Anda di halaman 1dari 19

High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

A. Tujuan
1. Mahasiswa memahami cara kerja instrument HPLC untuk analisis kuantitatif
2. Mahasiswa dapat melakukan preparasi dengan tepat dan akurat, serta dapat
mengikuti manual pengoperasian HPLC
3. Mahasiswa dapat menentukan/ menghitung kadar zat aditif dalam sampel minuman

B. Tinjauan Pustaka
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan
distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fasa, yaitu fasa diam
(stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat cair atau padat,
sedangkan fase gerak dapat berupa zat cair atau gas.
(Rohman, 2013: 73)
Tekhnik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat
digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis
kuantitatif dengan tekhnik HLC didasarkan pada pengukuran luas area puncak analit
dalam kromatogram, dibandingkan dengan luas area standar. Pada prakteknya metode
pembandingan area standard dan sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila
hanya melibatkan satu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan
menggunakan tekhnik kalibrasi.
(Tim Kimia Instrumen, 2019: 15)
Kromatografi cair kinerja tinggi atau KCKT biasa juga disebut dengan HPLC
(High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an
dan awal tahun 1979-an. Prinsip dasar HPLC adalah fasa gerak cair dialirkan dengan
pompa melalui detector. Cuplikan dimasukkan kedalam aliran fasa gerak dengan cara
penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-komponen cairan, karena
perbedaan kekuatan interaksi antara fasa diam dan komponen. Setiap komponen
campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detector kemudian direkam dalam
bentuk kromatogram.
(Underwood, 2002: 551)
HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan, keinginan
manusia untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan teori untuk
memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era peralatan yang
modern bahwa LC (Liquid Chromatography) memiliki kekuatan pemisahan yang
sangat ampuh, bahkan untuk komponen-komponen yang berhubungan sangat erat. LC
harus ditingkatkan kecepatannya, diotomasasi, dan harus disesuaikan dengan sampel-
sampel yang lebih kecil, waktu elusi yang beberapa jam.
(Underwood, 2002: 552)
HPLC berbeda dari kromatografi kolom cairan konvensional dalam hal
digunakan bahan pengisi kolom berupa partikel yang sangat kecil berukuran sampai 3-
5 μm (1μm = 10-6 m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan tinggi sampai
20.000 Kpa (200 atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak melalui kolom tersebut.
Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan saja telah
memperbaiki kecepatan analisis, tapi telah menghasilkan suatu teknik dengan daya
pisah yang tinggi. HPLC mempunyai kelemahan- kelemahan yang diantaranya,
peralatannya lebih rumit, tidak murah, dan perlu pengalaman untuk mampu
mengoperasikan alatnya. Untuk beberapa jenis zat, metode ini kurang sensitif. Selain
itu sampel disyaratkan harus stabil dalam larutan.
(Underwood, 2002: 553)
Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a) Fase Normal HPLC
HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom. Meskipun
disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi dengan partikel
silika yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan sebuah kolom sederhana
memiliki diameter internal 4,6 mm (dan kemungkinan kurang dari nilai ini) dengan
panjang 120 nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar dalam campuran melalui kolom akan
melekat lebih lama pada silika yang polar dibanding dengan senyawa-senyawa non
polar. Oleh karena itu, senyawa yang non polar kemudian akan lebih cepat melewati
kolom. Apabila pasangan fasa diam lebih polar daripada fasa geraknya maka sistem ini
disebut HPLC fase normal.
b) Fase Balik HPLC
Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika dimodifikasi
menjadi non polar melalui pelekatan hidrokarbon dengna rantai panjang pada
permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam kasus ini,
akan terdapat interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam
campuran yang melalui kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat interaksi antara
rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fasa diam) dan molekul-molekul
polar dalam larutan. Oleh karena itu molekul-molekul polar akan lebih cepat bergerak
melalui kolom. Sedangkan molekul-molekul non polar akan bergerak lambat karena
interaksi dengan gugus hidrokarbon.
(Rohman, 2013: 128)
Terdapat beragai zat aditif yang digunakan oleh produsen makanan dan
minuman diantaranya : natrium benzoat, vitamin c, dan kafein untuk masing-masing
tujuan tertentu. Ketiga zat aditif tersebut merupakan senyawa yang memiliki sifat
kepolaran yang berbeda, dan memiliki gugus kromofor yang menyebabkan senyawa
tersebut dapat menyerap sinar UV. Berdasarkan karakteristik senyawa ini
memungkinkan dilakukan analisis dengan teknik HPLC yang menggunakan kolom
nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar.
(Tim Kimia Instrumen, 2019: 15)

(Budhiraja, 2004: 261)


Fasa gerak dari HPLC merupakan zat cair yang disebut eluen atau pelarut.
Dalam HPLC fasa gerak selain berfungsi untuk membawa komponen-komponen
campuran menuju ke detektor, selain itu juga dapat berinteraksi dengan solut-solut.
Oleh karena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor penetu
keberhasilan proses pemisahan. Persyaratan zat cair yang akan digunakan sebagai fasa
gerak sebagai berikut:
a) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan
dianalisis
b) Zat cair harus murni, untuk menghindari masuknya kotoran yang dapat
mengganggu interpretasi kromatogram
c) Zat cair harus jernih, untuk meghindari penyumbatan pada kolom
d) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun
e) Zat cair tidak kental dan harus sesuai dengan detektor
Fasa gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari
partikel-partikel kecil. Selain itu adanya gas dalam fasa gerak juga harus dihilangkan,
sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan
detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Fase gerak yang paling sering digunakan
untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol
atua campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fasa gerak
yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan
pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan
dengan fase normal ini kurang umum dibanding fase terbalik.
( Hendayana, 2006: 231)
Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau kegagalan analisis
bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi
menjadi dua kelompok :
a) Kolom analitik
Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk
kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel
berpori biasanya 10-30 cm.
b) Kolom preparatif
Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan panjang 25-100 cm.
(Hendayana, 2006: 230)
Pompa (pump) terdapat dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan
(constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan
konstan dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu : pompa reciprocating dan pompa syringe.
Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh
karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk menghasilkan
garis dasar (base line) detector yang stabil, bila detector sensitive terhadap aliran.
(Budhiraja, 2004: 261)
Injektor (injector) ada tiga tipe dasar injector yang dapat digunakan :
1. Stop-flow : aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, system tertutup,
dan aliran dilanjutkan lagi, tekhnik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan
kecil dan resolusi tidak dipengaruhi
2. Septum : septum yang digunakan pada HPLC sama dengan yang digunakan pada
kromatografi gas. Injector ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 menit. Tetapi
septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair.
3. Loop valve, tipe injector untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 ul
(Budhiraja, 2004: 262)
Ada dua jenis detektor yaitu detektor selektif, adalah detektor yang peka
terhadap golongan senyawa tertentu saja. Dan detektor universal, yaitu detektor yang
peka terhadap golongan senyawa apapun kecuali pelarutnya. Diantara detektor yang
digunakan dalam KCKT adalah
a) Detektor Universal
Detektor Ultra Violet – Visible (Sinar Tampak)
Detektor UV terutama digunakan untuk pendeteksian senyawa-senyawa
organik. Detektor UV dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang, sehingga
panjang gelombang UV yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan jenis cuplikan yang
diukur. Detektor UV-Visible (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena
sensitivitasnya yang baik mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang di
analisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi bergradien. Ada yang dipasang
pada panjang gelombang tetap yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada yang
panjang gelombangnya dapat dipilih sesuai dengan diinginkan antara 190-600 nm.
Detektor dengan panjang gelombang variabel ini ada yang dilengkapi alat untuk
memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (allto zero).
Detektor jenis ini juga ada yang menggunakan drode erray (sebagai pengganti photo
tube), sehingga dapat melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai
panjang gelombang.
(Underwood, 2002: 520)
C. Alat dan Bahan
Alat – alat :
- Perangkat HPLC 1 set
- Spatula 1 buah
- Labu ukur 50 ml 1 buah
- Labu ukur 10 ml 1 buah
- Neraca analitik 1 set
- Corong pendek 1 buah
- Pipet tetes 1 buah
- Gelas kimia 20 ml 1 buah
- Gelas ukur 50 ml 1 buah
- Ultrasonic vibrator 1 set
- Buret 10 ml 1 buah
- Kertas saring whatman 1 lembar
- Membrane PTFE 1 set
Bahan – Bahan :
- Natrium benzoate p.a 52,2 mg
- Vitamin C standar 10 mg
- Kafein 20,2 mg
- Methanol 25 ul
- KH2PO4 disediakan
- Sampel minuman yang mengandung Vitamin C 1,2 ml
- Asetonitril disediakan
- Akuades secukupnya

D. Prosedur Kerja
a. pembuatan fasa gerak (pelarut)

KH2PO4

- Dibuat larutan KH2PO4 0.01 M sebanyak 500 ml dalam akuades


- Dibuat ph 2.65 dengan asam fosfat
- Dilakukan penyaringan menggunakan membrane selulosa nitrat

asetonitril

- Dilakukan penyaringan dengan PTFE


- Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit

Campuran larutan fasa gerak

- Dibuat dengan perbandingan KH2PO4 dan asetonitril (60 : 40) untuk keperluan
larutan standard dan sampel

Larutan fasa gerak


b. Pembuatan larutan induk natrium benzoate, Vitamin C, dan kafein.

Zat standar (Natrium benzoate, Vit C, dan kafein)

- Ditimbang
- Dicampurkan (dengan melarutkan dalam 50 ml fasa gerak secara kuantitatif pada
labu ukur)
- Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonicvibrator

Larutan induk

c. Pembuatan deret larutan standar natrium benzoate, Vit C, dan kafein

Larutan induk

- Dipipet masing-masing 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml


- Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 ml
- Dihomogenkan larutan
- Disaring dengan menggunakan membrane PTFE

Larutan standar hasil penyaringan

- Disimpan pada vial bertutup (beri label)


- Dilakukan deggasing selama 5 menit

Larutan standar siap

d. Pembuatan larutan sampel

Larutan sampel

- Dipipet
- Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 ml secara kuantitatif
- Disaring dengan PTFE

Larutan hasil penyaringan

- Ditampung dalam botol vial bertutup


- Dihilangkan gelembung dengan ultrasonic vibrator selama 5 menit

Larutan sampel siap


e. Penyiapan instrument HPLC

Instrumen HPLC

- Dikondisikan fasa gerak dengan system elusi gradient


T % asetonitril % KH2PO4
(menit)
0 60 40
1 40 60
2 20 80
3 30 70
4 40 60
5 60 40
- Diatur laju alir 0.75 ml/menit, volume injeksi 20 ul, panjang gelombang = 254 nm
- Dipastikan kabel penghubung tersambung dengan benar
- Ditekan tombol ON pada sakelar
- Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai
- Ditekan tombol ON pada alat (berturut-turut untuk power, detector, dan pompa)
- Dilakukan pemrograman alat dengan computer
- Dipilih mode
- Dilihat base line kromatigra (mendatar) maka instrument siap
- Diinjeksikan berturut-berturut larutan standar, dan terkahir sampel
- Dicetak hasil pengukuran, catat kondisi percobaan
- Dimatikan pompa dengan menyoroti tanda pompa dalam computer
- Ditutup file sesuai petunjuk, dimatikan computer
- Ditekan tombo off pada pompa, detector dan power secara berurutan
- Diputuskan sambungan listrik

Hasil
E. Hasil dan Analisis Data

Pada praktikum kali ini dilakukan analisis kuantitatif penetapan kadar zat aditif
pada minuman berenergi dengan instrument HPLC. Prinsip dasar praktikum ini sama
dengan metode kromatografi konvensional, yaitu berdasarkan perbedaan distribusi
komponen diantara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa geraknya. Sedangkan prinsip
kerja pada percobaan kali ini merupakan kromatigrafi partisi yang mana proses
pemisahannya berdasarkan kemampuan adsorpsi analit pada lapisan tipis cairan yang
dilapiskan pada padatan inert fasa diamnya. Selain itu pemisahan yang terjadi juga
berdasarkan kepolaran sampel yang akan dipisahkan. Kepolaran sampel yang berbeda
ini akan menyebabkan setiap sampel memiliki gaya Tarik dan kelarutan yang berbeda
dengan fasa diam maupun fasa gerak.
Dalam HPLC, berdasarkan jenis fasa geraknya dikenal dua fasa yaitu fasa
normal dan fasa terbalik. Untuk percobaan kali ini dipakai system fasa terbalik, karena
fasa diam yang dipakai silika yang dimodifikasi menjadi non polar melalui pelekatan
hidrokarbon C18, dan fasa gerak berupa campuran KH2PO4 dan asetonitril dengan
system elusi gradient. Kolom C18 dipilih karena komponen yang akan diuji bersifat
polar, sehingga komponen vitamin C, natrium benzoate, dan kafein mampu dipisahkan
oleh kolom C18, karena kolom C18 memiliki gugus oktadesil silica yang mampu
menisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi.
Sebelum dilakukan proses analisis sampel, dibuat terlebih dahulu larutan
standar dari vitamin C, kafein, dan natrium benzoate. Pembuatan larutan standar
bertujuan untuk menentukan waktu retensi komponen sehingga waktu retensi
komponen standar ini akan digunakan sebagai pembanding untuk menentukan waktu
retensi komponen pada sampel. Selain itu, larutan standar yang dibuat akan digunakan
untuk membuat kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi akan dipakai untuk menentukan
konsentrasi komponen komponen pada sampel yang tidak diketahui dengan memakai
hubungan dari persamaan regresi yang diperoleh. Persamaan regeresi dari kurva
kalibrasi untuk vitamin C yaitu y = 470991x + 34429 , untuk kafein y = 534512x +
51857, dan untuk natrium benzoate y = 351102x + 34429.
Semua larutan, baik larutan standar maupun larutan sampel sebelum
diinjeksikan haris disaring terlebih dahulu dengan membrane PTFE dengan tujuan
untuk menyaring pengotor-pengotor yang berukuran mikro. Adanya pengotor dalam
larutan akan menyebabkan gangguan pada system kromatografi. Selain pengotor, harus
diperhatikan juga adanya gas dalam larutan. Larutan harus didegasing dengan
ultrasonic vibrator, sebab adanya gas akan menyebabkan gas berkumpul dengan
komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.
Pada saat praktikum, larutan standar dan sampel diinjeksikan sebesar 25 ul. Hal
ini dilakukan untuk mengantisipasi cairan yang mungkin tertinggal saat diinjeksikan,
sehingga sampel yang masuk tidak kurang dari 20 ul. Pengukuran standar dilakukan
dengan konsentrasi terkecil untuk mengantisipasi jika ada larutan yang tertinggal saat
elusi. Dimana bila mengukur dari konsentrasi yang paling besar, kemungkinan adanya
sisa konsentrasi dari larutan ini lebih besar sehingga akan mepengaruhi konsentrasi
larutan yang lebih kecil yang diukur selanjutnya. Kemungkinan jika konsentrasi yang
tertinggal tadi ikut terbaca maka hasil yang dihasilkan oleh larutan dengan konsentrasi
yang lebih kecil, menjadi lebih besar.
Detector yang digunakan pada HPLC ini adalah detector UV. Detector UV
memiliki sensitifitas yang tinggi dan bisa mengukur sampel dengan berbagai panjang
gelombang. Panjang gelombang yang digunakan yaitu 254 nm. digunakan detector UV
karena komponen yang dianalisis menyerap panjang gelombang pada daerah tersebut.
Sampel yang dianalisis merupakan sampel hormoviton. Dalam sampel
hormoviton, terdapat zat aditif kafein sebanyak 50 mg yang dicantumkan pada
kemasan. Saat dilakukan analisis dengan HPLC, keluar 3 puncak kromatogram. Untuk
puncak ke-1 saat dibandingkan dengan waktu retensi standar merupakan kromatogram
vitamin C, dengan tr 1,7 dan luas area 772204. Untuk puncak ke-2 merupakan puncak
dari kafein dengan tr 2.65 dan luas area 1699859. Untuk puncak ke-3 merupakan
puncak dari natrium benzoate dengan tr 4 dan luas area 337535. Komponen yang
konsentrasinya paling banyak merupakan kafein. Pada kemasan minuman juga hanya
dicantumkan kafein sebanyak 50 mg, sedangkan untuk vitamin C dan natrium benzoate
tidak dicantumkan dalam kemasan, padahal konsentrasinya cukup besar.
Sampel yang dianalisis, ditentukan massanya dengan perhitungan matematis,
diperoleh untuk minuman hormoviton volume 150 ml, berdasarkan percobaan,
mengandung 10,6 mg vitamin C, 31.995 mg kafein, dan 8.9875 mg natrium benzoate.
Untuk memperoleh massa tersebut, harus diperhatikan factor pengenceran, karena dari
10 ml larutan sampel yang dibuat hanya 1.2 ml yang diambil dari kemasan, artinya
larutan sampel diencerkan sebanyak 8 kali. Dalam kemasan minuman, dicantumkan
massa kafein dalam 150 ml yaitu 50 mg, sedangkan dari percobaan yang dilakukan,
dari 150 ml hanya terdapat 31.955 mg kafein. Hal ini terjadi karena mungkin terdapat
kesalahan dalam melakukan analisis atau produsen minuman tidak mencantumkan
massa kafein dengan akurat, atau bisa juga massa kafein sudah berkurang karena akibat
distribusi produk.

F. Simpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan untuk menganalisis kadar zat aditif
dalam minuman berenergi, untuk sampel hormoviton yang dianalisis kadar zat aditif
yang diperoleh untuk vitamin C yaitu 16.6 mg, kafein 31.955 mg, dan natrium benzoate
8.9875 mg. waktu retensi yang diperoleh berdasarkan analisis HPLC diperoleh tr untuk
vitamin C 1.7 dan luas area 772204, kafein 2.65 dan luas area 1699859, dan untuk tr
natrium benzoate 4 dengan luas area 337535.

G. Daftar pustaka
Budhiraja, R.P. (2004). Separation Chemistry. New Dehli: New Age
Hendayana, Sumar. (2006). Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis
Modern. Banndung: PT.Remaja Rosdakarya
Rohman, Abdul. (2013). Kimia Analisis Farmasi. Jakarta: Pustaka Pelajar
Tim Dosen Kimia Instrumen. (2019). Penuntunan Praktikum Kimia Instrumen.
Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Underwood, Day. R.A.A.L. (2002). Analisis Kimia Kuantitaif. Jakarta: Erlangga.
H. Lampiran
a. Cara pembuatan larutan
1. Pembuatan larutan KH2PO4 0.01 M 500 ml
M = massa × 1000
Massa molar × V
0.01 M = massa × 1000 ml
136 grm/mol × 500 ml
0.01 M = massa × 2
136 grm/mol
Massa = 0.6804 gram
2. Menentukan konsentrasi larutan induk
Massa natrium benzoate : 52.2 gram
Vitamin C : 10 mg
Kafein : 20.2 mg
- Konsentrasi larutan induk
Natrium benzoat
Ppm = mg = 52.5 mg = 1044 ppm
L 0.05
Vitamin C
Ppm = mg = 10 mg = 200 ppm
L 0.05
Kafein
Ppm = mg = 20.2 mg = 404 ppm
L 0.05
3. Pembuatan deret larutan standar
C1 . V1 = C2 . V2
C2 = C1 . V1
V2
a. Natrium benzoate
- Volume 0.4 ml
1044 ppm. 0.4 ml = C2 . 10 ml
C2 = 41.76 ppm
- Volume 0.8 ml
1044 ppm. 0.8 ml = C2 . 10 ml
C2 = 83.52 ppm
- Volume 1.2 ml
1044 ppm. 1.2 ml = C2 . 10 ml
C2 = 125.28 ppm
- Volume 1.6 ml
1044 ppm. 1.6 ml = C2 . 10 ml
C2 = 167.04 ppm
- Volume 2 ml
1044 ppm. 2 ml = C2 . 10 ml
C2 = 208.8 ppm
b. Vitamin C
- Volume 0.4 ml
200 ppm. 0.4 ml = C2 . 10 ml
C2 = 8 ppm
- Volume 0.8 ml
200 ppm. 0.8 ml = C2 . 10 ml
C2 = 16 ppm
- Volume 1.2 ml
200 ppm. 1.2 ml = C2 . 10 ml
C2 = 24 ppm
- Volume 1.6 ml
200 ppm. 1.6 ml = C2 . 10 ml
C2 = 32 ppm
- Volume 2 ml
200 ppm. 2 ml = C2 . 10 ml
C2 = 40 ppm
c. Kafein
- Volume 0.4 ml
404 ppm. 0.4 ml = C2 . 10 ml
C2 = 16.16 ppm
- Volume 0.8 ml
404 ppm. 0.8 ml = C2 . 10 ml
C2 = 32.32 ppm
- Volume 1.2 ml
404 ppm. 1.2 ml = C2 . 10 ml
C2 = 48.48 ppm
- Volume 1.6 ml
404 ppm. 1.6 ml = C2 . 10 ml
C2 = 64.64 ppm
- Volume 2 ml
404 ppm. 2 ml = C2 . 10 ml
C2 = 80.8 ppm
b. Perhitungan
Sampel Hormoviton
1. Menghitung konsentrasi vitamin C
Persamaan : y = 470881x + 14256
Luas Area vitamin C : 772204
772204 = 470881x + 14256
772204 – 14256 = 470881x
X = 757948
470881
X = 1.6096 mg / 1 liter × 0.01 liter
X = 0.0160 mg × factor pengenceran
X = 0.0160 mg × 10 ml
1.2 ml
x = 0.133/1.2 ml × volume kemasan
x = 0.133/1.2 ml × 150 ml
x = 16.6 mg

2. Menghitung konsentrasi kafein


Persamaan : y = 534512x + 51857
Luas Area vitamin C : 1699859
1699859 = 534512x + 51857
1699859 – 51857 = 534512x
X = 3.0831 mg / 1 liter × 0.01 liter
X = 0.0308 mg × factor pengenceran
X = 0.0308 mg × 10 ml
2.2 ml
x = 0.256/1.2 ml × volume kemasan
x = 0.256/1.2 ml × 150 ml
x = 31.955 mg
3. Menghitung konsentrasi natrium benzoate
Persamaan : y = 351102x + 34429
Luas Area natrium benzoat : 337535
337535 = 351102x + 34429
337535 – 34429 = 351102x
X = 0.8632 mg / 1 liter × 0.01 liter
X = 0.0086 mg × factor pengenceran
X = 0.0308 mg × 10 ml
3.2 ml
x = 0.0716/1.2 ml × volume kemasan
x = 0.0716/1.2 ml × 150 ml
x = 8.9857 mg
4. menghitung persen kesalahan kafein
massa kafein dalam kemasan = 50 mg
massa kafein percobaan = 31.955
% kesalahan = 50 mg – 31.955 mg × 100 %
50 mg
= 36.09 %

Sampel Mizone
1. Menghitung konsentrasi vitamin C
Persamaan : y = 470881x + 14256
Luas Area vitamin C : 55927
55927= 470881x + 14256
55927 – 14256 = 470881x
X = 0.0885 mg / 1 liter × 0.01 liter
X = 8.85 × 10-4 mg × factor pengenceran
X = 8.85 × 10-4 mg × 10 ml
0.2 ml
x = 0.4425/0.2 ml × volume kemasan
x = 0.4425/0.2 ml × 500 ml
x = 1106.25 mg

2. Menghitung konsentrasi kafein


Persamaan : y = 534512x + 51857
Luas Area vitamin C : 264761
264761 = 534512x + 51857
264761 – 51857 = 534512x
X = 0.3983 mg / 1 liter × 0.01 liter
X = 3.983 × 10-3 mg × factor pengenceran
X = 3.983 × 10-3 mg × 10 ml
0.2 ml
x = 0.1991/0.2 ml × volume kemasan
x = 0.1991/0.2 ml × 500 ml
x = 497.875 mg
3. Menghitung konsentrasi natrium benzoate
Persamaan : y = 351102x + 34429
Luas Area natrium benzoat : 413287
413287 = 351102x + 34429
413287 – 34429 = 351102x
X = 1.0790 mg / 1 liter × 0.01 liter
X = 0.01079 mg × factor pengenceran
X = 0.01079 mg × 10 ml
0.2 ml
x = 0.5395/0.2 ml × volume kemasan
x = 0.5395/0.2 ml × 500 ml
x = 1348.75 mg
4. menghitung konsentrasi Na dalam natrium benzoate
massa Na = Ar Na × massa Natrium benzoate
Mr Natrium benzoate

Massa Na = 23 × 1348.75 mg
144
Massa Na = 215 mg
c. Pengamatan
- Larutan KH2PO4 berwujud cair tidak berwarna tidak berbau
- Larutan asetonitril berwujud cair tidak berwarna tidak berbau
- Larutan fasa gera berwujud cair tidak berwarna tidak berbau
- Perbandingan KH2PO4 dan astonitril 60 : 40
- Massa natrium benzoate : 52.2 mg
- Massa vitamin C : 10 mg
- Massa kafein : 20.2 gram
- Volume larutan induk : 50 ml
- Dipipet larutan induk 0.4 ml, 0.8 ml, 1.2 ml, 1.6 ml, 2 ml untuk membuat larutan
standar
- Larutan sampel hormoviton berwujud cair berwarna merah anggur berbau khas
- Volume larutan sampe : 1.2 ml
- Volume injeksi : 25 ul
d. Dokumentasi

Fasa gerak yang dipakai

Larutan sampel hormoviton Proses deggasing dengan ultrasonic

Penyaringan larutan sampel

Anda mungkin juga menyukai