet 1 mL larutan ke dalam labu takar 10 mL dan
diencerkan lagi dengan fase gerak sampai tanda batas. Kemudian, Masing-masing
larutan disaring dengan menggunakan membran filter PTFE dengan ukuran 0.45
μm. Tujuan dari penyaringan yaitu untuk meminimalisir adanya kontaminan dan
kesalahan pada percobaan, serta menghambat terjadinya penyumbatan pada kolom
karena instrument KCKT sangat peka.
Selanjutnya setelah disaring, larutan siap diinjeksikan ke dalam instrument
KCKT. Data dari komponen uji yang ditampilkan berupa kromatogram yang telah
diterjemahkan dalam bentuk sudah terpisah ini berturut-turut akan melewati suatu
detektor dan akan terbaca kadarnya. Kromatogram ini merupakan grafik antar
intensitas komponen yang dibawa oleh fasa gerak terhadap waktu retensi. Detektor
yang digunakan yaitu detektor UV alasannya dikarenakan Paracetamol merupakan
senyawa organik yang memiliki kromofor sehingga dapat menyerap sinar UV.
Prinsip kerja detektor UV adalah absorbs dengan panjang gelombang yang
digunakan adalah 243 nm. Pengukuran panjang gelombang maksimum parasetamol
yang diperoleh adalah 247 nm. Panjang gelombang maksimum tersebut
menunjukkan bahwa serapan parasetamol berada pada daerah UV karena masuk
rentang panjang gelombang 200–400 nm. Secara teoritis serapan maksimum untuk
parasetamol adalah 244 nm (Tulandi, dkk, 2015).
Berdasarkan hasil data dari pengamatan diperoleh konsetrasi hasil pengenceran
larutan standar sebesar 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, dan 60 ppm,
serta konsentrasi hasil pengenceran larutan uji sebesar 50,4 ppm. Pada metode
kalibrasi digunakan data dari seri pengenceran larutan standar dan data larutan uji,
sehingga didapatkan kurva kalibrasi persamaan regresi linear yaitu y =
698348,0571 x + 1464882,333. Untuk % kadar yang diperoleh yaitu sebesar
114,56%. Sedangkan, pada metode one point dengan membandingkan konsentrasi
larutan uji yang paling mendekati % kadar yang diperoleh yaitu sebesar 105,58%.
Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa kadar parasetamol yang terdapat pada
bahan baku parasetamol tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat ketentuan menurut
Farmakope Indonesia (Depkes RI, 1995) dimana kadar seharusnya mengandung
parasetamol tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah yang
tertera pada etiket, sehingga mutu yang dihasilkan juga menjadi kurang baik. Hal
tersebut dapat terjadi karena dipengaruhi beberapa faktor, seperti pada proses uji
dengan instrument dimana bahan serta larutan yang telah terkontaminasi dari
lingkungan sekitar, alat instrument yang sudah lama tidak terpakai, dan adanya
kesalahan pada saat pembacaan nilai dimana semua faktor diatas akan
mempengaruhi nilai waktu retensi dan luas area sehingga memungkinkan
kesalahan dalam menginterpretasikan data yang diperoleh dan dapat mengganggu
proses penentuan kadar parasetamol menjadi tidak murni.
IX. Kesimpulan
1. Dari hasil percobaan didapatkan bahan baku mengandung paracetamol
dengan waktu retensi standar dan waktu retensi uji sama-sama di menit 3,577.
Karena suatu sampel dikatakan mengandung senyawa positif jika waktu
retensi puncak sama dengan waktu retensi larutan standar.
2. Dari hasil percobaan didapatkan Kadar parasetamol dalam sampel pada kurva
kalibrasi diperoleh sebesar 114,56% dan untuk percobaan dengan
menggunakan metode one point diperoleh kadar sebesar 105,58%.
3. Mutu larutan yang diuji kurang baik karena kadar yang diperoleh tidak
memenuhi rentang syarat sesuai dengan persyaratan dalam Farmakope
Indonesia VI dimana kadar yang seharusnya yaitu tidak kurang dari 98% -
102%.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (1995).Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Ditjen POM (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta
Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia, Edisi ke III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Gandjar, I. G. & Rohman, A. (2012). Analisis Obat secara Spektroskopi dan
Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Johnson,E.L. and Steven Son, R.,
(1978), Basic Liquid Chromatography, Varian, California
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Lindsay, S., (1992), High Performance Liquid Chrotomagraphy Second
Edition, John Wiley &Sons Inc, Chischer, New York
Moffat, A.C., M.D. Osselton., B. Widdop. (2004). Clarke’s Analysis Of Drug And
Poisons. Thirth Edition. London: Pharmaceutical Press.
Tulandi, G. C., Sri, S., Widya, A. L., (2015). Validasi Metode Analisis untuk Penetapan
Kadar Parasetamol dalam Sediaan Tablet Secara Spektrofotometri Ultraviolet,
Jurnal Ilmiah Farmasi 4(4):168–178.
United State Pharmacopoeial (USP). (2014). The National Formulary Ed. 30.
Rockville: United State Pharmacopoeial.

Anda mungkin juga menyukai